Dampak Biopsikososial Dan Spiritual Anak Bermasalah Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak Dengan Permasalahan Psikososial Yang Ibunya Bekerja Di RW 013 Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan)

(1)

PSIKOSOSIAL YANG IBUNYA BEKERJA DI RW 013 KELURAHAN CILANDAK BARAT, JAKARTA SELATAN)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh :

TRIA ANJARWATI NIM: 1112054100020

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 September 2016


(5)

i

Tria Anjarwati

Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak dengan Ibu yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak yang Ibunya Bekerja di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan)

Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana dulu peran ibu bekerja hanya mengurus rumah tangga, kini ibu bahkan memiliki peran multi yaitu bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ibu bekerja akan berpengaruh pada aspek-aspek perkembangan anak baik itu bersifat positif ataupun negatif. Meskipun demikian, ibu yang bekerja harus memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak agar dapat tumbuh secara optimal dan tetap memiliki kelekatan serta mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya. Fenomena ibu bekerja saat ini memang sudah banyak terjadi bukan hanya di wilayah Cilandak Barat, melainkan sudah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dan mengetahui dampak yang ditimbulkan ketika ibu memilih bekerja dilihat dari perspektif biologis, psikologis, sosial dan spiritual anak.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik pemilihan informan yang peneliti gunakan adalah purposive sampling. Subyek pada penelitian ini adalah empat orang anak yang ditinggal ibunya bekerja, dimana keempat subyek ini memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keempat subyek ketika ibu bekerja cenderung mengalami permasalahan pada aspek kesehatan, psikologi, sosial dan spiritual seperti speak delay, kurangnya kemampuan anak dalam bersosialisasi, serta kurangnya kelekatan dengan orang tua. Selain itu kelekatan subyek yang ditinggal ibunya bekerja diketahui memiliki tipe kelekatan yang berbeda-beda. Dimana dua dari keempat subyek yang memiliki tipe kelekatanSecurepada ibunya.


(6)

ii

melimpahkan karunia-Nya kepada peneliti. Alhamdulillah hirabilalamin ungkapan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam Allah panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat dan umatnya

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus pada Anak dengan Permasalahan Psikososial yang Ibunya Bekerja di RW 01 Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik, masukan dan saran untuk menjadi tambahan agar lebih baik lagi. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk moril maupun materil. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M.Ed Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaemi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.


(7)

iii

Kesejahteraan Sosial. Terimakasih atas nasihat dan bimbingannya. 3. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku Dosen Pembimbing

untuk skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, membantu mengarahkan, dan selalu bersedia meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Seluruh Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial yakni Bapak Ahmad Zaky, M.Si, Ibu Ellies Sukmawati, M.Si, Ibu Nurhayati Nurbus, Bapak Ismet Firdaus, M.Si yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengetahuan khususnya tentang ilmu Kesejahteraan Sosial. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah memberikan ilmu yang berharga kepada peneliti dari awal hingga akhir perkuliahan.

6. Yang terhormat kepada Bapak Lurah Cilandak Barat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Staff kelurahan Cilandak Barat mba Vina dan mas Yudi yang telah banyak memberikan informasi data serta bantuan kepada penulis.

7. Kedua orangtua yang penulis hormati dan cintai, ayahku Landjar dan Ibuku Sri Utami yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan penulis dan memberikan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis. Dan terima kasih untuk kedua kakak kembarku, Kometa Riana dan Kometa Riani yang juga turut berperan dalam memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

8. Sahabatku yang kusayangi yakni Eka Puji Septiani, Aisyah Rahma Utami, Ira Rahmawati, Annisa Elfa Arianty, Saila Arimy, Nur Mila Afrilianida, Khusnul Fadilah, Dhika Alfianti, Annisa Dian Nur MS, Ratu Kurniasari yang telah banyak memberikan banyak sekali masukan, cerita suka dan duka, motivasi, support serta banyak pelajaran hidup yang penulis dapatkan selama ini. Tidak lupa juga


(8)

iv

dari awal sampai akhir perkuliahan.

9. Sahabat peneliti Mayangsari, Ibu Kristina, Dian Megawati, Putri Candra Dewi, Nelip Fiana, dan ibu Ratmi yang telah sabar dan setia membantu penulis selama penelitian ini, memberikan dukungan baik berupa moril dan materil. Terimakasih banyak.

Jakarta, September 2016


(9)

v

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 12

D. Metodologi Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Keluarga ... 25

1. Pengertian Keluarga ... 25

2. Orang tua ... 27

a. Pengertian orang tua... 27

b. Peran orang tua... 28

c. Ibu yang bekerja ... 30

3. Anak ... 32

a. Pengertian anak ... 32

b. Perkembangan anak dengan ibu yang bekerja ... 33

B. Biopsikososial... 35

1. Teori Biologis... 36

2. Teori Psikologis... 39


(10)

vi

4. Teori Sosial... 52

5. Teori Spiritual... 55

6. Indikator Assesment Biopsikososial Spiritual... 58

BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Kelurahan Cilandak Barat ... 60

1. Kondisi Geografis... 60

2. Kondisi Demografis ... 63

3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Cilandak Barat... 65

B. Profil Informan 1 ... 67

C. Profil Informan 2 ... 70

D. Profil Informan 3 ... 74

E. Profil Informan 4 ... 78

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan Lapangan ... 77

1. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Kesehatan Anak ... 91

2. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Psikologis Anak ... 83

a. Fase-fase Perkembangan Psikososial... 83

b. Faktor-faktor Psikososial ... 88

3. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Sosial Anak ... 97

4. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Spiritual Anak ... 109


(11)

vii

3. Kondisi Sosial Anak ... 117 4. Kondisi Spiritual Anak ... 119

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 121 B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA... 125


(12)

viii

Tabel 2 Karakteristik Informan ... 17

Tabel 2 Jumlah RT dan RW di Kelurahan Cilandak Barat ... 60

Tabel 3 Data Nama Pegawai dan Jabatan di Kelurahan Cilandak Barat ... 61


(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia secara berpasang-pasangan yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya. Untuk menjadikannya hubungan yang halal, di dalam Islam diwajibkan antara seorang laki-laki dengan perempuan melakukan ijab qabul yang lebih dikenal dengan pernikahan. Dan dari situlah akan terlahir individu-individu baru sebagai generasi penerus yaitu anak. Oleh karenanya kesatuan sistem ini disebut sebagai keluarga.

Keluarga merupakan lingkungan primer pada hampir setiap individu, dimana hubungan manusia yang paling intensif dan paling awal. Keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dimana setiap individu memiliki tugas, fungsi, tanggung jawab, dan kewajiban antara yang satu dengan yang lainnya. Keluarga tidak hanya memiliki fungsi sebagai penerus suatu keturunan, tetapi juga sebagai sumber pendidikan utama bagi seseorang, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual seorang individu diperoleh pertama kali dari orang tua dan anggota keluarganya.

Di dalam Al-Qur’an telah di jelaskan bahwa pemeliharaan anak adalah

tanggung jawab kedua orang tuanya sebagaimana tersebut dalam surat At-Tahrim ayat 6:1

1“Surah At

-Tahrim ayat 6”, artikel diakses pada 10 Februari 2016 dari


(14)

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Ayat tersebut menegaskan bahwa fungsi dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya pada hakekatnya ada dua macam, yaitu orang tua sebagai pengayom dan pendidik. Dalam mengasuh dan mendidik anak sebenarnya merupakan tanggung jawab kedua orang tua, bukan hanya ibu saja. Namun kenyataannya di kehidupan masyarakat, bahkan lingkungan sekitar kita memang ibu mengambil peran besar dalam mengasuh anak. Seletih-letihnya seorang ibu dalam mengurus rumah tangganya tetap saja peran seorang ibu dalam mengasuh anak lebih besar dibandingkan seorang ayah.

Peran dari orang tua sendiri sangatlah penting dan mempengaruhi tumbuh kembangnya. Orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, sosial, psikologis, emosional, pendidikan, kesehatan. Pola pengasuhan yang baik dengan menghargai dan mengerti anak, maka akan membentuk kepribadian yang baik pula untuk si anak dalam berinteraksi dengan orang lain.

Beberapa solusi yang ada saat ini adalah adanya ibu pengganti/pengasuh, dimana ibu pengasuh berperan untuk menjaga dan mendidik anak ketika orang tua mereka sedang bekerja.


(15)

Perlu diketahui bahwa sekarang ini, ekonomi sangat mempengaruhi tatanan kehidupan setiap keluarga. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebutuhan sandang, pangan, dan papan semakin hari semakin mahal. Himpitan ekonomi dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok merupakan permasalahan yang tidak dapat dihindarkan lagi, oleh karenanya banyak ibu-ibu yang memilih bekerja untuk membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Tentu saja ini akan berdampak pada perilaku sosial anak mereka, khususnya anak yang masih dalam tahap pertumbuhan. Anak membutuhkan perhatian yang lebih besar dan perlu pola pengasuhan yang baik dan benar agar pertumbuhannya dapat berkembang secara optimal. Sekarang ini di Indonesia kesetaraan gender bagi perempuan bidang ketenagakerjaan sudah mengalami peningkatan, baik di sektor formal maupun informal.

Menurut Sumber data BPS Provinsi DKI Jakarta No. 54/11/31/Th. XVII, 5 November 2015 secara keseluruhan struktur ketenagakerjaan di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Agustus 2015 telah mengalami perubahan. Pada bulan Agustus 2015, jumlah angkatan kerja tercatat 5,09 juta orang, meningkat sebanyak 28,74 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014 (meningkat 0,57 persen). Jumlah angkatan kerja perempuan meningkat sebesar 57,27 ribu orang sedangkan jumlah angkatan kerja laki-laki menurun sebesar 28,53 ribu orang.2 Jumlah ibu yang bekerja di wilayah RW 013 Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:3

2

Data ketenagakerjaan DKI Jakarta, artikel ini diakses pada 27 Januari 2016 dari

http://www.jakarta.go.id/v2/news/2015/11/keadaan-ketenagakerjaan-di-dki-jakarta-agustus-2015#.VrzM4NJ97IV.

3


(16)

Tabel 1

Jumlah Ibu yang Bekerja di RW 013 Kelurahan Cilandak Barat JakartaSelatan

Penelitian yang dilakukanCrouter di Amerika Serikat bahwa anak laki-laki yang umumnya punya hubungan istimewa dengan ibunya justru malas belajar dan tidak memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah karena ditinggal ibunya ke kantor. Penelitian yang dilakukan oleh Sarah Roberts dan Sharon Stein dari Ferrum College, Amerika Serikat juga menyebutkan bagi anak laki-laki sosok ibu menjadi pelajaran pertamanya tentang perempuan. Anak memperhatikan perilaku ibunya dan apa pun yang dikatakannya. Misalnya bagaimana ketika ibu menyiapkan beberapa hal untuknya sebelum

No RT Jumlah Ibu

Bekerja

1 001 41

2 002 29

3 003 10

4 004 30

5 005 20

6 006 51

7 007 33

8 008 15

9 009 18

10 010 17

11 011 25

12 012 20

13 013 60

14 014 17


(17)

berangkat kerja, apa yang ibu lakukan bersamanya sepulang kerja, termasuk hal-hal yang diajarkan padanya dalam keseharian.4

Seperti dua sisi mata uang, peran ibu yang bekerja juga bisa memberi efek positif pada anak laki-laki. Anak menyadari bahwa ibu bekerja keras untuknya, ini tentu memperdalam cintanya. Penelitian juga menunjukkan, anak-anak dari ibu yang bekerja lebih baik dalam mengelola sesuatu, lebih mandiri, dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Akan tetapi, ibu yang merasa bersalah karena menyukai pekerjaannya cenderung memanjakan anak-anaknya. Akibatnya bisa negatif, tidak saja bagi hubungan anak dengan teman sebaya namun juga pada prestasi anak di sekolah.

Seperti yang kita ketahui, anak merupakan anugerah dari Allah SWT. Haditono (dalam Damayanti, 1992) berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.5

Definisi anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.6

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya dan bahwa

4

“Dampak anak pada ibu yang bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016 dari

http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja. 5

Hastuti,Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), h.12. 6


(18)

anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Salah satu aspek yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu Psikologi Sosial. Psikologi sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, negara, lingkungan, organisasi dan sebagainya.7 Kebutuhan Psikososial mencakup cara seseorang berpikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian yang ada disekitarnya. Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang anak kedepannya. Jika anak tidak bisa melewati masa-masa perkembangan psikososial, sudah pasti akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Beberapa perkembangan psikososial dimana seseorang membutuhkan perhatian khusus dari orang tua dalam mengoptimalkan masa tumbuh kembangnya adalah fase anak. Pada fase ini anak akan mulai beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pada tahap awal kehidupan anak, mereka akan melewati fase balita dimana akan sepenuhnya bergantung pada orang lain. Perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi itu berdasarkan kesungguhan dan kualitas pengasuh (yang merawat) bayi tersebut. Selain itu anak akan cenderung aktif dalam segala hal, dimana orang tua dalam mendidik anak harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan

7

Sarlito W Sarwono dan Eko A Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h.3.


(19)

ruang gerak anak. Ketika anak-anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya akan menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu tersebut. Namun bila anak-anak mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri, sikap ini bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.

Tahap perkembangan menurut Erik Erikson, bahwa perkembangan yang kritis selama periode bayi ialah timbulnya rasa percaya terhadap orang lain. Mereka yang tidak melaluinya dengan baik akan kehilangan dasar rasa kepercayaan pada orang lain. Dalam tahun kedua, Erikson mengatakan anak-anak berusaha mendapatkan suatu perasaan otonomi dan kemandirian (independence) dari orang tua mereka.8 Kepribadian anak mulai terbentuk sejak usia 0-5 tahun, dimana pada masa itu anak akan belajar semua hal dari orang-orang yang ada disekitarnya. Jika orang tua sibuk bekerja dan kurang perhatian pada anak tentu akan berdampak pada perilakunya. Anak yang sering ditinggal orang tuanya bekerja tanpa memperhatikan tumbuh kembangnya dan mengabaikannya, anak dapat tertekan dan merasa tidak dibutuhkan serta kurang kasih sayang. Pola asuh ibu yang sibuk kerja dengan ibu yang tidak bekerja memang beda. Jika ibu bekerja tetapi kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak mereka, maka dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak. Bahkan dampak psikologis

8

Paul Henry Mussen, John janeway C, dkk. Perkembangan Dan Kepribadian Anak, (Jakarta: Penerbit Erlangga), h. 7.


(20)

yang lebih parah anak bisa mengalami masalah kesehatan, mereka bisa depresi.9

Aspek spiritual juga sangat mempengaruhi tahap tumbuh kembang anak. Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan dia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Seperti contoh kasus dalam penelitian ini yakni “KK” berjenis kelamin

perempuan sewaktu umurnya 5 tahun. Dia ditinggal oleh kedua orang tuanya bekerja. Ayahnya bekerja sebagai buruh, sedangkan ibunya menjadi pembantu

rumah tangga untuk menambah perekonomian keluarga. “KK” dijaga oleh 2 orang kakak perempuannya. Pagi hari, dia dijaga oleh kakak keduanya yang masuk sekolah siang hari kemudian kakak pertamanya akan bergantian

menjaganya ketika pulang sekolah siang harinya. Lingkungan rumah “KK”

termasuk rumah padat penduduk, saat itu ada seorang pendatang laki-laki berusia ±30 tahun yang mengontrak tidak jauh dari rumahnya. Suatu hari

9

“pengaruh psikologi anak yang ibunya bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.maureenbabymart.com/sibuk-kerja-waspadai-pengaruh-psikologi-anak-anda/.


(21)

“KK”menangis kesakitandibagian alat kelaminnya lalu dia dibawa oleh orang tuanya ke rumah sakit dan ternyata diketahui bahwa alat kelaminnya terdapat luka. Pihak kepolisian datang ke rumah untuk mengivestigasi dan diketahui pelakunya sudah melarikan diri dari rumah kontrakan tersebut.

Kasus kedua yang terjadi pada ”BP” berjenis kelamin laki-laki berumur ± 6 tahun, dia merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara. Kenakalan yang dilakukan diluar dari kenakalan anak-anak pada umumnya, dia pernah memalak anak SD, mengempeskan ban mobil tetangganya, merokok, berkata kasar, dan tidak mau sekolah. Dia ditinggal ibunya bekerja dan pernah dititipkan ke saudaranya selama seminggu oleh ibunya karena alasan tertentu.

Ketika ibu bekerja dan kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak mereka cenderung mempengaruhi biopsikososial, dan spiritual anak. Dampak yang ditimbulkan juga akan mempengaruhi hubungan antara anak dengan orang tua termasuk ibu yang bekerja serta lingkungan sosialnya.

Jika attachment antara ibu dan anak terganggu, akan kurang baik pengaruhnya terhadap perkembangan anak.10 Dalam kualitas hubungan, kelekatan (attachment) yang aman (secure) memainkan peranan penting dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam jalur positif.11

Namun jika dilihat dari kasus yang terjadi diatas ibu bekerja dapat memberikan dampak pada tahap pertumbuhan anak. Hal ini sejalan dengan

10

Munandar, SCU,Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1983), h. 76.

11

John W. Santrock,Perkembangan Anak,Edisi kesebelas,(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 133.


(22)

penelitian yang berjudul “Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Karang Kitri Kecamatan Bekasi

Timur” oleh M. Fatkhurrohman, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2002. Penelitian ini menerangkan bahwa sebagian besar anak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan perkembangan kognitif anak usia sekolah 7-10 tahun dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu bekerja tidak mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia sekolah. Dilihat dari ibu bekerja didapatkan bahwa pendidikan ibu yang bekerja separuh lebih (51%) berpendidikan S1. Jika dilihat dari segi ini tentunya faktor kognitif dan transfer ilmu kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak itu sendiri.

Kedua dari jurnal yakni “Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak” oleh Aries Suparmiati, Djauhar Ismail, Mei Neni Sitaresmi. Program Studi Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP. Isi dijelaskan bahwa ibu yang bekerja ada hubugannya dengan keterlambatan bicara pada anak, namun hal tersebut tidak menjadi faktor utama. Hal luaran pada ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak ditentukan juga pada kualitas pengasuh.

Jurnal ketiga yaitu “Hubungan antara status bekerja ibu dengan pencapaian

tumbuh kembang anak usia batita di kelurahan maasing kecamatan tuminting

kota manado” oleh Jeane Utina, Sofina Palamani dan Esther Tamunu.

Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado. Isi dijelaskan bahwa tumbuh kembang batita pada ibu yang bekerja maka stastus gizi batita


(23)

lebih berisiko kurang dibanding ibu tidak bekerja, kondisi ini terjadi karena ibu kurang waktu untuk memperhatikan tumbuh kembang anaknya.

Berawal dari sebuah kegalauan peneliti karena banyak sekali anak-anak di wilayah RW 013 kelurahan Cilandak Barat yang ibunya bekerja dan memiliki masalah dengan lingkungan sosialnya maupun prilakunya, walaupun tidak semua anak yang ditinggal ibunya bekerja akan memiliki masalah pada prilakunya. Oleh sebab itu, menarik bagi peneliti untuk melihat dan menggambarkan dampaknya dari aspek bio, psiko, sosial dan spiritualnya serta bagaimana kelekatan antara seorang anak dan ibu yang bekerja agar dapat memberikan dampak positif terhadap perilakunya. Maka dari itu peneliti akan mengambil tema penelitian dengan judul “Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak Dengan Permasalahan Psikososial yang Ibunya Bekerja di RW 013 Kelurahan Cilandak BaratJakarta Selatan)”.

Skripsi ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat tentang dampak yang dapat ditimbulkan ketika ibu memilih untuk bekerja tanpa memperhatikan atau memantau perkembangan anak, dilihat dari aspek biologis, psikologi, sosial dan spiritual juga bagaimana kelekatan yang terjadi antara ibu dan anak ketika ditinggal bekerja. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan positif agar orang tua dapat memberikan perhatian, kasih sayang, serta pola pengasuhan yang baik agar anak dapat tumbuh secara optimal dan berkualitas walaupun ibunya bekerja. Serta mampu berinteraksi sosial dengan lingkungan sosialnya dan membangun hubungan dengan orang lain secara positif.


(24)

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka penulis memilih 4 orang anak yang ibunya bekerja dan memiliki kasus tertentu di wilayah Cilandak Barat. Dimana penelitian ini hanya berfokus pada ”Dampak

Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak Yang Ibunya Bekerja di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta

Selatan)”.

2. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan masalah yaitu: Bagaimana dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui kondisi biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja.

2. Manfaat Penelitian a) Manfaat akademis

Memberikan sumbangan pengembangan pengetahuan bagi kompetensi pekerjaan sosial yang berkaitan dengan biopsikososial dan spiritual anak pada ibu yang bekerja.


(25)

b) Manfaat Praktis

Memberikan masukan dan saran kepada orang tua khususnya dalam pola pengasuhan tentang dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja. Menjadikan suatu rekomendasi atau masukan kepada kedua orang tua yang bekerja tentang bagaimana pola pengasuhan, status ekonomi orang tua, dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat bagi para ibu yang telah memutuskan untuk memilih bekerja dan menyewa pengasuh, agar lebih memperhatikan kemampuan pengasuh dan tetap menjaga komunikasi baik dengan pengasuh atau anak agar tidak ada miskomunikasi dalam menerapkan pola pengasuhan.

D. Metodelogi Penelitian

Metode Penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Metode penelitian ini kemudian dibagi menjadi:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam skripsi menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan Tailor dalam bukunya sebagaimana dikutip oleh Lexy J.Moleong, metodelogi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendapat ini diartikan pada latar dan individu secara utuh. Peneliti tidak


(26)

boleh mengisolasikan inividu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu gambaran sebagai dari suatu keutuhan.12

Penelitian kualitatif merupakan penelitian khusus objek yang tidak dapat diteliti secara statistik atau cara kuantifikasi.13 Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study). Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu “kesatuan sistem”.

Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terkait oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Studi kasus adalah penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna dan memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi. Kesimpulan studi kasus hanya berlaku untuk kasus tersebut. Tiap kasus bersifat unik atau memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan kasus lainnya.14

Dalam studi kasus, kasus yang diangkat biasanya kasus-kasus yang memiliki keunikan dapat berupa program, kejadian, aktivitas atau subjek

12

Dr. Lexy J.moleong, “Metodelogi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h.4.

13

M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.13.

14


(27)

penelitian.15 Peneliti akan mencoba mencari tahu dampak-dampak apa saja yang dirasakan anak pasca ditinggal ibu bekerja meliputi aspek psikososial dan spiritual dan bagaimana kelekatan anak dan ibu yang bekerja.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang akan menjadi tempat penelitian adalah sesuai dengan domisili para informan yaitu di wilayah Cilandak Barat. Waktu penelitian ini akan dilakukan dari bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Agustus 2016.

3. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan peneliti dalam pemilihan informan ialah purposive sampling. Pemilihan purposive sampling berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.16 Adapun ciri-cirinya pemilihan informan pertama ibu harus bekerja, kedua usia anak 0-18 tahun, ketiga anak memiliki permasalahan berdasarkan rekomendasi dari teman.

Dalam penelitian ini, jumlah informan yang digunakan berjumlah 4 (empat) orang anak. Peneliti pertama kali melakukan observasi di lingkungan tempat tinggal, lalu mencari informasi mengenai anak-anak yang bermasalah. Sampai akhirnya peneliti hanya memilih 4 subyek yang akan diteliti, pemilihan informan juga sesuai dengan ciri-ciri yang telah disebutkan diatas. Mereka adalah anak-anak dengan kasus tertentu,

15

Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, cet. 3, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 76.

16


(28)

permasalahan dilihat dari aspek psikososial maupun spiritual dimana kedua orang tuanya bekerja.

Informan pertama yaitu “BP” berjenis kelamin laki-laki, berusia 7

tahun dikarenakan “BP” mengalami penolakan oleh teman sebayanya karena pribadianya yang suka memukul, mudah marah bahkan sampai mengeluarkan kata-kata kasar terhadap orang tuanya ataupun

saudaranya. Informan kedua yaitu “AD” berjenis kelamin perempuan

merupakan anak yang sangat jarang bergaul atau bermain dengan teman-temannya bisa dikatakan dia menjadi asosial karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama adiknya dimana ibunya bekerja sebagai ART di Singapura. Informan ketiga adalah “KK” berjenis

kelamin perempuan merupakan murid sekolah dasar. Peneliti memilih dia sebagai informan dikarenakan “KK” pernah mengalami kekerasan

seksual ketika usianya ±3 tahun. Ketika itu orang tuanya bekerja sebagai buruh dan kakaknya masih sekolah SMP, sehingga kurang pengawasan dan perhatian membuat anak lepas kendali. Hal ini berdampak pada perilakunya salah satunya anak menjadi tomboy, prestasi belajarnya kurang baik ditandai dengan beberapa kali tidak naik kelas. Keempat adalah “RMR” berjenis kelamin laki-laki berumur ±6 tahun, dia merupakan anak tunggal. Usianya yang baru berumur 10 bulan, dia sudah ditinggal ibunya bekerja sehingga dalam kesehariannya dihabiskan bersama pengasuhnya. Namun pengasuhnya yang pertama

“P” hanya memberikan makan, minum dan memandikannya saja tanpa


(29)

pemberian stimulus kepada anak berpengaruh pada “RMR” yang belum

bisa bicara karena minimnya kosakata.

Oleh karena itu, peneliti memilih 4 orang anak yang memiliki permasalahan dan dampak negatif pada perilakunya. Selain itu peneliti juga akan menggali informasi yang diperoleh dari orang tua, dan pengasuh.

Keterangan informasi yang akan diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Karakteristik Informan

No Informan Informasi yang

dicari Jumlah

1. Anak yang ibunya bekerja. a. “BP” (7 tahun)laki-laki, anak

kedua dari dua bersaudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.

b. “AD”(11 tahun) perempuan, anak kedua dari dua saudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.

c. “KK” (13 tahun)perempuan, anak ke tiga dari tiga bersaudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.

d. “RMR” (6 tahun) laki-laki, beragama Islam dan berasal dari suku Padang.

Untuk mengetahui tentang biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja serta bagaimana kelekatan anak dengan ibu yang bekerja.

2 orang

2. Ibu yang bekerja di sektor informal. a. “SP” merupakan ibu dari

informan“BG” bekerja sebagai

pembantu rumah tangga dan penyalur pembantu.

b. “S”merupakan ibu dari informan “AD” bekerja sebagai TKI

Untuk mengetahui kondisi biopsikososial dan spiritual anak serta bagaimana kelekatan anak dengan ibu yang bekerja.


(30)

4. Sumber Data

Data primer diperoleh langsung dari partisipan atau sasaran penelitian yang berasal dari 2 orang anak yang ditinggal ibu bekerja, 4 ibu yang bekerja, serta 2 orang pengasuhdikarenakan “BP” dan “RMR”

belum bisa diwawancarai.

Data sekunder adalah sumber-sumber pendukung dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai literatur, buku-buku, perpustakaan, atau internet yang terkait dengan penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan

No Informan Informasi yang

dicari Jumlah

c. “I” merupakan ibu dari informan “KK”bekerja sebagai buruh cuci gosok.

d. “IM” merupakan ibu dari

informan “RMR”ibunya bekerja sebagai marketing asuransi. 3. Pengasuh.

a. “bule” sebagai pengasuh dari “AD”

b. “B” sebagai pengasuh dari “RMR”

Mengetahui perubahan dan perkembangan anak selama ibunya bekerja sebagai TKI di Singapura.

2 Orang


(31)

mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.17

Inti observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur.18

Teknik observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipatif. Metode ini merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh para warga yang ditelitinya.

b. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.19 Dimana sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara terlebih dahulu.

Metode wawancara dipilih karena peneliti akan menggali informasi secara mendalam dari para informan tentang aspek biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja. Selain itu peneliti juga akan menggali informasi dari sumber-sumber yang sudah ditentukan seperti subyek (anak), orang tua, dan pengasuh.

17

M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165.

18

Haris Herdiansyah,Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 131. 19


(32)

Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Lisa O’Reilly dan Pat

Dolan bahwa metode role play merupakan elemen penting untuk menggali permasalahan pada anak.20Oleh karena itu dalam menggali permasalahan pada anak, penelitian menggunakan metode bermain seperti bermain game, menonton kartun kesukaannya dan menggambar untuk menggali informasi.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.21 Beberapa teknik dokumentasi yang digunakan seperti peninggalan tertulis, foto-foto, rekam medis, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, teori maupun literatur lainnya.

6. Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Sebagai suatu proses mengatur

20

“The Voice of the Child in Social Work Assessment: Age-Appropriate Communication with Children” artikel ini diakses pada 7 Oktober 2016 dari

https://bjsw.oxfordjournals.org/content/46/5/1191.full?sid=fc985d3b-0034-41a3-ab50-3c43e6088468

21


(33)

urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar. Analisis data ini meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan lalu diverifikasi.22

Tahap pertama proses reduksi data, dimana analisis yang dikerjakan oleh peneliti selama proses ini adalah melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar dan cerita-cerita yang sedang berkembang. Pada tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses hingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok, dan pola-pola data. Tahap ketiga yaitu proses menarik kesimpulan dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposi.

Berdasarkan keterangan diatas, maka setiap tahap dan proses dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan bentuk dokumen pribadi, gambar, foto, dsb, melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi. Teknik analisis ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam menganalisis dan menggambarkan mengenai dampak biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja yang juga dilihat melalui pola asuh, status ekonomi

22

M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 306.


(34)

orang tua, dan lingkungan. Serta bagaimana kelekatan yang terjalin antara seorang anak dengan ibu yang bekerja.

7. Teknik Keabsahan Data

Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodelogi Kualitatif dalam menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.23

Teknik keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber dan metode. Triangulasi yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi sumber membandingkan apa yang dikatakan didepan umum dengan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

8. Tinjauan Pustaka

Sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, penulis melakukan tinjauan pustaka agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya.

Skripsi pertama membahas tentang “Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Karang Kitri Kecamatan Bekasi Timur” oleh M. Fatkhurrohman, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh ibu bekerja

23

Dr. Lexy J.moleong, “Metodelogi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 330.


(35)

terhadap perkembangan anak, dimana sampel nya diambil dari SD Bani Saleh 1 Bekasi, berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata usia 7-10 tahun. Penelitian ini menerangkan bahwa sebagian besar anak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan perkembangan kognitif anak usia sekolah 7-10 tahun dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu bekerja tidak mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia sekolah. Dilihat dari ibu bekerja didapatkan bahwa pendidikan ibu yang bekerja separuh lebih (51%) berpendidikan S1. Jika dilihat dari segi ini tentunya faktor kognitif dan transfer ilmu kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak itu sendiri

Kedua dari Jurnal yang berjudul “Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak” oleh Aries Suparmiati, Djauhar Ismail, Mei Neni Sitaresmi. Program Studi Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP.

Ketiga dari jurnal yang berjudul “Hubungan antara status bekerja

ibu dengan pencapaian tumbuh kembang anak usia batita di kelurahan maasing kecamatan tuminting kota manado” oleh Jeane Utina, Sofina

Palamani dan Esther Tamunu. Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado.

9. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disajikan kedalam 5 Bab, berikut adalah sistematika penulisan skripsi:

BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,


(36)

Metodologi Penelitian (terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subyek dan informan, sumber data, teknik analisis data, teknik keabsahan data), serta Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori, mengemukakan tentang keluarga, tentang anak, serta aspek psikososial dan spiritual.

BAB III Gambaran Umum,meliputi profil dari empat orang informan, yaitu anak yang ibunya bekerja, melihat seberapa besar pertumbuhan dan perkembangan anak yang ibunya bekerja berpengaruh pada psikososial dan spiritual anak, serta untuk melihat bagaimana kelekatan antara anak dan ibu yang bekerja.

BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis Data, memuat tentang temuan-temuan dan analisis yang mendukung secara garis besar mengenai dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja serta bagaimana kelekatan yang terjalin antara seorang anak dan ibu yang bekerja.

BAB V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(37)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan primer pada hampir setiap individu, dimana hubungan manusia yang paling intensif dan paling awal. Setiap keluarga adalah suatu sistem yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan tidak pernah hanya satu arah.24 Dalam analisis kultur-historis menunjukkan bahwa fungsi sosialisasi keluarga masih dibutuhkan oleh anak kecil dan anak pada masa sekolah.

Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Keluarga berkualitas merupakan keluarga yang memenuhi ciri sebagai keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.25

Koerner dan Fitzpatrick, membagi definisi keluarga berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:

• Definisi struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarganya, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Dari perspektif ini termasuk didalamnya keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga sebagai wahana

24

John W. Santrock,Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 157. 25

Asep U. Ismail,Al-Qur’andan Kesejahteraan Sosial, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 151.


(38)

melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).

• Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu.

• Definisi transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.26

Hill mengatakan bahwa keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.27 Jaringan yang dimaksud yaitu terdiri dari kerabat yang masih memiliki hubungan darah, juga mencakup kerabat fiktif, seperti sahabat keluarga.

Fungsi keluarga yaitu melahirkan dan merawat anak, menyelesaikan masalah, dan saling peduli antaranggotanya tidak berubah substansinya dari masa ke masa.28Bagaimana keluarga melakukannya dan

26

Sri Lestari,Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 5.

27

Sri Lestari,Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 6.

28

Sri Lestari,Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 5.


(39)

siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut dapat berubah dari masa ke masa dan bervariasi di antara berbagai budaya.

Menurut Berns, keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu: Pertama, reproduksi yaitu dimana keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam masyarakat. Kedua, Sosialisasi/edukasi yaitu keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda. Ketiga, Penugasan peran sosial yaitu keluarga memberikan identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender. Keempat, Dukungan ekonomi yaitu keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan, dan jaminan kehidupan.Kelima,Dukungan emosi/pemeliharaan yaitu keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak.29

2. Orang Tua

a. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.30

Orang tua memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan anak dengan membantu kontak antara anak dengan teman bermainnya yang potensial. Anak dari orang tua yang mengatur

29

Sri Lestari,Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 22.

30

UU no 23 tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak,(Bandung: Fokus Media, 2014), h. 3.


(40)

kontak dengan teman sebaya memiliki jumlah teman bermain di luar sekolah yang lebih banyak daripada anak dari orang tua yang kurang aktif dalam mengatur kontak ini (Ladd, LeSeuir, & Profilet, 1993).31 b. Peran Orang Tua

Peran orang tua direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik dengan peran lainnya dalam kehidupan. Cara untuk mengkonseptualisasikan peran orang tua adalah memandang orang tua sebagai manajer kehidupan anak, contoh pada masa bayi yaitu dengan membawa anak ke dokter dan mengatur pengasuhan anak.

Pada masa anak-anak, peran manajerial mungkin berupa menentukan preschool mana yang harus dimasuki anak, mengerahkan anak agar memakai pakaian yang bersih dan menjauhkan mainan, serta menyusun aktivitas anak setelah sekolah. Pada masa dewasa, peran manajerial mungkin mencakup menetapkan jam malam dan memantau kuliah dan minat karier si anak. Dari bayi melalui masa remaja, ibu lebih cenderung melakukan peran manajerial dalam pengasuhan daripada ayah.

Peran ibu adalah bahwa di banyak keluarga, tanggung jawab utama atas anak, maupun pekerjaan rumah tangga dan bentuk lainnya dari

“pekerjaan keluarga” masih dibebankan di pundak ibu. Peran ayah

bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan mengontrol anak-anak yang lebih tua dan mencari nafkah bagi keluarga, ayah juga dinilai

31


(41)

dalam hal keterlibatan aktifnya dalam mengasuh anak (Day & Lamb, 2004).32

Orang tua yang baik menyesuaikan diri terhadap perubahan perkembangan anak tersebut. Pada tahun pertama, interaksi orang tua anak bergeser dari fokus yang lebih besar pada perawatan rutin, seperti memberikan makan, mengganti popok, memandikan, dan menenangkan, ke aktivitas yang tidak berkaitan dengan perawatan misalnya bermain dan pertukaran visual-vokal.33 Di tahun kedua dan ketiga kehidupan anak, orang tua seringkali menerapkan disiplin dengan memanipulasi fisik yaitu dengan menjauhkan anak dari aktivitas yang membahayakan ke tempat yang mereka inginkan, mereka kadang-kadang memukul. Namun, ketika anak semakin besar, orang tua mulai mengajarkan logika, memberikan nasihat moral, dan memberikan atau mencabut hak-hak khusus. Ketika anak memasuki masa sekolah dasar, orang tua menunjukkan kasih sayang fisik yang semakin sedikit.

Interaksi orang tua-anak pada awal masa kanak-kanak berfokus pada hal-hal seperti kerendahan hati, aturan tidur, pengendalian amarah, perkelahian dengan saudara, dan teman sebaya, perilaku dan tata cara makan, kebebasan dalam berpakaian, dan mencari perhatian.34

32

John W. Santrock, Perkembangan Anak,Edisi ketujuh (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 194.

33

John W. Santrock,Perkembangan Anak,Edisi kesebelas (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 164.

34

John W. Santrock,Perkembangan Anak,Edisi kesebelas (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 165.


(42)

Namun seiring perkembangan zaman bukanlah hal yang mustahil bagi ibu untuk bekerja. apalagi di Indonesia telah ada RUU tentang Kesetaraan Gender. Seperti yang dijelaskan dalam teori Feminisme Marxis yang menjelaskan bahwa subordinasi perempuan melayani kebutuhan akan kapitalisme. Dalam hubungan ekonomi dan karakteristik gagasan dari mode kapitalisme produksi yang seharusnya mencari struktur ketidaksetaraan yang secara tidak adil menghambat kehidupan perempuan, kebalikan dari kehidupan laki-laki yang serba menikmati keuntungan dan kelebihan. Solusi untuk masalah penindasan terhadap kaum perempuan itu terletak pada penghancuran kapitalisme.35 Solusi untuk masalah penindasan terhadap kaum perempuan itu terletak pada penghancuran kapitalisme.36

c. Ibu Yang Bekerja

Dalam Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah.

Menurut Munandar pengertian daripada ibu yang bekerja yaitu bahwa pada ibu yang bekerja aktivitasnya meliputi kegiatan yang bersifat melayani suami dan anak, juga ikut bekerja untuk menambah penghasilan.

Menurut Achir, pada ibu yang bekerja selain menunjukkan fungsinya dalam kehidupan rumah tangga, ia juga melakukan kegiatan secara teratur atau sinambung dalam suatu jangka waktu tertentu,

35

Siti Napsiyah A, Lisma Diawati F,Belajar Teori Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 116.

36


(43)

dengan tujuan yang jelas yaitu untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk benda, uang, jasa, maupun ide.37

Faktor-faktor yang menyebabkan ibu bekerja yaitu untuk mengurangi beban ekonomi keluarga, untuk menambah penghasilan, menghindari kebosanan, mengisi waktu yang kosong, untuk mengembangkan dirinya, menggilai kerja (workaholic), untuk memanfaatkan skill atau keahlian yang ia punya, dan untuk ekonomis tidak tergantung dari suaminya.38 Namun ada juga ibu yang memang merupakan pekerja keras. Filosofi pekerja keras merupakan sesuatu

yang khas yang terjadi di dunia ‘Timur’. Faktornya bisa karena suatu

kultur atau mungkin juga karena memang lingkungan alam yang membuat orang-orangnya ulet.39

Selain itu alasan yang menyebabkan ibu memilih untuk bekerja yakni karena adanya dukungan/motivasi dari suami ataupun anaknya. Menurut Herzberg yang dimaksud dengan motivasi adalah kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).40

37

Munandar, SCU,Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1983), h. 23.

38

Munandar, SCU,Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, h. 47.

39

Rudy Tantra, “Work Hard or Work Smart”, artikel ini diakses pada 4 Mei 2016 dari

http://m.kompasiana.com/rudytantra88/work-hard-or-work-smart_552e37c06ea83473238b45b4 40“Teori

-teori motivasi”, artikel ini diakses pada 29 Agustus 2016 dari


(44)

Dari pengertian dan faktor yang menyebabkan seorang ibu memilih untuk bekerja, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Kesejahteraan sosial yakni suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup yang bersifat mendasar, yang dikenal sebagai lima pilar kesejahteraan sosial. Kelima pilar itu antara lain mencakup makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan.41

3. Anak

a. Pengertian Anak

Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Banyak dari para ilmuan mendefinisikan arti Anak dalam sebuah keluarga, juga di dalam UUD 1945 dijelaskan pengertian, hak-haknya, dan perlindungan dari segi hukum dalam mensejahterakan kehidupan anak. Definisi anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.42

Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.43 Anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan

41

Asep Usman Ismail,Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 283.

42

Undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokus Media, 2014), hal.3. 43


(45)

ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan.

Haditono berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.44

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar, bahwa anak adalah anugerah dari Tuhan yang berusia 0-18 tahun, yang membutuhkan kasih sayang, pendidikan, serta perlakuan yang layak untuk tahap tumbuh kembangnya agar menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas di masa depan.

b. Perkembangan Anak dengan Ibu Yang Bekerja

Dalam beberapa penelitian dikatakan, bahwa seperti dua sisi mata uang, peran ibu yang bekerja juga bisa memberi efek positif pada anak laki-laki. Anak menyadari bahwa ibu bekerja keras untuknya, ini tentu memperdalam cintanya. Penelitian juga menunjukkan, anak-anak dari ibu yang bekerja lebih baik dalam mengelola sesuatu, lebih mandiri, dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Akan tetapi, ibu yang merasa bersalah karena menyukai pekerjaannya cenderung memanjakan anak-anaknya. Akibatnya bisa negatif, tidak

44


(46)

saja bagi hubungan anak dengan teman sebaya namun juga pada prestasi anak di sekolah.45

Anak yang sering ditinggal ibunya bekerja, akibat yang dapat ditimbulkan bagi perkembangan si anak biasanya, dia akan sering tertekan, merasa tidak dibutuhkan dan kurang kasih sayang. Apalagi jika orang tua terlebih ibu yang karena kelelahan dan memiliki masalah di kantor, tidak dapat mengontrol emosinya dan bersikap marah-marah maka keadaan seperti ini sangat berisiko bagi psikologis anak.

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Seperti yang diungkapkan oleh Santrock bahwa pengetahuan mengenai kosakata pada hakekatnya merupakan bagian dari tes intelegensi, dan sama pentingnya dengan aspek perkembangan bahasa lainnya yang merupakan aspek penting dari intelegensi anak.46

Jika dalam pengasuhan sampai terjadi perlakuan salah terhadap anak, maka akan berakibat pada perkembangannya seperti pengendalian emosi yang buruk, masalah keterikatan, masalah dengan hubungan peer group, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan masalah psikologis lainnya. Juga akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan

45

“Dampak anak pada ibu yang bekerja” artikel diakses pada 4 Februari 2016 dari

http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja. 46

John W. Santrock,Masa Perkembangan Anak, Buku 2 Edisi 11, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 216.


(47)

diri, dan cenderung terlalu agresif terhadap teman sebaya atau bahkan menghindari interaksi dengan teman sebaya.47

Ketika perkembangan menjadi salah seperti yang dijelaskan di atas, sebenarnya ibu bukanlah penyebab tunggal dari masalah tersebut karena ayah juga berkewajiban untuk mendidik dan mengasuh anak. Perkembangan sosial anak, dapat diuntungkan dari interaksi dengan ayah yang menyayangi, terbuka, dan dapat diandalkan yang dapat memberi rasa percaya dan kepercayaan diri.48 Kerjasama ayah dan ibu yang saling menghargai menolong anak membangun sikap yang positif terhadap laki-laki maupun perempuan.

B. BIOPSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL

Dalam praktik pekerja sosial, intervensi dibagi menjadi 3 yaitu intervensi mikro (individu), mezzo (kelompok) dan makro (masyarakat). Biopsikososial (biopsikososial approach) merupakan alat untuk melakukan assessment, yang menekankan pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial. Pendekatan ini digunakan untuk mengakses berbagai situasi dalam konteks komunitas, keluarga, dan lingkungan sosial yang lebih luas. Situasi dipahami sebagai gabungan antara faktor-faktor fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Dengan kata lain kebutuhan manusia dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut dipandang sebagai kesatuan yang saling

47

John W. Santrock, Perkembangan Anak,Edisi ketujuh, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 173.

48

John W. Santrock,Perkembangan Masa Hidup, Edisi kelima, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), h. 121.


(48)

terkait.49Biopsikososial adalah berkaitan dengan interelasi antara gejala-gejala biologis dengan gejala-gejala sosial. Keduanya bersifat sosial dan biologis secara alami.50

1. Teori Biologis

Teori Biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta otak.51 Proses biologis menghasilkan perubahan pada tubuh seseorang. Gen yang diwarisi orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi badan dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormon pada masa puber mencerminkan peran proses biologis dalam perkembangannya.52 a. Otak

Perkembangan otak dan sistem syaraf merupakan salah satu perkembangan fisik yang paling penting selama masa awal anak-anak. ketika anak-anak mencapai usia 3 tahun, ukuran otaknya adalah ¾ otak orang dewasa. Pada usia 5 tahun otak anak telah mencapai hampir 90 persen berat otak orang dewasa, berat total anak seusia 5 tahun hanya sekitar 1/3 dari beratnya pada saat anak mencapai masa dewasa.53

Beberapa pertambahan ukuran otak disebabkan oleh pertambahan jumlah dan ukuran urat syaraf yang berujung dan didalam dan di antara daerah-daerah otak. Beberapa pertumbuhan otak disebabkan oleh proses

49

Albert R. Roberts dan Gilbert J. Green,Buku Pintar Pekerja Sosial(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), h.13-14

50

J.P Chaplin,Kamus Lengkap Psikologi,(Jakarta: Rajawali Pers, 1981), cet. 7, h. 60. 51

Edi Suharto, ed.,Pekerja Sosial Klinis, (Jakarta: Pustaka Societa, 2008), h. 57-59. 52

Santrock, Perkembangan Anak(Jakarta: Erlangga, 2007), h.18. 53

John W. Santrock,Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 224.


(49)

myelinasi, yaitu suatu proses dimana sel-sel urat syaraf ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Peningkatan kematangan otak menyumbang bagi peningkatan kemampuan kognitif.

b. Genetika

Proses biologis menghasilkan perubahan pada tubuh seseorang. Gen yang diwarisi dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormon pada masa puber mencerminkan peran proses biologis dalam perkembangan. Seorang anak akan mewarisi gen dari kedua orangtuanya. Genotipe (genotype) ialah warisan genetic seseorang, bahan genetik yang sebenarnya. Fenotipe (phenotype) ialah cara genotipe individu yang diekspresikan dalam karakteristik yang dapat diamati dan diukur. Mencakup sifat-sifat fisik, seperti tinggi, berat, warna mata, dan warna kulit serta karakteristik psikologis. Penampilan meliputi cara berbicara, kehangatan, respon awal terhadap wawancara, ekspresi tubuh, dll.54 Berikut adalah kondisi yang mempengaruhi ukuran tubuh:55

1) Pengaruh Keluarga

Yang dimaksud disini dalah faktor keturunan. Dimana seorang anak akan mewarisi gen dari kedua orangtuanya. Genotipe (genotype) ialah warisan genetic seseorang, bahan genetik yang sebenarnya. Fenotipe (phenotype) ialah cara genotipe individu yang diekspresikan dalam karakteristik yang dapat diamati dan

54

John W. Santrock,Live Spain Development, h. 91. 55


(50)

diukur. Mencakup sifat-sifat fisik, seperti tinggi, berat, warna mata, dan warna kulit serta karakteristik psikologis.56

2) Gizi

Anak-anak yang memperoleh gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat. Hal ini bisa dilihat misalnya dari riwayat kesehatan anak.

3) Jenis kelamin

Anak laki-laki biasanya tumbuh lebih tinggi dan lebih berat daripada wanita. Kecuali pada usia 12 dan 15 tahun, anak perempuan biasanya akan sedikit lebih tinggi dan berat daripada anak laki-laki. Terjadinya perbedaan berat dan tinggi tubuh ini karena bangun tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda dari anak perempuan.

4) Kecerdasan

Hampir selalu sama, anak yang kecerdasannya tinggi biasanya lebih gemuk dan berat daripada anak yang kecerdasannya rendah.

5) Status sosial ekonomi

Anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah cenderung akan lebih kecil daripada anak lainnya.

6) Kesehatan

Meliputi diagnosis kesehatan apa yang diterima oleh anak, apakah anak telah berkonsultasi dengan sumber lain tentang jenis

56


(51)

penyembuhan untuk masalah kesehatannya? Apakah klien sedang menggunakan obat? Catatan kesehatan dan pengobatannya. Apakah status kesehatannya merupakan masalah dalam rencana pelayanan?57

2. Teori Psikologis

Gardner Murphy (1929), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.58 Permasalahan psikologis yang terjadi pada masa anak-anak biasanya menyangkut masalah gejolak emosional, masalah kognitif dan memiliki masalah relasi dengan orang-orang yang ada disekitarnya dimana keluarga maupun teman sebaya juga ikut berperan mempengaruhinya. Psikologi digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi emosi anak, kesehatan jiwa seperti trauma, gangguan kognitif, pengalaman tentang trauma, kekerasan, lalu faktor resiko keselamatan apa yang ada saat ini?59

a. Emosi

Emosional selama masa kanak-kanak sangat kuat, dimana anak-anak akan mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit

57

Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari

http://bettercarenetwork.org/sites/default/files/BPSS_guideline.pdf 58

Sarlito W. Sarwono,Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 6. 59

Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari


(52)

dibimbing dan diarahkan.60 Emosi pada anak dapat dilihat dari cara berbicara, respon terhadap suatu masalah, pola pikir anak, dan pikiran-pikiran anak pada situasi yang dihadapi.61

1) Perkembangan emosi

Emosi yang kuat pada periode anak-anak dapat disebabkan oleh kelemahan akibat lamanya bermain, tidak mau tidur siang, dan makan terlalu sedikit. Emosi yang tinggi dimasa awal anak-anak ditandai oleh ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat, dan iri hati yang tidak masuk akal. Emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah fisiologis. Emosi sendiri pada dasarnya tidak memaksa kita untuk bertingkah laku secara tertentu. Tetapi arti yang kita berikan kepada emosi itu dapat mengarahkan kita kepada tingkah laku tertentu.

2) Pola-pola emosi

Banyak faktor yang mempengaruhi kuat dan seringnya emosi dalam awal masa kanak-kanak. Ledakan amarah misalnya mencapai puncaknya antara usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah langsung tidak terlampau dan berubah menjadi merajuk, merenung. Rasa takut juga mengikuti pola yang sama, sebagian karena anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti ternyata tidak menakutkan dan sebagian karena adanya tekanan sosial yang menyebabkan ia merasa harus menyembunyikan ketakutannya. Sebaliknya cemburu mulai

60

Elizabeth B. Hurlock,Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 114.

61

Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari


(53)

sekitar dua tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya anak.62

b. Konsep Berpikir

Plato mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas ideasional. Jadi, berpikir adalah suatu aktivitas, karenanya subyek yang berpikir itu aktif. Aktivitas itu sendiri sifatnya ideasional, artinya menggunakan abstraksi-abstraksi (ideas) dan bukan aktivitas sensoris atau motoris, tetapi dapat disertai oleh kedua aktivitas itu.63

Berpikir adalah proses yang dinamis. Sedangkan bagaimana proses berpikir itu langsung, para ahli mengemukakan dengan istilah yang berbeda. Menurut Suryabrata, proses berpikir dapat dibagi menjadi tiga langkah, yaitu:

1) Pembentukan pengertian, 2) Pembentukan pendapat, 3) Pembentukan kesimpulan.

3. Teori Psikososial

Psikologi sosial merupakan ilmu merupakan ilmu teoretik, juga merupakan ilmu terapan. Psikologi Sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, negara,

62

Elizabeth B. Hurlock,Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 139.

63

MIF Baihaqi,Psikiatri: Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 91.


(54)

lingkungan, organisasi dan sebagainya.64 Sherif & Muzfer (1956) Psikologi Sosial ialah ilmu tentang pengalaman dan prilaku individu dalam kaitannya dengan situasi stimulus sosial.65

Jadi, Psikologi sosial adalah Ilmu yang membahas tentang perilaku manusia dan lingkungan sosialnya. Kebutuhan Psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya. Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang anak kedepannya, berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak:

a) Fase-fase Perkembangan Psikososial

Menurut Erik H. Erickson, berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Fase-fase perkembangan psikososial dibagi dalam 8 tahap yang saling berurutan sepanjang hidup, yaitu sebagai berikut :

1) Rasa Percaya versus Rasa Tidak Percaya(Trust vs Mistrust) Krisis ego yang pertama oleh Erikson disebut sebagai

“Rasa Percaya vs Rasa Tidak Percaya” yaitu tahap bayi (lahir

hingga 18 bulan). Dalam tahap ini, anak berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan, kehangatan, dan ekskresi yang

64

Sarlito W. Sarwono,Pengantar Psikologi Umum, h. 3. 65


(55)

menyenangkan. Jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa. Akan tetapi, gangguan pada tahap ini dapat membuat sang anak mengembangkan rasa tidak percaya dan terabaikan. Anak yang memiliki ibu tidak tanggap dalam merespons tangisan kelaparannya, atau jarang menggendongnya, biasanya mengalami perasaan tidak aman dan selalu merasa curiga terhadap lingkungan dan perasaannya bahwa dunia tidak dapat dipercaya. Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa oranglain berusaha mengambil keuntungan darinya, atau merasa bahwa teman-temannya tidak dapat dipercaya untuk menjaga rahasia.

2) Otonomi versus Perasaan Malu dan Keragu-raguan(Autonomy vs Shame & Doubt)

Yaitu masa kanak-kanak awal (2 hingga 3 tahun). Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Resolusi yang sukses dari tahapan ini akan menghasilkan anak yang dapat mengetahui perbedaan antara benar dan salah, dan hampir selalu


(56)

berlebih dari orang tua yang sering memberikan hukuman akan

membuat anak mengembangkan perasaan “saya selalu salah...saya

selalu tidak baik... saya tidak tahu bagaimana cara menjadi sukses dan berhasil” dalam dirinya.

3) Inisiatif versus Kesalahan(Initiative vs Guilt)

Yaitu masa prasekolah (3 hingga 5 tahun). Anak yang berhasil melewati tahap ini akan tahu bahwa ia merupakan individu independen dan mandiri, tetapi hanya sekedar itu. Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan tindakannya. Selain itu, dalam tahap ini anak juga belajar bagaimana bersosialisasi dengan teman sebayanya. Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut untuk mengejar mimpi-mimpi dan kemungkinan-kemungkinan yang ia bayangkan. Jika perasaan semacam ini tidak dihilangkan, sang anak tidak akan dapat mengambil inisiatif atau membuat keputusan, memiliki rasa percaya diri rendah, dan tidak mau mengembangkan harapan-harapan ketika ia dewasa. Penelitian mengenai hal ini menegaskan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang disfungsional (mengalami gangguan) nantinya akan memiliki masalah harga diri.

4) Produktif versus Inferioritas(industry vs inferiority)

Yang terjadi pada usia sekolah (6 hingga 11 tahun). Pada tahap ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan tugas, khususnya tugas-tugas


(57)

akademis. Pada masa ini juga anak berkembang kamampuan berpikir deduktif, disiplin diri dan kemampuan berhungan dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu akan meningkat. Penyelesaian yang sukses pada tahap ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang ia peroleh. Sebaliknya, anak mungkin akan kehilangan harapan, merasa cukup, menarik diri dari sekolah dan teman sebaya. Anak yang tidak mampu melewati tahap ini dengan baik akan merasa inferior, seolah-olah ia tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa yang diraih oleh teman-teman sebayanya.

5) Identitas versus Kebingungan Peran (Identity vs Role Confusion)

Yaitu masa remaja (12 hingga 18 tahun). Pada tahap ini, remaja bereksperimen dengan berbagai macam peran yang berbeda, sambil mencoba mengintegrasikannya dengan identitas yang ia dapatkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Dalam tahap ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat yang bersifat menyesuaikan diri. Anak mulai menyadari sifat-sifat kesukaan dan ketidaksukaannya. Jika berhasil pada tahapan ini akan menciptakan individu yang memiliki perasaan akan diri yang jelas dan multifaset, seseorang yang telah berhasil menyatukan banyak


(58)

keadaan memalukan dari masa remaja dapat menyebabkan adanya kebingungan identitas dan ketidakpastian mengenai kemampuan, asosiasi dan tujuan masa depan individu yang disebut sebagai krisis identitas. Kegagalan pada masa ini menyebabkan anak kebigungan peran, sering muncul perasaan keragu-raguan dan bahkan menarik diri dari lingkungan.

6) Keintiman versus Isolasi(Intimacy vs Isolation)

Yaitu masa dewasa muda (19 hingga 40 tahun). Orang dewasa muda pada tahap ini, akan mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam. Tujuan dalam tahap ini adalah mencari hubungan dengan sesama yang memiliki banyak kesamaan, khususnya untuk membentuk hubungan asmara dengan pasangan. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan menciptakan rasa kesepian, alih-alih cinta. Beberapa orang mungkin tidak mampu membentuk hubungan yang intim

sama sekali, sehingga ia menjadi orang yang “kesepian” atau mulai

membentuk banyak hubungan yang dangkal.

7) Generativitas versus Stagnasi (Generativity vs Stagnation) Yaitu masa dewasa menengah (40 hingga 65 tahun). Pada tahap inilah individu mulai menyerahkan dirinya dengan orang lain, dalam bentuk seperti membesarkan dan mengasuh anak. Namun juga dapat berbentuk beberapa kegiatan lain, seperti kegiatan sosial. Idenya dalah memberikan sesuatu pada dunia


(59)

sebagai balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi penerus dimasa depan. Seseorang yang telah mencapai tujuan-tujuan hidupnya yang bersifat materiil akan menetapkan tujuan-tujuan baru bagi dirinya sendiri, yaitu tujuan dalam wujud perilaku menolong sesama. Ketidakmampuan untuk memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga dan membosankan. Individu seperti ini mungkin berhasil memperoleh tujuan-tujuan duniawi, tetapi di balik kesuksesannya itu hidup terasa tidak berarti.

8) Integritas versus Keputus-asaan (Ego Integrity vs Despair) Yaitu masa dewasa akhir (65 tahun hingga mati). Pada tahap usia lanjut ini, individu memperoleh kebijaksanaan dari pengalaman-pengalaman hidupnya, dan mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat makna, ketentraman, dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa menyenangkan, dan pencarian saat ini adalah mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam melewati tahap ini akan menyebabkan munculnya rasa putus asa: saya belum meyelesaikan apa yang saya inginkan dalam hidup ini, dan sekarang semuanya sudah terlambat.66

b) Faktor-faktor Psikososial

66

Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack,Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 157.


(60)

Faktor-faktor yang mempengaruhi psikososial yaitu pola asuh serta kasih sayang dari orang tua, status ekonomi orang tua, lingkungan sekolah, hubungan dengan anak lain. Yang dijelaskan sebagai berikut: 1) Pola Asuh dan Kasih Sayang dari Orang Tua

Orang tua merupakan area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi anak-anak, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Selain kelekatan antara orang tua dan anak, pola asuh yang diterapkan orang tua ke anak akan mempengaruhi perilaku anak di masa depan. Apakah di masa yang akan datang anak akan berprilaku positif atau negatif, itu tergantung dari pola asuh yang diterapkan orang tua pada masa kecilnya.

Terdapat 4 jenis pola pengasuhan orang tua menurut Diana Baumrind (1971), yang dijelaskan sebagai berikut:

a) Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)

Adalah pola yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua menghukum dan mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berprilaku agresif (Hart dkk., 2003).


(61)

b) Pengasuhan Otoratif (Authoritatif Parenting)

Yaitu pola pengasuhan dengan mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak. Anak dengan orang tua yang otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi; maka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik.

c) Pengasuhan Yang Mengabaikan (Neglectful Parenting) Adalah pola pengasuhan di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.

d) Pengasuhan Yang menuruti (Indulgent Parenting)

Adalah pola pengasuhan di mana orang tua terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka.


(1)

Resume :

“RMR” dengan ibu “IM” memiliki hubungan yang baik namun juga terdapat konflik. Ibu “IM” memang jarang berkomunikasi karena faktor kelelahan setelah bekerja, membuatnya terkadang sepulang kerja hanya menyapa, menonton tv dan tidur. Dalam melakukan interaksi sosial biasanyaibu “IM”hanya memiliki quality timepada hari sabtu dan minggu. Selain itu faktor kelelahan juga membuat mood ibu “IM” cepat marah hanya karena anak mengajak bermain. Dan sampai akhirnya mencubit dan memarahinya. Ibu “IM” pernah membawa “RMR” untuk melakukan terapi bicara karena sampai saat ini “RMR” belum bisa berbicara padahal usianya hampir menginjak 7 tahun.Hubungan “RMR” dengan ayah “FP” yakni lemah. Tidak banyak interaksi timbal balik yang dilakukan oleh ayah dan “RMR” karena ayahnya yang sibuk dalam bekerja. Interaksi hanya terjadi jika “RMR” mengajak bermain game ataupun menggambar. Hubungan “RMR” dengan pengasuh “B” yakni sangat kuat, pengasuh “B” lebih sering mengajak “RMR” untuk sharingdan membawanya ke taman bermain setiap sore. Pengasuh “B” selalu membantu “RMR” dalam bidang akademisnya juga selalu mengambil rapot “RMR” sehingga “RMR” akan sangat menuruti perkataan pengasuh “B”. Hubungan “RMR” dengan teman sekolahnya yakni lemah. “RMR” tidak memiliki teman dekat di sekolahnya bahkan “RMR” pernah dijaili oleh dua orang temannya yang membuatnya trauma jika melihatnya. “RMR” juga mengalami speak delay yang membuatnya sulit untuk berkomunikasi dengan teman yang lain. Begitu pun dengan teman sekolah yang bernama “Z” dan “Z” mereka sering mengusili “RMR” hingga membuatnya takut. Biasanya ketika “RMR” bertemu dengan teman nya tersebut, ia akan bersembunyi dibawah meja atau bersembunyi di belakang ibu gurunya. Hubungan “RMR” dengan teman rumahnya yakni “RMR” mampu berbaur dengan teman-teman di taman bermain dekat apartemennya. Waktu untuk bermain bersama teman-temannya di taman juga tidak banyak biasanya “RMR” akan bermain dari jam 4 sore sampai jam 5 sore.


(2)

Lampiran 7

DOKUMENTASI

Wawancara dengan ibu “SP” yang merupakan orang tua dari “BP”. Peneliti melakukan dokumentasi di Cilandak Barat pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

Wawancara dengan pengasuh “L” yang merupakan kakak kedua dari “BP”. Peneliti melakukan dokumentasi di Cilandak Barat pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 09.00 WIB.


(3)

Wawancara dengan “bule” yang merupakan pengasuh dari “AD”. Peneliti melakukan dokumentasi di rumah pengasuh “bule” yang masih merupakan tetangga dari “AD” di Cilandak pada hari Rabu, 1 Juni 2016 pukul 13.55 WIB.

Wawancara dengan “AD” yang merupakan satu dari ketiga subyek penelitian. Studi dokumentasi dilakukan di rumah “AD” dan kedua orang tuanya tinggal. Jarak rumah “AD” ke rumah pengasuh “bule” saling berdekatan tepatnya berada di wilayah Cilandak Barat. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Rabu, 1 Juni 2016 pukul 15.00 WIB.


(4)

Wawancara dengan ibu “I” yang merupakan orang tua dari “KK”. Peneliti melakukan dokumentasi di rumahnya yang berada di wilayah Cilandak Barat. Studi dokumentasi ini dilakukan pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 18.00 WIB.

Wawancara dengan “KK” yang dijadikan peneliti sebagai subyek penelitian. Studi dokumentasi dilakukan di rumah “KK” dan keluarganya yang berada di wilayah Cilandak Barat. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 18.43 WIB.


(5)

Wawancara dengan ibu “IM” yang merupakan orang tua dari “RMR”. Peneliti melakukan dokumentasi di salah satu apartemen di wilayah Cilandak Barat yang merupakan tempat tinggal dari keluarga “RMR”. Studi dokumentasi ini dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 19.30 WIB.

Wawancara dengan informan “B” yang merupakan pengasuh dari “RMR”. Studi dokumentasi dilakukan di apartemen di kawasan Cilandak Barat yang merupakan tempat tinggal dari keluarga “RMR”. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 16.00 WIB.


(6)

Peneliti bermain bersama game bersama “RMR” di handphonenya, awalnya “RMR” malu untuk melakukan komunikasi dengan peneliti tetapi perlahan “RMR” mengajak bermain bersama. Dokumentasi dilakukan di apartamen yang merupakan tempat tinggal “RMR” dan keluarga, berada di kawasan Cilandak Barat. Dokumentantasi dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 18.15 WIB.