Konsep Pendapatan Usahatani Konsep Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Ratio

25 Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga.

3.1.4 Konsep Pendapatan Usahatani

Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai uasahatni dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani Soekartawi, 2006. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikomersilkan. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda. Selisih pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

3.1.5 Konsep Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Ratio

Pendapatan usahatani yang besar bukanlah suatu ukuran bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang di keluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu Soeharjo dan Patong dalam Ridwan, 2008. Kriteria 26 kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dengan biaya RC ratio yang didasari pada perhitungan secara finansial. Rasio imbangan penerimaan dengan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan revenue dengan biaya cost. Analisis ini menunjukkan berapa rupiah penerimaan usahatani yang diperoleh petani dari setiap satu rupiah biaya yang mereka keluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai RC rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diterima petani untuk setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk dilaksanakan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional