BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, bisnis dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu dan jarak. Hal ini tentunya memberikan peluang bagi para investor untuk
berinvestasi, demikian juga dengan perusahaan dapat menarik investor untuk memenuhi kebutuhan pendanaan mereka. Untuk mempertemukan kedua
kepentingan ini dibutuhkan suatu alat komunikasi yaitu laporan keuangan. Karena laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan
oleh pihak eksternal untuk menilai kondisi dan kinerja dari suatu perusahaan. Informasi tersebut menyangkut posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas dari
suatu perusahaan yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Mengingat pentingnya informasi laporan keuangan, maka hanya laporan keuangan yang berkualitas dan terbebas dari salah saji, baik disengaja maupun
yang tidak disengaja yang dapat digunakan oleh investor untuk membuat keputusan ekonomi. Menjadi pertanyaan relevan apakah dari laporan keuangan
yang sangat diminati oleh investor dan para pemangku kepentingan. Sulistiawan 2011:11 menyatakan dari hasil survei yang dilakukan di Indonesia, USA, UK
dan NZ didapat hasil yang seragam bahwa informasi yang paling diminati oleh investor dan pemangku kepentingan adalah laba bersih entitas net income.
Karena besarnya laba berhubungan dengan besarnya dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka harga
saham akan semakin tinggi dan semakin besar pula dividen yang akan diberikan. Kecendrungan untuk lebih memperhatikan informasi laba sebagai
parameter kinerja perusahaan dan manajemen, akan mendorong manajemen untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dalam menunjukkan informasi laba
yang disebut manajemen laba earning management. Menurut Sulistyanto 2008:6 “manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk
mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan”.
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen berusaha memanipulasi laporan keuangan dengan berbagai cara agar laporan keuangan
yang disajikan tetap terlihat bagus dan menarik, padahal informasi tersebut tidak menggambarkan kondisi dan keadaan perusahaan yang sebenarnya.
Dalam teori keagenan agency theory dijelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih prinsipal mempekerjakan orang lain agen
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Dalam hal ini, prinsipal principal adalah
investor atau pemegang saham, sedangkan agen agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan atau manajer. Jika kedua belah pihak mempunyai tujuan
yang sama untuk memaksimumkan nilai, maka diyakini agen tidak akan selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Adanya perbedaan kepentingan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya praktik manajemen laba.
Manajemen laba juga dapat terjadi disebabkan adanya keleluasaaan pihak manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat digunakan dalam mencatat
dan mengungkapkan informasi laporan keuangan perusahaan. Selain itu, perilaku manipulasi ini juga terjadi karena adanya asimetri informasi terhadap pihak
eksternal perusahaan seperti kreditur dan investor. Asimetri informasi itu terjadi ketika manajer memiliki informasi perusahaan yang lebih banyak dan mengetahui
informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Sehingga prinsipal pemegang saham tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen
manajer dan prinsipal pemegang saham tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen manajer memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan.
Secara umum, manajemen laba telah membuat dunia usaha seolah-olah berubah menjadi sarang pelaku korupsi, kolusi, dan berbagai penyelewengan lain
yang merugikan publik Sulistyanto, 2008:3. Publik menganggap apa yang diinformasikan dunia usaha hanya akal-akalan pelakunya untuk memaksimalkan
keuntungan pribadi dan kelompok tertentu tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain Sulistyanto, 2008:3. Dimana, tindakan dari manajemen laba telah
memunculkan beberapa kasus skandal antara lain PT Ades Alfindo, PT Indofarma Tbk, PT Perusahaan Gas Negara, PT Bank Lippo Tbk, PT Kimia Farma Tbk,
Enron Corporation, Green Tree Financial Corporation, Xerox, dan Worldcome Sulistiawan, 2011:53-56. Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus
yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk sebagai berikut dikutip dalam Sulistiawan dkk., 2011:57:
PT Kimia Farma Tbk yang merupakan salah satu produsen obat - obatan milik pemerintah di Indonesia. Berdasarkan siaran pers Bapepam
atas kasus PT Kimia Farma pada 27 Desember 2002, kasus ini bermula dari ditemukannya kesalahan oleh partner dari KAP HTM dalam
penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk laporan keuangan periode 31 Desember 2001 dan Kementrian BUMN
melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan overstated dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bapepam, ternyata laba bersih yang disajikan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Untuk Tahun
yang berakhir 31 Desember 2001 overstate sebesar Rp32,7 miliar, dimana 2,3 berasal dari penjualan dan sebesar 24,7 dari laba bersih milik PT
Kimia Farma. Kesalahan-kesalahan tersebut berasal dari kesalahan 1 overstate penjualan pada unit industri bahan baku sebesar Rp2,7 miliar; 2
kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp23,9 miliar pada unit logistik sentral; dan 3 overstated sebesar Rp8,1 miliar pada
persediaan barang dagang dan overstated penjualan sebesar Rp10,7 miliar yang keduanya terjadi pada unit Perdagangan Besar Farmasi Siaran pers
Badan Pengawasan Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manajemen laba yaitu: pertama, penelitan Jao dan Pagalung
2011 dihasilkan bahwa corporate governance dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan leverage tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Kedua, hasil penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty 2010 menghasilkan bahwa leverage, kualitas audit, dan
profitabilitas memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan good corporate governance, independensi auditor, dan ukuran perusahaan tidak
memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, membuat peneliti tertarik untuk
membahas topik manajemen laba ini dengan menggunakan variabel corporate governance, leverage, dan kualitas audit.
Alasan peneliti menggunakan variabel corporate governance dalam penelitian ini karena penerapan corporate governance dapat digunakan sebagai
usaha untuk meminimalisir perilaku manajemen laba dan usaha untuk meningkatkan kualitas laporan kuangan perusahaan. Selain itu, sistem corporate
governance yang baik memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan kreditor, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan
kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi Sutedi, 2012:7. Nasution dan Setiawan 2007 menyebutkan bahwa konsep corporate
governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa salah satu cara yang digunakan untuk memonitor dan membatasi perilaku opportunistic manajer adalah corporate governance. Adanya penerapan
prinsip corporate governance dapat mengurangi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Karena prinsip corporate governance mengedepankan
transparansi dalam pelaporan keuangannya. Maka hal tersebut akan menyulitkan manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba. Sehingga, kinerja yang
dilaporkan oleh manajer mampu merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan yang bersangkutan.
Dalam studi Guna Herawaty 2010 good corporate governance yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komisaris independen dan
komite audit. Kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen yang besar diyakini dapat membatasi perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba.
Karena kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat
mengurangi manajemen laba Ujiyantho dan Pramuka , 2007:6. Dan diharapkan
dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen dapat mengurangi perilaku opportunistik manajer. Selain itu, keberadaan komite audit dan komisaris
independen dalam suatu perusahaan juga terbukti efektif dalam mencegah praktik manajemen laba, karena keberadaan komite audit dan komisaris independen
bertujuan untuk mengawasi jalannya kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan Guna Herawaty, 2010:54.
Indikator lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba adalah leverage. Alasan peneliti menggunakan variabel independen leverage, karena ukuran ini
berhubungan dengan ketat tidaknya suatu persetujuan utang. Menurut Kasmir 2008:113 “rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
sejuah mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang”. Sehingga perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang
dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran utang pada waktunya Widyaningdyah, 2001:93. Indikator lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, yaitu kualitas
audit. Alasan penggunaan variabel independen kualitas audit karena kualitas audit merupakan salah satu pertimbangan penting yang dapat digunakan oleh investor
untuk menilai kewajaran dari suatu laporan keuangan. Karena para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan
berdasarkan pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor Rini dan Achmad,2012:5. Oleh karena itu, diharapkan auditor yang berkualitas tinggi
dapat meningkatkan kepercayaan investor atas laporan keuangan.
Dalam penelitian ini, kualitas audit diproksikan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik KAP tempat auditor bekerja. Karena diasumsikan ukuran KAP
berpengaruh terhadap hasil audit yang dilakukan oleh auditornya. Ukuran KAP dibedakan menjadi dua yaitu KAP Big Four dan KAP Non Big Four. Auditor
yang bekerja di KAP Big Four dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut dibekali oleh serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki program audit
yang dianggap lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan auditor dari KAP Non Big Four Isnanta, 2008. Hal ini menunjukkan bahwa kantor akuntan besar
mempunyai reputasi yang lebih baik dalam opini publik. Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan kualitas audit dan mengurangi
probabilitas perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan Brezel et al., 2009. Selain itu terdapat dugaan bahwa auditor yang memiliki reputasi baik
dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini Widyaningdyah, 2001:93.
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty 2010 yang berjudul “Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada: Pertama, tahun penelitian yang dilakukan yaitu pada tahun 2013. Kedua, dalam penelitian ini adanya pengurangan dan penambahan
variabel independen yang dilakukan. Variabel independen yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah employee diff. Alasan peneliti menambahkan variabel
ini karena employee diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur
perbedaan persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase perubahan jumlah karyawan Brazel et al., 2009. Sehingga adanya pehaman atas variabel
employee diff dapat memberikan peringatan kepada berbagai pihak seperti direktur, kreditur, investor dan auditor tentang probabilitas terjadinya kecurangan
laporan keuangan. Brazel et al., 2009 menunjukkan bahwa perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan secara efektif dapat digunakan untuk menilai
adanya risiko kecurangan. Terbukti dengan adanya penelitian Alfiah 2013 menyatakan bahwa “ employee diff memiliki pengaruh signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan”. Dimana kecurangan laporan keuangan dalam penelitian tersebut diproksikan dengan manajemen laba.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengambil judul penelitian
“Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan Employee
Diff Terhadap Manajemen Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013”.
1.2 Perumusan Masalah