kemudian siswa lain bertugas untuk mengerjakan permasalahan yang telah diberikan oleh temannya. Lalu salah satu kelompok maju ke depan kelas untuk
menjelaskan hasil diskusi mereka, sedangkan kelompok lain di persilakan untuk bertanya atau menanggapi.Dengan penerapan metode ini siswa tidak hanya
bermain tetapi juga belajar dengan cara yang lebih menyenangkan. Peneliti dalam melaksanakan model Snowball Throwing ini juga
mengalamai beberapa hambatan, yaitu 1 Siswa laki-laki yang berada di belakang kadang-kadang bermain sendiri dengan melempar-lemparkan kertas, 2 Siswa
kurang memperhatikan penjelasan dari kelompok yang maju di depan, dan 3 kelompok yang maju kurang bisa mengendalikan suasana kelas. Cara yang
dilakukan peneliti untuk mengatasi hambatan-hamabatan tersebut ialah: 1 memberikan pertanyaan kepada siswa agar siswa tetap fokus pada pelajaran, 2
memberikan nilai tambahan kepada siswa yang bertanya atau bisa menjawab pertanyaan dari kelompok yang maju di depan , serta 3 ikut membantu
menjelaskan materi supaya kelompok yang maju di depan tidak grogi.
4.2.3. Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang diberi Model Think Pair
Share dengan Model Snowball Throwing.
Setelah diberikan pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda, diperoleh nilai rata-rat post test kelas eksperimen I yang diberi model TPS 78,53 dan kelas
eksperiemn II yang diberi model Snowball Throwing 71,781. Pada penelitian ini, pencapaian rata-rata nilai post test kimia pada kelas eksperimen I yang diberi
model TPS lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nilai post test kelas eksperimen II yang diberi model Snowball Throwing. Hal ini dikarenakan
penerapan model TPS membuat siswa lebih memahami konsep materi yang disampaikan. Pemecahan permasalahan melalui diskusi membuat siswa lebih aktif
dalam mempelajari materi. Pembelajaran yang menyenangkan ini yang akhirnya membuat siswa dapat lebih memahami materi dan dapat menyelesaikan berbagai
jenis tipe soal. Pada penerapan model Snowball Throwing siswa diajak berdiskusi untuk mempelajari dan meyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh
temannya. Kebiasaan inilah yang membuat siswa harus paham terhadap konsep materi karena sewaktu-waktu mereka bisa ditunjuk untuk maju ke depan
menjelaskan materi kepada teman-temannya. Namun, model Snowball Throwing tidak sepenuhnya membuat semua siswa paham terhadap konsep materi yang
diajarkan. Ada sebagian siswa terutama siswa pasif yang kurang menyukai model Snowball Throwing ini. Mereka merasa kesulitan dan grogi untuk menjelaskan
materi di depan kelas. Hal ini menyebabkan ada sebagian dari mereka yang kesulitan dalam menyelesaikan berbagai tipe soal. Oleh karena itu, rata-rata nilai
post test pada kelas eksperimen II yang dicapai lebih rendah daripada kelas eksperimen I.
Rata-rata nilai post test kelas eksperimen I telah mencapai KKM dan kelas eksperimen II masih belum melampaui KKM. Namun kedua metode ini sama-
sama dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswajika dibandingkan hasil belajar siswa tahun lalu. Rata-rata nilai post test kelas eksperimen I model TPS
lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata post test kelas eksperimen II model Snowball Throwing dengan selisih nilai 6,75. Perbedaan rata-rata nilai post test
tidak terlalu jauh karena penerapan kedua metode ini sama-sama baik untuk