sahut menyahut. Setelah itu, jalak bali yang sudah memilih jodoh dipindahkan ke kandang kawin kemudian jika tidak memperlihatkan tanda-tanda kawin maka
salah satu induk diambil dan diganti dengan pasangan yang lain. Menurut Mas’ud 2010, dalam proses perkawinan intensitas perawatan kandang harus dikurangi
dan faktor-faktor gangguan sedapat mungkin harus dihindari karena jika terdapat gangguan, pasangan jalak bali seringkali memperlihatkan sifat tidak mau bertelur,
enggan mengerami telur atau bahkan kanibalisme. Setelah melakukan perkawinan dan mengeluarkan telur, jalak bali jantan
dan jalak bali betina akan mengerami telur dengan masa pengeraman 14 – 18 hari. Jalak bali betina mengeluarkan satu telur per hari dan terus berlanjut hingga
jumlah telur di tubuhnya habis. Berdasarkan hasil pengamatan, proses mengeluarkan telur terjadi pada pukul 08.00 WIB – 09.00 WIB. Pengeraman telur
dilakukan pada waktu hari pertama mengeluarkan telur dengan frekuensi pengeraman paling banyak pengeraman dilakukan oleh jalak bali betina.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Penangkaran UD Anugrah, terdapat kasus dimana telur berhasil menetas, tetapi anaknya mati
setelah menetas. Menurut Forum Agri 2012, terdapat binatang pengganggu yang masuk ke dalam sarang. Solusi untuk hal ini, begitu telur-telur sudah menetas,
peternak harus rajin memperhatikan atau mengawasi keadaan sarang dalam jarak yang tidak terlalu dekat, sehingga apabila terjadi hal-hal yang mencurigakan bisa
langsung ditangani.
5.1.6.4 Pembesaran piyik
Proses pembesaran piyik di Penangkaran UD Anugrah dilakukan dengan cara pengelola mengambil piyik yang telah berumur 3 – 7 hari kemudian
dipindahkan ke inkubator. Menurut hasil wawancara dengan pengelola, proses pemindahan piyik ke inkubator disebabkan oleh indukan jalak bali tidak mau
meloloh anaknya dan anaknya dibuang dari sangkar. Menurut Mas’ud 2010, dengan mempercepat usia sapih anak, pada dasarnya dapat mempercepat induk
untuk bertelur kembali, namun cara ini perlu dilakukan dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan resiko stres baik kepada induk maupun anaknya.
Di inkubator piyik jalak bali diberi makanan berupa kroto basah yang dicampur dengan air hangat agar piyik tersebut mudah menelan makanannya.
Pemberian pakan kroto basah tersebut juga untuk memberikan gizi yang terbaik, terutama protein, yaitu 47,80 Hermawan 2012. Piyik jalak bali sangat
memerlukan protein karena fungsi protein sebagai perkembangan setiap sel dalam tubuh dan juga untuk menjaga kekebalan tubuh dari penyakit. Piyik jalak bali
berada di inkubator selama 1 bulan yang kemudian dipindahkan ke kandang soliter. Berdasarkan hasil pengamatan, di dalam inkubator, suhu di dalamnya
disesuaikan dengan suhu nyaman jalak bali yaitu sekitar 29°C supaya piyik tersebut tetap hangat dan nyaman, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
15.
Gambar 15 Piyik jalak bali di inkubator Penangkaran UD Anugrah.
Menurut Setio dan Takandjandji 2007, pembesaran piyik yang dilakukan di Penangkaran UD Anugrah dilakukan dengan cara hand rearing. Hand rearing
adalah proses penanganan piyik dengan cara memisahkan atau mengambil burung dari induknya untuk kemudian dipelihara dan dibesarkan oleh penangkar secara
lebih intensif sampai burung bisa dianggap mandiri. Walaupun memberikan kemungkinan keberhasilan hidup anak piyik yang lebih tinggi, hand rearing
membutuhkan waktu cukup banyak dan ketelatenan, sehingga kurang praktis terutama apabila kegiatan penangkaran melibatkan pasangan burung dalam
jumlah relatif banyak. Oleh karena itu, sebaiknya piyik dibiarkan dipelihara oleh induknya secara alami. Keberhasilan hidup piyik yang dipelihara induknya secara
alami dapat ditingkatkan dengan bertambahnya pengalaman penangkar dalam menangani piyik yang dipelihara induknya.
Pemasangan cincin dilakukan terhadap piyik yang berumur tujuh hari pada kaki kiri. Menurut Setio dan Takandjandji 2007, pemasangan cincin kepada
piyik yang masih berumur muda dilakukan agar tidak merusak kakinya serta pemasangan cincin di sebelah kiri karena kaki kiri sering dipakai untuk bertumpu
sedangkan kaki kanan dipakai untuk mengambil, memegang atau menjepit makanan.
5.1.7 Teknik adaptasi