Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dalam WTO

Prosedur WTO menunjukkan bahwa laporan panel harus diterima oleh DSB dalam waktu enam puluh hari dari pengeluaran. Jika tidak, satu pihak memberitahukan keputusannya untuk menarik atau konsesnsus terhadap pengesahan laporan. DSB tidak dapat mempertimbangkan laporan panel lebih cepat dari dua puluh hari setelah laporan tersebut disirkulasikan kepada para anggota. Para anggota yang merasa keberatan atas laporan itu diwajibkan untuk menyatakan alasan-alasan secara tertulis untuk disirkulasikan sebelum diadakan pertemuan DSB di mana laporan panel akan dipertimbangkan. e. Peninjauan Kembali Appellate Review Suatu gambaran baru dari mekanisme penyelesaian sengketa di WTO memberikan kemungkina penarikan terhadap salah satu pihak dalam suatu berlangsungnya panel. Semua permohonan akan didengar oleh suatu badan peninjau Appellate Body yang dibentuk oleh DSB. Badan ini terdiri dari tujuh orang yang merupakan perwakilan dari keanggotaan WTO yang akan melayani dalam termin empat tahun. Mereka harus merupakan orang yang ahli di bidang hukum dan perdagangan internasional, dan tidak berafiliasi dengan negara mana pun. Tiga orang anggota dari Appellate Body mendengarkan permohonan-permohonan mereka dapat membela, mengubah, atau membatalkan hasil kesimpulan panel sesuai aturan, namun pengajuan permohonan tidak lebih dari 60-90 hari. Tiga puluh hari sesudah pengeluaran, lapooran dari Appellate Body harus diterima oleh DSB dan tanpa syarat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. Jika tidak, konsensus akan diberlakukan terhadap pengesahan ini. f. Implementasi Implementation Kebijaksanaan menekankan bahwa peraturan dari DSB sangat penting agar mencapai resolusi yang efektif dari persengketaan- persengketaan yang bermanfaat untuk semua anggota. Pada pertemuan DSB berlangsung dalam waktu tiga puluh hari dari adopsi panel, pihak yang bersangkutan harus menyatakan niat untuk menghargai impelementasi dari rekomendasi-rekomendasi. Bila hal itu tidak berguna untuk segera menyetujui, anggota akan diberikan suatu periode waktu yang beralasan yang ditentukan oleh Dispute Settlement Body DSB. Bila hal itu gagal dalam waktu yang telah ditentukan itu, diwajibkan untuk mengadakan negosiasi dengan penggugat untuk menentukan kompensasi yang dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Jika dalam waktu dua puluh hari tidak ada kompensasi yang memuaskan yang dapat disetuji, penggugat dapat mohon otorisasi dari DSB untuk menangguhkan konsensi-konsensi atau obligasi-obligasi terhadap pihak tergugat. Prosedur menentukan bahwa DSB menjamin otorisasi ini dalam waktu tiga puluh hari dari batas waktu “reasonable period of time”, jika konsensus akan diberlakukan. Jika anggota yang bersangkutan menolakberkeberatan terhadap tingkat suspensi, hal tersebut diteruskan pada arbitrase. Hal ini akan diselesaikan oleh anggota-anggota panel yang asli. Bila hal ini tidak mungkin dilakukan oleh arbitrator yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal WTO. Arbitrase harus selesai dalam waktu enam puluh hari dari batas waktu “reasonable period of time”, dan hasil keputusan harus diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan sebagai final, dan tidak diteruskan kepada arbitrase lainnya. DSB selanjutnya memberi kuasa suspensi dari konsensi-konsensi secara konsisten dari hasil penyelesaian arbitrator. Jika tidak, maka akan diadakan konsensus.

BAB IV ANALISIS PERAN NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL STUDI KASUS GUGATAN PERDAGANGAN ROKOK INDONESIA TERHADAP AUSTRALIA MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION

A. Peran Diplomasi Indonesia Terhadap Australia

Diplomasi merupakan sarana untuk menyatakan sikap membangun atau mempertahankan hubungan timbal balik, berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain, atau melakukan transaksi politik atau hukum, dalam setiap kasus melalui agen resmi mereka. 71 Hubungan bilateral memiliki pasang surut, terdapat berbagai konflik, mulai dari kepentingan politik dan bahkan kepentingan negara lain. Oleh karena itu diplomasi diperlukan untuk menemukan jalan atau titik temu bila suatu masalah mulai muncul. Diplomasi merupakan sarana komunikasi untuk suatu hubungan kerjasama. Kerjasama yang baik merupakan suatu keberhasilan untuk jangka panjang dan saling menguntungkan diantara pihak yang bersepakat. Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Mumtahanah ayat 8 : 71 Syahmin AK, Hukum Diplomatik Suatu Pengantar Bandung: CV. ARMICO, 1998 Cet.3, h. 13 60                        “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” Adil merupakan contoh sikap yang baik dan bijak, negara yang satu harus berlaku adil terhadap negara yang lain, tidak boleh dibeda-bedakan, apalagi dalam masalah perdagangan. Diskriminasi terhadap penerapan kebijakan perdagangan merupaka pelanggaran dari aturan hukum yang ada, jadi sebuah negara harus menjungjung tinggi sikap adil terhadap aturan hukum yang mereka buat. Diplomasi kadang kalanya ada yang dapat kesepakatan dan adapula yang tidak, dan sebaiknya diplomasi adalah diplomasi yang mengutamakan perdamaian sesuai dengan Q.S Al-Anfal ayat 61 :                “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” Dalam suatu hubungan diplomatik terdapat berbagai perjanjian, banyak sekali praktik perjanjian di dunia yang dilanggar oleh berbagai negara. Allah berfirman dalam Q.S At-Tawbah ayat 7 :                           “Bagaimana bisa ada perjanjian aman dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka di dekat Masjidil Haram? Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus pula terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa” Sebaik-baiknya perjanjian adalah perjanjian yang saling dihormati dan menghormati antar negara yang bersepakat. Klaim-kalim pelanggaran dari Indonesia terhadap Australia, menandakan bahwa ada perjanjian yang dilanggar oleh Australia sehingga Indonesia memliki kewajiban untuk melakukan perannya demi kembalinya suatu hubungan seperti semula, yang sesuai dengan aturan atau traktat yang berlaku. Australia pada tahun 2011 menerapkan kebijakan Tobacco Plain Packaging Act yang dinilai tidak menguntungkan Indonesia karena bertentangan dengan hukum Internasional. Indonesia pada bulan Oktober 2013 melakukan tindakan atau langkah diplomasi melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canbera. 72 Langkah diplomasi ini merupakan langkah awal untuk membahas secara bilateral diantara kedua negara perihal kebijakan Australia yang telah menerapkan kebijakan Tobacco Plain Packaging Act 2011. Perlu diketahui industri rokok menyumbang 1,66 persen total Gross Dosmetic Product GDP Indonesia dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya pada tahun 2013 mencapai 700 juta dollar AS. Selain itu, industri rokok juga menjadi sumber penghidupan bagi 6,1 juta orang yang bekerja di industri rokok secara langsung dn tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan cengkeh. 73 Pada diplomasi tersebut Indonesia menanyakan kepada Australia apakah Australia akan mencabut kebijakan langkah-langkah kemasan rokok polos yang dibuatnya. Kemasan rokok polos adalah kotak kemasan dengan warna seragam 72 Wawancara dengan Kementrian Perdagangan Direksi Pengawasan Perdagangan tanggal 3 Agustus 2015 73 Diakses dari bisniskeuangan.kompas.comread20150605111854526Wajibkan.Kemasan.Rokok.Polos.Indonesia. Gugat.Asutralia pada tanggal 7 September 2015, pukul 13:08 WIB

Dokumen yang terkait

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

10 128 151

PENERAPAN PRINSIP KONSENSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WTO.

0 0 9

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 9

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 2

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 1 28

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 38

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 2 4

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Lona Puspita, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang lovelylona0408gmail.com Abstract - View of UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PE

0 1 11

Kedudukan World Trade Organization (WTO) Dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Intenasional (Studi Kasus Terhadap Tuntutan Jepang Atas Indonesia Mengenai Penjualan Mobil Nasional)

0 0 112

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (STUDI KASUS EKSPOR-IMPOR ROKOK KRETEK ANTARA INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT) - Repository UNRAM

1 1 15