Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sunaryo Kartadinata dalam Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik, dan Puji Lestari Prianto, 2004: 1.4 mengemukakan pengertian pendidikan secara singkat tapi penuh makna bahwa pendidikan adalah proses membawa manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Sejalan dengan isi UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1, Tim Dosen AP 2010: 3 yang menyatakan bahwa: Kegiatan didik-mendidik sebagai sistem itu akan terdiri atas berbagai komponen berupa: 1 pendidik, 2 peserta didik, 3 materi dan bahan didikn- disebut juga sebagai “kurikulum”, 4 sarana dan prasarana pendidikan; pendidik dan pedidik melakukan interaksi menggunakan sarana dan prasarana pendidikan untuk “mengolah” bahan atau materi didikan untuk mencapai 5 tujuan pendidikan Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya ditentukan dari pendidiknya saja namun kerjasama antara pendidik, peserta didik siswa, kurikulum, serta sarana dan prasarana dari sekolah tersebut. Sebagai salah 2 satu komponen penting dalam pendidikan, peserta didik siswa haruslah membantu dalam keberhasilan proses pembelajaran. Siswa harus memiliki berbagai kemampuan untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran, salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan membaca. Melalui membaca dapat menciptakan suatu proses belajar yang efektif. Masyarakat yang gemar membaca akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas. Burns, dkk dalam Farida Rahim, 2007: 1 berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Hal tersebut di atas memiliki arti bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat terpelajar, anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Membaca adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap aspek kehidupan masyarakat pastilah melibatkan kegiatan membaca. Di samping itu, kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Dengan membaca, informasi yang tertulis dapat tersampaikan kepada si-pembaca. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar. Dalam membaca dibutuhkan kemampuan menerjemahkan, artinya untuk dapat mengetahui informasi yang tertulis, pembaca harus mampu menerjemahkanmenafsirkan rangkaian kalimat dalam sebuah bacaan. 3 Seorang pembaca dikatakan berhasil jika mampu menerjemahkan, memahami, dan mengetahui isiinformasi dari bacaan yang telah dibacanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan dimana pembaca dapat menerjemahkan, memahami, dan mengetahui isiinformasi dari bacaan yang telah dibaca. Kemampuan membaca harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar, salah satunya adalah belajar matematika. Sebagian besar siswa berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh dengan berbagai macam rumus dan angka-angka. Dalam pembelajaran matematikapun dibutuhkan kemampuan membaca siswa. Salah satu bentuk soal matematika yang membutuhkan kemampuan membaca siswa adalah soal cerita. ZainalAbidin 1989: 10 mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang dimaksud bisa berupa masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya soal cerita tersebut. Semakin besar bobot masalah yang diungkapkan makin panjang soal cerita yang disajikan, begitu pula sebaliknya semakin kecil bobot masalah yang diungkapkan semakin pendek soal cerita yang disajikan. Lebih lengkapnya Haji 1994: 13 mengungkapkan bahwa soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal ceritasoal hitungan. Soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. 4 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa soal cerita adalah soal hitungan yang disajikan dalam suatu cerita pendek atau rangkaian kata-kata kalimat berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan sekitar siswa serta mengandung masalah yang membutuhkan pemecahan masalah. Penyajian soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan ceritauntuk menerapkan konsep yang telah dipelajari di sekolah sesuai dengan pengalaman sehari-hari yang dialami siswa. Siswa diharapkan mampu menafsirkan kata-kata dalam soal cerita yang berhubungan dengan pengalamannya sehari-hari. Soal cerita melatih kemampuan siswa menggunakan tanda operasi hitung serta kemampuan untuk berpikir secara analisis. Kemampuan siswa menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika menjadi kunci dalam pemecahan masalah dalam bentuk soal cerita Dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita dibutuhkan kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut dapat terlihat dari pemahaman soal, yaitu apa saja yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika berpusat pada pemecahan masalah. Dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika lebih mementingkan proses dari pada hasil. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 3, 17, dan 19 Oktober 2015 di kelas V SD Negeri 3 Sermo, SD 5 Negeri 1 Sermo, SD Negeri Tegiri, SD Negeri Hargowilis, dan SD Negeri Kriyan Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap menunjukkan adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Adapun masalah yang dihadapi sebagai berikut. Masalah pertama adalah matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 3 Oktober 2015, dapat diketahui beberapa alasan kenapa mata pelajaran matematika ditakuti oleh siswa. Beberapa siswa menganggap mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan penuh dengan rumus- rumus yang rumit, sehingga siswa tidak menyukai apabila berhadapan dengan mata pelajaran matematika. Alasan-alasan lain yang menyebabkan siswa takut terhadap mata pelajaran matematika diantaranya adalah susah, rumit, gurunya galak, malas, dan isinya cuma angka. Masalah yang kedua, nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo yang kurang memuasakan. Informasi mengenai nilai ulangan tengah semester yang kurang memuaskan diperoleh dari wali kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SD Negeri 3 Sermo pada tanggal 3 Oktober 2015 dengan bapak Jemingin S, Pd selaku wali kelas V diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai UTS matematika siswa tergolong rendah khususnya pada evaluasi dalam bentuk soal cerita. Dari 13 siswa hanya ada 3 orang siswa yang mendapatkan nilai UTS maematika di atas nilai 6 KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata-rata nilai UTS matematika kelas V SD Negeri 3 Sermo adalah 63,625. Nilai rata-rata tersebut masih sangat jauh dari KKM yang telah ditentukan SD Negeri 3 Sermo. Guru kelas V menyatakan bahwa untuk pelajaran matematika biasanya menggunakan evaluasi dalam bentuk soal cerita. Guru kelas V SD Negeri 3 Sermo berpendapat bahwa rendahnya nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran matematika disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa dalam menerjemahkan kata-kata dalam soal cerita ke dalam bentuk kalimat matematika. Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Laras Minarsih S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri 1 Sermo pada tanggal 17 Oktober 2015 menunjukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari 12 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 7 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata- rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri 1 Sermo adalah 62,083. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Hasil observasi dengan ibu Watini S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri Hargowilis pada tanggal 17 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari 9 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 4 siswa yang mendapatkan 7 nilai UTS matematika di atas KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 73. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Hargowilis adalah 65,111. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Hasil observasi dan wawancara dengan bapak Paino A, Ma selaku wali kelas V di SD Negeri Tegiri pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa dari 13 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 1 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 65. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Tegiri adalah 31,615. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Suryanti, S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri Kriyan pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Terdapat 12 siswa di SD Negeri Kriyan kelas V, namun hanya 11 siswa yang dapat mengikuti ulangan tengah semester dikarenakan satu siswa mengalami sakit paru-paru dan harus menjalani pengobatan lebih lanjut. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa dari 11 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 5 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Tegiri 8 adalah 69.090. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Masalah ketiga, nilai ulangan harian matimatika beberapa siswa masih berada di bawah KKM yang telah ditentukan oleh masing-masing sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan wali kelas V setiap Sekolah Dasar Negeri Gugus III di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 20152016 diperoleh informasi bahwa di SD Negeri 3 Sermo nilai ulangan harian pertama yang diikuti oleh 13 siswa terdapat 9 siswa yang nilainya di bawah KKM. sedangkan 13 siswa yang mengikuti ulangan harian pertama di SD Negeri Tegiri terdapat 10 siswa yang nilai ulangan hariannya di bawah KKM. Masalah keempat, siswa sering tidak mendengarkan ketika pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil observasi proses pembelajaran di kelas V pada tanggal 17 Oktober 2015. Siswa lebih memilih mengobrol dengan teman sebangkunya, memainkan pensilnya, mencoret- coret buku, dan menundukkan kepala di atas meja dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa akan pentingnya pembelajaran matematika masih kurang. Untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, siswa menbutuhkan pengawasan dan perhatian yang lebih. Masalah kelima, kemampuan membaca siswa belum berfungsi secara maksimal. Hal ini ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika, khususnya 9 pada soal cerita pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 19 Oktober 2015, diperoleh informasi bahwa tidak adanya kegiatan dari sekolah yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi perpustakaan. Dari hasil observasi juga terlihat ketidak lengkapan buku di perpustakaan, kondisi ruang perpustakaan yang tidak nyaman, dan buku-buku yang tidak tertata rapi. Masalah keenam, nilai ulangan matematika siswa dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa menyelesaikan soal cerita lebih sulit dibandingkan dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Hal ini didukung dengan hasil tes soal. Peneliti membuat tes soal yang terdiri dari 10 soal cerita matematika dan 10 soal dengan menggunakan kalimat matematika. Peneliti membuat tes soal dengan kesulitan yang sama untuk setiap 10 soal cerita dan 10 soal dengan kalimat matematika. Perbandingan rata-rata nilai tes soal di SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 20152016sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri GugusIII Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 20152016 No Sekolah Dasar Gugus III Soal Soal Cerita Soal Kalimat Matematika 1 SD NEGERI 3 SERMO 48,750 54,375 2 SD NEGERI 1 SERMO 45,833 49,167 3 SD NEGERI TEGIRI 47,692 58,466 4 SD NEGERI HARGOWILIS 44,444 51,111 5 SD NEGERI KRIYAN 42,500 47,500 Rata-rata 45,844 52,124 10 Dari tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes soal cerita matematika di SD Negeri gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 20152016 sebesar 45,844 lebih rendah daripada tes soal kalimat matematika sebesar 52,124 45,844 52,124. Nilai rata-rata tes soal cerita tertinggi diperoleh oleh SD Negeri 3 Sermo sebesar 48,750, sedangkan nilai rata-rata tes soal kalimat matematika tertinggi juga diperoleh oleh SD Negeri Tegiri sebesar 58,466. Berdasarkan observasi pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan beberapa siswa diketahui beberapa alasan yang menyebabkan nilai ulangan dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Alasan-alasan yang dimaksud diantara malas membaca, bingung cara mengerjakannya, dan susah. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari 90 siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika khususnya soal dalam bentuk cerita. Kesulitan yang dialami oleh siswa ini disebabkan karena kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika. Diperkuat oleh pendapat Marsudi Raharjo 2008: 1 yang menyatakan bahwa: Hasil Monitoring dan Evaluasi ME PPPPTK P4TK Matematika 2007 dan PPPG Matematika tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan lebih dari 50 guru menyatakan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebabnya adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari- hari ke dalam kalimat matematika. 11 Terkait dengan pemecahan masalah matematika yang biasanya diformulasikan dalam bentuk soal cerita, maka beberapa langkah yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara lain membaca dan memahami soal. Dengan membaca dan memahami isi soal, siswa dapat menetahui apa yang ditanyakan dari soal tersebut. Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “ Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 20152016 ”. B. Identifikasi Masalah Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Matematika merupakan pelajaran yang paling ditakuti 2. Nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal siswa kelas V pada mata pelajaran matematika tergolong rendah dan masih di bawah KKM. 3. Nilai ulangan harian pada pada mata pelajaran matematika sebagian besar siswa belum memenuhi KKM 4. Siswa tidak memperhatikan ketika pelajaran matematika sedang berlangsung 12 5. Kurangnya kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 20152016. 6. Nilai ulangan matematika siswa kelas V dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika.

C. Pembatasan Masalah