Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
TIMSS 2011 International Results in Mathematics, hal. 86
Berdasarkan patokan pencapaian prestasi matematika siswa secara internasional dapat diperlihatkan bahwa posisi dan prestasi siswa di Indonesia dari
tahun 1995 sampai tahun 2011 yang dikategorikan pada level advanced, high, intermediate, dan low dari hasil survei TIMSS seperti gambar berikut:
TIMSS 2011 International Results in Mathematics, hal. 118
TIMSS 2011 International Results in Mathematics, hal. 119
Tim survey IMSTEP-JICA di kota Bandung berikutnya, antara lain menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk
mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain, pembuktian pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan,
generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut, kalau kita
perhatikan merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis.
5
Wono Setyabudhi, dosen matematika Institut Teknologi Bandung ITB, mengatakan pembelajaran matematika di Indonesia memang masih menekankan
5
Ibid.
5
menghafal rumus-rumus dan menghitung. Padahal, belajar matematika itu harus mengembangkan logika, reasoning, dan berargumentasi, serta dapat meyakinkan
orang lain.
6
Dalam menerima suatu kebenaran dari masalah yang disampaikan, kemampuan menganalisis argumen dan penalaran sangat dibutuhkan untuk
menyatakan pendapat setelah diolah oleh pemikirannya sendiri. Untuk memperoleh kemampuan berargumen, memberikan alasan sehingga kebenaran
suatu hal diperoleh diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam memandang suatu hal. Jika siswa memiliki kemampuan ini, maka siswa tersebut cenderung
untuk menggunakan analisis terlebih dahulu dengan memberikan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan orang lain dengan informasi yang benar. Fachrurazi
dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan
mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.
7
Selain itu, faktor pengajaran dari guru merupakan komponen utama tersampaikannya ilmu dan
pemahaman siswa tentang suatu materi. Metode dan strategi yang digunakan akan sangat berpengaruh sekali terhadap penerimaan dan penyerapan informasi oleh
siswa. Pada proses meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran, siswa akan dituntut melakukan kontrol aktif terhadap proses kognitifnya karena mereka akan memikirkan apa yang sedang mereka pikirkan.
Fisher menyebutkan cara realistik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah memikirkan apa yang dipikirkan, yang juga merupakan makna dari
metakognisi, “ ..., that the only realistic way to develop one’s critical thinking ability is through ‘ thinking about one’s thinking’often called ‘metacognition’
...’’.
8
Pada proses kognitif inilah kemampuan skill untuk mengontrol kegiatan
6
Ester Lince Napitupulu, Kompas: Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. Dapat diakses pada URL:
http:edukasi.kompas.comread2012121409005434Prestasi.Sains.dan.Matematika.Indones ia.Menurun
, 2012.
7
Fachrurazi, op. cit., h. 81.
8
Fisher, Critical Thinking : An Introduction, United Kingdom: Cambridge University Press, 2001, h.5.
6
kognitif melalui instruksi untuk membangun pengetahuan dengan interaktif dengan diri sendiri.
Metakognisi mengacu
pada pemahaman
seseorang tentang
pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaan yang efektif atau uraian yang jelas tentang
pengetahuan yang dipermasalahkan. Metakognisi siswa melibatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang
berhubungan dengan aktivitas kognitifnya. Pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedangkan aktivitas kognitif
siswa berkaitan dengan perencanaan, prediksi, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian tugas tertentu.
9
Strategi metakognitif berkaitan dengan cara untuk meningkatkan kesadaran tentang proses berpikir dan proses pembelajaran pun tetap berlangsung.
Upaya untuk mengembangkan metakognisi siswa dapat diupayakan melalui cara dimana siswa dituntut untuk mengamati apa yang mereka ketahui dan kerjakan
dan merefleksikan tentang apa yang ia amati.
10
Salah satu strategi metakognitif dalam melakukan instruksi dalam mengontrol kegiatan kognitif adalah dengan teknik self-explanation. Self-
explanation merupakan teknik bertanya dan menjelaskan pada diri sendiri apa yang dipikirkan dan apa yang dilakukan melalui ungkapan lisan ataupun secara
tertulis.
11
Strategi metakognitif ini berfungsi sebagai pengatur jalannya kognitif melalui instruksi-instruksi untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara cepat,
beralasan, dan logis. Dalam kegiatannya di dalam kelas, self-explanation mengisntruksikan
kepada diri siswa agar dalam proses pembelajarannya mereka selalu memonitor diri mereka sendiri. Proses-proses seperti mengatur pikiran, menyadari kelebihan
9
Anthony S. Niedwiecki, Lawyers and Learning: A Metacognitive Approach to Legal Education, The John Marshall Institutional Repository,13:13, 2006, h. 43-44.
10
Kadir, “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, dan Evaluasi ditinjau dari Metakognisi Siswa SMU di
Jakarta”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,053, 2005, h. 237.
11
McNamara, dan Magliano, “Self-Explanation and Metacognition: The Dynamics of reading”,
dalam Douglas J. Hacker, Jhon Dunlosky, dan Arthur C. Graesser ed., Handbook of Metacognition in Education,New York: Routledge, 2009, h. 60.
7
dan kekurangan, membawakan masalah ke dalam cara sendiri, dan memperluas pengetahuan cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalahtugas.
Didasari dari pengalaman-pengalaman, hasil penelitian, dan masalah yang sehari-hari yang ditemui telah peneliti gambarkan secara umum masalah
yang akan diteliti dan intervensi yang akan digunakan. Oleh karena itu, penulis
akan memberi judul penelitian ini dengan “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Strategi
Metakognitif Self-Explanation
”.