3.66 1.00 2.33 3.66 Kuat Kendala dan Masalah Pengusahaan Komoditas Unggulan di

PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 89 Hasil pemetaan terhadap faktor daya tarik dan daya saing sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.11 menunjukkan bahwa cabe dan kacang panjang termasuk ke dalam kelompok sayuran yang berdaya tarik tinggi dan berdaya tarik sedang. Komoditas jamur dan kubis termasuk ke dalam kelompok sayuran yang daya tarik dan daya saingnya sama-sama sedang, sementara terung daya tariknya rendah, namun daya saingnya tinggi. Dengan demikian, cabe dan kacang panjang menjadi prioritas untuk dijadikan komoditas unggulan utama di Kabupaten Jember, sedangkan jamur dan kubis dapat menjadi alternatifnya.

5.00 3.66

2.33 1.00

1.00 2.33

2.33 3.66

5.00 Kuat

Sedang Rendah T in g g i S e d a n g R e n d a h D a y a T a r i k D a y a S a i n g Cabe Kubis Kc. Panjang Jamur Terung Gambar 5.11. Peta Keunggulan Sayuran Berdasarkan Faktor Daya Tarik dan Daya Saingnya PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 90

5.4 Kendala dan Masalah Pengusahaan Komoditas Unggulan di

Kabupaten Jember 5.4.1 Tanaman Pangan Pengusahaan tanaman pangan unggulan di Kabupaten Jember, seperti padi, jagung, dan kedelai diarahkan untuk mencapai swasembada dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi dan nilai tambah komoditas. Prestasi Kabupaten Jember dalam produksi tanaman pangan khususnya padi dan jagung cukup baik. Kabupaten Jember telah mampu berswasembada beras dan jagung, sedangkan untuk kedelai masih belum tercapai. Neraca produksi dan konsumsi beras, jagung, dan kedelai di Kabupaten Jember ditunjukkan oleh Tabel 5.25. Tabel 5.25. Neraca Produksi dan Konsumsi Beras, Jagung, dan Kedelai Komoditi Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Produksi Beras 490.792,70 481.958,62 563.947,29 540.497,63 568.791,25 Jagung 349.909,88 332.382,22 364.985,59 340.993,86 346.211,93 Kedelai 17.260,59 24.517,64 26.130,74 19.703,04 22.097,04 Konsumsi: Beras 203.726,82 209.828,71 220.092,70 220.092,70 220.092,70 Jagung 17.395,04 18.592,83 18.615,15 18.615,15 18.615,15 Kedelai 23.803,73 25.442,81 254.473,37 25.473,37 25.473,37 Namun demikian, upaya Kabupaten Jember untuk terus meneguhkan citra sebagai lumbung padi, jagung, dan kedelai ditingkat regional maupun nasional masih membutuhkan upaya peningkatan yang tepat agar prestasi tersebut dapat lebih ditingkatkan dan berkelanjutan. Apalagi, tantangan di tahun-tahun mendatang semakin berat, khususnya karena terjadinya alih fungsi lahan, perkembangan jumlah penduduk, dan kesejahteraan petani di era perdagangan bebas ini. Untuk mencapai keberlanjutan produksi tanaman pangan masih terdapat sejumlah kendala dan masalah yang PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 91 dihadapi dan perlu diselesaikan. Kendala dan masalah tersebut terkait dengan banyak aspekdiantaranya, penggunaan benih tanaman, budidaya, sarana produksi, pemasaran, pasca panen, kelembagaan, permodalan, dan lingkungan. Indikasi adanya kendala dan permasalahan tersebut dapat dilihat dari kurang maksimalnya pencapaian target produksi untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.26. Tabel 5.26.Target dan Realisasi Komoditas Tanaman Pangan Komoditas Tahun 2013 Tahun 2014 Target Realisasi Capain Target Realisasi Capain Produksi ton: Padi 1,023,960 930,027 90.83 1,074,192 978,373 91.08 Jagung 454,100 384,896 84.76 467,460 390,759 83.58 Kedelai 27,724 21,340 77.00 28,814 23,868 82.83 Produktivitas kuha: Padi 66.25 57.19 86.32 69.50 59.55 85.68 Jagung 76.00 67.39 88.67 77.60 65.28 84.12 Kedelai 17.80 22.58 126.85 18.50 20.35 110.00 Pencapaian target produksi padi, jagung, dan kedelai di Kabupaten Jember belum pernah mencapai 100, demikian juga produktivitasnya pencapaiannya justru kurang dari 90, kecuali kedelai yang mencapai 110 pada tahun 2014. Terjadinya peningkatan produksi padi pada tahun 2013 lebih disebabkan karena pengaruh musim. Pada tahun tersebut terjadi peningkatan produksi karena musim hujannya relatif panjang sehingga setelah pertanaman padi musim hujan yang biasanya ditanami palawija atau tembakau beralih ke komoditas padi, tetapi produktivitasnya menurun dibandingkan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 5.26 sehingga menyebabkan produksi padi di tahun 2013 menurun dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2014, produksi padi berhasil ditingkatkan dari tahun 2013 karena terjadinya peningkatan luas tanam dan produktivitas panen. Peningkatan luas tanam juga disebabkan karena faktor musim, dimana pada akhir tahun 2013 dan sepanjang awal tahun 2014 atau bulan Januari April kondisi curah hujan cukup sehingga luas panen padi tegal meningkat. Faktor PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 92 lainnya adalah terjadi alih tanam dari tembakau ke padi karena pada tahun tersebut harga tembakau jatuh. Untuk komoditas jagung, produksi tahun 2013 justru lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian target produksi jagung sebesar 84.76 karena terjadi peningkatan luas panen, namun produktivitasnya justru menurun. Peningkatan luas tanam disebabkan karena pada bulan Juni- Juli 2013 masih sering turun hujan sehingga petani kedelai beralih ke komoditas jagung disamping peralihan dari tembakau ke komoditas jagung. Pada tahun 2014, luas tanam dan panen jagung kembali mengalami peningkatan. Hal tersebut karena terjadinya peralihan dari tembakau ke komoditas jagung, namun walaupun demikian produktivitasnya justru menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk komoditas kedelai, pencapaian target produksi pada tahun 2013 hanya sebesar 77. Walaupun produktivitas pada tahun tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya, namun luas tanam dan panennya menurun karena pada saat musim tanam kedelai bulan Juni-Juli Harga Patokan Pemerintah HPP kedelai belum diterima petani sehingga petani enggan menanam kedelai. Berbeda dengan tahun 2014, luas areal tanam dan panen kedelai meningkat karena adanya program Perluasan Areal Tanam PAT disamping karena informasi HPP kedelai dari pemerintah telah diterima oleh petani, walaupun belum sesuai dengan harapan. Fluktuasi kuas tanam, panen, produksi dan produktivitas komoditas padi, jagung dan kedelai antara tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.27. Informasi tersebut menunjukkan bahwa musim menjadi faktor dominan bagi produksi, disamping faktor harga komoditas. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 93 Tabel 5.27.Keragaan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai di Kabupaten Jember Tahun 2010 2014 No. Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 1 Padi 1. Luas Tanam ha 156,921 161,262 157,301 167,393 166,547 2. Luas Panen ha 153,699 155,126 158,568 162,619 164,307 3. Produktivitas kuha 54.98 53.50 61.18 57.19 59.55 4. 4. Produksi ton 845,095 830,000 970,096 930,027 978,373 2 Jagung 1. Luas Tanam ha 63,133 60,057 59,733 59,353 59,977 2. Luas Panen ha 60,825 60,864 55,654 57,118 59,858 3. Produktivitas kuha 64.93 61.65 74.00 67.39 65.28 4. Produksi ton 394,914 375,220 411,853 384,896 390,759 3 Kedelai 1. Luas Tanam ha 13,553 15,669 14,474 9,684 11,861 2. Luas Panen ha 13,226 15.281 14,149 9,456 11,729 3. Produktivitas kuha 14.20 17.29 19.87 22.58 20.35 4. Produksi ton 18,777 26,416 28,488 21,348 23,868 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Jember 2014 Indikasi lainnya yang menunjukkan adanya kendala dan permasalahan dari pengusahaan tanaman pangan adalah tingkat kesejahteraan petani yang masih belum sesuai dengan harapan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya penduduk miskin yang berasal dari keluarga yang bermatapencaharian sebagai petani. Indeks Nilai Tukar Petani NTP yang saat ini digunakan sebagai ukuran daya beli petani, ternyata tidak dapat memberikan gambaran yang sesungguhnya karena tidak melibatkan variabel kelebihan pendapatan saving yang biasannya digunakan petani untuk membeli barang-barang tersieryang pada saat ini justru menjadi parameter kesejahteraan masyarakat. NTP umumnya hanya digunakan untuk menunjukkan kemampuan tukar barang-barang produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Nilai NTP diperoleh dari prosentase antara indeks harga yang diterima petani IT PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 94 dengan indeks harga yang dibayar petani IB. Mengingat tingkat kepemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0.3 ha dan struktur petani yang sebagian besar merupakan petani penggarap, maka peningkatan pendapatan yang berpengaruh terhadap perbaikan kesejahteraan keluarga petani hanya dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai tambah komoditas tanaman pangan melalui penerapan sistem usaha pertanian yang berorientasi terhadap bisnis atau agribisnis. Walaupun sistem ini telah didengungkan sebelumnya oleh Pemerintah Kabupaten Jember sebagaimana termaktub dalam RPJMD, namun usaha nyata ke arah ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya program-program yang umumnya masih berorientasi pada peningkatan produksi, seperti Peningkatan Mutu Intensifikasi PMI dan Perluasan Areal Tanam PAT dan kurang mengintegrasikannya dengan konsep agribisnis pertanian modern. Program tersebut hanya mengutamakan pencapaian target produksi dan sangat sedikit sekali mengkaitkan dengan pembangunan sistem pertanian berkonsep agribisnis modern. Akibatnya, hingga saat ini Kabupaten Jember menjadi salah satu daerah yang tidak mempunyai kawasan agribisnis strategis bagi komoditas pertanian unggulan. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat kendala dan permasalahan dalam pengusahaan tanaman pangan. Walaupun Dinas Pertanian Kabupaten Jember dan jajarannya beserta instansi terkait telah melakukan berbagai hal melalui program-program kerja melalui bentuk penyuluhan, bantuan atau subsidi, bimbingan dan pelatihan kepada petani atau kelompok tani, namun permasalahan-permasalahan tersebut belum sepenuhnya dapat ditangani. Namun demikian, program-program tersebut dalam tingkatan tertentu telah banyak menyelesaikan permasalahan yang sering terjadi, dan tidak dipungkiri telah banyak mencapai keberhasilan, sepertiperbaikan sistem budidaya dan irigasi yang akhirnya mampu meningkatkan produksi. Adapun kendala dan permasalahan yang dihadapi, yaitu sebagai berikut: PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 95

1. Benih

Penggunaan benih unggul menjadi syarat utama pencapaian produksi tanaman pangan unggulan. Dinas Pertanian Kabupaten Jember telah melaksanakan program Peningkatan Mutu Intensifikasi PMI untuk meningkatkan produktivitas panen, yang salah satu komponen pentingnya adalah penggunaan benih dari varietas unggul. Oleh karena itu, ketersediaan benih unggul yang sesuai dengan lokasi dalam jumlah yang cukup menjadi sangat penting. Agar hal tersebut dapat terwujud maka salah satu upaya yang ditempuh adalah meningkatkan jumlah produksi benih unggul. Perkembangan produksi benih diKabupaten Jember tahun 2010 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.28. Jumlah tersebut belum termasuk benih yang diproduksi oleh swasta yang tersebar di beberapa kecamatan yang pada tahun 2014 mencapai 125,433 untuk padi unggul, 614 ton untuk jagung hibrida dan 22 ton untuk jagung komposit, serta 54 ton untuk kedelai. Tabel 5.28Perkembangan Produksi Benih Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Benih Ton 2010 2011 2012 2013 2014 Padi 6,607.75 8,749.01 10,780.79 8,634.86 11,011.90 Jagung 7,031.24 2,401.13 4,852.54 1,295.55 1,290.60 Kedelai 1,202.16 797.97 574.00 177.87 197.33 Untuk meningkatkan akses petani terhadap penggunaan benih unggul, maka Pemerintah Kabupaten Jember melalu Dinas Pertanian telah menjalankan program BLBU Bantuan Langsung Benih Unggul, disamping melakukan sosialisasi melalui program penyuluhan yang telah terencana secara sistematis. Namun, upaya yang dilakukan tidak sepenuhnya berjalan sesuai harapan karena kesadaran petani yang masih rendah. Hingga saat ini, masih ada sebagian petani yang belum menggunakan benih unggul berlabel. Sebagian petani padi pada awalnya menggunakan benih bersertifikat, namun selanjutnya menggunakan benih dari hasil panen sehingga produktivitas dan mutu panenya menurun. Benih unggul padi yang umum digunakan oleh petani adalah varietas CiherangCibogo. Kondisi yang PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 96 agak berbeda ditunjukkan pada saat budidaya jagung, dimana sebagian besar petani telah menggunakan benih unggul hibrida, seperti Pioner, Pertiwi, dan Bisi, atau menggunakan benih komposit. Walaupun demikian tidak semua petani memiliki informasi yang sepadan tentang benih unggul jagung, sehingga masih juga menggunakan benih lokal. Seperti sebagian besar petani jagung di Kecamatan Sumberjambe yang menggunakan benih lokal yang tidak bersertifikat. Hal tersebut menyebabkan produktivitas jagung diwilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah lainnya. Kondisi yang hampir sama juga terjadi untuk budidaya kedelai dimana petani sebagian besar telah menggunakan benih unggul dari varietas Baluran, Arjuno, Wilis, Galunggung, selebihnya menggunakan benih lokal. Kejadian yang sering terjadi adalah petani membeli benih yang belum bersertifikat yang banyak dijual di kios-kios pertanian yang harganya relatif lebih murah.

2. Irigasi

Air merupakan faktor utama yang mempengaruhi daya tumbuh tanaman. Tanpa adanya air yang mencukupi, tanaman tidak akan tumbuh dengan baik, bahkan pada kondisi ekstrim seperti kekeringan, tanaman akan mati karena kekurangan air. Oleh karena itu, irigasi mempunyai peran penting dalam menyediakan air bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar areal persawahan di Kabupaten Jember telah mempunyai irigasi. Dari 84,509 ha sawah pada tahun 2014, lebih dari 90 telah mempunyai irigasi teknis, 5 irigasi sederhana, dan sisanya setengah teknis, sementara luas sawah tadah hujan hanya sekitar 146 hektar Tabel 5.29. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan budidaya tanaman pangan di Kabupaten Jember mengandalkan sepenuhnya terhadap efektifitas dan efisien pengaturan air melalui saluran irigasi. Debit air yang dialirkan melalui saluran irigasi menjadi faktor penting dalam mencukupi kebutuhan air bagi usaha budidaya. Bagaimanapun baik sarana irigasi, jika debit airnya tidak mencukupi, maka tidak akan mampu dalam mengairi hamparan yang luas. Begitu pula, apabila tersedia air yang cukup, namun saluran irigasinya PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 97 banyak yang rusak, bocor, dangkal atau tidak terawat, maka tidak akan mampu menampung debit air yang besar sehingga akan terbuang secara percuma atau justru menimbulkan permasalahan seperti munculnya genangan air. Tabel 5.29 Luas dan Tata Guna Lahan Pertanian di Kabupaten Jember No. Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 1. Sawah Teknis 84,946 84,921 84,083 84,519 84,509 2. Sawah Tadah Hujan 114 103 114 146 146 3. Rawa Lebak - - 338 338 338 4. Tegal Kebun 34,204 31,658 33,037 32,141 32,272 5. Ladang Huma - 361 361 2,284 307 Adanya sarana irigasi dan kecukupan air inilah yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi pola tanam petani di Kabupaten Jember, baik padi, jagung, kedelai, tembakau, atau tanaman hortikultura. Wilayah yang sawahnya dilengkapi dengan sarana irigasi yang baik dan ketersediaan air yang mencukupi akan mampu membudidayakan padi hingga tiga kali dalam setahun. Jika kondisi irigasinya kurang memadai dan air masih mencukupi maka budidaya padi hanya mampu dilakukan dua kali, sedangkan yang ketiga mungkin palawija jagung atau kedelai, tembakau, atau tanaman hortikultura, misalnya cabe, kacang panjang, dan sebagainya. Apabila airnya sangat terbatas, maka padi hanya mampu ditanam sekali dalam satu tahun, selebihnya palawija, tembakau, atau hortikultura. Apabila air sangat kurang, maka petani hanya mampu menanam padi satu kali kemudia selanjutnya bera. Tanaman palawija, tembakau, dan hortikultura semusim membutuhkan air yang jauh lebih sedikit dibanding padi. Oleh karena itu, ketika ketersediaan air berkurang, maka petani akan memilih untuk membudidayakan tanaman selain padi. Kecenderungan petani untuk menanam salah satu komoditas selain padi biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan atau budaya petani, dan prospek atau harga komoditi. Frekuensi tanam padi di wilayah Kabupaten Jember dapat dilihat pada Tabel 5.30. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 98 Tabel 5.30PolaTanam Padi di Kabupaten Jember Kecamatan Prosentase tanam per tahun Luas Sawah Satu Kali Dua Kali Tiga Kali ha Kencong 0.00 89.44 10.56 3,622 Gumukmas 38.41 61.05 0.54 4,200 Puger 30.99 57.02 11.99 4,020 Wuluhan 83.91 16.09 0.00 4,194 Ambulu 93.11 6.89 0.00 3,628 Tempurejo 62.67 24.24 13.10 1,574 Silo 0.00 27.92 72.08 1,546 Mayang 0.00 18.78 81.22 1,568 Mumbulsari 0.70 4.06 95.25 2,292 Jenggawah 0.00 100.00 0.00 3,692 Ajung 30.18 43.84 25.98 3,248 Rambipuji 14.08 39.71 46.21 3,180 Balung 18.63 80.73 0.65 3,237 Umbulsari 2.64 79.71 17.65 4,375 Semboro 0.00 4.41 95.59 2,078 Jombang 0.00 62.56 37.44 3,508 Sumberbaru 0.60 8.08 91.32 3,981 Tanggul 18.54 60.75 20.71 3,750 Bangsalsari 0.00 47.30 52.70 4,486 Panti 3.44 62.50 34.06 2,410 Sukorambi 0.40 21.50 78.10 1,520 Arjasa 15.03 74.88 10.09 1,591 Pakusari 0.75 84.49 14.76 1,733 Kalisat 0.00 70.42 29.58 3,012 Ledokombo 27.28 37.24 35.48 3,090 Sumberjambe 6.10 70.32 23.59 1,958 Sukowono 13.81 58.58 27.61 2,524 Jelbuk 20.58 71.00 8.42 1,320 Kaliwates 0.14 46.28 53.72 666 Sumbersari 2.83 67.23 32.77 1,437 Patrang 14.46 43.78 45.82 1,553 Jumlah 4,993 Wilayah kecamatan yang mempunyai prosentase besar dalam budidaya padi hingga tiga kali, seperti Kecamatan Semboro, Sumberbaru, dan Mumbulsari mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut sarana irigasiya berfungsi dengan baik dan debit air mencukupi. Wilayah disepanjang saluran Bondoyudo seperti Semboro dan Sumberbaru dapat dipastikan tidak akan PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 99 mengalami kesulitan dalam pengairan. Wilayah yang topografinya berbukit seperti Kecamatan Kalisat, Sumberjambe, dan Silo dapat membudidayakan padi hingga tiga kali karena selain sarana irigasinya baik, mempunyai cukup air dari sumber-sumber air di wilayah tersebut. Masalah yang sering muncul yaitu kekurangan air pada wilayah-wilayah yang sarana irigasinya belum memadai, rusak, bocor, atau terjadi pendangkalan sehingga air tidak bisa dialirkan dengan baik. Di wilayah lain, kekurangan air memang disebabkan karena tidak adanya air yang mencukupi karena saluran irigasi tersier belum terbangun dengan baik.Hal ini menyebabkan padi yang seharusnya dapat ditanam hingga tiga kali, kenyataannya hanya dapat di tanam dua kali karena air tidak mencukupi. Faktor lainnya yang mempengaruhi pola tanam adalah budaya masyarakat. Di beberapa wilayah, masyarakat telah terbiasa dengan pola tanam tertentu. Sebagai contoh, di desa Cumedak dan Randu Agung Kecamatan Sumberjambe, seharusnya padi bisa ditanam tiga kali dalam setahun, namun hingga saat ini petani menanamnya hanya dua kali karena harga tembakau dianggap lebih menjanjikan dan masyarakat sejak dulu telah terbiasa dengan pola tanam padi padi tembakau.

3. Kesuburan tanah

Derajat kesuburan tanah pertanian di wilayah Kabupaten Jember terus menurun karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Indikasi turunnya kesuburan tanah ditunjukkan dengan semakin tingginya dosis yang digunakan untuk pemupukan. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak berimbang menjadi pemicu turunnya kesuburan tanah karena menurunnya kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah pertanian di banyak wilayah kurang dari 2. Hal ini menyebabkan produktivitas panen tanaman pangan dan hortikultura menurun. Kesuburan tanah juga terkait dengan cara olah tanah. Petani umumnya melakukan olah tanah hanya sekali pada saat sebelum tanam menggunakan hand traktor. Di daerah Kecamatan Sumberjambe, olah tanah dilakukan tanpa jeda waktu tertentu untuk memberikan waktu bagi tanah melakukan PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 100 pemasakan. Sebagai contoh, apabila hari ini diolah, maka esok harinya langsung dilakukan penanaman. Hal tersebut menyebabkan produktivitas panen tidak dapat optimal.

4. Pemupukan

Pemerintah Kabupaten Jember selalu berupaya memastikan agar petani mendapatkan pupuk yang tepat jumlah, jenis, waktu, dan lokasinya. Selain menggalakkan program perencanaan usaha tani seperti RDKK Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, termasuk rencana kebutuhan pupuknya, pemerintah juga memberikan subsidi pupuk langsung ke petani. Namun, kenyataan yang terjadi adalah justru petani sering mengalami kekurangan pupuk ketika waktu pemupukan tiba. Pupuk seolah menjadi langka. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh oknum tertentu dengan menjual pupuk bersubsidi dengan harga diatas harga subsidi sehingga meningkatkan biaya usaha tani. Permasalahan lain yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran petani untuk menggunakan pupuk berimbang, tepat jenis dan dosisnya. Hal yang sering terjadi adalah petani sangat berlebihan menggunakan urea, baik pada tanaman padi maupun jagung, karena dilakukan dengan sistem sebartabur sehingga penggunaannya kurang terkontrol. Sering, pemupukan hanya dilakukan satu hingga dua kali saja karena dinilai lebih hemat biaya, padahal dengan pola seperti ini produktivitas panen tidap dapat maksimal.Apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah. Masalah lain yang dihadapi adalah petani masih jarang menggunakan pupuk kandang atau organik, padahal pupuk jenis ini dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berakibat pada peningkatan kesuburan tanah. Petani menganggap pupuk kimia lebih praktis digunakan, dan hasilnya lebih cepat. Dalam rangka mendorong penggunaan pupuk organik oleh petani, Dinas Pertanian Kabupaten Jembertelah melakukan pembinaan pembuatan pupuk organik oleh petani berskala kecil dan besar. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 101 Pembinaan pembuatan kompos dan bantuan alatnya telah dilakukan di beberapa wilayah, seperti kecamatan Bangsalsari, Silo, Wuluhan, dan Tempurejo. Adapun untuk pupuk bokashi, petroganik, dan Ze-organik perkembangan produksinya dapat dilihat pada Tabel 5.31. Tabel 5.31. Perkembangan Produksi Pupuk Organik Tahun 2010 2014 No Jenis Pupuk Organik Kapasitas Produksi Ton 2010 2011 2012 2013 2014 1 Bokashi 6,619 6,249 5,390 2,381.6 18.502 2 Petroganik 13,237 4,525 - - - 3 Ze - Organik 3,000 2,246 - - -

5. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman OPT

Pengendalian OPT menjadi salah satu program penting dari Dinas Pertanian Kabupaten Jember. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan peningkatan produksi pertanian yang difokuskan pada penyuluhan pencegahan kehilangan hasil pertanian akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman OPT. Meningkatnya serangan OPT akhir- akhir ini disebabkan karena perubahan iklim yang dipengaruhi oleh Global Warming, resiko penerapan pola tanam monokultur, penanaman tidak serentak, pemberantasan OPT yang juga tidak serentak, serta kurangnya kesadaran petani dalam melakukan perawatan tanaman secara benar sesuai dengan prinsip PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu. Serangan OPT akan berdampak pada kehilangan hasil produksi. Hingga tahun 2014, serangan OPT yang paling banyak menyerang tanaman padi adalah wereng batang coklat, xanthomonas, tikus, blast sebagaimana apat dilihat pada Tabel 5.32. Kehilangan produksi akibat serangan OPT sekitar 1. Adanya program-program penyuluhan tentang pengendalian OPT secara umum telah berhasil menurunkan kehilangan produksi, walaupun tingkat serangannya bersifat fluktuatif, namun mempunyai kecenderungan yang menurun dari tahun ke tahun. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 102 Tabel 5.32 Perkembangan Kehilangan Hasil Produksi berdasarkan OPT Tahun 2010 2014 No. OPT Kehilangan Hasil ton 2010 2011 2012 2013 2014 1 Penggerek 273,12 289,14 178,09 145,39 146,59 2 Tikus 1.161,47 480,33 1.241,29 4.081,97 1.381,42 3 Wereng Batang Coklat 4.387,06 6.729,73 313,59 290,15 1.246,06 4 Tungro 563,47 93,76 163,75 325,96 215,93 5 Xanthomonas 2.102,59 1.211,98 3.814,41 1.006,28 1.125,28 6 Blast 1.328,04 578,94 2.202,89 1.509,34 543,16 Total loses ton 9.815,74 9.383,88 7.914,02 7.359,09 4.658,41 Produksi ton 845.095 830.000 970.096 930.027 978.373 Loses Produksi 1,16 1,13 0,816 0,791 0,48 Masalah yang sering terjadi dikalangan petani sebagai salah satu sebab munculnya serangan OPT adalah petani tidak melakukan perawatan tanaman secara rutin untuk mencegah terjadinya serangan OPT. Untuk komoditas jagung, bahkan petani sangat jarang melakukan perawatan. Apabila serangan benar-benar telah terjadi, atau hampir memasuki fase yang parah, petani baru melakukan pemberantasan dengan menggunakan racun kimia secara berlebihan. Jenis racun yang digunakannya pun sering tidak sesuai jenisnya karena petani telah fanatik terhadap merk tertentu. Penyuluhan yang dilakukan selama ini, sering menghadapi hambatan perilaku masyarakat yang sulit berubah dari kebiasaan. Kebiasaan yang sulit berubah yang terjadi dimasyarakat adalah melakukan pola tanam yang tidak serentak. Hal ini banyak terjadi di wilayah yang mempunyai ketersediaan ai cukup dan berlimpah, seperti di Kecamatan Silo, Mayang, Sumberjambe, Kalisat, Sumberbaru, dan Semboro. Wilayah- wilayah tersebut mempunyai resiko serangan OPT yang tinggi. Berbeda dengan di Kecamatan Wuluhan, Ambulu dan Gumukmas yang dapat dilakukan tanam serentak karena ketersediaan air yang terbatas dan hanya PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 103 cukup pada waktu-waktu tertentu sehingga mendorong petani untuk tanam serentak. Di wilayah-wilayah ini resiko terserang OPT lebih rendah. Namun demikian, dibeberapa wilayah, seperti di Kecamatan Tanggul bagian selatan, petani dengan didampingi oleh Dinas Pertanian Kabupaten Jember telah mulai sadar untuk melakukan pengendalian OPT dengan model semi-PHT. Beberapa jenis bio agensia telah diterapkan untuk mengendalikan OPT. Hal ini patut diapresiasi karena model ini merupakan cara modern dalam praktek pengendalian OPT yang efisien, murah, aman dan ramah lingkungan.

6. Kelembagaan Petani

Dalam rangka membangun sumberdaya manusia petani dan sistem usaha tani yang efektif dan efisien, maka Dinas Pertanian Kabupaten secara intensif terus menumbuhkembangkan kelembagaan pertanian, mulai dari Poktan, Gapoktan, Koptan hingga lembaga-lembaga fungsional yang menunjang bagi berlangsungnya sistem agribisnis tanaman pangan dan hortikutura, seperti UPJA, Saprotan, Regu Pengendali Hama, dan Kelompok Penangkar Benih. Hingga tahun 2014, terdapat sekitar 1,667 Poktan, 232 Gapoktan, 34 KUDKoptan, 94 UPJA, 615 Saprotan, 16 Penangkar benih, dan 61 Regu Pengendali Hama seperti ditunjukkan pada Tabel 5.33. Melalui adanya kelembagaan tersebut, program-program pemerintah dapat dijalankan secara lebih efektif dan efisien, seperti bantuan benih, alsintan, SL-PTT, PMI, penyuluhan, diseminasi teknologi, dan sebagainya. Pemerintah dapat mengorganisasikan dan mengkomunikasikan programnya lebih mudah, cepat, dan terarah, dipihak lain di lain pihak petani melalui kelompoknya dapat merencanakan kebutuhan usaha taninya, seperti pupuk, benih, racun, dan alat pertanian secara efisien kemudian mengusulkannya ke pemerintah. Wilayah kecamatan yang banyak memiliki kelembagaan pertanian, seperti Bangsalsari, Kalisat, Tanggul, Sumberbaru dan Umbulsari menunjukkan dinamika petani yang begitu tinggi dalam merespon program pemerintah. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 104 Permasalahan yang dihadapi adalah kelembagaan petani yang ada selama ini belum sepenuhnya bisa menggerakkan petani ke arah yang diharapkan. Poktan dan Gapoktan belum berhasil memobilisasi anggotanya untuk berperan aktif dalam program-program pemerintah yang bersifat pemberdayaan, seperti SL-PTT, SL-GAP, PMI, diseminasi, dan penyuluhan. Umumnya, petani lebih tertarik kepada program-program yang sifatnya bantuan langsung. Masalah lainnya yaitu petani kurang merasakan manfaat langsung kelompoknya karena tidak semua masalah penting yang dihadapi mampu diselesaikan, misalnya rendahnya harga panen, pemasaran, pemilihan pola tanam, kelangkaan pupuk, mahalnya harga benih, dan permodalan. Disisi lain, pemerintah juga belum dapat memberikan solusi efektif melalui kelompok bagi masalah-masalh tersebut. Akibatnya, petani lebih banyak melaksanakan aktifitasnya secara mandiri tanpa berkoordinasi dengan kelompoknya. Hal ini menyebabkan banyak Poktan atau Gapoktan bagaikan Hidup Segan Mati Tak Mau , artinya keberadaannya sangat sedikit manfaatnya bagi anggotanya. Masalah tersebut diperparah dengan minimnya dana operasional Poktan atau Gapoktan. Pengurus kelompok tidak bisa melakukan banyak hal akibat terbatasnya dana. Di banyak wilayah, pengurus juga kurang termotivasi mengembangkan kelompoknya karena kurangnya insentif yang diterima sehingga lebih bersifat sukarela. Akibatnya, kegiatan kelompok dan program pemerintah tidak dapat dijalankan dengan baik. Kelompok menjadi tidak berdaya, padahal Poktan atau Gapoktan merupakan motor kemajuan pertanian.Apabila masalah ini tidak segera dapat diatasi maka dikuatirkan program percepatan kemajuan pertanian di daerah pedesaan akan banyak menghadapi hambatan dan resistensi justru dari masyarakat petani sendiri. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 105 Tabel 5.33Kelembagaan Pertanian di Kabupaten Jember Kecamatan KELEMBAGAAN PERTANIAN UPJA POKTAN GAPOK TAN KUD Koptan Saprotan Penang kar Benih Regu Pengendali Hama KENCONG - 48 5 2 22 - - GUMUKMAS 24 61 8 1 36 - 16 PUGER - 66 12 2 35 - - WULUHAN 4 64 7 3 18 2 7 AMBULU 1 60 7 3 28 2 7 TEMPUREJO - 61 8 - 18 - - S I L O 3 65 9 - 14 - - MAYANG 1 48 7 1 14 2 1 MUMBULSARI - 48 7 1 20 - - JENGGAWAH 1 49 8 1 31 - 1 A J U N G 3 48 6 1 26 1 - RAMBIPUJI - 51 8 1 29 3 1 BALUNG 1 57 8 1 24 - - UMBULSARI 5 79 10 1 30 1 - SEMBORO 1 62 6 1 15 - 5 JOMBANG - 48 6 1 24 - - SUMBERBARU 1 70 10 2 25 - - TANGGUL 1 80 8 - 13 2 - BANGSALSARI 25 66 11 2 26 2 1 P A N T I 7 50 7 2 21 - 7 SUKORAMBI - 30 5 - 14 - - A R J A S A 1 48 6 - 11 - - PAKUSARI - 43 7 1 12 - - KALISAT 1 64 12 3 25 - - LEDOKOMBO 8 64 10 - 11 - 13 SUMBERJAMBE - 64 9 1 16 - - SUKOWONO - - - - - - - J E L B U K 1 48 6 2 12 - - KALIWATES 2 28 4 - 9 1 - SUMBERSARI 1 52 7 - 15 - - PATRANG 2 45 8 1 21 - 2 J U M L A H 94 1,667 232 34 615 16 61

7. Sarana Usaha Tani

Sarana usaha tani adalah alat dan mesin pertanian alsintan yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengusahaan komoditas pertanian. Jenis sarana usaha tani dan jumlahnya di Kabupaten Jember dapat dilihat pada Tabel 5.34. Sarana usaha tani yang paling banyak terdapat adalah alat pemanenan, pengendalian OPT, dan pengolahan tanah. Jenis alat panen yang banyak digunakan adalah alat panen tradisional, sabit bergerigi, sedangkan alat pemanen modern, seperti reaper dan combine harvester masih sangat terbatas. PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 106 Tabel 5.34Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Jember Tahun 2014 No. Jenis Alat Mesin dan kelembagaan Pertanian Kondisi Baik Rusak Ringan Rusak Berat Jumlah Unit 1. Pengolahan Lahan a. Traktor Roda Dua 3,425 141 3,566 b. Traktor Roda Empat 6 - 6 2. Penanaman a. Tanam Padi Transplanter 5 - 5 b. Tanam Biji-bijian Seeder 129 - 129 3. Pengendalian OPT a. Penyemprotan Hand Sprayer dan Power Sprayer 36,792 466 37,258 b. Pengabut Pestisida Swing - Fog 30 - 30 c. Emposan Tikus 510 76 586 d. Pembersih Gulma 21,449 17 21,466 4. Pengairan Pompa Air 13,569 44 13,613 5. Pemanenan a. Sabit Bergerigi 66,255 385 66,640 b. Pemotong Padi Tipe Gunting Reaper 2 - 2 c. Pemotong Padi Tipe Gendong paddy Mower 58 1 59 d. Stripper - - - e. Combine Harvester 20 - 20 f. Pengungkit Ubi Kayu Ubi Jalar - - - 6. PerontokPemipil a. Perontok Padi Thresher 2,141 54 2,195 b. Pemipil Jagung Cornsheller 460 28 488 c. Perontok Kedelai Thresher 250 8 258 d. Perontok Multiguna Padi, Jagung, Kedelai 124 2 126 7. Pembersihan Pembersih Gabah Winower 11 - 11 8. Pengeringan a. Pengering Tipe Datar Flat Bed Dryer 3 2 5 b. Pengering Tipe Vertikal Continous Dryer 14 - 14 9. Penggilingan a. Penggilingan Padi Kecil Small Rice Mill 380 7 387 b. Penggilingan Padi Menengah Medium Rice Mill 139 14 153 c. Penggilingan Padi Besar Large Rice Mill 63 3 66 10. Penyimpanan Penyimpanan Hasil Tanaman Pangan Silo 2 - 2 11. Pembuatan Pupuk Alat Pembuat Pupuk Organik APPOKompos 126 1 127 Jumlah peralatan usaha panen untuk pengolahan tanah, panen, dan pengendalian OPT secara umum telah mencukupi, namun kebutuhan untuk masing-masing desa perlu dikaji lebih dalam karena kondisi wilayah yang berbeda memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. Sebagian besar peralatan panen banyak terdapat di wilayah selatan Kabupaten Jember, seperti Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Gumukmas, dan Balung. Sementara itu, jumlah peralatan usaha tani lainnya, seperti pengairan, penanaman, PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 107 pengeringan, penggilingan, dan pembuatan pupuk masih memerlukan pengkajian mendalam terkait dengan kebutuhannya untuk masing-masing wilayah. Beberapa wilayah mengalami keterbatasan peralatan panen, terutama yang terdapat di daerah pelosok sehingga perlu mendatangkan atau menyewa dari wilayah lain. Hal tersebut menyebabkan ongkos produksi menjadi lebih tinggi.

8. Pemasaran Hasil Pertanian

Sistem pemasaran hasil pertanian tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kedelai secara umum belum efisien. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya selisih harga ditingkat petani dan konsumen. Kondisi tersebut disebabkan adanya beberapa pemain dalam tata niaga hasil pertanian. Peran tengkulak atau pedagang penggiling, dan pedagang besar cukup besar dalam fluktuasi harga komoditas. Masing-masing pemain berupaya mengambil keuntungan, namun proporsinya belum mencerminkan keadilan. Petani sebagai produsen merupakan pihak yang seringkali dirugikan dalam penetapan harga komoditas. Sebagai produsen yang mempunyai resiko paling besar, justru petani memperoleh nilai tambah yang paling kecil dibandingkan pedagang. Hal ini dialami pula oleh petani padi, jagung, dan kedelai di Kabupaten Jember. Umumnya petani lebih menyukai menjual hasil panennya kepada pedagang karena harga jualnya biasanya lebih tinggi dibandingkan Dolog yang mematok harga gabah sesuai aturan pemerintah. Namun jika dibandingkan dengan harga beras yang diterima konsumen, selisih harganya sangat tinggi. Keuntungan yang diterima oleh para pedagang lebih tinggi dibandingkan para petani. Disparitas harga tersebut semakin besar jika petani berada di daerah pelosok. Para pedagang mempunyai sejumlah alasan untuk dapat mendapatkan harga yang lebih rendah, seperti biaya transportasi, biaya penggilingan, penyimpanan, dan distribusi. Sementara itu, petani dengan segala keterbatasannya tidak mempunyai banyak pilihan. Apalagi jika termasuk petani penyewa yang dituntut untuk segera memperoleh dana cash untuk membayar uang sewa, pinjaman bank, PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 108 dan kebutuhan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan posisi petani menjadi sangat lemah dihadapan pedagang.

9. Keterbatasan Modal

Modal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan program-program intensifikasi produksi pertanian. Petani yang menghadapi permasalahan dengan modal biasanya adalah petani kecil. Oleh karena struktur petani kita masih didominasi oleh petani kecil, maka persoalan permodalan menjadi isu yang selalu berkembang dari waktu ke waktu. Petani kecil gurem, yaitu petani yang tidak mempunyai lahan sawah sendiri petani penggarap, atau memiliki lahan sangat sempit biasanya berpendapatan rendah. Petani dengan ciri seperti ini hanya mendapatkan penghasilan ketika panen tiba. Untuk memenuhi biaya hidup dan modal produksi dari musim ke musim tidak bisa dilepaskan dari modal pinjaman. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kredit seakan sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi usaha tani. Jika kredit tidak tersedia, maka petani tidak mempunyai dana untuk membeli benih unggul, pupuk, obat-obatan, air, dan perawatan sehingga produktivitas tanaman tidak akan bisa optimal. Keterbatasan modal memang telah direspon oleh pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan memberikan berbagai skim kredit. Namun tetap saja, petani gurem kesulitan mengakses kredit karena kendala ketiadaan agunan. Petani juga seringkali mengalami kesulitan menghadapi proses administrasi perbankan terutama yang terkait dengan resiko gagal panen dan biaya produksi. Hal inilah yang menyebabkan Kredit Usaha Rakyat KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E dan program sejenis keberhasilannya masih jauh dari harapan.Walaupun pemerintah menginstruksikan bahwa program-program tersebut tanpa agunan, tetapi dalam prakteknya pihak perbankan tetap menggunakan jaminan. Data dari Bank Indonesia Jember menunjukkan bahwa penyaluran kredit untuk sektor pertanian sangat kecil, yaitu hanya sekitar 5, sedangkan sektor industri dan perdagangan masing-masing mencapai 47.3 dan 32.35 dari total kredit PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 109 yang disalurkan. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa dengan pihak perbankan kurang berminat dengan model bisnis pertanian yang ada seperti sekarang ini. Salah satu lembaga keuangan yang banyak diminati oleh petani adalah Bank Perkreditan Rakyat dan erasi Simpan Pinjam KSP. Lembaga ini tersebar hingga ke desa-desa dan menawarkan kemudahan administrasi, kecepatan, dengan agunan ringan. Skema pembayaran kredit yang ditawarkan juga mengikuti karakter petani yang mendapatkan income secara musiman. Namun umumnya lembaga-lembaga keuangan seperti ini memberikan bunga yang cukup tinggi. Sebagian petani yang terhimpit oleh tekanan ekonomi yang berat terjerat dengan praktek ijon atau menggadaikan tanamannya kepada para tengkulak atau rentenir. Walaupun petani menyadari bahwa sistem seperti ini merugikan, namun dari sisi lainnya merasa tertolong karena mendapat bantuan keuangan pada saat yang begitu mendesak. Jeratan utang, ditambah dengan ketiadaan aset, rendahnya pendapatan, ketidakpastian biaya produksi, dan desakan kebutuhan hidup sehari-hari merupakan lingkaran permasalahan yang harus dapat dipecahkan agar petani lebih fokus dan produktif dalam melakukan usaha tani yang menguntungkan.

10. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Alih fungsi lahan pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Alih fungsi lahan merupakam kegiatan perubahan pengunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah PENYUSUNAN MASTERPLAN PERTANIAN KABUPATEN JEMBER 110 pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar. Menurut data Kantor Pertanahan Kabupaten Jember tahun 2014 pada periode 2010 hingga 2014, sebanyak 595.47 hektar tanah pertanian yang terdiri dari 580 ha sawah dan 15.10 ha tegalan telah dikonversi menjadi peruntukan lain sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.35. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pada masa mendatang dimana jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan pangan juga meningkat, Kabupaten Jember menghadapi potensi keterbatasan lahan pertanian, sehingga perlu diupayakan untuk melakukan konservasi atau perlindungan terhadap lahan-lahan pertanian produktif. Tabel 5.35Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Jember Tahun Luas Konversi Ha Sawah Tegal Jumlah 2010 47.34 0.75 48.09 2011 112.97 5.91 118.88 2012 87.14 4.93 92.07 2013 155.36 1.7 157.07 2014 27.85 1.81 29.66 Jumlah 430.66

15.10 445.77