Susu Sapi Segar Susu

mesin pemerah susu sapi permanen gambar 2.13. Masing-masing mesin ini mempunyai kekurangan dan kelebihan, namun tidak akan dibahas lebih lanjut. Tabel 2.3 Syarat Mutu Susu Segar SNI 3141.1:2011. No. Karakteristik Satuan Syarat 1 Berat jenis pada suhu 27,5°C minimum gml 1,0270 2 Kadar lemak minimum 3,0 3 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7,8 4 Kadar protein minimum 2,8 5 Warna, bau, rasa kekentalan - Tidak ada perubahan 6 Derajat asam °SH 6,0 - 7,5 7 pH - 6,3 - 6,8 8 Uji alkohol 70 vv - Negatif 9 Cemaran mikroba, maksimum: 1. Total Plate Count 2. Staphlococcus aureus 3. Enterobacteriaceae CFU ml CFU ml CFU ml 1 x 10 6 1 x 10 2 1 x 10 3 10 Jumlah sel somatis maksimum Sel ml 4 x 10 5 11 Residu antibiotika Golongan Penisilin, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida - Negatif 12 Uji Pemalsuan - Negatif 13 Titik beku °C -0,520 s.d -0,560 14 Uji peroxidase - Positif 15 Cemaran logam berat, maksimum: A. Timbal Pb B. Mekuri Hg C. Arsen As μg ml μg ml μg ml 0,02 0,03 0,1 Catam: °SH = derajat Soxlet Henk el; CFUml = Colony Forming Unit per mililiter, satuan untuk uji TPC Sumber: Badan Standardisasi Nasional. 2011. Seperti susu pada umumnya, susu sapi segar juga mengandung laktosa yang membuat susu sapi sangat rentan dengan mikroba. Oleh karena itu, susu sapi segar mempunyai syarat mutu khusus agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, yaitu seperti yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI dan yang terbaru adalah SNI 3141.1:2011. Syarat mutu ini tidak hanya mencantumkan syarat fisik seperti warna, bau, rasa, dan pH saja, tetapi juga syarat kandungan dalam susu seperti kadar gizi minimun, cemaran logam, cemaran mikroba, dan sebagainya. 5 Syarat mutu susu segar tersebut tercantum pada tabel 2.3. Cemaran mikroba maksimum yang diperbolehkan dalam susu segar yaitu angka lempeng total sebanyak 1 x 10 6 CFU ml, jumlah Staphylococcus aureus sebanyak 1 x 10 2 CFU ml, dan jumlah Enterobacteriaceae sebanyak 1 x 10 3 CFU ml. Pada SNI 7388-2009 mengenai batas maksimum cemaran mikroba pada pangan, terdapat jenis cemaran mikroba lain selain yang ada di SNI 2011 dan dibagi menjadi susu segar untuk diproses lebih lanjut dan susu segar untuk konsumsi langsung, dapat dilihat pada tabel 2.4. Pada tabel tersebut tercantum pula batas maksimum bakteri E. coli pada susu segar. 23 Tabel 2.4 Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Susu Segar SNI 7388-2009. Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Untuk diproses lebih lanjut Untuk konsumsi langsung ALT 30°C, 72 jam 1 x 10 6 koloniml 5 x 10 4 koloniml Koliform 2 x 10 1 koloniml 2 x 10 1 koloniml APM Escherichia coli 3ml 3ml Salmonella sp. Negatif 25ml Negatif 25ml Staphylococcus aureus 1 x 10 2 koloniml 1 x 10 2 koloniml Listeria monocytogenes Negatif 25ml Campylobacter sp. Negatif 25ml Catam: ALT = Angka Lempeng Total TPC; APM = Angka Paling mungkin MPN Sumber: Badan Standardisasi Nasional. 2009. Susu sapi segar yang tercemar oleh bakteri patogen, dapat disebabkan karena berbagai faktor, baik langsung ataupun tak langsung. Menurut Food Standards Australia New Zealand 2009, faktor langsung direct contamination disebabkan karena terjadi infeksi pada ambing sapi, sedangkan faktor tak langsung indirect contamination disebabkan karena feses dari sapi tersebut mengkontaminasi bagian ambing dan putingnya, feses dari sapi lain mengkontaminasi bagian ambing dan puting sapi seekor sapi, saat sedang memerah susu permukaan susu yang ditampung terkontaminasi feses sapi, dan kontaminasi pasca pemerahan. 24 Penelitian yang dilakukan oleh Ngadiani dan Herlin Suryanita 2003, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara derajat higienis sanitasi kandang seperti kebersihan kandang sapi, kebersihan sapi, kebersihan peralatan, dan kebersihan karyawan, terhadap jumlah bakteri MPN koliform pada susu sapi perah segar yang diambil dari 12 peternak sapi di desa Blimbing, Tulungagung. 25 Dengan demikian, bila terdapat cemaran mikroba melebihi batas maksimum yang ditetapkan, susu tersebut sudah terkontaminasi bakteri akibat berbagai faktor yang sudah dijabarkan sebelumnya.

2.1.4.2 Susu Sapi UHT

Susu UHT Ultra-High Temperature adalah susu yang mengalami proses pemanasan pada suhu tinggi 135-150°C dalam waktu yang singkat 2-15 detik, dan setelahnya dikemas secara aseptik. 9,26 Susu ini merupakan salah satu jenis susu berdasarkan cara pengolahannya selain susu pasteurisasi, susu steril, dan susu extended shelf-life ESL. 3 Pemasanan UHT ini bertujuan untuk mencapai kondisi sterilitas produk yang diinginkan namun meminimalisir tingkat kerusakan mutu tekstur, warna, citarasa, dan rasa. Dalam sebuah studi yang dilakukan untuk membandingkan efek dari susu pasteurisasi, UHT, dan susu sterilisasi, disebutkan bahwa efek dari pemanasan UHT ini adalah sebagai berikut 7 : 1. 82 terjadinya degradasi vitamin C akibat adanya oksigen saat proses pemanasan UHT tanpa proses penghilangan gas, dan 51 terjadi saat proses penyimpanan susu dengan kemasan enam lapis angka ini lebih kecil dibandingkan dengan susu UHT kemasan tiga lapis. 2. Denaturasi protein Whey lebih tinggi pada susu UHT 56 daripada susu pasteurisasi 0,4, namun lebih rendah dari susu sterilisasi. Laktoglobulin- β dan kasein- κ beragregasi saat proses pemanasan yang mengurangi kelarutan dari protein susu. 3. Hilangnya sebagian kecil lisin 0-5 saat pemanasan dengan UHT. 4. Ditemukannya laktulose akibat isomerisasia laktosa sebesar 9,5- 43,7 mg 100g susu UHT yang menyebabkan dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri bifidobacteria. Walaupun terdapat efek yang merugikan dari susu UHT, mutu susu ini dapat dioptimalisasikan dengan kemasan enam lapis dan penyimpanan pada suhu yang rendah 20°C dengan waktu yang terbatas 2 bulan. Dalam menjaga mutu susu UHT di Indonesia, SNI menetapkan sebuah standar mutu yang tercantum dalam tabel 2.5. Standar mutu ini disesuaikan dengan masing-masing jenis susu UHT, yaitu susu berlemak full cream milk, susu rendah lemak low fat milk, dan susu bebas lemak free fat milk. Dalam syarat mutu tersebut tercantum bahwa baik susu UHT berlemak, rendah lemak, maupun bebas lemak cemaran mikroba berupa angka lempeng total harus kurang dari sepuluh koloni per 0,1 mL. Pada SNI 01-6366-2000, tercantum juga jenis cemaran mikroba lain selain yang ada di SNI 2014, dapat dilihat pada tabel 2.6. Pada tabel tersebut tercantum pula batas maksimum bakteri E.coli pada susu UHT. Tabel 2.5 Syarat Mutu Susu UHT Ultra High Temperature SNI 3950-2014. No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Berlemak Full Cream Rendah Lemak Low Fat Milk Bebas Lemak Free Fat Milk

1. Keadaan

1.1 Warna

- Khas, normal Khas, normal Khas, normal

1.2 Bau

- Khas, normal Khas, normal Khas, normal

1.3 Rasa

- Khas, normal Khas, normal Khas, normal 2 Protein N x 6,38 , bb Min. 2,7 Min. 2,0 Min. 2,7 Min. 2,0 Min. 2,7 Min. 2,0 3 Lemak , bb Min. 3,0 Min. 2,0 0,6-2,9 0,6-1,9 Maks. 0,5 Maks. 0,5 4 Total padatan tanpa lemak , bb Min. 8,0 Min. 8,0 Min. 8,0 5 Cemaran logam

5.1 Kadmium Cd

mgkg Maks. 0,2 Maks. 0,2 Maks. 0,2

5.2 Timbal Pb

mgkg Maks. 0,02 Maks. 0,02 Maks. 0,02

5.3 Timah Sn

mgkg Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0

5.4 Merkuri Hg

mgkg Maks. 0,03 Maks. 0,03 Maks. 0,03 6 Cemaran arsen As mgkg Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1 7 Aflatoksin M1 µgkg Maks. 0,5 Maks. 0,5 Maks. 0,5 8 Cemaran Mikroba

8.1 Angka

Lempeng Total Koloni 0,1 mL 10 10 10 Catam: untuk susu berperisa; bb artinya adalah berat per berat Sumber: BSN Badan Standardisasi Nasional. 2014. Tabel 2.6 Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Susu UHT SNI 01-6366-2000. Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum ALT 30°C, 72 jam 10 koloni 0,1ml Koliform 0 koloniml APM Escherichia coli 0 MPNml Enterococci 0 koloniml Staphylococcus aureus 0 koloniml Clostridium sp. 0 koloniml Salmonella sp. Negatif Campylobacter sp. 0 koloniml Listeria sp. 0 koloniml Catam: ALT = Angka Lempeng Total TPC; APM = Angka Paling mungkin MPN Sumber: Badan Standardisasi Nasional. 2000.

2.2 Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Menekan jumlah Escherichia coli Susu sapi segar Mengandung laktosa Sumber makanan bagi bakteri koliform Susu terkontaminasi E. coli Pemanasan suhu tinggi Ultra High Temperature Terjadi kontaminasi Terkontaminasi feses sapi Air untuk membersihkan sapi terkontaminasi E. coli