2. Guru malas membaca
Saat ini kita melihat banyak guru yang malas membaca. Padahal dari membaca itulah akan terbuka wawasan yang luas dari para guru. Kesibukan-kesibukan
mengajar membuat guru merasa kurang sekali waktu untuk membaca. Coba kita lihat di perpustakaan sekolah. Terlihat sekali banyak guru yang jarang pergi ke
perpustakaan. Ini nyata, dan terjadi di sekolah kita. Bukan hanya di sekolah, di rumah pun guru malas membaca. Guru harus melawan kebiasaan malas membaca.
Ingatlah dengan membaca kita dapat membuka jendela dunia. Bukankah kita sering menyuruh anak didik kita untuk senantiasa membaca?
Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu, namun bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru
yang rajin membaca, otaknya persis seperti komputer atau ibarat Google di internet. Bila ada siswa yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan
menjawab pertanyaan para siswanya dengan cepat dan benar. Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya.
3. Guru malas menulis
Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya,
kemudian kesimpulan itu ia tuliskan lagi dalam gaya bahasanya sendiri. Masalah yang timbul pada saat pembelajaran berlangsung, seringkali guru sudah
mengatasinya atau mengadakan perbaikan-perbaikan dengan caranya sendiri. Namun, oleh karena tidak biasa menulis, maka apa yang sudah diperbuat guru
tersebut hanya tinggal kenangan dan tidak diketahui oleh teman sejawat atau orang yang membutuhkan pemecahan masalah seperti yang dialami guru tersebut.
Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat
tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
5
Menulis untuk hidup, hidup untuk menulis. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis, pasti matang akan pengalamannya. Proses menulis tidaklah sekali jadi.
Guru harus sering berlatih untuk menulis. Tulisan yang enak dibaca dimulai dari proses menulis itu. Kemampuan guru menulis baik, bila tulisannya layak untuk
dibaca banyak orang. Bermakna dan mempunyai daya tarik tersendiri.
4. Guru kurang sensitif terhadap waktu Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru
waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk
membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak
akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Detik demi detik
waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita
manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia
memperlakukan waktu dengan baik.
5. Guru terjebak dalam rutinitas kerja