Industri Kecil Tahu Inat Turjaman
52 tahu kuning di Bandung sudah terlalu banyak saingan sehingga penjualanan
tahunya menjadi kurang lancar. Ternyata prediksi beliau untuk memindahkan usaha ke Jakarta sangat tepat. Karena tahu kuning yang dibuat Pak Inat cukup
diminati masyarakat.
42
Awal mulanya tahu ini dipasarkan hanya ke pasar-pasar tradisional seperti pasar pondok labu, pasar cengkareng, pasar kebayoran dan dipasarkan
juga oleh pedagang keliling ke kampung-kampung. Lama-kelamaan usaha tahu kuning bandung ini dipasarkan ke pasar swalayan seperti Aneka Buana AB
yang tempatnya tidak jauh dengan tempat produksi tahu Pak inat masih berada diwilayah Pondok Labu.
Karena permintaan pasar yang terus meningkat mengharuskan Pak Inat untuk menambah kapasitas produksi. Untuk memenuhi permintaan pasar, Pak
Inat merekrut tenaga kerja mencapai 30 orang. Dari tahun 1990-1996 produksi beliau stabil. Dalam setiap pembuatan tahu kuning Pak Inat selalu menghabiskan
1 ton kedelaiminggu. Tahu kuning yang dihasilkan berasal dari kedelai yang dikirim setiap minggunya dari Pancoran.
Tahu kuning ini cukup diminati oleh masyarakat, sehingga selama 6 tahun sejak tahun 1990
– 1996 berjalan Pak Inat sudah banyak mendapatkan pelanggan. Ini semua tidak lepas dari komitmen antara suami dan istri tersebut
yaitu tetap menjaga kualitas tahu. Hanya bahan alami yang dipakai untuk membuat tahu kuning bandung, ungkapnya:
42
Wawancara Pribadi dengan Bapak Inat Turjaman. Jakarta: 24 April 2016 Pukul 15.00 WIB
53 “Kami cuma pakai kunyit dan garam aja untuk membuat tahu kuning ini,
tidak pakai formalin atau bahan apapun.”
43
Pada saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997, usaha tahu bandung Pak Inat sempat mengalami kesulitan yang cukup menyesakkan.
Karena krisis ini, orang-orang banyak yang terkena PHK yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat dan berdampak menurunnya daya beli
masyarakat. Inipun berdampak pada produksi tahu kuning Pak Inat dimana omsetnya menurun drastis, karena penurunan permintaan pasar akibat daya beli
masyarakat yang berkurang. Sebelum krisis, Pak Inat dapat menghabiskan 4 kwintal kedelaihari, namun setelah krisis hanya menghabiskan ± 20 kg
kedelaiharinya atau sekitar 750 tahu yang dibuatnya sesuai pesanan.
Karena permintaan tidak sebanyak dulu sehingga Pak Inat akhirnya harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya dan lahan industrinya pun akhirnya
diperkecil.
Pak Inat yang dibantu istrinya pun tidak berhenti disitu mereka tetap berjuang mempertahankan usaha tahu kuning bandung warisan keluarga dengan
dibantu 6 orang pekerja yang tersisa hingga sekarang.
44
Karena situasi yang sulit ini, menaikkan harga itu tidak mungkin karena akan menyebabkan penjualan
semakin berkurang. Untuk menyiasati masalah tersebut Pak Inat hanya memperkecil ukuran tahu saja tanpa menaikkan harganya dan mengurangi
kualitasnya.
43
Wawancara Pribadi dengan Bapak Inat Turjaman. Jakarta: 24 April 2016 Pukul 15.00 WIB
44
Observasi pada Industri Kecil Tahu Bapak Inat. Jakarta: 24 April 2016 Pukul 15.00 WIB
54
Tabel 3.11 Daftar Pekerja Industri Tahu Inat Turjaman
No. Nama
Umur Jabatan
1. Imas Nurmala
43 tahun Menyetak dan Membungkus
Tahu 2.
Idan Solihin 45 tahun
Merendam dan Menggiling Kacang Kedelai
3. Imih
57 tahun Menyetak dan Membungkus
Tahu 4.
Darmilah 44 tahun
Mengunyit 5.
Cucu 46 tahun
Menyetak dan Membukus Tahu 6.
Mang Encep 60 tahun
Mencari Kayu
Sumber: Wawancara Pribadi, 2016.
Ke-6 pekerja Pak Inat memulai pekerjaan dari pukul 06.00 pagi hingga 14.00 siang sesuai dengan banyaknya pesanan.
45
Langganan yang masih setia dengan produk hasil industri Pak Inat adalah Swalayan Aneka Buana AB
Pondok Labu yang biasa memesan 400-an tahuhari, di Ciganjur memesan 150 tahuhari, Swalayan Aneka Buana AB Cirendeu sekitar 100-an tahuhari, dan
para pedagang-pedagang keliling kampung lainnya sekitar 100-an tahuhari. Upah yang diberikan ke para pekerjanya pun bervariasi seperti untuk
bagian menggiling kacang kedelai, merendam kacang kedelai, merebus kacang kedelai dan mencari kayu di beri upah lebih besar sekitar Rp 60.000
– Rp
45
Observasi pada Industri Kecil Tahu Bapak Inat. Jakarta: 24 April 2016 Pukul 15.00 WIB
55 70.000hari, dan pekerja lainnya seperti mengunyit tahu, menyetak tahu dan
membungkus tahu kisaran Rp 40.000 – Rp 50.000hari. Para pekerja diberikan
makan sehari tiga kali yaitu pagi siang sore yang telah disiapkan oleh Ibu Elli. Selain itu, fasilitas yang diberikan oleh Pak Inat adalah dibebaskan dari
pembayaran kontrakan, sehingga para pekerja tidak perlu membayar kontrakan. Dengan begitu masih berdirinya industri tahu Pak Inat hingga sekarang
dan mempertahan keenam pekerja yang sejak dahulu bekerja dengannya, setidaknya dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya.
Kemudian berbicara mengenai lahan, industri Pak Inat sangat bersebalahan dengan rumah utama yang ditinggali oleh Pak Inat dan keluarga.
46
Semula luas lahan industri ini ± 400 meter², akan tetapi sejak krisis tahun 1997- an Pak Inat harus memperkecil lahan industrinya dan sekarang yang tersisa
hanya 100 meter
2
saja. Lahan bekas industrinya tersebut dijadikan kontrakan 2 pintu sebagai tempat tinggal para pekerjanya dan tempat pembuatan tahu.
Ruangan tempat pembuatan tahu yang diantaranya merebus kacang, mengunyit, mencetak dan membungkus menjadi satu dengan tempat menyimpan
kayu-kayu. Kemudian jarak antara lantai hingga plafon bangunan sangat pendek sekitar 2 meter saja sehingga saat peneliti masuk kedalam industri kecil tahu
tersebut sangat pengap sekali. jendela hanya ada 3 dan berukuran kecil.
46
Observasi pada Industri Kecil Tahu Bapak Inat. Jakarta: 24 April 2016 Pukul 15.00 WIB
56 Sehingga serikulasi udara sangat kurang, selain itu kayu-kayu untuk bahan bakar
pun berserakan diluar industri sehingga mempersempit lahan.
47