Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis Di Medan

(1)

KENDALA PROSODI PEMBELAJAR

BAHASA PRANCIS DI MEDAN

DISERTASI

HESTI FIBRIASARI

078107002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Disertasi : KENDALA PROSODI PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS DI MEDAN

Nama Mahasiswa : Hesti Fibriasari

Nomor Pokok : 078107002

Program Studi : Doktor (S3) Linguistik

Menyetujui:

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) Promotor

(Dr. Evi Eviyanti, M.Pd) (Dr. Sugiyono.)

Ko. Promotor Ko. Promotor

Ketua Program Studi, Direktur Sekolah Pascasarjana,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(3)

ABSTRAK

KENDALA PROSODI PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS DI MEDAN, Hesti Fibriasari, Program S3 Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

Kajian ini memilih judul Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis. Kajian ini bertujuan untuk melihat prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan dari modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Penelitian ini menemukan kendala pembelajar bahasa Prancis di Medan. Kajian ini berasumsi bahwa mempelajari prosodi merupakan bagian sistem produksi pembicara yang terdiri dari komponen prosodi yaitu segmental dan kelsikal.Pada eksperimen produksi, peneliti menemukan pola kontur nada yang terdiri dari nada dasar, nada final, puncak nada, dan julat nada yang ditandai dengan durasi pada kalimat deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Secara general, disimpulkan bahwa kalimat deklaratif ciri akustik antara tuturan pembelajar bahasa Prancis menurut modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Nada dasar pada kalimat interogatif absolut (10,72 st) menunjukkan nada yang tertinggi dibandingkan dengan nada dasar pada kalimat-kalimat yang lain. Nada final pada kalimat interogatif absolut menunjukkan nada yang paling tinggi (11,52 st) dan nada final yang paling rendah terdapat pada kalimat imperatif (8,94 st). Nada paling rendah rendah pada nada rendah kalimat deklaratif (4,34 st). Nada tertinggi terdapat pada kalimat interogatif absolut (14,69 st), sedangkan julat nada seluruhnya mengalami minus dan yang paling minus julat nadanya terdapat pada julat nada kalimat imperatif (-11,52 st). Ciri akustik dituturkan oleh pembelajar bahasa Prancis sesuai dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Secara umum suara laki-laki lebih rendah dari suara perepuan. Dapat dilihat pada uraian diatas bahwa nada tertinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada pada suara perempuan lebih tinggi dibandingkan suara laki-laki.Ciri akustik penutur bahasa Prancis sesuai dengan lama belajar dengan waktu belajar lebih dari tiga tahun dan selama tiga tahun memiliki perbedaan yang tidak tertalu mencolok. Pada nada tertinggi pembelajar bahasa Prancis dengan waktu lebih dari tiga tahun memperlihatkan bahwa nada tertinggi pada seluruh kalimat mebih tinggi dari pada pembelajar bahasa Prancis yang belajar selama tiga tahun. Untuk julat nada penutur bahasa Prancis dengan masa belajar bahasa Prancis lebih dari tiga tahun lebih rendah dari penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun. Nada rendah penutur bahasa Prancis dengan masa belajar lebih dari tiga tahun memiliki nada lebih rendah dari pada penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun. Nada final penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun lebih tinggi dibangdingkan dengan penutur bahasa prancis dengan masa belajar lebih dari tiga tahun. Ciri akustik tuturan menurut pembelajar bahasa Prancis menurut daerah Medan, Karo, Tobasa, Langkat dan Asahan menunjukkan adanya perbedaan yang tidak terlalu signifikan dalam menuturkan kalimat deklaratif, interogatid absolut, interogatif parsial dan imperatif. Dalam menuturkan kalimat deklaratif dan interogatif absolut pembelajar bahasa Prancis berasal dari Tobasa memiliki alir nada paling tinggi ciri tersebut dapat dilihat dari nada tinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada. Sedangkan pembelajar bahasa


(4)

Prancis berasal dari Karo memiliki alir nada yang lebih rendah pada kalimat deklaratif dan interogatif absolut dibandingkan dengan pembelajar berasal dari Medan, Langkat dan Asahan. Pada kalimat interogatif parsial dan kalimat imperatif penutur bahasa Prancis berasal dari langkat memilki nada paling rendah dari penutur yang berasad dari daerah lain. Pembelajar bahasa Prancis berasal dari Medan dan Langkat memiliki kecenderungan kemiripan alir nada, hal ini terlihat pada nada dasar, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada dari seluruh kalimat yang dituturkan yaitu kalimat deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif.

Kata kunci: Prosodi Bahasa Prancis, Pembelajar, Modus Tuturan


(5)

PROSODIC CONSTRAIN OF FRENCH SPOKEN BY INDONESIAN LEARNERS IN MEDAN, Hesti Fibriasari, S3 Doctoral Linguistics Program, Linguistics Studies Post-graduate of the University of The University of North Sumatera

This dissertation deals with the analysis of prosodic constrain of French spoken by Indonesian learners in Medan. The purpose of this analysis is to know how the prosody of French learners are , based on declarative modus, absolute interrogative, partial interrogative and imperative. This analysis finds that there is constraint of the French learners in uttering the four aspects above. This analysis assumes that studying prosody is as a part of production system of speakers that consist of prosody components i.e., segmental and lexical. In production experiment, the researcher finds that the intonation contour system consisting of basic intonation, final intonation, peak intonation and range intonation is signified by duration at declarative sentence, absolute interrogative, partial interrogative and imperative sentence. Generally, it can be concluded that the acoustic characteristic of declarative sentence at French learners ‘ utterances based on declarative modus, absolute interrogative, partial interrogative and imperative. The basic intonation in absolute interrogative sentence (10.72 st) indicates the highest intonation and the lowest final intonation found in imperative sentence (8,94 st). The lowest intonation at low intonation in declarative sentence is (4,34 st). The highest intonation is found in absolute interrogative sentence (14,69 st) whereas the all intonation range is minus and the minusest range intonation found at the intonation range of imperative sentence is (11.52 st) Accoustic characteristic utttered by French learners conforms to female and male. Generally male voice is lower than female’s. It can be seen at the above description that the highest intonation, low intonation, basic intonation, final intonation and intonation range of female’s voice is higher than male’s. The acoustic characteristic of French learners depend on the length of studying . The French learners having studied more than three years and having been three years, there is no significantly different.At the highest intonation the French learners having had time more than three years show that the highest intonation in all kinds of sentences is higher than French learners having studied for three years.At intonation range of French learners having studied French more than three years utter intonation lower than French learners having studied for three years. The final intonation of French learners having studied for three years is higher than French learners having studied more than three years. The acoustic characteristic of French learners utterance based on the area where they come from. French learners coming from Medan, Karo, Tobasa, Langkat, Asahan show that there are no significantly different in uttering declarative,absolute interrogative, partial interrogative and imperative sentence. In uttering declarative and absolute interrogative, French learners coming from Tobasa utter the highest alur nada and the characteristic can be seen at high intonation, low intonation, basic intonation, final intonation and range intonation while French learners coming from Karo uttered counturelower in declarative and absolute interrogative sentence compared with French learners coming from Medan, Langkat and Asahan. In partial interrogative and imperative sentence French learners coming from Langkat utter the lowest intonation than the French learners coming from other regions. French learners coming from Medan and Langkat have inclination of counture resemblance, this case can be seen at basic intonation, low intonation, final intonation and range intonation of all kinds of sentences uttered i.e., declarative sentence, absolute interrogative sentence, partial interrogative and imperative sentence.


(6)

Key words: Prosodic, French, learners, Speech Modes

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata ‘ala atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini


(7)

walaupun sengan segala keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki. Shalawat dan salam semoga dicurahkan-Nya kepada jujungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan kita pengikutnya sapai akhie zaman. Saya menyadari keberhasilan ini terlaksana berkat sejumlah nama yang begitu berjasa membimbing dan mengarahkan saya.

Untuk itu, pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Medan, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. DR. Dr Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), dan para pembantu Rektor Universitas Medan.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Medan, yang terhormat dan amatterpelajar Prof. Dr. Ir A. Rahim Matondang, MSIE; Ketua Program Studi Doktor Linguistik Universitas Medan, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. T. Silvana Sinar, MA, Ph.D. yang sekaligus sebagai promotor saya, yang senantiasa memberikan semangat, dorongan, serta kepedulian, empati beliau yang sangat besar yang diberikan kepada saya selama ini, serta mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan program S-3.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya haturkan kepada ko-promotor saya, yang terhormat dan amat terpelajar Dr. Evi Eviyanti, M.Pd yang secara khusus dan senang hati, sabar telah membimbing saya, dan penuh perhatian memberikan semangat, dorongan serta kepedulian kepada saya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya haturkan kepada ko-promotor saya, yang terhormat dan amat terpelajar Dr. Sugiyono


(8)

dengan kewibawaan ilmiah telah memberikan arahan, dan bimbingan serius, memberikan masukan yang sangat berharga, dan empati beliau yang sangat besar saya berikan kepada saya selama ini. Di sela-sela kesibukan beliau, masih meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan atas penyempurnaan tulisan ini.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya haturkan terima kasih yang tidak terhingga kepada, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Robert Sibarani, M.S, Prof. Paitoon M. Chaiyanara, Ph.D, Dr. T. Syarfina M.Hum, dan Dr. Gustianingsih, M.Hum yang masing-masing sebagai penguji pada ujian seminar hasil dan ujian tertutup yang telah memberikan bimbingan, arahan, sanggahan, dan saran.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya haturkan kepada Prof. Vincent Van Heuven yang telah bersedia menerima saya untuk mengikuti perkuliahan fonetik selama tiga bulan pada saat saya mengikuti

sandwich-like program di Universiteit Leiden Belanda. Terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada DIKTI yang telah memberikan beasiswa

sandwich-like program periode 2010.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Medan, yang terhormat Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si yang telah memberikan saya kesempatan dan telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mendedikasikan keilmuan saya di Prodi. Bahasa Prancis Universitas Negeri Medan. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Ibu Dr. Isda Pramuniati, M.Hum yang telah memberikan peluang kepada


(9)

saya untuk menyelesaikan program Doktor, motivasi yang diberikan beliau untuk meningkatkan semangat saya menyelesaikan pendidikan ini secepatnya.

Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, Alm H. Rakiman dan Hj. Tusriyati. Walapun Bapak tidak dapat melihat langsung atas keberhasilan anaknya menyelesaikan pendidikan ini, namun saya dapat merasakan dorongan dan motivasi dari Bapak dan kepada Ibu saya, terima kasih atas dorongan dan dukungan secara moral dan material dan selalu mendoakan atas keberhasilan anaknya. Begitu juga kepada kedua mertua saya Bapak Drs. H. Chairuddin Yousuf Pane dan Hj. Asnar Hasibuan yang selalu mendo’akan dan mendampingi saya, membantu menjaga anak-anak pada saat saya harus bertugas.

Terima kasih khusus kepada suami tercinta dan tersayang Imam Faisal Pane ST., MT., yang telah memberi izin kepada saya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Doktor, rela ditinggal-tinggal, selalu memberikan kasih sayang yang tulus, selalu ada pada saat saya membutuhkan, memberi motivasi, dan semangat kepada saya dalam menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi ini. Begitu juga kepada adik-adik saya Desy Triantoro beserta Istri Irre Anggraini dan Linda Puspasari, SH, yang selalu memberi dukungan dan doa untuk keberhasilan ini.

Kepada anak-anakku tersayang, Raihan Rafif Pane dan Naura Ariqa Pane yang telah berkorban dan senantiasa ditinggal-tinggal ibunya untuk menyelesaikan pendidikan ini. Semoga kelak mereka dapat mengikuti langkah-langkah ibunya.

Melalui kesempatan ini saya juga menyampaikan ucapkan terima kasih kepada Orang tua, sahabat, teman curhat, teman diskusi Dr. Nilzami, M.Hum,


(10)

dengan segala keendahan hati telah membantu dari awal hingga akhir penyelesaian pendidikan ini. Seluruh teman-teman saya di Program Doktor Linguistik yang telah bersedia memberikan semangat, dorongan, penilaian, koreksian dan sejumlah saran demi perbaikan disertasi ini.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada sahabat saya Rabiah Adawi, S.Pd., M.Hum dan Nurilam Harianja, S.Pd., M.Hum yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya dan selalu memberikan semangat kepada saya.

Rekan-rekan kerja di Program Studi bahasa prancis dan staf pegawai Fakultas Bahasa dan Seni Unimed yang selalu mendukung dan memberikan semangat. Para mahasiswa bahasa Prancis Unimed yang telah membantu dan berdoa untuk penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Juga seluruh pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu di sini. Kepada para nara sumber dan informan yang bertindak sebagai responden yang telah bersedia direkam suaranya untuk dijadikan data penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya kepada pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, baik yang disebutkan secara langsung maupun tidak telah mebantu saya secara moril, materil, maupun doa. Semoga Allah SWT memberikan limpahan kasih dan kemuliaan-Nya kepada mereka semua. Amin

Medan, Agustus 2012 Penulis


(11)

Hesti Fibriasari

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xix


(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 16

1.3 Tujuan Penelitian ... 16

1.4 Kegunaan Penelitian... 17

1.5 Kemaknawian ... 17

1.6 Sistematika... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

2.1 Pengantar ... 19

2.2 Konsep ... 19

2.3 Landasan Teori ... 22

2.3.1 Fonetik dan Fonologi ... 22

2.3.2 Prosodi ... 27

2.3.2.1 Frekuensi... 41

2.3.2.2 Durasi ... 41

2.3.2.3 Nada Dasar ... 42

2.3.2.4 Nada Final ... 42


(13)

2.3.2.6 Julat Nada ... 43

2.3.2.7 Alir Nada ... 43

2.3.2.8 Kontur Intonasi ... 43

2.3.2.9 jeda ... 43

2.3.2.10 Ambang Atas... 44

2.3.2.11 Ambang Bawah ... 44

2.3.2.12 Deklinasi ... 44

2.3.2.13 Inklinasi ... 44

2.3.2.14 Persepsi ... 45

2.3.3 Sistem Bunyi Bahasa ... 45

2.3.3.1 Sistem Bunyi Bahasa Prancis... 47

2.3.3.2 Sistem Bunyi Bahasa Karo ... 52

2.3.3.3 Sistem Bunyi Bahasa Toba ... 54

2.3.3.4 Sistem Bunyi Bahasa Melayu ... 57

2.3.4 Modus ... 59

2.3.4.1 Modus Bahasa Indonesia ... 60

2.3.4.2 Modus Bahasa Prancis ... 61

2.3.4.2.1 Modus Berita ... 62

2.3.4.2.2 Modus Tanya... 62

2.3.4.2.3 Modus Perintah ... 66

2.3.4.2.4 Modus Seru ... 67


(14)

2.4 Tinjauan Pustaka ... 69

2.5 Kerangka Berpikir ... 80

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 82

3.1 Pengantar ... 82

3.2 Hipotesis ... 85

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 86

3.4 Data dan Sumber Data... 86

3.5 Instrumen ... 87

3.6 Populasi dan Sampel ... 89

3.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 89

BAB IV EKSPERIMEN PRODUKSI DAN PERSEPTUAL ... 98

4.1 Pengantar ... 98

4.2 Eksperimen Produksi ... 98

4.2.1 Instrumen ... 99

4.2.2 Subjek ... 101

4.2.3 Data ... 101

4.2.4 Analisis Akustik ... 102

4.3 Eksperimen Persepsi ... 104

4.3.1 Instrumen ... 105


(15)

4.3.3 Data ... 107

4.3.4 Pengukuran Persepsi ... 107

4.3.5 Uji Statistik dan Signifikasi ... 102

BAB V PROSODI TUTURAN PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS ... 110

5.1 Pengantar ... 110

5.2 Prosodi Tuturan Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Modus ... 111

52.1 Nada ... 111

5.2.1.1 Nada Modus Deklaratif ... 111

5.2.1.2 Nada Modus Interogatif Absolut ... 112

5.2.1.3 Nada Modus Interogatif Parsial ... 113

5.2.1.4 Nada Modus Imperatif ... 113

5.2.1.5 Simpulan ... 114

5.2.2 Durasi ... 115

5.2.2.1 Durasi Modus Deklaratif ... 115

5.2.2.2 Durasi Modus Interogatif Absolt ... 115

5.2.2.3 Durasi Modus Interogati Parsial ... 116

5.2.2.4 Durasi Modus Imperatif... 117

5.2.2.5 Simpulan ... 118

5.3 Prosodi Tuturan Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Jenis Kelamin ... 118

5.3.1 Nada ... 118


(16)

5.3.1.2 Nada Tuturan Laki-laki ... 120

5.3.1.3 Simpulan ... 121

5.3.2 Durasi ... 121

5.3.2.1 Durasi Tuturan Pembelajar Menurut Jenis Kelamin ... 121

5.3.2.2 Simpulan ... 125

5.4 Prosodi Tuturan Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Lama Belajar ... 128

5.4.1 Nada ... 128

5.4.1.1 Nada Tuturan Pembelajar Bahasa Prancis Lama Belajar Lebih dari Tiga Tahun ... 128

5.4.1.2 Nada Tutran Pembelajar Bahasa Prancis Lama belajar Tiga Tahun .... 129

5.4.1.3 Simpulan ... 130

5.4.2 Durasi ... 131

5.4.2.1 Durasi Tuturan Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Lama belajar .... 131

5.4.2.2 Simpulan ... 137

5.5 Prosodi Menurut Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Daerah Asal ... 138

5.5.1 Nada ... 138

5.5.1.1 Nada Modus Deklaratif Menurut Daerah Asal ... 138

5.5.1.2 Nada Modus Interogatif Absolut Menurut Daerah Asal ... 139

5.5.1.3 Nada Modus Interogatif Parsial Menurut Daerah Asal ... 140

5.5.1.4 Nada Modus Imperatif Menurut Daerah Asal ... 141

5.5.1.5 Simpulan ... 142


(17)

5.5.2.1 Durasi Modus Deklaratif Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Asal daerah

... 142

5.5.2.2 Durasi Modus Interogatif Absolut Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Asal Daerah ... 144

5.5.2.3 Durasi Modus Interogatif Parsial Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Asal Daerah ... 147

5.5.2.4 Durasi Modus Imperatif Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Asal Daerah ... 149

5.5.2.4 Durasi Modus Imperatif Pembelajar Bahasa Prancis Menurut Asal Daerah ... 149

5.5.2.5 Simpulan ... 151

BAB VI PERSEPSI TUTURAN PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS .. 153

6.1 Pengantar ... 153

6.2 Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Persepsi ... 154

6.2.1 Basis Stimulus ... 154

6.3 Tidak Terdapat Perbedaan Antara Pembelajar Bahasa Prancis dalam Mempersepsikan Kalimat Deklaratif yang Dituturkan oleh Penutur Asli Prancis ... 158

6.3.1 Eksperimen 1 (Penutur Asli Prancis Laki-Laki) ... 158

6.3.1.1 Dasar Pemikiran ... 158

6.3.1.2 Stimulus ... 159

6.3.1.3 Hasil Uji Persepsi ... 160


(18)

6.3.2.1 Dasar Pemikiran ... 162

6.3.2.2 Stimulus ... 163

6.3.2.3 Hasil Uji Persepsi ... 164

6.4 Tidak Terdapat Perbedaan Antara Pembelajar Bahasa Prancis dalam Mempersepsikan Kalimat Interogatid Absolut yang Dituturkan oleh Penutur Asli Prancis ... 167

6.4.1 Eksperimen 1 (Penutur Asli Prancis Laki-Laki) ... 167

6.4.1.1 Dasar Pemikiran ... 167

6.4.1.2 Stimulus ... 168

6.4.1.3 Hasil Uji Persepsi ... 169

6.4.2 Eksperimen 2 (Penutur Asli Prancis Perempuan) ... 172

6.4.2.1 Dasar Pemikiran ... 172

6.4.2.2 Stimulus ... 172

6.4.2.3 Hasil Uji Persepsi ... 173

6.5 Tidak Terdapat Perbedaan Antara Pembelajar Bahasa Prancis dalam Mempersepsikan Kalimat Interogatif Parsial yang Dituturkan oleh Penutur Asli Prancis ... 176

6.5.1 Eksperimen 1 (Penutur Asli Prancis Laki-Laki) ... 176

6.5.1.1 Dasar Pemikiran ... 176

6.5.1.2 Stimulus ... 177

6.5.1.3 Hasil Uji Persepsi ... 178

6.5.2 Eksperimen 2 (Penutur Asli Prancis Perempuan) ... 180


(19)

6.5.2.2 Stimulus ... 181

6.5.2.3 Hasil Uji Persepsi ... 182

6.6 Tidak Terdapat Perbedaan Antara Pembelajar Bahasa Prancis dalam Mempersepsikan Kalimat Imperatif yang Dituturkan oleh Penutur Asli Prancis ... 185

6.6.1 Eksperimen 1 (Penutur Asli Prancis Laki-Laki) ... 185

6.6.1.1 Dasar Pemikiran ... 185

6.6.1.2 Stimulus ... 185

6.6.1.3 Hasil Uji Persepsi ... 187

6.6.3 Eksperimen 2 (Penutur Asli Prancis Perempuan) ... 189

6.6.2.1 Dasar pemikiran ... 189

6.6.2.2 Stimulus ... 190

6.6.2.3 Hasil Uji Persepsi ... 191

6.7 Simpulan ... 194

BAB VII KENDALA PROSODI PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS DI MEDAN ... 197

7.1 Pengantar ... 197

7.2 Kendala Produksi Pembelajar Bahasa Prancis di Medan ... 198

7.2.1 Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Produksi Asal Daerah Medan ... 198

7.2.2 Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Produksi Asal Daerah Karo ... 198


(20)

7.2.3 Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Produksi Asal

Daerah Tobasa ... 199

7.2.4 Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Produksi Asal Daerah Langkat ... 200

7.2.5 Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis dalam Aspek Produksi Asal Daerah Asahan ... 200

7.3 Kendala Persepsi Pembelajar Bahasa Prancis di Medan ... 201

7.4 Implikasi Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis ... 201

7.5 Simpulan ... 213

BAB VIII SIMPULAN dan SARAN ... 215

8.1 Simpulan ... 215

8.2 Saran ... 216

DAFTAR PUSTAKA ... 217


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1: Kontur Nada Penutur Asli dan Pembelajar Bahasa Prancis ... 14

Gambar 3.1: Rekaman Setelah di Stilistik Pada Kalimat Deklaratif ... 93

Gambar 3.2: Rekaman Setelah di Stilistik Pada Kalimat Interogatif Absolut . 94 Gambar 3.3: Rekaman Setelah di Stilistik Pada Kalimat Interogatif Parsial ... 94

Gambar 3.4: Rekaman Setelah di Stilistik Pada Kalimat Imperatif ... 95

Gambar 4.1: Suara ... 103

Gambar 6.1: Basis Stimulus Deklaratif Penutur Prancis Perempuan ... 154

Gambar 6.2: Basis Stimulus Deklaratif Penutur Prancis Laki-Laki ... 155

Gambar 6.3: Basis Stimulus Interogatif absolut Penutur Prancis Perempuan . 155 Gambar 6.4: Basis Stimulus Interogatif absolut Penutur Prancis Laki-Laki ... 156

Gambar 6.5: Basis Stimulus Interogatif Parsial Penutur Prancis Perempuan .. 156

Gambar 6.6: Basis Stimulus Interogatif Parsial Penutur Prancis Laki-Laki .... 157

Gambar 6.7: Basis Stimulus Imperatif Penutur Prancis Perempuan ... 157

Gambar 6.8: Basis Stimulus Imperatif Penutur Prancis Laki-Laki ... 158

Gambar 6.9: Basis Stimulus Deklaratif Penutur Prancis Laki-Laki ... 159

Gambar 6.10: Basis Stimulus Deklaratif Penutur Prancis Perempuan ... 164

Gambar 6.11: Basis Stimulus Interogatif Absolut Penutur Prancis Laki-laki.. 168

Gambar 6.12: Basis Stimulus Interogatif Absolut Penutur Prancis Perempuan ... 173


(22)

Gambar 6.14: Basis Stimulus Interogatif Parsial Penutur Prancis Perempuan 182 Gambar 6.15: Basis Stimulus Imperatif Penutur Prancis Laki-laki ... 186 Gambar 6.16: Basis Stimulus Imperatif Penutur Prancis Perempuan ... 191


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1: Jumlah Data Menurut Tipe Tuturan ... 101 Tabel 4.2: Patokan Kuantifikasi Hasil Uji Persepsi ... 108 Tabel 6.1: Persepsi Terhadap Kalimat Deklaratif Penutur Prancis Laki-Laki . 160 Tabel 6.2: Statistik Kalimat Deklaratif Penutur Prancis Laki-Laki ... 162 Tabel 6.3: Persepsi Terhadap Kalimat Deklaratif Penutur Prancis

Perempuan ... 165 Tabel 6.4: Statistik Kalimat Deklaratif Penutur Prancis Perempuan ... 166 Tabel 6.5: Persepsi Terhadap Kalimat Interogatif Absolut Penutur Prancis

Laki-laki ... 169 Tabel 6.6: Statistik Kalimat Interogatif Absolut Penutur Prancis Laki-laki .... 171 Tabel 6.7: Persepsi Terhadap Kalimat Interogatif Absolut Penutur Prancis

Perempuan ... 174 Tabel 6.8: Statistik Kalimat Interogatif Absolut Penutur Prancis Perempuan . 175 Tabel 6.9: Persepsi Terhadap Kalimat Interogatif Parsial Penutur Prancis

Laki-laki ... 178 Tabel 6.10: Statistik Kalimat Interogatif Parsial Penutur Prancis Laki-laki .... 180 Tabel 6.11:Persepsi Terhadap Kalimat Interogatif Parsial Penutur Prancis


(24)

Tabel 6.12: Statistik Kalimat Interogatif Parsial Penutur Prancis Perempuan . 184 Tabel 6.13: Persepsi Terhadap Kalimat Imperatif Penutur Prancis Laki-laki .. 187 Tabel 6.14: Statistik Kalimat Imperatif Penutur Prancis Laki-laki ... 189 Tabel 6.15: Persepsi Terhadap Kalimat Imperatif Penutur Prancis

Perempuan ... 192 Tabel 6.16: Statistik Kalimat Imperatif Penutur Prancis Laki-laki ... 194


(25)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1: Nada Modus Deklaratif ... 112 Grafik 5.2: Nada Modus Interogatif Absolut ... 112 Grafik 5.3: Nada Modus Interogatif Parsial ... 113 Grafik 5.4: Nada Modus Imperatif ... 114 Grafik 5.5: Durasi Modus Deklaratif ... 115 Grafik 5.6: Durasi Modus Interogatif Absolut ... 116 Grafik 5.7: Durasi Modus Interogatif Parsial ... 117 Grafik 5.8: Durasi Modus Imperatif ... 117 Grafik 5.9: Prosodi Tuturan Jenis Kelamin Perempuan ... 119 Grafik 5.10: Prosodi Tuturan Jenis Kelamin Laki-laki ... 120 Grafik 5.11: Durasi Modus Deklaratif Berdasarkan Jenis kelamin ... 122 Grafik 5.12: Durasi Modus Interogatif Absolut Berdasarkan Jenis Kelamin . 123 Grafik 5.13: Durasi Modus Interogatif Parsial Berdasarkan Jenis Kelamin .... 124 Grafik 5.14: Durasi Modus Imperatif Berdasarkan Jenis Kelamin ... 125 Grafik 5.15: Prosodi Lama Belajar Lebih dari Tiga Tahun ... 129 Grafik 5.16: Prosodi Lama Belajar Tiga Tahun ... 130


(26)

Grafik 5.17: Durasi Modus Deklaratif Berdasarkan Lama Belajar ... 132 Grafik 5.18: Durasi Modus Interogatif Absolut Berdasarkan Lama Belajar ... 134 Grafik 5.19: Durasi Modus Interogatif Parsial Berdasarkan Lama Belajar ... 135 Grafik 5.20: Durasi Modus Imperatif Berdasarkan Lama Belajar ... 136 Grafik 5.21: Nada Modus Deklaratif Menurut Daerah Asal ... 138 Grafik 5.22: Nada Modus Interogatif Absolut Menurut Daerah Asal ... 139 Grafik 5.23: Nada Modus Interogatif Parsial Menurut Daerah Asal ... 140 Grafik 5.24: Nada Modus Imperatif Menurut Daerah Asal ... 141 Grafik 5.25: Durasi Modus Deklaratif Menurut Daerah Asal ... 144 Grafik 5.26: Durasi Modus Interogatif Absolut Menurut Daerah Asal ... 147 Grafik 5.27: Durasi Modus Interogatif Parsial Menurut Daerah Asal ... 149 Grafik 5.28: Durasi Modus Imperatif Menurut Daerah Asal ... 151


(27)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

STB = Sangat Tidak Baik

TB = Tidak Baik

CB = Cukup Baik

B = Baik

SB = Sangat Baik

Dek = Deklaratif

Inter. Absolut = Interogatif Absolut Inter. Parsial = Interogatif Parsial

NT = Nada Final

NR = Nada Rendah

ND = Nada Dasar

NF = Nada Final

JN = Julat Nada

JK = Jenis Kelamin

LB = Lama Belajar

AD = Asal Daerah

PR = Perempuan

LK = Laki-laki

PA = Penutur Asli

PEM = Pembelajar

MDN = Medan

KR = Karo

TBS = Tobasa

LKT = Langkat


(28)

UNIMED = Universitas Negeri Medan

UMSU = Universitas Negeri Medan

STBA HARAPAN = Sekolah Tinggi Bahasa Asing HARAPAN STBA ITMI = Sekolah Tinggi Bahasa Asing Institut Teknologi

Menejemen Indonesia

+ = Kendala

st = Semiton

Hz = Hertz

md = Milidetik

dB = desibel

SMU = Sekolah Menengah Umum

IPO = Instituut voor Perceptie Onderzoek --- = Tuturan Penutur Asli dan Pembelajar


(29)

ABSTRAK

KENDALA PROSODI PEMBELAJAR BAHASA PRANCIS DI MEDAN, Hesti Fibriasari, Program S3 Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

Kajian ini memilih judul Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis. Kajian ini bertujuan untuk melihat prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan dari modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Penelitian ini menemukan kendala pembelajar bahasa Prancis di Medan. Kajian ini berasumsi bahwa mempelajari prosodi merupakan bagian sistem produksi pembicara yang terdiri dari komponen prosodi yaitu segmental dan kelsikal.Pada eksperimen produksi, peneliti menemukan pola kontur nada yang terdiri dari nada dasar, nada final, puncak nada, dan julat nada yang ditandai dengan durasi pada kalimat deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Secara general, disimpulkan bahwa kalimat deklaratif ciri akustik antara tuturan pembelajar bahasa Prancis menurut modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Nada dasar pada kalimat interogatif absolut (10,72 st) menunjukkan nada yang tertinggi dibandingkan dengan nada dasar pada kalimat-kalimat yang lain. Nada final pada kalimat interogatif absolut menunjukkan nada yang paling tinggi (11,52 st) dan nada final yang paling rendah terdapat pada kalimat imperatif (8,94 st). Nada paling rendah rendah pada nada rendah kalimat deklaratif (4,34 st). Nada tertinggi terdapat pada kalimat interogatif absolut (14,69 st), sedangkan julat nada seluruhnya mengalami minus dan yang paling minus julat nadanya terdapat pada julat nada kalimat imperatif (-11,52 st). Ciri akustik dituturkan oleh pembelajar bahasa Prancis sesuai dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Secara umum suara laki-laki lebih rendah dari suara perepuan. Dapat dilihat pada uraian diatas bahwa nada tertinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada pada suara perempuan lebih tinggi dibandingkan suara laki-laki.Ciri akustik penutur bahasa Prancis sesuai dengan lama belajar dengan waktu belajar lebih dari tiga tahun dan selama tiga tahun memiliki perbedaan yang tidak tertalu mencolok. Pada nada tertinggi pembelajar bahasa Prancis dengan waktu lebih dari tiga tahun memperlihatkan bahwa nada tertinggi pada seluruh kalimat mebih tinggi dari pada pembelajar bahasa Prancis yang belajar selama tiga tahun. Untuk julat nada penutur bahasa Prancis dengan masa belajar bahasa Prancis lebih dari tiga tahun lebih rendah dari penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun. Nada rendah penutur bahasa Prancis dengan masa belajar lebih dari tiga tahun memiliki nada lebih rendah dari pada penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun. Nada final penutur bahasa Prancis dengan masa belajar tiga tahun lebih tinggi dibangdingkan dengan penutur bahasa prancis dengan masa belajar lebih dari tiga tahun. Ciri akustik tuturan menurut pembelajar bahasa Prancis menurut daerah Medan, Karo, Tobasa, Langkat dan Asahan menunjukkan adanya perbedaan yang tidak terlalu signifikan dalam menuturkan kalimat deklaratif, interogatid absolut, interogatif parsial dan imperatif. Dalam menuturkan kalimat deklaratif dan interogatif absolut pembelajar bahasa Prancis berasal dari Tobasa memiliki alir nada paling tinggi ciri tersebut dapat dilihat dari nada tinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada. Sedangkan pembelajar bahasa


(30)

Prancis berasal dari Karo memiliki alir nada yang lebih rendah pada kalimat deklaratif dan interogatif absolut dibandingkan dengan pembelajar berasal dari Medan, Langkat dan Asahan. Pada kalimat interogatif parsial dan kalimat imperatif penutur bahasa Prancis berasal dari langkat memilki nada paling rendah dari penutur yang berasad dari daerah lain. Pembelajar bahasa Prancis berasal dari Medan dan Langkat memiliki kecenderungan kemiripan alir nada, hal ini terlihat pada nada dasar, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada dari seluruh kalimat yang dituturkan yaitu kalimat deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif.

Kata kunci: Prosodi Bahasa Prancis, Pembelajar, Modus Tuturan


(31)

PROSODIC CONSTRAIN OF FRENCH SPOKEN BY INDONESIAN LEARNERS IN MEDAN, Hesti Fibriasari, S3 Doctoral Linguistics Program, Linguistics Studies Post-graduate of the University of The University of North Sumatera

This dissertation deals with the analysis of prosodic constrain of French spoken by Indonesian learners in Medan. The purpose of this analysis is to know how the prosody of French learners are , based on declarative modus, absolute interrogative, partial interrogative and imperative. This analysis finds that there is constraint of the French learners in uttering the four aspects above. This analysis assumes that studying prosody is as a part of production system of speakers that consist of prosody components i.e., segmental and lexical. In production experiment, the researcher finds that the intonation contour system consisting of basic intonation, final intonation, peak intonation and range intonation is signified by duration at declarative sentence, absolute interrogative, partial interrogative and imperative sentence. Generally, it can be concluded that the acoustic characteristic of declarative sentence at French learners ‘ utterances based on declarative modus, absolute interrogative, partial interrogative and imperative. The basic intonation in absolute interrogative sentence (10.72 st) indicates the highest intonation and the lowest final intonation found in imperative sentence (8,94 st). The lowest intonation at low intonation in declarative sentence is (4,34 st). The highest intonation is found in absolute interrogative sentence (14,69 st) whereas the all intonation range is minus and the minusest range intonation found at the intonation range of imperative sentence is (11.52 st) Accoustic characteristic utttered by French learners conforms to female and male. Generally male voice is lower than female’s. It can be seen at the above description that the highest intonation, low intonation, basic intonation, final intonation and intonation range of female’s voice is higher than male’s. The acoustic characteristic of French learners depend on the length of studying . The French learners having studied more than three years and having been three years, there is no significantly different.At the highest intonation the French learners having had time more than three years show that the highest intonation in all kinds of sentences is higher than French learners having studied for three years.At intonation range of French learners having studied French more than three years utter intonation lower than French learners having studied for three years. The final intonation of French learners having studied for three years is higher than French learners having studied more than three years. The acoustic characteristic of French learners utterance based on the area where they come from. French learners coming from Medan, Karo, Tobasa, Langkat, Asahan show that there are no significantly different in uttering declarative,absolute interrogative, partial interrogative and imperative sentence. In uttering declarative and absolute interrogative, French learners coming from Tobasa utter the highest alur nada and the characteristic can be seen at high intonation, low intonation, basic intonation, final intonation and range intonation while French learners coming from Karo uttered counturelower in declarative and absolute interrogative sentence compared with French learners coming from Medan, Langkat and Asahan. In partial interrogative and imperative sentence French learners coming from Langkat utter the lowest intonation than the French learners coming from other regions. French learners coming from Medan and Langkat have inclination of counture resemblance, this case can be seen at basic intonation, low intonation, final intonation and range intonation of all kinds of sentences uttered i.e., declarative sentence, absolute interrogative sentence, partial interrogative and imperative sentence.


(32)

Key words: Prosodic, French, learners, Speech Modes

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata ‘ala atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini


(33)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana komunikasi antarmanusia yang digunakan untuk berinteraksi dalam masyarakat. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada dalam diri manusia tersebut. Manusia bukan sekedar animal rational – istilah yang digunakan Aristoleles – melainkan juga

animal symbolicum. Perbedaan manusia dengan mahluk lain bukan terletak pada

ciri metafisik atau ciri fisiknya, melainkan lebih pada apa yang dilakukannya. Kemanusiaan tidak dapat diidentifikasi secara langsung pada manusia itu, tetapi harus dikenali melalui analisis kesemestaan simbol-simbol yang telah diciptakan manusia. Itulah sebabnya, manusia disebut sebagai animal symbolicum, yaitu mahluk pembuat simbol-simbol. Faktanya, manusia memang selalu mencari bentuk-bentuk simbol untuk melambangkan semua aspek pengalamannya (Cassier, dalam Sugiyono:2012). Kata, istilah, dan ungkapan baru adalah simbol yang menandai konsep, hal peristiwa, atau benda yang ada dalam pengalaman manusia sebagai mahluk pembuat tanda itu. Apabila yang ditandai berupa peristiwa, penandanya berupa kata kerja atau kelompok kata kerja atau sifat, sebaliknya apabila yang ditandai itu berupa hal atau benda tertentu, penandanya berupa kata benda, baik yang konkret maupun abstrak. Dalam hal ini, tampak betapa eratnya hubungan antara tanda, penanda yang dihubungkan oleh konsep makna yang abstrak sifatnya yang ada dalam dunia pengalaman manusia. Dalam segitiga makna (triangle of meaning) Ogden dan Richard (dalam Sugiyono:2012),


(34)

hubungan tanda atau simbol dengan benda atau hal, atau peristiwa yang ditandai ada dibalik pemikiran kita, yaitu yang disebut konsep. Konsep ini berupa pengertian tentang benda tertentu yang diberikan kepada tanda yang diacunya. Kata kambing, misalnya, merupakan penuangan konsep (+mahluk hidup), (insani), (+berkaki empat), (+makan rumput), dan sebagainya. Dalam kenyataan, konsep-konsep itu menunjuk kepada binatang yang sekarang kemudian disebut sebagai kambing.

Manusia mengungkapkan konsep-konsep tersebut melalui pikiran dan perasaan dengan mengeluarkan suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Sebelum bahasa keluar melalui alat ucap, pada awalnya manusia mendapatkan informasi melalui panca indranya. Panca indra tersebut seperti mata, telinga, hidung, dan kulit. Mata mendapatkan informasi melalui pengelihatan, telinga mendapatkan informasi melalui mendengar, hidung mendapatkan informasi dengan mencium dan kulit memberikan informasi dengan meraba. Semua panca indra tersebut memberikan informasi yang distimuluskan ke otak, setelah itu otak memerintahkan alat ucap untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh manusia. Alat ucap yang berupa organ tubuh manusia pada saat bergerak akan menghasilkan suara.

Manusia berbicara dengan suara yang dihasilkan dari alat ucap. Alat ucap manusia menghasilkan tuturan-tuturan. Tuturan adalah udara dalam hembusan nada yang keluar tanpa hambatan, pada saat terjadi hambatan maka terjadilah bunyi-bunyi.


(35)

Bahasa Prancis sebagai bahasa internasional berkembang sangat pesat, dipakai oleh separuh penduduk dunia termasuk di 53 negara berBahasa Prancis atau negara-negara Francophonies antara lain, Swiss, Belgia, Luxembourg, Aljazair, Maroko, Canada, Vietnam, dan di negara-negara non-berbahasa Prancis.

Di Indonesia posisi Bahasa Prancis merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di beberapa SMA, SMK, MA dan Perguruan Tinggi. Dengan statusnya demikian, program pengajaran dan pembelajaran Bahasa Prancis di Indonesia juga mengarah pada pengembangan diri para siswa dan mahasiswanya dalam menghadapi dunia global ini, sehingga proses pembelajarannya disiapkan dan direncanakan sebaik-baiknya. Peran pengajar dalam proses pembelajaran tersebut sangat besar. Oleh karena itu, seorang pengajar dengan segala keprofesionalannya harus memiliki sejumlah pengetahan dan kemampuan dalam memilih dan mengaplikasikan berbagai metode pengajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan perkembangannya, metode atau endekatan dalam pembelajaran bahasa asing mengalami beberapa kemajuan. Para ahli secara terus menerus melakukan inovasi dalam pembelajaran kelas bahasa ini.

Dalam proses pembelajaran Bahasa Prancis, pembelajar diharapkan mampu menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak

(Compréhension Orale), membaca (Compréhension Ecrite), berbicara

(Expression Orale), dan menulis (Expression Ecrite). Keterampilan bahasa asing,

dalam hal ini Bahasa Prancis, tidak dapat dimiliki oleh seorang pembelajar dalam waktu elatif singkat tetapi diperlukan waktu yang cukup sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.


(36)

Dalam hal ini mahasiswa pembelajar Bahasa Prancis perlu memiliki empat komptensi tersebut walaupun kompetensinya tidak sama tingkatannya. Mahasiswa dapat memiliki kompetensi yang baik dalam berbicara tetapi dalam kompetensi lain misalnya menulis memiliki kompetensi yang baik, begitu juga sebaliknya.

Menyimak (Compréhension Orale) dalam Bahasa Prancis (BP) adalah salah satu kegiatan berbahasa yang cukup mendasar dalam aktivitas berkomunikasi dalam BP. Kegiatan yang terjadi di masyarakat kita menunjukkan bahwa dalam kegiatan menyimak lebih banyak dilakukan daripada kegiatan berbahasa yang lain yaitu berbicara, membaca dan menulis. Meyimak memiliki makna mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang dikatakan orang lain. Jelas faktor kesenjangan dalam kegiatan menyimak cukup besar, lebih besar daripada mendengarkankarena dalam kegiatan menyimak ada usaha memahami apa yang disimak dan dalam kegiatan mendengarkan tingkat pemahaman belum dilakukan.

Dalam menyimak harus memperhatikan tekanan (keras lembutnya suara), durasi (panjang pendeknya suara), nada (tinggi rndahnya suara), intonasi (naik turunnya suara) dan ritme (pemberan tekanan nada dalam kalimat). Secara sederhana menyimak merupakan suatu peristiwa penerimaan pesan, gagasan, pikiran atau perasaan seseorang. Penerima pesan dapat memberi rsponsi atau tanggapan terhadap pembicaraan itu. Hal tersebut merupakan peristiwa komunikasi antara pembicara dan penyimak dengan hubungan dua arah.

Membaca (Compréhension Ecrite) adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan olleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak


(37)

disampaikan oleh penulis melalui media yang berupa tulisan dan dikenal dengan bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat dipahami. Apabila hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.

Menulis (Expression Ecrite) ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafik tersebut. (Tarigan:2007) berpendapat bahwa “Lambang-lambang grafik yang dditulis merupakan presenasi bahasa tertentu sehingga memiliki makna tertentu pula yang dapat dipahami oleh orang lain (pembaca)”.

Berbicara (Expression Orale) ialah kemampuan seseorang untuk menyatakan maksud dan perasaan secara lisan. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi maksudnya berbicara digunakan sebagai sarana mengontrol lingkungan. Berbicara ekspresif yang kreatif, artinya berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan dan mempformulasikan ide baru atau memanifstaskan kepribadian seseorang. Berbicara adalah tingkah laku, maksudnya berbicara mampu mencerminkan (merefleksikan) kepribadian seseorang. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan mekanitif, semakin banyak pelatihan akan semakin baik oleh karena itu prosespelatihan keterampilan berbicara mencakup pelafalan, pengontrolan suara, pengendalian diri, pengontrolan gerak-gerik tubuh, pemilihan kata, kalimat


(38)

dan pelafalannya, pemakaian bahasa yang baik dan pengorganisasian. Berbicara disimulasikan oleh pengalaman, artinya kemampuan seseorang berbicara dipenuhi oleh kualitas dan kantitas pengalaman yang dimilikinya. Semakin banyak pengalaman seseorang biasanya akan semakin baik pula keterampilan berbicaranya.

Bunyi bahasa dibedakan antara unsur segmental dari suprasegmental. Unsur segmental adalah bunyi yang terdapat secara berurutan, sedangkan suprasegmental adalah bunyi bahasa yang menyertai bunyi segmental yang bersama-sama membentuk makna sebuah ujaran. Runtunan bunyi merupakan arus ujaran yang sambung menyambung terus-menerus yang di selang-selingi oleh jeda, disertai dengan frekuensi, durasi dan intensitas. Bunyi bahasa yang di realisasikan dengan konsonan dan vokal termasuk frekuensi, durasi dan intensitas adalah Prosodik.

Prosodik atau faktor suprasegmental membuat tuturan lebih mudah dipahami oleh orang yang mendengarkannya sebab dengan faktor itu seorang penutur dapat memberikan batas-batas satuan makna dan memberikan penekanan pada bagian tuturan tertentu yang dianggap penting. Akan tetapi, setiap manusia dapat menghasilkan nada yang bervariasi, baik variasi karena organ-organ tutur maupun variasi karena interferensi dari sistem prosodi bahasa-bahasa lain yang dikuasai oleh seorang penutur.

Meskipun demikian, interaksi antara pembicara dan pendengar tetap saja komunikatif dalam ciri prosodik yang bervariasi itu walaupun bisa terjadi ambigu. Hal tersebut menandakan bahwa meskipun memiliki pola prosodik yang harus di


(39)

ikuti dalam mensosialisasikan sebuah tuturan, bagaimanapun cirri prosodi mempunyai toleransi yang disebabkan perbedaan yang beragam. Apabila ciri prosodi telah melampau batasnya maha bisa terjadi ketidakbermaknaan pada satu tuturan.

Meskipun disadari batapa pentingnya faktor suprasegmental dengan faktor leksikal dan faktor segmentalnya, di Indonesia terlebih lagi di Sumatera Utara kajian tentang suprasegmental belum familiar. Terlebih lagi pada kajian tentang pembelajaran bahasa Prancis di Sumatera Utara. Dari paparan di atas dilihat betapa pentingnya prosodik atau faktor suprasegmental dalam bertutur. Namun, penelitian tentang prosodi bahasa-bahasa di Indonesia masih sedikit dilakukan. Beberapa penelitian yang mengkaji dari perspektif prosodik yaitu Halim (1968,1974,1984), Ebing (1992, 1994, 1997), Ebing dan Van Heuven (1997), Van Heuven dan Van Zanten (1997).

Secara akustik, prosodi merupakan bahasa lisan yang melibatkan variasi pada panjang pendeknya suatu kata frekuensi dan durasi. Prosodi melibatkan irama panjangnya, dan tekanan dalam pengucapan kata ang dibuat dengan ekspresi. Ilmu prosodi terkenal sukar untuk menyampaikan secara tertulis, satu alasannya adalah sebagai contoh, email boleh dengan mudah menyebabkan kesalah pahaman. Konvensi ortographi atau ejaan yang tepat untuk menyampaikan ilmu prosodi meliputi pemberian tanda baca seperti tanda koma, tanda seru, tanda tanya, menggunakan tenda katup, dan elipsis atau penghilangan kata, ormat penukaran seperti huruf miring, tebal dan garis bawah, orthografi atau bahasa tulisan berbeda dengan bahas lisan yang dihasilkan oleh bunyi bahasa dari organ tbuh yaitu pita suara yang berfungsi menghasilkan tuturan.


(40)

Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dapat dilihat dari sudut pandang yaitu objek fisikal atau yang disebut fonetik akustik. Bunyi bahasa sebagian besar dengan menyatakan bagaimana mereka dibuat, akan tetapi ini juga mengkin untuk menguraikan bunyi dengan kaitan yang lain. Menggunakan istilah apa yang didengar dengan cara mendengar suatu bunyi bergantung pada struktur akustik. Dalam fonetik akustik dapat digambarkan bunyi-bunyi yang dapat dikacaukan dengan bunyi-bunyi yang lain. Untuk mengetahui adanya bunyi-bunyi yang dikacaukan oleh bunyi-bunyilain dapat menggunakan cara merekam dengan tape recorder, setelah itu dianalisis dengan program praat dalam kajian fonetik akustik terdapat bunyi segmental dan suprasegmental. Bunyi segmental merupakan bunyi-bunyi tunggal yang berurutan sedangkan bunyi suprasegmental merupakan bunyi yang mengkarakterisasi unsur segmental yang membentuk makna sebuah ujaran. Setiap bunyi segmental memiliki frekuensi dan durasi.

Bilingualitas yang terjadi oleh pembelajar bahasa Prancis disebabkan karena pembelajar memiliki beraneka ragam bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara. Bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara yaitu bahasa Batak, bahasa Karo, bahasa Jawa, bahasa Melayu dan bahasa Mandailing. Pembelajar bahasa Prancis di Sumatera Utara masih menggunakan dua bahasa atau lebih. Pembelajar menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi di lingkungan akademik dan pada lingkup formal, sedangkan diluar kelas mereka masih menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Maka pembelajar bahasa asing, khususnya bahas Prancis mereka semua merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan menggunakan bahasa daerah, bahasa nasional dan bahasa asing. Kemampuan


(41)

pembelajar dalam menguasai dua bahasa atau lebih disebut kedwibahasaan (bilingualitas).

Kedwibahasaan (bilingualitas) adalah orang yang dua bahasa. Hubungan antara kemampuan dalam kedua bahasa itu pada orang yang berdwibahasa secara penuh dan seimbang, kemampuan dan tingkahlaku dalam kedua bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Bilingualitas tersebut adalah bilingualitas sejajar. Tipe bilingualitas yang lain sering terdapat dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah kita menguasai satau bahasa dengan baik, khususnya dalam keadaan belajar bahasa kedua/ bahasa asing di sekolah.

Dalam hal ini kemampuan dan kebiasaan orang dalam bahasa pertama (disingkat B1) berpengaruh atas penggunaannya dari bahasa ke dua (B2). Kedwibahasaan tersebut disebut bilingualitas majemuk. (Ervin dan Osgood: 1965, dalam Nababan: 1984) yang meluncurkan kedua istilah ini menggambarkan kedua konsep ini seperti dalam diagram berikut.

Majemuk Sejajar

rm im rm1 --- im1

I A R A I A R A

rm2 --- im2 I B R B

I B R B


(42)

Dengan diagram ini digambarkan adanya dua perangkat isyarat (IA dan IB), masing-masing termasuk dua bahasa, bahasa A dan B. kedua perangkat isyarat ini dihubungkan dengan satu perangkat proses mediasi (= berpikir) representasi yang sama, yaitu rm-im. pada sisi interpretasi, proses mediasi ini di hubungkan dengan dua perangkat penerima (response) yang terdapat dalam kedua bahasa, bahasa A dan B. oleh karena proses mediasinya sama, maka yang “masuk” dari IA dapat saja “keluar” pada RB, dan sebaliknya masukan dari IB dapat juga keluar pada RA. kalau terjadi begitu, maka disebutlah proses itu “pengacauan” atau interferensi.

Suatu proses yang lain terjadi dalam bilingualitas sejajar, seperti digambarkan pada gambaran sebelah kanan. Di sini terdapat dua proses mediasi terpisah sehingga tidak ada pengacauan atau interferensi. Inilah gambaran dari apa yang dapat disebut bilingualitas “sejati”. Jika kemampuan dalam kedua bahasa itu kira-kira sama, maka hal itu disebut bilingualitas seimbang.

Jarang orang yang betul-betul bilingualitas seimbang, yang banyak terdapat ialah orang-orang yang sama-sama baik dalam dua bahasa tetapi umumnya dalam lapangan kebahasaan (language domain) yang berbeda-beda. Ini berarti bahwa seseorang dapat baik berbahasa B dalam suatu bidang ilmu (seperti ilmu hukum atau sosiologi) dan tidak begitu baik dalam ilmu lain dan sebagainya.

Dalam hal tersebut di atas pun juga dapat terjadi interferensi, sehingga yang diungkapkan atau dipakai dalam bahasa A ialah unsur atau struktur dari bahasa B, dan sebaliknya. Hal ini dapat disebut dengan interferensi produktif, dan juga interferensi reseptif.


(43)

Prosodi pembelajar Bahasa Prancis di Medan memiliki durasi dengan alir nada yang dipengaruhi oleh latarbelakang etnis dari pengguna Bahasa Prancis tersebut. Alir nada tersebut dipengaruhi oleh dialek daerah pengguna Bahasa Prancis di Medan yang merupakan pengguna dua bahasa atau yang disebut juga denga bilingualitas.

Jika dilihat tingkatan-tingkatan kemampuan mahasiswa dalam bahasa Prancis dapat diperoleh profil kemampuan dalam bahasa itu. Dapat dibandingkan kemampuan mahasiswa dilihat dari latar belakang mahasiswa tersebut, jenis kelamin mahasiswa dan lama belajar bahasa Prancis.

Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui kemampuan pembelajar bahasa Prancis dalam memproduksi tuturan bahasa Prancis dan mempersepsikan tuturan bahasa Prancis dengan menggunakan program praat. Program tersebut digunakan untuk mengetahui prosodi suara salam menuturkan atau kata maupun kalimat. Dalam hal ini kalimat dapat terdiri dari beberapa jenis seperti kalimat perintah, tanya dan lain-lain. Untuk membedakan antara kalimat-kalimat tersebut salah satunya dapat menggunakan Prosodi/intonasi atau nada bicara. Cara ini sekarang sedang berkembang karena dpata membantu mempermudah berkomunikasi, dimana dalam berkomunikasi kita menggunakan intonasi dan nada dalam berbicara.

Dilihat dari latarbelakang pembelajar yang berbeda-beda kemampuan mahasiswa dalam memproduksi tuturan bahasa Prancis dalam fekuensi dan durasi maka berbeda pula hasil produksi penuturan bahasa Prancis.


(44)

Pengajar bahasa Prancis di UNIMED adalah vountier dari Prancis yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, ada yang memiliki ijazah pengajaran bahasa Prancis untuk orang asing (Français Language Etrangère) dan berpengalaman mengajar bahasa Prancis di negara lain namun ada yang tidak memilili latarbelakang pndidikan bahasa misalnya bidang hukum atau ekonomi. Dengan kondisi perbedaan tersebut membuat para pengajar bahasa Prancis kurang memahami ujaran bahasa Prancis pembelajar di Indonesia khususnya di Medan.

Dalam penelitian ini juga dapat dilihat bahwa adanya kemungkinan terhadap pengacauan atau interferensi, baik yang produktif maupun yang reseptif, pada mahasiswa yang mempelajari bahasa Prancis. Interferensi yang terjadi pada mahasiswa merupakan interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan ini terjadi pada saat mahasiswa masih belajar bahasa Prancis. Hal inilah yang banyak kelihatan dalam proses belajar mengajar bahasa dan membuat peneliti sebagai pengajar bahasa asing tertarik untuk melakukan penelitian agar dapat mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi oleh mahasiswa di Medan pada saat belajar bahasa Prancis.

Kajian ini tentang kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan. Di Medan bahasa Prancis dipelajari di beberapa universitas yaitu UNIMED, AKPAR, UMSU dan STBA HARAPAN. Peneliti memilih lokasi penelitian di UNIMED karena UNIMED memiliki program studi Bahasa Prancis dan memiliki pengajar bahasa Prancis, native speaker dan fasilitas laboratorium bahasa yang dapat digunakan untuk penelitian. ITMI, UMSU dan STBA HARAPAN dipilih karena memiliki matakuliah bahasa Prancis yang dijadikan matakuliah minor. Peneliti menjadkan mahasiswa ITMI, UMSU dan STBA HARAPAN sebagai


(45)

polulasi untuk melakukan uji persepsi tuturan bahasa Prancis yang dituturkan oleh

native speaker.

Kendala prosodi yang dialami pembelajar bahasa Prancis di Medan dalam penggunaan prosodi atau intonasi dan nada bicra yang tidak sesuai dengan penutur asli Prancis. Latarbelakang yang berbeda-beda mempengaruhi nada bicara pembelajar dalam menuturkan modus deklaraif, interogatif dan imperatif. Penggunaan intonasi da nada bicara yang tidak sesuai dapat mempengarhi pendengar maupun lawan bicara salah mempersepsikan modus apa yang dituturkan oleh pembelajar. Nada bicara yang tidak sesuai juga berpengaruh besar dalam berkomunikasi dengan terjadinya kesalah pahaman. Salnya pembicara bermaksud untuk menyampaikan kabar berita tetapi pembicara menggunakan intonasi modus imperatif, maka pendengar akan mempersepsikan bahwa pembicara emosi atau tidak suka dalam menyampaikan berita tersebut kepada pendengar. Hal ini bisa menyebabkan kesalahpahaman antara pembicara dan pendengar.

Peneliti tertarik melakukan penelitian pada mahasiswa-mahasiswa dari beberapa universitas, tersebut karena adanya latar belakang budaya di Medan yang beraneka ragam dan lama belajar mahasiswa untuk mempelajari bahasa Prancis mempengaruhi mahasiswa berutur bahasa Prancis dengan benar.

Berdasarkan penelitian awal yang sudah dilakukan terhadap satu orang penutur asli dan beberapa mahasiswa yang memiliki latarbelakang suku yang berbeda-beda dan memberikan hasil yang sangat tidak memuaskan. Contoh


(46)

kalimat yang dinarasikan kepada penutur asli dan mahasiswa yang mempelajari bahasa Prancis di Medan yaitu:

Penutur Asli Bahasa Prancis Pembelajar Bahasa Prancis

pi i e r r e v a a u c i n e m a

Time (s)

0 1.17465

pi i e r r e v a a u c i n e m a Time (s) 0 1.17465 Time (s) 0 0.975771 0 500 Time (s) 0 0.975771 0 500 Kalimat Deklarati

f p i e r r e v a a u c i n e m a

Time (s) 0 1.01337 Time (s) 0 1.01337 0 500 Time (s) 0 1.01337 0 500

[pjR tale o sinema] [pjR tale o sinema] Dalam penuturan kalimat tersebut terdapat perbedaan kontur nada dalam penuturannya. Penutur asli bahasa Prancis dalam kalimat deklaratif memiliki kontur nada naik-turun-naik-turun. Pembelajar bahasa Prancis dalam kalimat deklaratif memiliki alir nada naik-turun. Diduga ada 60% mahasiswa di Medan masih memiliki kendala prosodi. Kemampuan prosodi yang dimiliki oleh mahasiswa di Medan masih memiliki rentangan yang jauh dengan penutur asli bahasa Prancis itu sendiri.

Mahasiswa-mahasiswa yang belajar bahasa Prancis tersebut berasal dari suku Melayu, Toba, Karo dan Jawa. Latar belakang suku yang berbeda-beda mempengaruhi prosodi mahasiswa dalam menuturkan bahasa Prancis. Ujaran-ujaran yang diucapkan oleh mahasiswa masih memiliki rentangan yang cukup jauh. Hal ini di dasari dengan adanya persepsi bunyi dari tiap-tiap mahasiswa pembelajar bahasa Prancis di Medan.

Kendala prosodi yang dialami oleh pembelajar bahasa Prancis di Medan terlihat dari tekanan (accent) tuturan bahasa Prancis. Prosodi bahasa Prancis mencakup intonasi, nada dan tekanan. Sedangkan prosodi adalah ciri-ciri bunyi


(47)

yang direalisasikan dengan konsonan dan vokal yang tercakup dalam frekuensi, durasi dan intensitas dalam suatu ujaran. Intensitas adalah variasi dalam ketinggian nada laring yang meliputi rangkaian kata dan membentuk kurva melodi dari kalimat. Intonasi menandai adanya tinggi rendahnya suara pembicara yang mencerminkan ekspresi si pembicara. Nada adalah bunyi yang keluar dari suara manusia dengan fungsi khas yang sama dengan fonem. Tekanan adalah pengembangan suku kata pada bahasa tertentu, dalam satuan aksential.

Prosodi bahasa Prancis dalam hal ini ujaran, memiliki tekanan gramatikal dan sintaksis yang merupakan aksen tata bahasa untuk membantu memahami satu kalimat dengan memotong kalimat yang penting pada saat membaca maupun berbicara. Pada saat mendengarkan seseorang membaca maupun berbicara bahasa Prancis, diharuskan untuk memahami adanya tekanan yang selalu jatuh pada suku kata terakhir. Selain itu juga, pendengar maupun pembaca harus cermat dalam menekankan pada saat membaca dengan tekanan yang emosional maupun ekspresif. Tujuan penekanan tersebut adalah untuk menyoroti sebuah kata yang ditekankan untuk menunjukkan perasaan pembicara.

Prosodi bahasa Prancis oleh pembelajar, dalam hal ini mahasiswa-mahasiswa di Sumatera Utara masih terdapat kendala-kendala dalam bahasa asing termasuk pada pengucapan. Mengingat hal pengucapan itu penting maka prosodi merupakan cerminan dari ujaran seseorang dalam berbicara, apakah ujaran tersebut emosional, apakah suatu ucapan memberikan pernyataan, apakah ucapan yang memberikan pernyataan atau perintah, apakah pembicara sedang sarkastik, atau ironi. Pembelajar bahasa Prancis yang berasal dari latar belakang yang


(48)

berbeda, besar kemungkinannya mempengaruhi penguasaan pembelajaran tersebut.

Pengucapan yang memiliki intonasi sangat berperan dalam bahasa sehari-hari. Intonasi menggambarkan struktur bahasa secara hirarkis, dan struktur kalimat dari suatu wacana. Intonasi juga membedakan sebuah pertanyaan dari satu jawaban dan intonasi mengungkapkan sikap dan intonasi.

Persepsi orang terhadap bunyi-bunyi segmental sangat memiliki banyak variasi bergantung oleh faktor suprasegmental. Pendengaran normal merupakan salah satu syarat untuk memiliki persepsi yang baik apabila persyaratan akustis tertentu baik pada faktor suprasegmental atau prosodik membuat tuturan lebih mudah di pahami oleh orang yang mendengarkannya.

1.2. Perumusan masalah

Dari uraian diatas masalah yang dapat dii rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prosodi Bahasa Prancis yang dituturkan oleh pembelajar

Bahasa Prancis di Medan?

2. Bagaimana persepsi pembelajar Bahasa Prancis di Medan terhadap Prosodi Bahasa Prancis?

3. Ciri akustik apa yang menjadi kendala Bahasa Prancis di Medan? 1.3. Tujuan penelitian

1. Mendeskrisikan pola prosodi kalimat deklaratif, interogatif dan imperatif pembelajar bahasa Prancis di Medan.


(49)

2. Mendeskripsikan kendala prosodi penelitian ini juga dilakukan untuk menemukan pola prosodi dengan prespektif produksi dan persepsi.

3. Mendeskripsikan prosodi apa yang menjadi kendala pembelajar.

1.4. Kegunaan Penelitian

Temuan penelitian bermanfaat dalam Pembelajaran Bahasa Prancis untuk membentuk penutur bahasa Prancis di Medan supaya menjadi native-like speaker. Mendeskripsikan standar pola prosodi seperti native-like dan kendala di Medan. Dengan penemuan ini pendidikan Bahasa Prancis di Medan dapat menemukan standar dan dapat mengatasi kendala Bahasa Prancis. Sehingga dengan menemukan standar pembelajaran bahasa Prancis di Medan akan menemukan kurikulum untuk pembelajaran bahasa Prancis di Medan.

Manfaat dalam bidang linguistik untuk menambah khazanah penelitian dalam bidang ciri akustik, khususnya penelitian prosodik. Memberikan pengetahuan baru kepada pengajar Bahasa tentang penelitian fonologi dengan menggunakan software dan dianalisis secara komputerisasi. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang bidang kajiannya sesuai dengan bidang kajian ini.

1.5 Kemaknawian

Penelitian ini juga bertujuan untuk memudahkan prosodi yang signifikan menjadi penanda modus dan mendeskripsikan nada distingtif dari nada dasar dalam kontur ini. Durasi bagian tuturan yang membedakan modus dicari dan


(50)

berapa beda durasi distigtif itu dari durasi silabel penutur asli. Kemudian penelitian ini menghitung intensitas bagian mana di dalam tuturan yang membedakan modus dan berapa beda intensitas distigtif itu dibandingkan dengan intensitas rata-rata dalam tuturan. Penelitian ini membutuhkan lebih jauh modus yang membedakan asal daerah yang satu dengan yang lain. Penetuan harga modus tuturan yang diamati menandai asal daerah tertentu atau hanya kode tertentu saja yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain. 1.6 Sistematika

Penelitian ini terdiri atas delapan Bab. Bab I berupa pendahuluan yang didalamnya berisi latar belakang, ruanglingkup permasalahan, tujuan, asumsi dan hipotesis, kemaknawian dan sistematika penulisan. Bab II berupa konsep, ladasan teori, dan tinjauan pustaka. Di dalam bab ini akan diuraikan konsep penelitian, teori rosodi dan penelitian yang pernah dilakukan para pakar, baik para pakar dalam negeri maupun luar negeri. Bab III berupa metode kajian yang berisi populasi, pengumpulan data, pengolahan data, dan komposisi data. Bab IV berupa eksperimen produksi dan perseptual. Bab V berupa prosodi tuturan pembelajar bahasa Prancis. Bab VI berupa persepsi tuturan pembelajar bahasa Prancis. Bab VII berupa kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan. Sementara itu Bab VIII berupa penutup yang didalamnya berisi simpulan dan saran.


(51)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengantar

Ciri prosodi merupakan tanda yang menjadi bagian dari sistem lambang bahasa. Lambang bahasa yang memiliki fungsi, bahwa ciri prosodi merupakan satu aspek tuturan yang harus dilihat dari dua sudut pandang yaitu, bagaimana prosodi dihasilkan oleh penutur (produksi suara) dan bagaimana ciri prosodi dapat dipahami atau dipersepsi (peseptual) oleh pendengar.

Bab ini akan membahas konsep kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan, membahas beberapa teori dan pendekatan yang menyangkut fonetik dan fonologi, prosodi, sistem bunyi bahasa, modus dan metode pengajaran bahasa Prancis aerta tinjauan pustaka dari penelitian-peneitian yang terdahulu.

2.2Konsep

Konsep penelitian yang digunakan dalam kajian ini memfokuskan pada kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan berdasarkan variabel jenis kelamin (perempuan dan laki-laki), lama belajar (3 tahun dan lebih dari 3 tahun) dan asal daerah (Medan, Karo, Tobasa, Langkat dan Asahan). Prosodi memperlihatkan adanya frekuensi dan durasi serta adanya uji persepsi. Frekuensi memperlihatkan kontur tuturan dalam modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Durasi memperlihatkan nada tinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada. Uji persepsi memperlihatkan kemampuan pembelajar dalam mempersepsikan tuturan bahasa Prancis. Dapat dilihat pada


(52)

diagram 2.1 berikut ini adalah bagan konsep berisi tentang konsep-konsep yang dilakukan pada penelitian.


(53)

(54)

2.3Landasan Teori

2.3.1 Fonetik dan Fonologi

Ferdinand De Saussure dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” ‘Kuliah Linguistik umum’, Saussure dalam (Bally dan Sechehaye: 1916) mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia. Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsur – unsur yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunakkan kriteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.

Istilah fonetik secara umum didefinisikan sebagai suatu kajian ilmiah tentang bunyi-bunyi suatu bahasa. Dengan demikian kajian ini merupakan cabang dari kajian linguistik seperti halnya morfologi, sintaksis, dan semantik. Secara khusus, fonetik mengkaji komponen-komponen bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi). Kajian fonetik itu sendiri dapat ditelaah tanpa mengikutsertakan kajian semantik. Atau dengan kata lain, kajian fonetik merupakan kajian bebas makna. Oleh karena itu, kita dapat melakukan kajian karakteristik fonetik suatu bahasa meskipun kita tidak mengerti maknanya. Fonetik merupakan kajian ilmiah tentang bunyi-bunyi ujaran manusia.


(55)

Hanya bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tindak komunikasilah yang dikaji dalam fonetik, sementara bunyi di luar itu seperti bunyi batuk, berdahak, helaan nafas, termasuk pula bunyi-bunyi non insani, seperti kicauan burung, suara guntur, guruh, dan lain-lain bukan merupakan kajian fonetik. Sebaliknya, kajian fonologi tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang makna karena kajian ini berkaitan dengan fungsi-fungsi ujaran dalam menyampaikan pesan (message). Oleh karena itu, dalam mengkaji fonologi, kita harus memahami aspek semantik bahasa tersebut.

Pada saat mendengarkan bunyi-bunyi bahasa dan dianalisis secara akustik memerlukan telinga yang berfungsi sebagai panca indra pendengaran untuk menganalisis bnyi-bunyi tersebut. Melalui telinga dapat diketahui pembicara tersebut muda, tua, berpendidikan, tidak berpendidikan maupun asal daerah. Tindakan tersebut merupakan analisis fonetik. Tetapi pada saat otak menganalisi secara akustik bunyi-bunyi bahasa yang diterima oleh telinga maka otak mengetahui bunyi bahasa apakah yang sedang didengarkan. Misalnya contoh modus bahasa Prancis:

C’est long [selõ] atau C’est bon [sebõ] atau C’est rond [serõ]

Ini panjang Ini enak Ini bulat

(Leon et Bhatt:2005)

Bunyi bahasa tersebut merupakan tuturan yang memiliki ciri khas dari bahasa tertentu.(Verhaar:1999) berpendapat bahwa bunyi bahasa diselidiki oleh fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut pelafalannya, dan menurut sifat akustiknya. Sedangkan fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya. Misalnya saja bunyi [p] pada bahasa Prancis. Bunyi [p] menurut sifat fonetisnya terletak dalam kurung persegi. Dalam bahasa Prancis [p]


(56)

merupakan konsonan occlusive misalnya épais [ɛpɛ], [p] juga merupakan konsonan sourdes tidak bergetar misalnya pâte [pɑt], [p] juga merupakan konsonan dengan yang forte misalnya pas [pa] (Léon:1966). Oleh karena itu fonetik mengkaji komponen-komponn bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi).

La phonétique est l’étude de la production, de la transmission et de la

perception des sons de la parole (Léon:2005). Fonetik mempelajari tetang

bagaimana memproduksi bunyi, mentransmisikan bunyi dan mempersepsikan bunyi. Tiga cabang fonetik yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditive. Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat ucap manusia melalui organ bicara seperti lidah, langit-langit, dan gigi yang digunakan untuk menghasilkan bunyi ujaran. Misalnya [p] dalam bahasa Prancis, kedua bibir harus dikatupkan bersama-sama, dihembuskan udara dari paru-paru, dan bibir dibuka sehingga membuat letupan.


(57)

http://id.wikipedia.org/wiki/berkas.places_of_articulation.svg

Daerah artikulasi (pasif & aktif):

1. Bibir luar, 2. Bibir dalam, 3. Gigi, 4. Rongga-gigi, 5. Pascarongga-gigi, 6. Pralangit-langit, 7. Langit-langit, 8. Langit-langit belakang, 9. Tekak, 10. Hulu kerongkongan, 11. Celah suara, 12. Katup napas, 13. Akar lidah, 14. Lidah belakang, 15. Punggung lidah, 16. Lidah depan, 17. Ujung lidah, 18. Bawah ujung lidah.

Komponen-komponen yang sangat penting dalam mendeskripsikan aspek fisik bunyi suatu bahasa adalah gerakan larynk dan juga corde vocal (rongga mulut), posisi organes mobiles (artikulator) pada cavite bucale (rongga mulut) seperti lidah, dan fungsi des cavités nasales (rongga hidung) yang berfungsi sebagai resonator.

Fonetik akustik mempelajari bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai bunyi bahasa. Sebagai contoh, buni konsonan [s] dalam bahasa Prancis memiliki


(58)

frekuensi lebih tinggi dibanding konsonan lain seperti bunyi [ʃ]. Seperti pada kata

sou [su] dan chou [ʃu].

Fonetik auditive mempelajari bunyi yang didengar dan dianalisis oleh otak dan dialirkan ke indra pengucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Sebagai contoh, apa yang membuat kita mendengar bunyi-bunyi silabel bertekanan (une

syllabe acccentuée) apakah panjang pendeknya suara, kekuatan suara, atau

frekuensi, ataukah kombinasi ketiganya. Seperti diketahui kepekaan telinga manusia dalam mendengar bunyi memiliki batas minimal dan batas maksimal, dan variasi batas kepekaan setiap orang berbeda-beda. Selain itu, hasil pendengaran bunyi oleh telinga pada masing-masing orang sangat bergantung pada orang yang mendengar dan pada pengalaman orang tersebut dalam mendengar suatu bunyi. Kajian tentang bidang fonetik auditif ini biasa disebut dengan la psychologie expérimentale.

Dengan fonetik dapat dipelajari tentang gaya bahasa seseorang yang dilihat dari jenis suara, secara emosional, sikap, aksen individu yang menjelaskan asal daerah dan status sosial.

La phonologie suprasegmentale touche à tout ce qui au-delà de ces segments individuels. Elle traite surtout de deux facteurs qui portent sur le group rythmique ou la phrase entière et qi influence notre compréhension: l’accentuation et intonation (Antes:2007).

Fonologi suprasegmental menandai ciri-ciri segmen dari individu. Bunyi suprasegmental mencakup pada dua faktor yaitu grup ritme pada modus yang mempengaruhi tekanan (accent) dan intonasi (intonation) pada pemahaman pendengar (Antes:2007)


(59)

2.3.2 Prosodi

Pada sebuah tuturan memiliki unsur lain yang mengkarakterisasi struktur leksikal sesuai dengan struktur yang harus dituturkan. Dari sudut pandang fonetik, unsur yang pertama disebut unsur segmental, dan unsur yang mengkarakterisasi unsur segmental itu disebut unsur suprasegmental atau prosodi. Setiap prosodi memiliki frekuensi dan durasi.

Collier dalam Sugiyono (2003) mengatakan bahwa ciri prosodi mempnyai fungsi demarkasi yaitu sebagai pewatas dalam tuturan. Sebagai pewatas antarmodus, prosodi menandai kohesi leksikal dalam satuan informasi yang ditonjolkan di antara satuan-satuan lain. Dalam hal ini prosodi sebagai pembatas yang berfungsi sebagai penekanan sehingga makna tuturan menjadi lebih transparan bagi pendengar. Pembatas inilah yang disebut Perseptual Boundary

Strenght (PBS). Prosodi juga dapat di gunakan untuk memarkahi batas antar

satuan informasi, seperti pewatas antar kata atau antar frasa yang dapat dipahami oleh pendengar. Pada tataran wacana, pewatas itu memiliki ekuivalensi dengan pewatas lain dan pada tataran yang lebih tinggi dari pada struktur wacana, prosodi menjadi pewatas, misalnya, untuk pergantian topik dalam monolog dan pemarkah

turn-taking dalam percakapan. Heuven dalam sugiyono (2003) merinsi fungsi

prosodi atas tiga macam, yaitu memberi pembatas domain atau bagian tuturan (misalnya paragraf, modus, atau frasa), memberi sifat tertentu pada informasi yang ditampilkan dalam domain (misalnya pernyataan atau pertanyaan), dan menonjolkan konstituen tertentu.

Menurut Cruttenden (1997) ciri-ciri prosodik meluas pada domain yang bervariasi, yaitu dapat terjadi pada ucapan yang pendek, seperti satu suku kata


(60)

atau satu morfem (disebut nada berhubungan dengan domain lebih pendek), dan dapat terjadi pada ucapan yang panjang, satu frasa, satu klausa, atau satu modus (disebut intonasi umumnya berhubungan dengan domain lebih panjang).

Kajian prosodi (la prosodie) adalah fonem-fonem suprasegmental (les

phonèmes suprasegmentaux), yaitu elemen-elemen fonik yang bersifat supra

(taille supérieur) pada proses penyampaian pesan wicara seperti aksentuasi

(l’accentuation), dan intonasi (l’intonation). Gardes-Tamine (1991) memaparkan

bahwa La Prosodie regroupe sous ce terme des phénomènes comme l’accent, les tons, le rythme, la quantité et l’intonation. Ils font intervenir l’intensité, la

quantité, la durée et la hauter du son. Prosodi gabungan dari tekanan, nada, ritme,

kuantitas dan intonasi. Dari semua itu dikenal dengan intensitas, kuantitas, durasi, dan tinggi nada.

La Prosodie comprend: l’accentuation, le rythme, l’intonation et la

syllabation (Abry:2007). Prosodi bahasa Prancis yang mencakupi accent atau

tekanan, irama, intonasi, dan suku kata. Bahasa Prancis merupakan bahasa yang memiliki tekanan yang pasti. Penggunaan tekanan pada bahasa Prancis ditempatkan pada vokal terakhir pada pengucapan suku kata atau kumpulan kata. Kumpulan kata tersebut di sebut iama.

Contoh pada:

Un café! [œ̃kafe ]

Secangkir kopi!

Un café allongé! [œ̃kafealõƷe ]

Terjadi tekanan “é” pada kata café pada modus imperatif.

Dalam pengajaran bahasa Prancis harus ditekankan bahwa tekanan diletakkan tergantung dari penempatan kata pada satu modus. Hal tersebut


(1)

Lampiran 3

Paired Samples Statistics

Mean N Deviation Std. Std. Error Mean

Pair 1 A1 3.11 44 .841 .127

B1 2.68 44 .983 .148

Pair 2 A1 3.11 44 .841 .127

C1 2.41 44 1.085 .164

Paired Samples Statistics

Mean N Deviation Std. Std. Error Mean

Pair 1 D1 3.55 44 .848 .128

E1 3.57 44 1.149 .173

Pair 2 D1 3.55 44 .848 .128

F1 3.45 44 .975 .147

Paired Samples Statistics

Mean N Deviation Std. Std. Error Mean

Pair 1 A2 3.20 44 1.173 .177

B2 3.25 44 .892 .135

Pair 2 A2 3.20 44 1.173 .177

C2 2.68 44 1.073 .162

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 D2 3.34 44 1.010 .152

E2 3.02 44 1.110 .167

Pair 2 D2 3.34 44 1.010 .152

F2 2.75 44 1.314 .198


(2)

Mean N Deviation Std. Std. Error Mean

Pair 1 A3 2.98 44 1.229 .185

B3 2.89 44 1.224 .185

Pair 2 A3 2.98 44 1.229 .185

C3 2.93 44 1.388 .209

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 D3 2.52 44 1.229 .185

E3 2.00 44 1.012 .152

Pair 2 D3 2.52 44 1.229 .185

F3 1.84 44 1.033 .156

Pair 3 D3 2.52 44 1.229 .185

A4 2.20 44 1.193 .180

Pair 4 D3 2.52 44 1.229 .185

B4 2.23 44 1.198 .181

Paired Samples Statistics

Mean N Deviation Std. Std. Error Mean

Pair 1 C4 3.61 44 1.316 .198

D4 2.32 44 1.253 .189

Pair 2 C4 3.61 44 1.316 .198

E4 3.18 44 1.147 .173

Pair 3 C4 3.61 44 1.316 .198

F4 2.16 44 .987 .149

Pair 4 C4 3.61 44 1.316 .198

G4 2.32 44 1.290 .194

Paired Samples Statistics


(3)

Pair 1 H4 3.91 44 .802 .121

I4 3.45 44 .875 .132

Pair 2 H4 3.91 44 .802 .121

J4 3.39 44 1.166 .176

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 A1 & B1 44 .129 .404

Pair 2 A1 & C1 44 -.078 .617

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 D1 & E1 44 .295 .052

Pair 2 D1 & F1 44 .171 .266

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 A2 & B2 44 .261 .087

Pair 2 A2 & C2 44 -.243 .113

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 D2 & E2 44 .428 .004

Pair 2 D2 & F2 44 .118 .445

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 A3 & B3 44 .354 .019

Pair 2 A3 & C3 44 .285 .060


(4)

ANOVA

Sum of

Squares df Square Mean F Sig.

ND_Kal_Dek Between Groups 3639,277 3 1213,092 ,799 ,509

Within Groups 30378,437 20 1518,922

Total 34017,714 23

NT_Kal_Dek Between Groups 10887,536 3 3629,179 ,691 ,568

Within Groups 105103,670 20 5255,184

Total 115991,206 23

NR_Kal_Dek Between Groups 3379,274 3 1126,425 ,965 ,429

Within Groups 23344,963 20 1167,248

Total 26724,237 23

ANOVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

ND_Kal_Int_1 Between Groups 7478,767 3 2492,922 1,570 ,228

Within Groups 31767,011 20 1588,351

Total 39245,778 23

NT_Kal_Int_1 Between Groups 12315,136 3 4105,045 1,359 ,284

Within Groups 60396,929 20 3019,846

Total 72712,064 23

NR_Kal_Int_1 Between Groups 8948,891 3 2982,964 1,697 ,200

Within Groups 35153,590 20 1757,679

Total 44102,481 23

ANOVA

Sum of

Squares df Square Mean F Sig.


(5)

Within Groups 37995,079 20 1899,754

Total 42674,497 23

NT_Kal_Int_2 Between Groups 8062,454 3 2687,485 ,891 ,463

Within Groups 60357,222 20 3017,861

Total 68419,676 23

NR_Kal_Int_2 Between Groups 9058,571 3 3019,524 1,467 ,254

Within Groups 41173,855 20 2058,693

Total 50232,426 23

ANOVA

Sum of

Squares df Square Mean F Sig.

ND_Kal_Imp Between Groups 5548,687 3 1849,562 ,426 ,737

Within Groups 86898,201 20 4344,910

Total 92446,889 23

NT_Kal_Imp Between Groups 11028,838 3 3676,279 ,994 ,416

Within Groups 73952,280 20 3697,614

Total 84981,119 23

NR_Kal_Imp Between Groups 2721,219 3 907,073 ,355 ,786

Within Groups 51066,638 20 2553,332


(6)