Latar Belakang Pengembangan dessert berbasis isolat protein basah ikan lele (Clarias sp.) dengan pewarna alami

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi gizi protein masyarakat Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan masih belum mencapai angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini diindikasikan oleh tingkat konsumsi yang belum mencapai 100 angka kecukupan gizi dan sangat berhubungan dengan terjadinya fluktuasi tingkat konsumsi energi dan protein yang cukup tajam, terutama selama periode terjadinya krisis ekonomi dan multidimensi pada tahun 1996-1999. Belum memadainya kualitas konsumsi pangan masyarakat juga diindikasikan oleh masih rendahnya kontribusi protein hewani dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan beras, yang merupakan pangan sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih merupakan penyumbang protein terbesar Martianto Soekirman 2006. Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia pada tahun 2009 mencapai 30,17 kgkapitatahun lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 45 kgkapitatahun Martani 2010. Sumbangan protein ikan terhadap angka kecukupan gizi masyarakat Indonesia baru mencapai 12, masih sangat rendah dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 18 dari angka kecukupan gizi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya peningkatan konsumsi ikan melalui program penganekaragaman pangan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani khususnya yang bersumber dari ikan. Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE Zona Ekonomi Ekslusif dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari. Disamping itu juga terdapat potensi perikanan lainnya yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu budidaya air tawar, laut dan umum DKP 2005. Pada tahun 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP ditargetkan menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia dan telah ditetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombaknya. Produksi perikanan budidaya akan ditingkatkan menjadi 16,89 juta ton pada tahun 2014 atau naik 353 dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton KKP 2010. Salah satu komoditas perikanan budidaya yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat Indonesia adalah ikan lele. Ikan lele mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau oleh lapisan masyarakat bawah. Perkembangan produksi lele dumbo secara nasional mengalami kenaikan 18,3 per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi 57.740 ton pada tahun 2003. Berdasarkan data terbaru produksi lele nasional, terjadi peningkatan 60.000 ton tahun 2004 menjadi 79.000 pada tahun 2005 Mahyudin 2008. Ukuran ikan lele sangat menentukan nilai jualnya, karena ukuran ikan disesuaikan target pasarnya, seperti pasar retail supermarket, restoran, dan industri olahan processing, pada negara-negara tertentu. Untuk ikan lele ukuran konsumsi 8-12 ekor per kilogram penjualannya tidak menemui permasalahan karena tingginya permintaan pasar. Permasalahan yang dihadapi adalah pemasaran ikan lele yang bobotnya melebihi ukuran konsumsi oversize. Ikan lele oversize memiliki ukuran 6 ekor per kilogram atau bahkan mencapai 1-2 ekor per kilogram. Ikan lele oversize ini jumlahnya mencapai 10 dalam tiap siklus produksinya. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian pada para pembudidaya akibat dari banyaknya lele oversize yang tak laku dijual Trobos 2008 . Ikan lele oversize tersebut sejauh ini pemanfaatannya masih kurang. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang menyukai bentuknya yang besar serta bau khas yang disebabkan oleh kandungan geosmin. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya diversifikasi untuk meningkatkan nilai ekonomis ikan lele yang berukuran besar, misalnya digunakan dalam pembuatan surimi untuk bahan baku berbagai macam kamaboko dan dapat dipertimbangkan sebagai bahan pembuatan dessert salah satunya cendol. Salah satu keunggulan daging ikan lele untuk bahan baku dalam pembuatan surimi yaitu sebagai sumber protein yang mudah dicerna. Pada daging ikan lele pun mengandung kalsium, besi, dan mineral yang baik untuk kesehatan serta rendah sodium yang dapat menghindari atau mengurangi penyakit tekanan darah tinggi Ladewig Donna 1992. Ikan ini memiliki daging yang putih dan rendah lemak sehingga merupakan Surimi adalah salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di seluruh dunia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi dapat menggunakan berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Salah satu keunggulan dari surimi ikan adalah kemampuannya untuk diolah menjadi bermacam- macam produk lanjutan dalam berbagai bentuk dan ukuran Okada 1992. Diversifikasi pangan sesuai kekayaan lokal merupakan bagian amat penting dari strategi pangan. Cendol merupakan salah satu jenis makanan tradisional Indonesia yang bahan baku utamanya berupa padi-padian dan kacang-kacangan, serta sudah dikenal dan digemari secara luas di Indonesia. Permintaan cendol meningkat terutama pada bulan Ramadhan. Cendol memiliki tekstur yang kenyal dan umumnya berwarna hijau Cendraningsih 1997 Anonim 2010. Cendol dibuat dengan cara mencampurkan beberapa jenis tepung, yang memiliki sifat yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tepung yang digunakan. Cendol yang umum dijumpai mempunyai berbagai sifat fisik yaitu kenyal-lunak, kenyal, kenyal agak keras dan agak keras Anggraeni 2002. Mempertimbangkan komposisi cendol yang sebagian besar berasal dari tepung-tepungan dan sifat surimi yang mampu membentuk gel yang odor less maka dengan penambahan surimi ikan diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein hewani dari cendol yang merupakan salah satu makanan tradisional, tanpa mengubah daya terimanya secara signifikan.

1.2 Tujuan