Identifikasi Bakteri pada Susu Sapi Cair UHT Ultra High Temperature
Melalui browsing dengan mesin pencari tidak ditemukan data yang diinginkan. Data ini seharusnya ada pada KOPERDA Koperasi Daerah DKI Jakarta yang
berada di Poltangan, Jakarta Selatan, namun karena peneliti masih aktif kuliah sangat susah mencari waktu yang tepat saat hari kerja untuk mengambil data.
Saat sudah ke KOPERDA, kepala koperasi yang ditemui peneliti hanya memberikan data secara lisan dengan seingat beliau saja. Peneliti juga sudah ke
GKSI Gabungan Koperasi Susu Indonesia DKI Jakarta, namun kegiatan koperasi ini sudah berhenti dan diserahkan ke KOPERDA. Pembina GKSI ini
mengaku hanya mempunyai data peternak sapi perah dalam skala provinsi saja, bukan kecamatan. Saat peneliti survei ke tempat pengambilan sampel sangat
susah sekali menemukan peternakan sapi perah karena tidak ada petunjuk berupa papan nama mengenai peternakan ini, kecuali pada dua peternakan yang ditemui
peneliti. Peternakan sapi perah di daerah ini juga terpencil di antara rumah warga. Selain itu, saat pengambilan sampel susu sapi waktunya adalah pasca
lebaran, sehingga beberapa peternakan menolak menjual susu sapi perah karena mengaku produksi susu sedang tidak efektif. Dengan demikian akhirnya peneliti
memilih untuk mengambil sampel dengan cara purposive sampling. Uji MPN E. coli seharusnya menggunakan Escherichia coli Broth EB
pada tahap uji penegasan setelah didapatkan tabung positif pada uji penduga, namun peneliti tetap menggunakan BGLB karena EB sangat susah dicari, bahkan
laboratorium mikrobiologi FK UI mengaku tidak memakai EB untuk uji MPN. Maka dari itu, peneliti menegakkan jumlah koliform suatu sampel merupakan
jumlah E. coli setelah dikonfirmasi dengan uji biokimia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Anni Kusumaningsih dan Tati Ariyanti 2013 dari Balai Besar
Penelitian Veteriner, Bogor. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji pelengkap, uji IMViC, dan uji
fermentasi karbohidrat pada masing-masing pengenceran sampel sehingga jumlah yang diuji terlihat banyak. Dengan keterbatasan waktu, biaya, alat, dan
bahan, peneliti tidak bisa melakukan pengulangan uji pada tiap sampel untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.