5.10 Budaya
Budaya adalah tradisi atau kebiasaan yang berlaku di suatu tempat tertentu. Berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif, budaya yang dimaksudkan disini adalah
kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat dan lingkungan responden dapat menghambat pemberian ASI secara eksklusif, seperti pemberian madu, pisang,
dan sebagainya sebelum usia 6 bulan. Hasil penelitian di Kecamatan Woyla Barat menunjukkan bahwa mayoritas
ibu menyusui memiliki lingkungan yang budayanya yang tidak mendukung dalam pemberian ASI eksklusif yaitu sebanyak 55,7. Hasil analisis bivariat menggunakan
uji Chi-Square didapatkan bahwa budaya berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif p=0,003. Hasil ini menggambarkan bahwa ada budaya
yang kurang mendukung pemberian ASI eksklusif akan memengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Dari hasil penelitian terlihat bahwa kelompok ibu
menyusui yang memiliki budaya tidak mendukung, 79,6 tidak memberikan ASI eksklusif. Ini menunjukkan bahwa semakin tidak mendukung budaya maka semakin
rendah pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan jawaban responden juga terlihat bahwa 68,0 responden
menyatakan ada makanan dan minuman tertentu yang diberikan saat bayi lahir sebagai suatu penyambutan bagi bayi ketika lahir ke dunia dan 79,4 ibu
menyatakan ada kebiasaan menghentikan pemberian ASI bila bayi diare. Hal ini tentu merupakan suatu kebiasaan yang tidak tepat. Umumnya bayi diberikan madu segera
setelah lahir dengan tujuan sebagai simbol”selamat datang” dan agar kelak bicaranya
Universitas Sumatera Utara
baik sehingga akan di dengar dan di sukai oleh orang lain, sedangkan pemberian ASI dihentikan bila diare dimaksudkan agar diare tidak bertambah parah, untuk
selanjutnya biasanya bayi akan diberikan air putih atau air tajin dan tetap diberikan makanan seperti nasi dan pisang. Dari segi kesehatan tentu hal ini sangat merugikan
apalagi bila pemberian minuman dan makanan ini tidak memperhatikan higienitas dalam persiapan dan penyajian sehingga malah akan memperparah kondisi diare pada
bayi. Menurut responden umumnya bayi mereka pernah mengalami diare dan
konstipasi selama berusia 0-6 bulan. Namun hal ini dianggap biasa oleh masyarakat setempat dan dapat di atasi dengan penghentian pemberian ASI dan diganti dengan
memberi air putih, air manis, air tajin serta di beri pisang. Pemberian makanan dan minuman selain ASI menurut responden dimaksudkan supaya bayi cepat besar dn
jarang rewel. Hal ini tentu sangat merugikan bagi si bayi yang seharusnya bisa mendapatkan makanan dan minuman yang jauh lebih baik dan berkualitas yaitu ASI.
Dari hasil wawancara terhadap responden tentang ASI eksklusif juga diperoleh informasi bahwa kebanyakan mereka memberikan ASI sehari setelah
melahirkan. Hal ini disebabkan karena kondisi ibu yang masih lelah dan juga ASI susah keluar. Disamping itu kebanyakan ibu juga tidak memberikan kolostrum
kepada bayinya, karena kolostrum tersebut dianggap sebagai ASI yang basi. Sebagai pengganti ASI sesaat setelah melahirkan biasanya pihak keluarga memberikan air
putih manis atau madu kepada si bayi.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, madu dan jus kepada bayi menyusui dalam bulan- bulan pertama, umum dilakukan di berbagai
negara. Alasan untuk memberi tambahan cairan kepada bayi berbeda-beda sesuai nilai budaya masyarakatnya masing-masing. Alasan yang paling sering dikemukakan
adalah diperlukan untuk hidup, menghilangkan rasa haus, menghilangkan rasa sakit, sembelit dan menenangkan bayi.
Nilai budaya dan keyakinan agama juga ikut memengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan
keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus. Sejumlah budaya
menganggap tindakan pemberian cairan kepada bayi baru lahir sebagai cara menyambut kehadirannya di dunia Arini, 2012.
Selain kebiasaan yang tersebut di atas, pemberlakuan pantangan makanan dan minuman bagi ibu setelah melahirkan juga masih banyak terjadi. Setelah melahirkan
ibu dilarang makan dan minum seperti pada saat sebelum hamil dan melahirkan karena ditakutkan badan ibu akan gemuk, sedangkan makanan yang diperbolehkan
hanya nasi putih dan teri gongseng. Walaupun ada juga yang memperbolehkan makan sayur dan ikan akan tetapi tidak boleh berminyak. Daging dan telur sama sekali tidak
boleh dikonsumsi karena diyakini dapat mengakibatkan amis daerah intim wanita. Hal ini tentu sangat merugikan karena setelah melahirkan ibu sangat membutuhkan
makanan dan minuman yang sehat untuk mengembalikan tenaganya dan juga untuk kualitas ASI yang diberikan untuk bayinya.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya untuk menjaga kualitas ASI, ibu harus mengikuti pola makan dengan prinsip gizi seimbang dan konsumsi beragam makanan, terutama sayuran
yang berwarna hijau misalnya, daun katuk, kacang-kacangan, buncis,jagung, pare dan lain-lain. Pada dasarnya , ibu yang sedang menyusui membutuhkan sekitar 500 kalori
tambahan per hari. Sebagian dari jumlah itu ada sekitar 100-150 kalori dapat diperoleh melalui pembakaran lemak yang tertimbun selama kehamilan. Oleh karena
itu, ibu sebaiknya menambah sekitar 330 kalori setiap hari selama 6 bulan pertama setelah melahirkan, serta 400 kalori setiap hari setelah lewat 6 bulan sampai tidak
menyusui lagi. Kebutuhan ibu yang meningkat karena harus menyusui bayinya seharusnya di
iringi dengan intake makanan yang seimbang. Pantangan yang dijalani ibu tentu membawa kerugian bagi bayi dan ibu. Makanan yang tidak seimbang berpengaruh
terhadap produksi ASI, sementara dalam memberikan ASI eksklusif di perlukan ASI yang lancar, cukup dan berkualitas sehingga bila produksi ASI terganggu maka akan
memengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif. Keadaan inilah yang kemudian menimbulkan pemikiran dalam masyarakat bahwa bayi yang rewel karena lapar dan
pemberian ASI saja tidak cukup sehingga di perlukan makanan dan minuman lain. Mengubah suatu tradisi memang sangat sulit, apalagi tradisi itu sudah turun
temurun dan diyakini oleh masyarakat. Namun demikian petugas kesehatan terutama tenaga bidan harus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya
ibu menyusui untuk memahami kondisi yang sebenarnya, walaupun tidak sesuai dengan tradisi masyarakat melalui penyuluhan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan