Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri

76 Hal tersebut sejalan dengan pernyataan MRF selaku wali kelas MM yang menyatakan bahwa MM kurang dalam bidang akademik dan lambat dalam menyelesaikan tugas-tugasnya : “Kalau tugas disuruh menulis ya bisa mba..tapi memang lama mba mengerjakannya..kalau disuruh untuk mengerjakan soal..memang ia kesulitan dan belum bisa jika hanya sendiri jika tidak ada pendampingan…”wawancara MRF, 5 Oktober 2016 Subjek tidak dapat memungkiri bahwa dirinya terkadang juga menginginkan seperti orang lain maupun teman-temannya yang miliki berbagai macam prestasi. MM tidak akan melupakan bahwa ia memiliki banyak keterbatasan sehingga terkadang dirinya tidak memahami bakat apa yang sebenarnya dimiliki. MM sangat menyukai pelajaran menggambar, olahraga badminton serta suka memasak saat ia dirumah. Pada dasarnya MM memahami aktivitas seperti itulah yang bisa ia lakukan mengingat segala keterbatasannya. MM selalu berusaha dalam setiap mata pelajaran yang didapatkan namun ia menyadari bahwa sekeras apapun usaha untuk mengingat dan mengerjakan soal dengan benar tidak akan bisa diwujudkan. Bantuan dari pendampingnyalah yang ia harapkan.

c. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri

Individu yang memiliki perasaan inferioritas ialah individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan menunggu penilaian yang realistik atas dirinya. Bagi MM tidak semua teman-teman menjauhinya, ia memiliki beberapa teman disekolah yang bersedia selalu memberikan waktu untuk mengajak bermain, bercanda dan 77 tertawa. Selain di sekolah, MM dirumah juga memiliki banyak sekali teman-teman bermain. Menurut pernyataan nenek MM yaitu MR, bahwa MM memiliki banyak teman dan mereka sangat sayang denganya. Tidak pernah merasa jijik maupun tidak suka dengan keadaan MM. “Banyak sekali mbak…dari yang seumuran ada yang masih anak kecil juga…kadang pula kalo MM tidak kesini pada mencari..nanti pada Tanya “budhe..budhe nok MM kesini tidak…” malah kemarin habis lebaran panggilannya ganti jadi “hallo nok MM sayang…ayo maen..” ya seperti itu…” wawancara MR. 4 September 2016 Teman-teman MM tidak hanya anak perempuan saja, namun teman yang laki-lakipun tak segan bermain bersama dengan MM dan akan biasa memainkan permainan sepak bola jelas MR pada saat wawancara. MM menyukai pujian-pujian yang diberikan dari orang lain untuk dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. MM akan menunjukkan raut muka yang berseri dengan senyuman yang ringan saat mendapatkan kata-kata sanjungan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat TR sebagai berikut: “…setiap MM melakukan sesuatu dengan baik…kami selalu memberikan apresiasi dengan pujian…jadi setiap ia semisal mengerjakan pekerjan rumah seperti menyapu, ngepel dan lain- lain pasti kami akan memberikan pujian seperti “waah adek pintar ya, rajinnya…” pokoknya setiap MM melakukan apapun yang baik dan benar kami akan selalu memberikan reward termasuk dalam belajar menghafal dan lain- lain…jadi ia nanti bisa semangat buat melakukan apa- apa…jadi bagi kami MM dapat beraktivitas dengan hati yang gembira kami sangat senang….” wawancara TR. 9 September 2016 78 Terkadang tidak hanya raut muka dan sikapnya yang bahagia, namun juga dalam melanjutkan aktivitasnya di sekolah maupun di rumah ia akan lebih semangat. Namun akan lain halnya jika MM sudah berada dilingkungan sekolah. Banyak yang tidak menyukai keberadaanya dan merasa risih atas kehadirannya. Berikut pernyataan YM : “Ho’oh too…marai wedi e…Hayooo karang kuii….ngeces…kan njijiki to….njajal nek dicesi..nak yoo njijiki to…Gek nek ngomong ki yo ra cetho..mangkel kae lho..gek ra dong- dong…”wawancara YM. 5 Oktober 2016 Sehingga rasa ditolak dan tidak dihargai akan kehadirannya membuatnya sering diam, menghindari keramaian dan hanya suka mengamati aktivitas teman-temannya dari kejauhan. Lebih memilih berada dalam ruang kelas sendiri dan melihat teman-teman bermain bersama-sama diluar kelas.

d. Respon atas penolakan dan kritikan