Model Pengembangan Kurikulum Administratif
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
159
Model administratif sering pula disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula sebagai model dari atas ke bawah. Kegiatan
pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah, yang biasanya terdiri dari
pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar. Panitia pengarah tersebut diberi tugas untuk merencanakan, memberikan
pengarahan tentang garis besar kebijaksanaan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
Setelah kegiatan tersebut selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluan yang para
anggotanya biasanya terdiri dari staf pengajar dan spesialisasi kurikulum. Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas untuk menyusun tujuan-
tujuan khusus pendidikan, garis besar pengajaran, dan kegiatan belajar. Hasil kerja kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah dan kemudian
dilakukan uji coba jika dipandang perlu, walau hal ini jarang dilakukan. Dilakukan uji coba untuk mengetahui efektivitas dan kelayakan
pelaksanaannya. Pelaksana uji coba rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk oleh para panitia pengarah yang para
anggotanya sebagian besar terdiri dari pihak sekolah. Setelah penelitian uji coba selesai, panitia pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi
rancangan kurikulum tersebut, baru kemudian memutuskan pelaksanaannya. Pengembangan kurikulum model administratif tersebut menekankan
kegiatannya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengarah kegiatan berasal dari atas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
160
ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan
profesional tenaga pengajarnya masih rendah. Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di
samping itu juga karena kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara nasional. Sehingga kadang-kadang melupakan atau mengabaikan adanya
kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah.
172
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan
serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga diadakan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan.
Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik instansi pendidikan tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.