Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar dengan mengembangkan sistem dana jaminan sosial melalui program pemerintah serta menumbuh kembangkan usaha
dan kreativitas masyarakat yang pendistribusiannya dilakukan dengan birokrasi yang efektif dan efisien serta ditetapkan dengan undang-undang”.
Mengenai pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan juga disebutkan dalam tujuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Situs berita online Suara Merdeka 2013 mengatakan bahwa dalam kurikulum pendidikan sudah terdapat upaya untuk mengembangkan kreativitas,
tapi hal tersebut belum terlaksana cukup baik, baik dari metode mengajarnya, iklim kelasnya, atau sarana prasarana yang mendukung hal tersebut. Nang Primadi
Tabrani selaku Guru Besar Institut Teknologi Bandung ITB mengungkapkan Lebih jauh lagi, cara belajar dalam pendidikan saat ini sudah terlalu lama
dikuasai oleh rezim pemikiran rasio. Sehingga menggabungkan proses belajar rasional dan kreatif menjadi sulit dilaksanakan Puspitarini, 2014.
Kreativitas dalam kehidupan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas.
Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal, yang terungkap berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ditemukan. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh To dan Fisher 2011, ditemukan bahwa mood mempengaruhi kreativitas, yang dapat digolongkan dalam faktor internal. Mood
suasana hati merupakan suatu emosi yang lemah, lembut, biasanya merupakan suatu peralihan yang sifatnya tidak berlangsung lama Chaplin, 2008. Terungkap
dalam penelitian To dan Fisher, bahwa ada pengaruh yang kuat ketika mood positif diaktifkan terhadap pencapaian hasil dan kreativitas, sedangkan ketika
mood negatif diaktifkan ada efek lambat pada proses kreativitas. Faktor internal lainnya adalah inteligensi
yang merupakan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari
pengalaman sehari-hari Santrock, 2006.
Penelitian yang ditemukan oleh Benedek, Franz, Heene, dan Neubauer 2012 mengungkapkan bahwa inteligensi
berhubungan positif dengan divergent thinking dan ideational originality dimana hal tersebut merupakan komponen dari kreativitas. Selain berhubungan dengan
inteligensi, ada beberapa pernyataan dan penelitian yang mengatakan bahwa kepribadian juga mempengaruhi kreativitas. Seperti yang diungkapkan oleh
Hurlock 2007 bahwa kreativitas memberikan kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar, dan merupakan sebuah penghargaan yang mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan kepribadian. Batey, Furnham, Safiullina 2010 menyatakan ada hubungan positif dan
negatif antara kreativitas dengan dimensi dari big five personality. Kreativitas berhubungan positif dengan dimensi extraversion dan openness, dan berhubungan
negatif dengan agreeableness, conscientiousness dan neuroticism. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Nowrozi, Shaker, Meamar, Ghaderi 2011
menunjukkan bahwa dimensi dari big five personality, yakni openness, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness berkorelasi positif dengan
kreativitas, dan berkorelasi negatif dengan neuroticism. Selain faktor internal yang telah dipaparkan di atas, ada faktor eksternal
yang juga mempengaruhi kreativitas. Silvano Arieti dalam Munandar, 2009 menamakan sebuah kebudayaan yang menunjang, memupuk, dan memungkinkan
perkembangan kreativitas, dengan sebutan “creativogenic”. Dalam penelitiannya Arieti mengemukakan sembilan faktor creativogenic, yaitu tersedianya sarana
kebudayaan, keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, penekanan pada “becoming”, memberikan kesempatan bebas, terdapat diskriminasi ringan,
keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, adanya toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen, adanya interaksi antara pribadi-pribadi
yang berarti. Pada faktor pertama Arieti berpendapat bahwa seorang musikus seperti Beethoven akan sulit mengembangkan bakatnya apabila ia hidup dalam
lingkungan dimana tidak ada kemungkinan untuk mempelajari musik secara wajar walaupun ia berbakat. Begitupun pada faktor-faktor yang lain yang menunjang
kreativitas seseorang. Pada penelitian Jacqueline Mayfield dan Milton Mayfield 2008, juga
menyatakan bahwa iklim kreatif mempunyai pengaruh terhadap kreativitas seseorang. Dimana lingkungan kreativitas pekerja berperan kuat bagi peningkatan
hasil organisasi. Situasi lingkungan kreatif tersebut dirancang untuk mengetahui
tingkat kreativitas individu, dimana lingkungan tersebut memiliki peran untuk para pekerja, sehingga dapat memberi hasil atau nilai bagi pengembangan
organisasi. Irvan Prihartono 2011 menemukan bahwa ada korelasi positif dan
signifikan antara iklim kelas affiliation, student influence, dan involvement terhadap sikap kreatif. Chang, Hsu, dan Chen 2013 juga menemukan bahwa ada
korelasi positif antara iklim kelas dengan suasana yang menyenangkan terhadap kreativitas menggambar dan berbahasa pada siswa.
Tajari dan Tajari 2011 juga menemukan faktor eksternal yang mempengaruhi kreativitas. Terungkap bahwa peningkatan kreativitas dapat
dipengaruhi oleh metode mengajar. Metode mengajar dengan cara yang kreatif dapat meningkatkan komponen kreativitas fluent, originality, flexibility, dan
expansion seseorang menjadi lebih efektif. Selain itu Munandar 2009 juga mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan
cara mengajar. Dalam suasana non otoriter, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, dengan kepercayaan guru terhadap kemampuan anak untuk
Sementara itu, McLellan dan Nicholl 2013 melakukan penelitian mengenai penerapan dimensi iklim kreatif di dalam organisasi ke dalam ruang
kelas. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan di organisasi, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dimensi iklim kreatif terhadap kreativitas. Namun,
dalam penelitian yang mereka lakukan di sekolah menengah dengan rentangan usia 11-16 tahun, tidak ada pengaruh iklim kreatif terhadap kreativitas siswa.
berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, kemampuan kreatif dapat
tumbuh dengan subur. Suasana seperti ini dapat dibangun pada sekolah secara umum atau melalui iklim kelas.
Berdasarkan data yang penulis temukan terdapat sekolah yang turut mengembangkan kreativitas, yaitu SMAN 3 Tangerang. Sekolah ini mempunyai
misi yang dapat meningkatkan kreativitas siswa salah satunya adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan inovatif. Situs berita
online Tangerang Ekspres mengungkapkan bahwa SMA Negeri 3 Tangerang ini mampu mengubah sampah plastik, sedotan, kemasan kopi, kulit jagung, koran dan
karung beras menjadi barang berharga seperti bunga, baju, tas, sandal, sepatu, keranjang, sajadah dan permadani. Siti Nurlaela selaku guru bahasa Inggris
mengatakan, “Di sekolah kami siswa wajib mengumpulkan sampah setiap harinya. Jika sudah didaur ulang dibuat kerajinan tangan, maka karya siswa
akan dijual uangnya bisa untuk tambahan jajan”. Menurutnya, kegiatan daur ulang sampah sangat penting. Selain mengurangi beban sampah di lingkungan
sekolah, daur ulang sampah juga dapat mendorong kreativitas siswa untuk berkarya. Dengan kegiatan tersebut diharapkan siswa mampu membiasakan diri
untuk menjaga kebersihan dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan begitu, sampah yang biasa mengotori lingkungan sekolah menjadi lebih
bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Pada website SMAN 3 Tangerang, disebutkan bahwa pada tanggal 28
Oktober 2012 SMAN 3 Tangerang mengadakan lomba bahasa dalam
memperingati Bulan Bahasa dan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2012. Lomba-lomba tersebut meliputi lomba musikalisasi puisi,
telling story, membaca puisi, scrabble, bercerita dalam bahasa Jerman, dan bercerita dalam bahasa Indonesia. Menurut Rahmat, selaku guru SMAN 3, hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kreativitas verbal siswa-siswi wawancara, 15 Oktober 2014. Informasi ini mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana
kreativitas siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Telah dijelaskan dari berbagai sumber dan tokoh bahwa setiap individu
membutuhkan kreativitas dalam kehidupan sehari-hari serta dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, banyak juga