46 p 0.05. Densitas kamba dari berbagai produk bubuk umumnya berkisar
antara 0.30-0.80 gml Wirakartakusumah et al., 1992. Proses pembuatan baik tepung tempe kacang komak maupun
tepung kacang komak menggunakan tipe penggiling yang sama. Menurut Wirakartakusumah et al. 1992 bahwa densitas kamba dari jenis pangan
tepung-tepungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berhubungan, salah satunya adalah ukuran partikel.
Penelitian oleh Angulo-Bejarano et al. 2008 menggunakan kacang Cicer arietinum menunjukkan fenomena yang sama, yaitu densitas
kamba tepung dari kacang yang difermentasi tidak berbeda nyata dengan densitas kamba tepung yang tidak difermentasi.
3. Komponen Karbohidrat Tepung Tempe Kacang Komak
Analisis terhadap komponen karbohidrat yang terdapat pada tepung tempe dan tepung kacang komak meliputi analisis total pati, serat kasar,
serat pangan, dan pati resistan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Komponen Karbohidrat Tepung Kacang Komak dan Tepung Tempe Kacang Komak
Komponen Karbohidrat
Tepung Tempe Kacang Komak
bk Tepung Kacang
Komak bk
Total Pati 5.03±0.59
a
14.79±0.25
b
Serat Kasar 10.54±0.36
a
15.85±0.85
b
Serat Pangan Total IDF
SDF 21.27±0.67
a
17.87±3.05
a
3.90±2.12
a
27.20±0.78
b
23.30±1.07
b
3.90±0.59
b
Pati Resisten 22.10±2.50
a
10.32±0.26
b
Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada Paired T-test, p
0.05.
a. Total Pati
Pati merupakan komponen karbohidrat yang terbanyak. Total pati pada tepung tempe kacang komak sebesar 5.03 bk. Sementara itu,
total pati pada tepung kacang komak sebesar 14.79 bk. Total pati tepung
47 tempe lebih rendah dibandingkan pada tepung kacang komak. Fermentasi
kacang komak dapat menurunkan kadar pati dari kacang komak. Hal tersebut
terjadi karena selama fermentasi, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Menurut Czukor et al.
2001 bahwa perlakuan fermentasi dapat mengurangi total karbohidrat terlarut, pati, dan kadar serat pangan. Salah satu jenis karbohidrat yang
digunakan kapang adalah pati.
b. Serat Pangan
Grup karbohidrat yang ketiga menurut Hedley 2001 yang telah disebutkan sebelumnya adalah polisakarida penyusun dinding sel. Grup
ketiga ini terdiri dari selulosa, lignin, dan pektin yang termasuk dalam komponen yang tidak dapat dicerna yang sering disebut dengan fraksi
“serat” dalam biji yang dikenal dengan serat pangan. Serat pangan terdiri atas fraksi serat pangan terlarut soluble dietary fiber, SDF dan serat
pangan tidak larut insoluble dietary fiber, IDF. Berbeda dengan serat kasar, kadar serat pangan lebih tinggi daripada nilai serat kasar karena
sebagian selulosa, hemiselulosa, dan lignin hilang selama analisis serat kasar menggunakan asam dan basa kuat panas.
Tabel 5 menunjukkan nilai serat kasar tepung tempe kacang komak sebesar 10.54 bk dan serat kasar tepung kacang komak sebesar 15.85
bk. Serat kasar tepung tempe kacang komak lebih rendah dari serat kasar tepung kacang komak. Serat pangan tepung tempe kacang komak sebesar
21.27 bk, sedangkan serat pangan tepung kacang komak sebesar 27.20 bk. Kadar serat pangan tidak larut IDF tepung tempe kacang komak
sebesar 17.87 bk dan kadar serat pangan terlarut SDF sebesar 3.90 bk. Sementara itu, kadar serat pangan tidak larut tepung kacang komak
sebesar 23.30 bk dan kadar serat pangan terlarut sebesar 3.90 bk. Total serat pangan tepung tempe kacang komak lebih rendah dari
total serat pangan tepung kacang komak. Penurunan kadar serat pangan terjadi karena adanya tahap pengupasan pada proses pembuatan tempe
kacang komak karena konsentrasi serat pangan pada kulit kacang komak
48 cukup tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Levine et al. 1982 bahwa
kulit kedelai kacang-kacangan lain mengandung konsentrasi serat fiber yang sangat tinggi.
Serat pangan terlarut tepung tempe kacang komak tidak berbeda nyata dengan serat pangan terlarut tepung kacang komak. Sementara itu,
serat pangan tidak terlarut pada tepung tempe kacang komak lebih rendah daripada tepung kacang komak. Proses pemasakan pada pembuatan tempe
kacang komak dapat menurunkan serat pangan tidak larut. Penurunan serat tidak larut diakibatkan degradasi kimia komponen selulosa menjadi
glukosa dan degradasi kimia hemiselulosa menjadi arabinosa, xilosa, dan galaktosa yang terjadi selama proses pemasakan Robinson dan Lawler,
1986. Penelitian oleh Ellis et al. 1947 juga melaporkan bahwa perlakuan pengukusan bertekanan menyebabkan konversi selulosa dan hemiselulosa
menjadi karbohidrat sederhana.
c. Pati Resisten