1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin maju suatu negara semakin banyak orang terdidik dan banyak pula orang yang menganggur. Tidak adanya keseimbangan antara
jumlah pengangguran, jumlah tenaga kerja, dan lapangan kerja menyebabkan banyaknya permasalahan perekonomian yang ada di
Indonesia. Pada saat itulah mulai dirasakan pentingnya dunia wirausaha untuk mengurangi jumlah pengangguran yang terjadi di negara maju dan
berkembang. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan
pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak mampu menggarap semua pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja,
personalia, dan pengawasan. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu usaha itu sendiri.
Berwirausaha sebenarnya merupakan sebuah kegiatan yang mudah dan menyenangkan jika dilakukan dengan semangat dan tekun. Banyak
wirausahawan yang sukses dan berhasil dengan usaha yang dia lakukan karena dalam melaksanakan usahanya dia melakukan dengan semangat
dan tekun. Kesuksesan dan keberhasilan dalam berwirausaha akan didapat bila wirausahawan itu semangat dan tekun.
Berwirausaha juga merupakan sebuah upaya dimana seseorang mampu mengembangkan ide-ide kreatifnya dalam usahanya. Seorang
wirausahawan yang sukses, memiliki banyak ide-ide kreatif dalam dirinya.
2
Kreatifitas yang ada dalam diri seorang wirausaha bisa tertanam sejak lahir dan juga bisa terasah karena pengalamannya selama berwirausaha.
Seorang wirausaha yang tidak memiliki kreatifitas dalam mengembangkan usahanya maka kemungkinan besar usaha yang
dilakukan akan mudah gugur dalam persaingan pasar. Jiwa-jiwa wirausaha memang penting ada dalam diri seorang wirausaha yang ingin sukses. Bila
kita tidak memiliki jiwa wirausaha atau keahlian lain maka kita bisa menjadi seorang pengangguran.
Wirausaha mengajarkan kita untuk membantu sesama. Dengan menjadi seorang wirausahawan, kita mampu membuka lapangan kerja
untuk orang lain. Sangat menguntungkan bila kita mampu menjadi seorang wirausahawan. Akan tetapi dalam berwirausaha juga harus teliti dan
konsentrasi agar nantinya tidak tergelincir kedalam kegagalan. Kegagalan yang dialami wirausahawan terkadang bisa membuatnya bosan untuk
berwirausaha kembali. Pengangguran sebenarnya mampu diatasi dengan wirausaha.
Banyak wirausahawan yang sukses dan mampu menolong warga disekitar tempat wirausahanya untuk menjadi karyawannya. Wirausahawan seperti
itu patut dicontoh oleh wirausahawan lainnya. Sebagai wirausahawan jangan hanya mengambil pegawai dari negara lain yang mungkin dianggap
lebih ahli dari pada warga sekitar tempat wirausahanya.
3
Pengangguran dinegara Indonesia bisa dikatakan sangat ironis, bisa dilihat pada tabel 1 mengenai jumlah pengangguran diIndonesia pada
tahun 2012-2014. Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan
Utama, 2012-2014
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2012- 2014
Jenis Kegiatan Utama
Satua n
2012 2013
2014 Februa
ri Agust
us Februa
ri Agust
us Februa
ri 1
2 3
4 5
6 7
1. Angkatan Kerja Juta
Orang 122,74 120,32
123,64 120,17 125,32
Bekerja Juta
Orang 115,08 113,01
116,44 112,76 118,17
Pengangguran Juta
Orang 7,66
7,31 7,20
7,41 7,15
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
69,60 67,78
69,16 66,77
69,17 3. Tingkat
Pegangguran Terbuka
6,24 6,07
5,82 6,17
5,70 4. Pekerjaan Tidak
Penuh Juta
Orang 36,48
35,17 36,65
37,74 36,97
Setelah Pengangguran
Juta Orang
11,48 12,74
13,72 11,00
10,57 Paruh Waktu
Juta Orang
21,60 22,43
22,93 26,74
26,40 Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang
Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 Estimasi ketenagakerjaan Februari 2014 menggunakan penimbangan hasil
Proyeksi Penduduk
Sumber: http:www.bps.go.id
Berdasarkan tabel 1 bisa kita lihat bagaimana grafik angka pengangguran dari bulan Februari 2012 hingga Februari 2014. Naik
4
turunnya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia menandakan bahwa masih kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia.
Selain karena kurangnya perhatian pemerintah akan pengangguran dan perhatian terhadap wirausahawan yang ada di Indonesia, ada empat
sebab kenapa wirausaha sulit untuk bertumbuh di Indonesia. Menurut Pratomo 2014 dalam artikelnya yang berjudul “Empat Sebab Jumlah
Wirausaha Indonesia Sulit Bertumbuh”, Ada empat sebab wirausaha sulit untuk bertumbuh di Indonesia. Pertama, sistem pendidikan tidak
mendukung seseorang menjadi wirausaha. Kedua, wirausaha di Indonesia ingin sukses secara instan. Pengusaha atau wirausahawan di Indonesia
yang masih pemula akan menemukan banyak hambatan di awal usahanya. Ketiga, wirausaha pemula kerap terlalu ambisius. Keempat, wirausaha
kecil minim inovasi. Sistem pendidikan yang tidak mendukung untuk berwirausaha di
Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia yang terfokus pada kurikulum yang didalamnya menuntut agar peserta didik dapat mempelajari materi
yang bertujuan agar mereka bekerja di Pemerintahan atau sebagai pegawai negeri justru membuat peserta didik enggan untuk mempelajari tentang
wirausaha. Wirausaha ingin sukses secara instan itu sangat tidak baik.
Pengusaha pemula harusnya memiliki etos kerja yang tinggi dan memiliki sifat keras atau tahan banting. Penyakit pada pengusaha pemula yaitu
mereka ingin membesarkan usahanya secara instan. Membesarkan usaha
5
secara instan akan membuat seorang pengusaha pemula jatuh lebih sakit saat mereka mengalami permasalahan dan tidak bisa menyelesaikannya.
Akibat dari sifat ini, banyak pengusaha pemula yang gagal. Wirausaha pemula harusnya tidak perlu terlalu terpecah pada
banyak cabang yang ingin dilakukan dalam usahanya. Pengusaha muda yang masih pemula harus terfokus dalam menjalankan suatu usahanya dan
tidak boleh bercabang dan ingin cepat kaya. Jika seorang pengusaha muda tidak fokus dalam usahanya, dia bisa tergelincir dan gagal dalam
berwirausaha. Akibat dari sikap yang terlalu ambisius ini menyebabkan pengusaha muda gagal dan bisa-bisa dia terpuruk dalam kesehariannya.
Pengusaha kecil minim sekali inovasi. Pelaku usaha kecil yang ada di Indonesia harus cerdik dalam melihat kebutuhan masyarakat dan
mampu berinovasi mengikuti perubahan zaman. Inovasi ini diperlukan untuk bisa bersaing dengan wirausaha lainnya di tengah persaingan yang
semakin ketat di segala lini, ditambah lagi kini ada perdagangan bebas. Faktor lain yang menyebabkan wirausaha kurang berkembang di
Indonesia yaitu kurangnya motivasi berwirausaha. Motivasi yang kurang baik dari dalam diri maupun dari luar diri sendiri seperti dukungan orang
sekitar memang menjadi sebuah kendala bila ingin melakukan sebuah wirausaha. Dengan adanya motivasi, segala kemungkinan akan bisa
terwujud. Menjadi seorang wirausaha sukses memerlukan motivasi yang luar biasa agar memperoleh hasil yang luar biasa, karena dengan memiliki
6
motivasi yang luar biasa seorang wirausaha bisa menghargai segala proses pencapaian hasil yang maksimal dari usahanya.
Masih rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Indonesia merupakan masalah yang menyebabkan kurangnya
minat berwirausaha. Bisa dilihat tingkat pendidikan pada tahun 2012-2014 menurut Badan Pusat Statistik 2014 Indonesia, rata-rata orang Indonesia
setelah menempuh pendidikan di sekolah dasar dia langsung bekerja. Menurut peraturan pemerintah, seharusnya mereka menyelesaikan
pendidikan wajib 9 tahun terlebih dahulu sebelum bekerja. Masyarakat yang seharusnya bisa berwirausaha justru tidak mengetahui tentang cara
berwirausaha karena pendidikan mereka rendah. Tabel 2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan, 2012-2014 juta orang
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2012 2013
2014 Februar
i Agustu
s Februar
i Agustu
s Februar
i 1
2 3
4 5
6
SD ke bawah 57,33
55,62 54,49
53,81 55,31
Sekolah Menengah Pertama
20,34 20,27
20,36 20,56
21,06 Sekolah Menengah
Atas 17,34
17,4 17,95
17,88 18,91
Sekolah Menengah Kejuruan
9,55 9,61
10,32 9,97
10,91 Diploma IIIIII
3,15 3,01
3,25 2,93
3,13 Universitas
7,37 7,10
8,07 7,61
8,85
Jumlah 115,08
113,01 116,44
112,76 118,17
Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014
Estimasi ketenagakerjaan Februari 2014 menggunakan penimbangan hasil Proyeksi Penduduk
7
Sumber: http:www.bps.go.id
Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa masyarakat yang bekerja lebih banyak dari sekolah menengah pertama dan SD ke bawah.
Menandakan bahwa minimnya tingkat pendidikan bagi para bekerja sehingga mereka tidak mampu meningkatkan life skill mereka dalam
berwirausaha. Kurangnya pendidikan kecakapan hidup, menyebabkan mereka
sulit untuk memperoleh bahkan menciptakan sebuah usaha. Banyaknya pengangguran di Indonesia karena pendidikan kecakapan hidup di sekolah
formal yang belum diterapkan. Lembaga formal seharusnya bisa memberikan
pendidikan kecakapan
hidup yang
sesuai untuk
perkembangan masyarakat, tapi pada kenyataannya pendidikan kecakapan hidup masih kurang.
Program pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal sebenarnya wajib memberikan keterampilan kecakapan hidup.
Pembelajaran kecakapan hidup itu diharapkan agar peserta didik memiliki bekal untuk dapat bekerja dan berusaha yang dapat mendukung kehidupan
mereka menuju kesejahteraan mereka. Keterampilan kecakapan hidup yang mereka miliki diharapkan mampu menghilangkan kebiasaan dan pola
pikir mereka yang tidak tetap, selain itu juga untuk menyadarkan potensi diri yang mereka miliki dan mensyukurinya.
8
Beberapa prinsip pelaksanaan life skill education ,yaitu : 1 etika sosio-religius bangsa yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila
dapat diintegrasikan, 2 pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, learning to live
together and learning to cooperate, 3 pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan,
4 penetapan manajemen berbasis masyarakat, kolaborasi semua unsur terkait yang ada dalam masyarakat, 5 paradigma learning
for life dan school for work dapat menjadi dasar kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pertautan dengan dunia kerja, 6
penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengarahkan peserta didik agar : a membantu mereka untuk menuju hidup sehat dan
berkualitas, b mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, dan c memiliki akses untuk mampu memenuhi standar
hidupnya secara layak Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002.
Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang dilakukan di Indonesia sudah sangat banyak tetapi bukan belum mencapai tujuan
pelaksanaan pelatihan. Hasil dari pelatihan memang sanggup mengolah kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, tetapi belum mampu mengelola
dirinya sendiri untuk bersaing dengan dunia usaha yang berjalan saat ini. Hal ini karena pendidikan pelatihan yang dilaksanakan oleh pendidikan
sekolah maupun pendidikan luar sekolah hanya mempersiapkan untuk saat ini bukan untuk perkembangan kedepannya.
Pelaksanaan pelatihan yang belum sesuai dengan manajemen program pelaksanaannya juga merupakan masalah kenapa pendidikan
kecakapan hidup belum bisa dikatakan berhasil dengan maksimal. Pelaksanaan yang dilakukan di lembaga nonpemerintahan yang hanya
bertujuan untuk mendapatkan warga belajar dan mendapatkan pemasukan untuk usahanya kadang kurang memperhatikan kebutuhan warga belajar
9
akan kesiapannya menghadapi persaingan kedepannya setelah mengikuti pelatihan.
Lembaga kursus biasanya hanya terfokus pada tujuan mereka yaitu agar warga belajar mampu menyelesaikan kompetensi dasar dari apa yang
telah dibuat lembaga penyelenggara. Lembaga penyelenggara tidak memprogram agar pelaksanaan program itu berdasar pada kebutuhan akan
masa yang akan datang tetapi hanya berdasar pada kompetensi yang telah penyelenggara buat.
Kurang pemahaman tentang manajemen program biasanya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pelaksanaan program.
Bagaimana suatu lembaga mampu memanajemen program secara maksimal dan berdasar pada kebutuhan sekarang dan yang akan datang
perlu diterapkan. Manajemen antar anggota penyelenggara juga harus diperhatikan, karena jika penyelenggara juga tidak maksimal maka besar
kemungkinan pelaksanaan program tidak berhasil maksimal. Salah satu contoh tempat penyelenggaraan program pendidikan
keterampilan menjahit yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, di tempat tersebut pelaksanaannya kurang menghasilkan hasil yang maksimal.
Penyelenggaraan yang sangat terbatas oleh ruang dan waktu pelaksanaan hanya sekedar menyalurkan hobi warga belajar saja, tanpa berdasar pada
kebutuhan warga belajar. Kurang maksimalnya penyelenggaraan program membuat warga belajar hanya menyalurkannya sebagai hobi bukan
kebutuhan mereka.
10
Di Yogyakarta banyak sekali lembaga baik Formal maupun Non Formal yang mengadakan program pendidikan kecakapan hidup. Salah
satu lembaga yang peneliti ambil sebagai tempat penelitian yaitu Lembaga SKB Sleman yang berlokasi di daerah Berbah Kabupaten Sleman. Alasan
peneliti melakukan penelitian di SKB Sleman karena ingin mengkaji program pendidikan kecakapan hidup menjahit yang diselenggarakan di
SKB Sleman. Penyelenggaraan program pendidikan di SKB sleman terdiri dari
program keterampilan menjahit, keterampilan bordir, dan keteramilan tata rias rambut. Penyelenggaraan program ini di SKB Sleman bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan warga belajar dan warga belajar juga mampu menjadi seorang wirausahawan setelah selesai mengikuti program
pelatihan. Penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup di SKB
Sleman dilaksanakan setiap tahun dengan menggunakan dana APBD. Peserta program ada yang sudah memiliki usaha dan ada yang baru ingin
mendirikan usaha dan ada juga yang belum memiliki niat untuk usaha sehingga mereka mengikuti program kecakapan hidup ini. Diharapkan
dengan mengikuti program ini mereka menjadi semakin termotivasi untuk berwirausaha. Termotivasinya warga belajar untuk menjadi seorang
wirausahawan diharapkan juga mampu mengurangi jumlah pengangguran dan juga mampu membuka lapangan kerja untuk orang-orang yang masih
menganggur.
11
Warga belajar program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman sebelum mengikuti pelatihan merupakan masyarakat biasa
dan bukan seorang wirausaha, meskipun ada beberapa yang menjadi seorang wirausaha kecil-kecilan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya
pendidikan kecakapan hidup menyebabkan rendahnya kesadaran mengelola sumber daya yang dimiliki oleh diri sendiri maupun dari alam.
Sebagian besar warga belajar yang mengikuti program kecakapan hidup menjahit adalah ibu-ibu rumah tangga, buruh, dan pedagang dengan
penghasilan rendah. Warga masih kurang percaya diri dan kurangnya pendidikan untuk melakukan sebuah wirausaha.
Program kecakapan hidup menjahit sampai saat ini belum menunjukkan dampak yang nyata bagi warga belajar baik dari segi
ekonomi maupun sosial. Begitu juga di SKB Sleman sampai saat ini masih belum ada data mengenai keberhasilan dalam menjalankan program
kecakapan hidup menjahit. Dengan demikian perlu adanya pengkajian yang dapat menunjukkan bagaimana kebermaknaan dari program tersebut
terhadap warga belajar. Maka sebuah pertanya besar yang muncul adalah bagaimana kebermaknaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit
terhadap aktivitas berwirausaha warga belajar.
B. Identifikasi Masalah