PEMBELAJARAN BIOLOGI MODEL JIGSAW II DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus pada Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Oleh :

Anna Lusiana Kuswardhani S830809004

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN BIOLOGI MODEL JIGSAW II DAN STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus pada Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun Oleh:

Anna Lusiana Kuswardhani, S.P. S 830809004

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal ………..

Jabatan Nama Tanda Tangan

Pembimbing I Prof.Drs.H.Sutarno, M.Sc. Ph,D

NIP. 19600809 198612 1

………..

Pembimbing II Drs. Haryono, M.Pd

NIP 19520423 197603 1 002

………..

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19520116 1998003 1 001


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN BIOLOGI MODEL JIGSAW II DAN STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus pada Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun Oleh:

Anna Lusiana Kuswardhani, S.P. S 830809004

Telah disahkan oleh Tim Penguji pada tanggal ……….. Dewan Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.

NIP 19520116 1998003 1 001 ………

Sekretaris Dra. Suparmi, MA, Ph.D

NIP 19520915 197603 2 001 ... Anggota Penguji 1 Prof.Drs.H.Sutarno, M.Sc. Ph,D

NIP. 19600809 198612 1 001 ... 2 Drs. Haryono, M.Pd

NIP 19520423 197603 1 002 ...

Mengetahui

Direktur Ketua

Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. PhD Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama : Anna Lusiana Kuswardhani

NIM : S 830809004

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul

PEMBELAJARAN BIOLOGI MODEL JIGSAW II DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA (Studi Kasus pada Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011)

adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Pebruari 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul "Pembelajaran Biologi Model

Jigsaw II dan Student Teams Achievement Division (STAD) Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dan Kreativitas Siswa" (Penelitian Pembelajaran Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011), dapat terselesaikan. Selama proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, MSc, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan penyusunan penelitian ini. 2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan wawasan, motivasi, dan bimbingan hingga selesainya tesis ini. 3. Prof. Drs.Sutarno, M.Sc. Ph.D, selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dengan kesabaran sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

4. Drs. Haryono, M.Pd, selaku Pembimbing yang dengan kesabaran membimbing, memberi arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. 5. Segenap Dosen Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

khususnya pada Program Studi Pendidikan Sains yang telah memotivasi dan memberikan wawasan keilmuan selama penulis menempuh studi pada Program Pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan pahala atas jasa-jasa dan kebaikan mereka. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, penulis mengharapkan saran yang membangun dari pembaca.

Amin.

Surakarta, Pebruari 2011 Penulis


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO

“ Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” ” Akar pendidikan memang rasanya pahit, namun buahnya manis”

( Aristoteles )

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada:

Ibunda Hj. Sri Hajutri dan Ayahanda H. Kusworo WH (Alm) tersayang Suamiku tercinta Mas Sri Widodo, terima kasih untuk segalanya Buah hatiku Rhapsody Dini W, Rhapsody Dwiki W, Rhapsody Diva W,

Kakak dan Adikku tersayang,

Mbak Yoen dan Mas Eko, Mbak Wari dan Mas Jeta, Mas Hans dan Mbak Ning, Mbak Lala dan Mas Agung, Diana dan Wawan, Toni dan Mamik.

Semua Keponakan yang kusayangi,

Wiku, Henu,Yudha, Nana, Selvi, Devi, Mery, Abi, Dipta,Ive, Nida,Oval Kelurga Besar

Bapak Suwardi dan ibu Supatmi ( Almh )

Mbak Sri Endang Mulyaningsih , Heni dan Dwi serta Ester Keluarga Besar


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 14 1. Landasan Teori ... 14


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. STAD ... 35

5. Pengertian Motivasi ... 38

6. Kreativitas ... 42

7. Prestasi Belajar ………. 48

8. Materi Ekosistem ………. 51

2. Penelitian Yang Relevan ... 69

3. Kerangka Berpikir ... 72

4. Hipotesis ... 76

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 78

A. Tempat Penelitian ... 78

B. Waktu Penelitian ... 78

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 78

D. Metode Penelitian ... 79

E. Rancangan Penelitian ... 79

F. Variabel Penelitian ... 79

G. Teknik Pengumpulan Data ... 81

H. Instrumen Penelitian ... 81

I. Uji coba Instrumen Pengambilan Data ... 82

J. Teknik Analisa Data ... 90

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 94

A. Deskripsi Data ... 94


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Keterbatasan Penelitan ... 122

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 124

A. Kesimpulan ... 124

B. Implikasi ... 125

C. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1. Periode-Periode Perkembangan Secara Umum ... 23

Tabel 2.2. Tingkat Trofik ... 57

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 78

Tabel 3.2. Kualifikasi Validitas ... 83

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Instrumen Pengambilan Data ... 84

Tabel 3.4. Kualifikasi Reliabilitas Tes ... 86

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Pengambilan Data ... 86

Tabel 3.6. Kualifikasi Indeks Kesukaran ... 87

Tabel 3.7. Distribusi Tingkat Kesukaran Instrumen Tes

... 87

Tabel 3.8. Indeks Diskriminasi ... 89

Tabel 3.9. Distribusi Daya Beda Instrumen Tes ... 89

Tabel 3.10. Desain Faktorial ... 91

Tabel 4.1. Deskripsi Data Motivasi Belajar ... 94

Tabel 4.2. Distribusi Frekwensi Motivasi Belajar Model JigsawII ... 95

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Model STAD ... 95

Tabel 4.4. Deskripsi Data Kreativitas Siswa ... 96

Tabel 4.5. Dristribusi Frekuensi kreativitas siswa kelas Jigsaw II ... 97

Tabel 4.6. Dristribusi Frekuensi Kreativitas Kelas Model STAD ... 98

Tabel 4.7. Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa ... 98

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Siswa Kelas Jigsaw II ... 99

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Siswa Kelas STAD ... 100


(12)

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1. Aliran Energi ... 56

Gambar 2.2. Piramida Jumlah Individu ... 59

Gambar 2.3. Piramida Biomassa ... 60

Gambar 2.4. Piramida Energi ... 61

Gambar 2.5. Skema Daur Biogeokimia ... 62

Gambar 2.6. Siklus Nitrogen Di Alam... 65

Gambar 2.7. Daur Karbon Dan Oksigen ... 66

Gambar 2.8. Daur Sulfur ... 68

Gambar 2.9. Daur Fosfor ... 69

Gambar 4.1. Histogram Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Model Jigsaw II 95 Gambar 4.2. Histogram Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Model STAD .... 96

Gambar 4.3. Histogram Frekuensi Kreativitas Siswa Model Jigsaw II ... 97

Gambar 4.4. Histogram Frekuensi Kreativitas Siswa Model STAD ... 98

Gambar 4.5. Histogram Prestasi Belajar Siswa Kelas Jigsaw II ... 100


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lampiran 1. Silabus ... 132

Lampiran 2. RPP Model Jigsaw II ... 133

Lampiran 3. RPP Model STAD ... 136

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa ... 139

Lampiran 5. Kisi-kisi Motivasi Belajar ... 142

Lampiran 6 . Angket Motivasi Belajar Siswa ... 143

Lampiran 7. Kisi-kisi Tes Kreativitas Verbal ... 156

Lampiran 8. Angket Kreativitas ... 158

Lampiran 9. Kisi-kisi Aspek Kognitif ... 168

Lampiran 10. Soal Uji Coba Prestasi Belajar Biologi ... 170

Lampiran 11. Data Induk ... 182

Lampiran 12. Uji Normalitas ... 183

Lampiran 13. Uji Homogenitas ... 190

Lampiran 14. Uji Hipotesis ... 194

Lampiran 15. Uji Lanjut Anava ... 195

Lampiran 16. Analisa Daya Pembeda, Indeks Kesukaran Dan Validitas ... 196


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

II dan Student Team Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kreativitas Siswa (Studi Kasus Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing: 1) Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D. 2) Drs. Haryono, MPd.

Pembelajaran biologi menuntut adanya peran aktif siswa secara individu dan kooperatif. Untuk itu dalam pembelajaran biologi perlu penerapan model pembelajaran kooperatif dengan mempertimbangkan karakteristik siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh antara pembelajaran kooperatif model

Jigsaw II dan STAD terhadap prestasi belajar siswa, (2) Pengaruh antara motivasi belajar terhadap prestasi belajar biologi, (3) Pengaruh antara kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi , (4) Interaksi antara pembelajaran model Jigsaw II dan STAD dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar biologi , (5) Interaksi antara model pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi , (6) Interaksi antara motivasi belajar dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi , (7) Interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar, dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi .

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi adalah seluruh siswa kelas X semester I SMA Negeri 1 Sumberlawang tahun pelajaran 2010/2011, sejumlah 5 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari dua kelas. Satu kelas eksperimen pertama dengan model

Jigsaw II dan satu kelas ekperimen kedua dengan model STAD. Teknik pengumpulan

data menggunakan tes untuk prestasi belajar, angket untuk motivasi belajar dan angket untuk kreativitas siswa. Uji hipotesis penelitian dengan menggunakan anava tiga jalan sel 2 x 2 x 2 yang kemudian dilanjutkan uji Scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada pengaruh metode belajar kooperatif Jigsaw II dan STAD terhadap prestasi belajar siswa, Jigsaw II lebih baik dari STAD 2) tidak ada pengaruh antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan rendah, terhadap prestasi belajar biologi dengan materi ekosistem 3) tidak ada pengaruh antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dan rendah, terhadap prestasi belajar biologi materi ekosistem 4) tidak ada interaksi antara metode belajar kooperatif Jigsaw II dan STAD dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar biologi materi ekosistem 5) tidak ada interaksi antara metode belajar kooperatif

Jigsaw II dan STAD dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi materi ekosistem 6) tidak ada interaksi motivasi belajar dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi materi ekosistem 7) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif Jigsaw II dan STAD, motivasi belajar dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar.

Kata Kunci: Pembelajaran Biologi, Pendekatan Kooperatif, Jigsaw II, STAD, Motivasi Belajar, Kreativitas Siswa, Prestasi Belajar, Ekosistem.


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

and Student Team Achievement Divisions (STAD) overviewed from Student

Motivation and Students Creativity (A case Study on Ecosystem for Xth Grade Student, SMA N 1 Sumberlawang in 2010/2011 Academic Year). Thesis, Surakarta, 2011. Science Education program Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Advisor: 1) ) Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D. 2) Drs. Haryono, MPd .

Biology learning requires the active role of students individually and cooperatively. Therefore, in biology learning is necessary to apply cooperative learning model by considering the characteristics of students. The purposes of the research is to know the effect of STAD and Jigsaw II learning model, students motivation and students creativity toward student achievement. The purposes of the research that: 1) There was correlation of cooperative learning using STAD and

Jigsaw IItoward students achievement, Jigsaw II is better than STAD. 2) There was no effect motivated students toward students achievement in Biology . 3) there was no effect of the students creativity toward students achievement in Biology . 4) There was no interaction between STAD and Jigsaw II with students motivation toward students achievement . 5) There was no interaction between STAD and Jigsaw II with students creativity toward students achievement. 6) There was no interaction between students motivation with students creativity toward students achievement. 7) There was no interaction STAD and Jigsaw II, students motivation, students creativity toward students achievement.

This research used experimental methods. The population was the first semester student grade X SMA Negeri 1 Sumberlawang academic year 2010/2011, consisted 5 classes. The research sample wias taken using cluster random sampling technique consisted of two classes. First experiment class was treated using STAD model while the second experiment class was treated using Jigsaw II model. The data was collected using test method for student achievement and questionnaire for students motivation and students creativity. The hypothesis was tested using three-ways cell Anova : 2 x 2 x 2 continued using Scheffe test.

The data analysis showed that: 1) There is an effect of cooperative learning using STAD and Jigsaw II toward students achievement, Jigsaw II is better than STAD. 2) There was no effect motivated students toward students achievement in Biology . 3) there was no effect of the students creativity toward students achievement in Biology . 4) There was no interaction between STAD and Jigsaw II with students motivation toward students achievement. 5) There was no interaction between STAD and Jigsaw II with students creativity toward students achievement. 6) There was no interaction between students motivation with students creativity toward students achievement. 7) There was no interaction between STAD and Jigsaw

II, students motivation with students creativity toward students achievement.

Keywords: Biology Learning, Cooperative Approach, Jigsaw II, STAD, Students


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Cita-cita bangsa Indonesia sungguh mulia sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 1 Bab I Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa :”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Tujuan pendidikan nasional secara terinci tertuang dalam Pasal 3 Bab I Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa : “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional masih belum optimal seperti yang diharapkan, walaupun faktanya kita mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Ini terbukti pada berbagai event internasional olimpiade MIPA ( Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam )


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

siswa Indonesia memperoleh medali emas, perak dan perunggu, karena mendapat predikat terbaik dalam Olimpiade Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Astronomi dan bidang . Kenyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia tidak tertinggal dari negeri tetangga. Namun di sisi lain, kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan di Negara kita menjumpai banyak permasalahan yang menjadi kendala dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh di SMA Negeri 1 Sumberlawang pada awal berdirinya masih kekurangan sumber daya manusia ( guru dan siswa ), sumber daya alam ( infrastruktur, sarana prasarana ) dan sumber dana. Belum terpenuhinya tenaga pendidik dan kependidikan merupakan hambatan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga pencapaian prestasi belajar kurang memuaskan. Dari segi sarana dan prasarana di SMA Negeri 1 Sumberlawang masih minim, hal ini bisa dimaklumi karena SMAN 1 Sumberlawang merupakan sekolah menengah di tingkat kecamatan dengan usia yang masih sangat muda karena baru 4 kali meluluskan siswanya. Walaupun sudah tersedia OHP, VCD Player,namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena jumlahnya sedikit. Baru pada tahun pelajaran 2009/2010 mendapat bantuan alat bahan untuk laboratorium IPA, Laptop dan LCD. Dari segi penilaian berbasis portofolio kita juga tertinggal . Karena di setiap tempat yang kosong seharusnya dimanfaatkan untuk memajang hasil kerja dan karya siswa yang telah dinilai oleh para guru. Sementara di sekolah kita ada namun hanya untuk memenuhi persyaratan, tanpa penggunaan yang intensif dan maksimal. Sumber dana juga masih terbatas sehingga kurang dapat menunjang pelaksanaan KBM secara optimal.

Hasil belajar mata pelajaran Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah secara umum kurang memuaskan : Prestasi Ujian Nasional SMAN 1 Sumberlawang pada


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahun kedua (untuk mata pelajaran biologi baru tahun kedua diuji) 2007/2008 rata-rata 6,65 sedang pada tahun pelajaran 2008/2009 dengan rata-rata-rata-rata yang lebih rendah yaitu 4,68 . Hal ini memperkuat data bahwa prestasi belajar siswa secara umum memang masih rendah. Rendahnya perolehan nilai ulangan harian, ulangan akhir semester, ujian Nasional dan Ujian Sekolah merupakan fenomena unik dan selalu terulang. Ini merupakan gejala awal bahwa ada indikasi penguasaan materi esensial atau konsep-konsep urgen yang diserap siswa masih rendah. Termasuk di dalamnya adalah hasil belajar mata pelajaran Biologi.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai cara, antara lain : Program peningkatan sumber daya manusia (SDM Guru) melalui penyetaraan S1 bagi guru-guru SD maupun SMP, penyediaan sarana dan sumber belajar, pelatihan-pelatihan guru baik tingkat regional maupun nasional, pemberian bantuan dan pendidikan berupa imbal swadaya, block grand, BKM, BKS, BSM, BOS termasuk BOS Buku dan lain-lainnya.

Upaya Pemerintah yang lain adalah melakukan terobosan baru untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut guru dengan pembelajaran mengarahkan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman nyata dengan pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning). Menurut Mulyasa (2002:40),”ada tiga landasan yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu : adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning),

dan perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif”. Apabila ketiganya dapat diupayakan diharapkan penerapan KTSP dapat berhasil dengan baik.


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kenyataan pada SMA Negeri 1 Sumberlawang, sebagian besar guru masih menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan sejumlah informasi kepada para siswa, pelaksanaan pembelajaran masih searah yaitu didominasi oleh guru

(teacher oriented), tanpa melihat kemungkinan penerapan metode pembelajaran lain yang lebih sesuai dengan karakteristik bahan ajar dan alat atau sarana prasarana yang tersedia. Akibatnya, materi pelajaran disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan taraf perkembangan mental dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga pembelajaran terasa monoton, tanpa ada variasi baik dalam metode mengajar, penggunaan media belajar, pemakaian sumber pembelajaran. Pembelajaran secara konvensional masih sering dilakukan meskipun telah melaksanakan kurikulum 2004. Sehingga pemerintah memandang perlu Penyempurnaan Kurikulum dengan menetapkan KTSP sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2006. Dalam KTSP guru mempunyai keleluasaan untuk merancang pembelajaran sesuai dengan satuan pendidikan, karakteristik sekolah maupun karakteristik peserta didik. Rendahnya prestasi belajar Biologi sebagai akibat kurangnya pembelajaran yang bermakna, pembelajaran cenderung ceramah, tidak melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran belum mengoptimalkan kompetensi siswa untuk berinteraksi dengan sesama pelajar, lingkungan sebagai sumber belajar dan kurangnya melibatkan siswa dalam keterampilan IPA.

Biologi yang merupakan bagian sains dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa. Menurut Standar Kompetensi Sains, peran guru bergeser dari menentukan “apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

teman, lingkungan dan nara sumber lain (Depdiknas, 2004:5). Implementasi Kurikulum baru ini mengisyaratkan proses pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran, yaitu : problem base intstruction, cooperative learning, dan direct instruction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.

Pada dasa warsa terakhir, teori konstruktivisme banyak mempengaruhi pembelajaran biologi pada khususnya dan pembelajaran sains pada umumnya. Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual adalah cooperative learning. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan teman-temannya. Dalam kelompok yang terdiri dari 4 – 6 orang, siswa lebih bebas mengemukakan pendapatnya. Di dalam kelompok kooperatif mereka akan saling membantu dan juga saling meneguhkan. Hasil yang didapat tidak hanya akademik, tetapi juga sosial. Model pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif, yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw II, Group Investigasi (GI), Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together (NHT) serta

Team Group Turnamen (TGT).

Salah satu model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Jigsaw II, siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada saat membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama (berkumpul) dalam kelompok ahli, untuk mendiskusikan topik mereka selama waktu


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang ditentukan. Selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk menyampaikan kepada anggota yang lain dalam satu tim asal. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim . Dalam Jigsaw II, skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya dapat menerima sertifikat atau penghargaan lainnya.

Selain Jigsaw II juga dengan model kooperatif STAD. Dalam pembelajaran kooperatif model STAD, siswa-siswa di kelompokkan menjadi kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 – 6 siswa. Yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan rendah. Disamping itu guru juga mempertimbangkan kriteria heterogenitas yang lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya. Pembawaan siswa ke dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya seimbang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi.

Keberhasilan kelompok kooperatif dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya interaksi antar anggota kelompok. Untuk dapat berinteraksi dengan baik maka anggota kelompok harus memiliki sikap yang baik terhadap kelompok kooperatif. Dalam kelompok kooperatif, keberhasilan seseorang akan mendukung keberhasilan kelompoknya. Dengan demikian mereka akan saling membantu. Setiap anggota kelompok yang sudah menguasai materi pelajaran membantu teman-temannya untuk menguasai materi tersebut.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999:80), menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar. Menurut Galloway dalam Toeti Soekamto dan Udin S. Winatapura (1997:39) bahwa dengan mengatur kondisi dan situasi belajar menjadi kondusif, serta diberikan penguatan-penguatan diharapkan akan dapat merubah motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik. Sebagian guru berpendapat bahwa motivasi belajar bersumber dari siswa itu sendiri dalam meningkatkan motivasi belajarnya, sehingga guru tidak atau kurang peduli bagaimana merangsang, meningkatkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Padahal guru justru berperan dalam memberikan motivasi belajar kepada siswa dengan menerapkan prinsip diantaranya jika materi pembelajaran yang dipelajarinya bermakna karena sesuai dengan bakat, minat, dan pengetahuan dirinya, maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Motivasi belajar siswa akan meningkat jika guru mampu menjadi model bagi siswa untuk dilihat dan ditirunya, juga memberi kesempatan yang luas kepada siswa untuk belajar sesuai dengan strategi, metode, dan teknik belajarnya sendiri serta terjalin komunikasi antara guru dengan siswa yang akrab dan menyenangkan, sehingga siswa mampu dan berani mengungkapkan pendapatnya sesuai dengan tingkat berpikirnya.

Selain motivasi belajar tinjauan yang lain adalah Kreativitas siswa . Utami Munandar (1995) membuat definisi yang merupakan rangkuman dari beberapa pengertian tentang kreativitas yaitu kreativitas untuk semua usaha produktif yang unik dari individu, seorang dituntut kemampuannya untuk berpikir dan menemukan sesuatu yang baru melalui kondisi lingkungan dan mempertimbangkan aspek-aspek personalitasnya. Yaitu aspek yang berkaitan dengan kepribadian individu sebagai


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pribadi kreatif. Proses berpikir kreatif yang berupa penemuan konsep, prinsip dan gagasan-gagasan baru memerlukan kondisi yang kondusif dengan kesempatan yang cukup luas. Sehingga siswa akan dapat mengeksplorasi segenap kemampuannya untuk menunjukkan kreativitasnya.

Mengetahui tingkat motivasi belajar dan kreativitas siswa yang berbeda-beda akan membantu para guru untuk dapat mendekati semua atau hampir semua siswa hanya dengan menyampaikan informasi dengan pendekatan yang sesuai. Dengan pemilihan metode yang sesuai dengan motivasi belajar dan kreativitas siswa maka diharapkan prestasi belajar siswa akan lebih baik. Sehingga terlihatlah betapa pentingnya kedua hal tersebut dalam proses pembelajaran.

Dalam hal ini, E. Mulyasa (2003) menekankan pentingnya upaya pengembangan aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa di dalam proses

pembelajaran. Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003)

mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah : (1) dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut; (2) memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah; (3) melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya; (4) memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; (5) melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

Dimilikinya kemampuan kreatif, siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, namun siswa akan berusaha mencari dan memberikan informasi dalam proses pembelajaran. Siswa yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, berpetualang, suka bermain dan intuitis. Kemampuan kreatif akan mendorong


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

siswa merasa memiliki harga diri, kebanggaan dan kehidupan yang lebih sehat. Namun menjadi tanggung jawab dan kewajiban guru pula untuk meningkatkan kreatifitas para siswa agar prestasi belajar yang dicapai dapat maksimal dan optimal.

Dengan menganalisis masalah-masalah yang ada dicari yang mengarah pada dugaan sementara rendahnya hasil belajar, berdasar hasil analisis hanya beberapa masalah yang lebih fokus untuk segera dipecahkan, dalam rangka perbaikan pembelajaran yaitu : (1) rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap standar kompetensi mata pelajaran Biologi, (2) guru masih menggunakan metode yang kurang menyenangkan, (3) kurangnya guru memperhatikan motivasi belajar siswa, dan ( 4) kurangnya guru memperhatikan kreativitas siswa.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang

Pembelajaran Biologi Model Jigsaw II dan Student Teams Achievement Division

(STAD) Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kreativitas Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Dalam proses pembelajaran guru lebih menekankan pencapaian target kurikulum dan kurang menekankan pemahaman konsep, sehingga hasil belajar yang diperoleh rendah karena siswa cenderung hanya menghafal.

2. Siswa dalam memahami konsep biologi masih kurang, karena guru belum melakukan pembelajaran berdasarkan proses, cara dan perbuatan.


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kooperatif, PBL dan CTL namun guru masih belum kreatif dan jarang inovatif dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat.

4. Masih banyak guru biologi yang belum menggunakan model pembelajaran secara tepat dalam proses belajar mengajar, padahal ada model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan antara lain STAD, TGT, TPS, NHT, GI dan

Jigsaw II..

5. Guru belum memperhatikan faktor-faktor internal yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan yang lain yang dimungkinkan berpengaruh terhadap motivasi belajar dan kreativitas siswa.

6. Guru cenderung memberikan penilaian dalam ranah kognitif saja dan tidak memperhitungkan aspek afektif dan psikomotor.

7. Materi dalam pembelajaran biologi kelas X di SMA antara lain keanekaragaman hayati, pelestarian lingkungan, dan ekosistem yang saling berkaitan namun guru belum menunjukkan keterkaitan konsep tersebut dalam proses pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan dengan mempertimbangkan waktu serta biaya, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah untuk menjamin keabsahan dalam pembuatan kesimpulan yang akan diperoleh, maka penyusun membatasi masalah ini pada :

1. Model pembelajaran yang digunakan yaitu Jigsaw II dan STAD.

2. Motivasi belajar siswa dibatasi pada motivasi belajar siswa untuk mencapai prestasi yang diharapkan dengan kategori tinggi dan rendah.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Kreativitas siswa dibatasi pada kreativitas verbal siswa dengan kategori tinggi dan rendah.

4. Prestasi belajar biologi siswa dibatasi pada hasil belajar aspek kognitif. 5. Materi pembelajaran yang digunakan yaitu ekosistem.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Adakah pengaruh pembelajaran kooperatif model Jigsaw II dan STAD terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

2. Adakah pengaruh motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

3. Adakah pengaruh kreativitas siswa tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

4. Adakah interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

5. Adakah interaksi antara model pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

6. Adakah interaksi antara motivasi belajar dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa ?

7. Adakah interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa ?


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh pembelajaran kooperatif model Jigsaw II dan STAD terhadap prestasi belajar biologi siswa.

2. Pengaruh motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap belajar terhadap prestasi belajar biologi.

3. Pengaruh kreativitas siswa tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar biologi siswa.

4. Interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa .

5. Interaksi antara model pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa .

6. Interaksi antara motivasi belajar dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa .

7. Interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi siswa .

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat yang berarti yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis ;

a. Menambah informasi masukan tentang cara belajar dengan model pembelajaran


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Memperlihatkan pengaruh tingkat motivasi belajar dan kreativitas verbal siswa dalam pencapaian prestasi belajar.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan serta acuan bagi peneliti lainnya sehingga dapat mengembangkan model pembelajaran yang tepat dan terarah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.

d. Meningkatkan prestasi belajar Biologi pada konsep pembelajaran ekosistem. 2. Manfaat Praktis ;

a. Memberi masukan kepada guru biologi untuk memilih metode pembelajaran yang tepat untuk meningkat prestasi belajar biologi.

b. Menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran yang sesuai deangan tuntutan karakteristik kurikulum.

c. Menjadi motivasi dan sumber inspirasi untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan tipe-tipe pembelajaran yang lain.

d. Memberikan pengalaman kepada siswa untuk belajar bekerjasama dan menghargai orang lain.


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Biologi a. Pengertian pembelajaran

Menurut UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 yang dimaksud dengan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar “ . Dalam pasal yang sama juga dijelaskan bahwa “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu” dan “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Menurut Zamroni (2007: 70) : “Proses belajar merupakan proses interaksi antara guru dan siswa berkaitan dengan materi pembelajaran yang bersifat kompleks dan penuh dengan ketidakpastian”. Dikatakan kompleks karena interaksi antara guru dan siswa yang nampak sederhana pada hakekatnya bersifat kompleks karena melibatkan pikiran, emosi, imajinasi, dan sikap yang berinteraksi secara simultan. Dikatakan penuh dengan ketidakpastian karena pikiran, emosi, dan imajinasi siswa tidaklah stabil dan tidak dapat ditebak. Dengan demikian hasil dari pembelajaran itu sendiri menjadi sangat subyektif. Ada juga definisi yang lain, yaitu : “Pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan” (Seifert Kelvin, 1983


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

edisi terjemahan Yusuf Anas, 2007 : 5). Yang dimaksud dengan pendidikan menurut UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara”. Pembelajaran merupakan interaksi sistematis antara peserta didik dengan pendidik yang berkaitan dengan materi pembelajaran pada suatu lingkungan belajar. Kegiatan pembelajaran memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian kegiatan pembelajaran perlu berpusat pada peserta didik dengan menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang untuk mengembangkan kreativitas mereka, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Pembelajaran juga bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika (Nurhadi, 2004: 30).

Tujuan pembelajaran Biologi menurut Depdikbud (1993: 1), ialah agar siswa mampu melakukan pengamatan dan diskusi untuk memahami konsep, mampu melakukan percobaan sederhana untuk memahami konsep dan mengkomunikasikan hasil percobaan, mampu menginterpretasikan data yang dikumpulkan dan melaporkannya. Berdasarkan hal ini maka perlu digunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan mempelajari biologi tersebut.

Pencapaian tujuan pendidikan sebagian besar ditentukan oleh keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran. Guru adalah subjek yang sangat berperan dalam


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membelajarkan dan mendidik siswa sedangkan siswa merupakan subjek yang menjadi sasaran pendidikan.

Masalah utama dalam pembelajaran biologi adalah bagaimana

menghubungkan fakta yang pernah dilihat dan dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep biologi, sehingga menjadikan pengetahuan yang bermakna dalam benak siswa. Selama ini pemahaman siswa hanya terpaku pada jabaran konsep biologi yang ada dalam buku, tanpa memahami apa dan bagaimana makna yang terkandung dalam konsep tersebut.

Di sisi lain lingkungan menyediakan fenomena alam yang menarik dan penuh misteri. Anak sebagai young scientist (peneliti muda) mempunyai rasa keingintahuan (curiousity) yang tinggi. Adalah keharusan di dalam pendekatan pembelajaran biologi untuk memelihara keingintahuan anak tersebut, memotivasinya sehingga mendorong siswa untuk mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana terhadap objek dan peristiwa di alam (Puskur, 2002).

Kenyataan di lapangan masih banyak ditemukan keingintahuan anak yang tinggi itu tidak didukung oleh suatu kondisi yang dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat lebih berkembang. Masih banyak guru mengajar hanya menggunakan metode konvensional. Guru merupakan satu-satunya sumber utama pengetahuan. Pembelajaran cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa kesulitan untuk memahami konsep akademik yang telah diajarkan. Konsep-konsep tersebut diajarkan menggunakan cara-cara yang abstrak dan metode konvensional, padahal mereka sangat memerlukan pemahaman


(33)

sehari-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hari. Akibatnya, motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajar mereka cenderung menghafal dan mekanistik.

Dari kenyataan tersebut, dapat dikatakan guru terlalu sering meminta anak untuk belajar, namun jarang sekali mengajari anak cara belajar, padahal menurut Nur pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri (Nur, 2002: 9).

b. Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor internal siswa dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar siswa sehingga menentukan hasil belajar. Faktor-faktor internal meliputi : (1) faktor fisiologis, dan (2) faktor psikologi, yang terdiri atas kecerdasan/inteligensi siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. Faktor eksternal berupa lingkungan sosial yang meliputi: (1) lingkungan sosial keluarga yang mencakup cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; (2) lingkungan sosial sekolah yang mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, metode belajar, dan tugas rumah; (3) lingkungan sosial masyarakat yang mencakup kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. (Baharuddin, 2008: 19-28 dan Slameto 2003: 54-72). Dari penjabaran di atas, terlihat betapa pentingnya faktor internal dan faktor eksternal dalam mempengaruhi hasil belajar apakah akan berhasil dengan baik atau justru mengalami kegagalan.


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Seorang bayi yang sedang memegang botol dan mengenal orang-orang disekelilingnya. Ketika menginjak masa anak-anak dan remaja, sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan berinteraksi sosial dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, diharapkan setiap individu telah mahir dengan tugas-tugas tertentu dan keterampilan fungsional lainnya.

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Menurut Moh. Surya “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya” (Moh. Surya dalam Richardo Cappelo: 2007) Perubahan tingkah laku seseorang akan berubah jika siswa memiliki pengalaman yang baru. Pengalaman baru sangat diperlukan oleh siswa, suatu pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru. Pengalaman diperoleh apabila siswa terlibat interaksi baik dengan melihat ataupun mengalami sendiri sehingga akan lebih berkesan.

Menurut Morgan dalam Ngalim Purwanto (1990: 84) “Belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha dasar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Sedangkan Witherington mendefinisikan belajar adalah “Perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan” (Moh. Surya dalam Richardo Cappelo: 2007). Perubahan sikap merupakan hasil dari proses belajar. Seorang siswa belajar memiliki sikap yang bervariasi, misalnya perhatian, diam atau acuh tak acuh. Siswa yang memiliki perhatian besar menunjukkan motivasi belajarnya tinggi. Pembelajaran kooperatif sebagai belajar bersama-sama dalam sebuah kelompok belajar dan anggota dalam kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan sebelumnya. Good & Boophy (1977) dalam Alex Sobur (2003 : 220) mengartikan belajar sebagai “The development of new associations as a result of experience”. Belajar adalah perkembangan asosiasi-asosiasi (kecenderungan-kecenderungan dalam pikiran) sebagai hasil pengalaman. Jadi belajar adalah suatu proses yang tidak bisa dilihat dengan nyata. Proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Menurut mereka, belajar bukanlah suatu tingkah laku yang tampak, tetapi terutama prosesnya yang terjadi secara internal pada individu dalam usaha memperoleh berbagai hubungan baru. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikemukakan beberapa unsur penting yang menjadi ciri atas pengertian belajar, yaitu : (1) belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah ke tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah ke tingkah laku yang lebih buruk; (2) belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; (3) untuk bisa disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Seberapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan dengan pasti, namun perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengesampingkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang hanya berlangsung sementara; (4) tingkah laku yang mengalamai perubahan karena belajar menyangkut aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. (Bandingkan Alex Sobur (2003 : 223) dan Ngalim Purwanto (1994 : 85).

Jadi belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku, baik fisik maupun psikis, yang relative mantap yang diperoleh melalui latihan atau pengalaman. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian belajar adalah proses perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, kemampuan berpikir, penghargaan terhadap sesuatu dan minat akibat interaksi individu dengan lingkungan.

d. Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi ditangkap kemudian diproses dalam pikiran siswa. Berdasarkan teori belajar, pembelajaran diharapkan dapat lebih menarik minat siswa dalam proses belajar dan memperhatikan kebiasaan siswa dalam penyerapan informasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Untuk memperjelas pengertian tentang belajar, berikut ini dikemukakan beberapa teori belajar yang


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan hasil penyelidikan para ahli psikologi sesuai dengan tujuan aliran psikologinya masing-masing.

1) Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Driver dan Bell dalam Suparno (1997: 17). “Ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau fakta”. Fakta yang sama yang diamati orang yang berbeda bisa menghasilkan konsep yang berbeda. “Ilmu Pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas”. (Einstein dan Infeld dalam Bettencourt, 1989 dalam Suparno (1997: 17)). Dalam mempelajari pengetahuan selalu dijumpai dua hal yang berbeda, yaitu kenyataan atau fakta dan gagasan. Untuk menjembatani keduanya, diperlukan proses konstruksi imajinatif.

Menurut filsafat konstruktivisme, “pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) dari kita sendiri yang sedang menekuninya” (von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989, Matthews, 1994 ; Piaget, 1971 dalam Suparno (2007:8)). Bila yang sedang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan dari siswa sendiri. Siswalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada melalui kegiatan berpikir. Jadi pengetahuan bersifat non-objektif, temporer, dan selalu berubah. Proses pembentukan pengetahuan ini berjalan terus-menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

Menurut paham konstruktivisme, orang yang belajar diharapkan dapat membangun pemahaman sendiri melalui proses asimilasi dan akomodasi. Kadang persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru yang dialami seseorang dapat dintegrasikan ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Proses ini dikenal dengan asimilasi. Akan tetapi semua pengalaman baru dapat


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diasimilasikan dengan skema yang telah ia punyai. Pengalaman baru itu bisa jadi tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan ini orang tersebut dapat membentuk skema baru yang cocok dengan pengalaman yang baru atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan pengalaman itu. Proses terakhir ini disebut akomodasi. Sedangkan skema diartikan sebagai struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Suparno, 1997: 30). Jadi siswa sudah mempunyai skema sebagai akibat dari latihan atau pengalaman sebelumnya. Dengan latihan atau pengalaman baru yang didapatkan, siswa akan mengkonstruksi sendiri dengan cara akomodasi atau asimilasi. Apakah pengetahuan itu tidak dapat ditransfer atau dipindahkan begitu saja? Ya, secara prinsip para konstruktivis menolak kemungkinan terjadi transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. “Tidak ada kemungkinan mentransfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuannya pada dirinya sendiri. Demikian pendapat von Glasersfeld dalam Bettencount dalam Suparno (2007:9). Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari guru ke siswa. Namun faktanya justru dari guru, siswa memperoleh pengetahuan .

Menurut Matthews dalam Suparno (1997: 43) bahwa paham konstruktivisme dibedakan menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Konstruktivisme psikologis, bertitik tolak dari perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget) dan yang lebih sosial (Vygotsky).

a) Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)

Piaget adalah psikolog pertama yang meneliti tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan. Dia sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan itu


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dibangun dalam pikiran anak. Karena penelitiannya ini, maka Piaget dikenal sebagai konstrutivis pertama (Ratna Wilis D., 1989 : 159; Suparno 1997 : 30). Dalam penelitiannya Piaget mengamati bagaimana seorang anak pelan-pelan membentuk pengetahuannya sendiri. Anak itu pelan-pelan mulai membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Piaget lebih menekankan bagaimana anak secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Secara umum Piaget membedakan 4 tahap atau periode dalam perkembangan kognitif seseorang. Tahapan-tahapan atau periode tersebut terdapat pada tabel 2.

Tabel 2. 1. Periode-periode Perkembangan Secara Umum

PERIODE PERKEMBANGAN

I Kepandaian Sensori-Motorik (dari lahir – 2 tahun). Bayi mengorganisasikan

skema tindakan fisik mereka seperti menghisap, menggenggam dan memukul untuk menghadapi dunia yang muncul di hadapannya.

II Pikiran Pra-Operasional (2 – 7 tahun). Anak-anak belajar berpikir pikiran

mereka masih tidak sistematis dan tidak logis. Pikiran di titik ini sangat berbeda dengan pikiran orang dewasa.

III Operasi-operasi Berpikir Konkret (7 – 11 tahun). Anak-anak mengembangkan

kemampuan berpikir sistematis, namun hanya ketika mereka dapat mengacu kepada objek-objek dan aktivitas-aktivitas konkret.

IV Operasi-operasi Berpikir Formal (11 tahun – dewasa). Orang mudah

mengembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis menurut rancangan yang murni dan hipotetis.

(Crain W., terjemahan Yudi Santoso, 2007 : 171) Menurut Piaget (Suparno, 2001: 104), urutan tahap atau periode itu mempunyai beberapa sifat. Sifat tersebut antara lain : (1) urutan perkembangan tahap-tahap itu tetap, meskipun umur rata-rata terjadinya dapat bervariasi secara individual menurut tingkat inteligensi atau lingkungan sosial seseorang; (2) struktur keseluruhan itu tidak dapat saling ditukar; (3) setiap tahap yang lebih maju mempunyai penalaran yang secara kualitatif berbeda dengan penalaran tahap sebelumnya. Penalaran tahap berikutnya jauh lebih tinggi daripada yang sebelumnya; (4) setiap kemajuan dalam penalaran selalu dapat diterapkan secara lebih menyeluruh; dan (5) setiap kemajuan


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahap baru selalu mengandung perluasan dari struktur yang sebelumnya. Struktur yang lama itu diubah melalui adaptasi, meskipun formulasi yang sebelumnya tidak pernah dihancurkan atau dihilangkan. Oleh karena itu, transformasi penalaran yang baru dari yang sebelumnya merupakan perkembangan. Unsur yang juga penting dalam memperkembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan dan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran. Misalnya, seseorang anak perlu banyak latihan menggunakan logikanya dalam memecahkan persoalan biologi. Semakin banyak ia berlatih dalam memecahkan persoalan biologi, ia akan semakin mengerti dan mengembangkan cara berpikirnya. Pengetahuan dibentuk dalam proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema pengetahuan seseorang sebelumnya. Agar proses pembentukan pengetahuan itu berkembang, pengalaman sangat menentukan. Semakin orang mempunyai banyak pengalaman mengenai persoalan, lingkungan atau objek yang dihadapi, ia akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya. Dengan semakin banyak pengalaman, skema seseorang akan banyak ditantang dan mungkin dikembangkan.

b). Konstruktivisme Psikologis Sosial (Vygotsky).

Vygotsky juga meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan system yang secara kultural telah berkembang dengan baik (Cobb dalam Suparno, 2007 : 11). Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli atau tokoh dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti. Misalnya, para siswa dipertemukan dengan ahli atau tokoh yang dapat bercerita


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tentang bidang tugas yang mereka geluti, pemikiran mereka tentang suatu masalah tertentu. Dalam interaksi ini, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli. Siswa juga bisa diajak ke laboratorium ataupun tempat-tempat lain yang dapat memberi inspirasi bagi siswa.

Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Persisnya, dia mendefinisikan zona ini sebagai : “jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasinya dengan rekan-rekan yang lebih mampu”. (Crain W., terjemahan Yudi Santoso 2007: 371). Tingkat perkembangan aktual adalah kemampuan anak memecahkan masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan memecahkan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Zona perkembangan proksimal bagaikan secercah cahaya, namun tidak “sekolah fungsi yang sudah dikuasai” anak bisa berjalan dengan bantuan hari ini, namun akan sanggup melakukannya sendiri besok (Vygotsky, 1934 dalam Crain W., terjemahan Yudi Santoso, 2007: 371). Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah

scaffolding, yaitu memberikan bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal

perkembangan, kemudian bantuan ini dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Jika diterapkan dalam proses pembelajaran, ide

scaffolding dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, dan menguraikan masalah pada awal pembelajaran.


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2) Teori Kognitif

Teori kognitif dalam pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerjasama. Ada beberapa teori kognitif yang berbeda, namun bisa dibagi menjadi dua kategori utama yaitu teori perkembangan dan teori elaborasi kognitif.

a) Teori Perkembangan

Asumsi dasar dari teori perkembangan adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritis (Damon, 1984; Murray, 1982 dalam Slavin, 2005 terjemahan Nurulita Yusron, 2008: 36). Dalam pandangan Vygotsky (1978) dengan zona perkembangan proksimalnya, kegiatan kolaboratif di antara anak-anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah perkembangan paling dekat satu sama lain. Dengan nada serupa, Piaget (1926 dalam Slavin, 2005 terjemahan Nurulita Yusron, 2008: 37) mengatakan bahwa pengetahuan tentang perangkat sosial-bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol (seperti membaca dan matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain. Selanjutnya masih menurut Piaget (1969 dalam Crain W., terjemahan Yudi Santoso, 2007 : 371), selama anak merasa didominasi oleh otoritas yang tahu jawaban “benar”, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk mengapresiasi perbedaan-perbedaan perspektif. Sebaliknya di dalam diskusi-diskusi kelompok dengan anak-anak lain, mereka memiliki kesempatan lebih baik untuk menghadapai sudut pandang yang berbeda sebagai stimulan tentang berpikir mereka sendiri.

b) Teori Elaborasi Kognitif

Penelitian dalam bidang psikologi kognitif telah menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi, dari materi (Wittock, 1987 dalam Slavin, 2005 terjemahan Nurulita Yusron, 2008 : 38). Salah satu cara elaborasi yang paling efektif dalam menjelaskan materi yang dipelajari kepada orang lain. Dari sudut pandang teoritis di atas, menjadi jelas bahwa memang anak-anak akan lebih banyak belajar dalam kelas kooperatif dibandingkan dengan kelas tradisional.

2. Metode Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Arends (1997:7) : “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goal, syntax, environment, and management system”. Istilah model pengajaran mengarah ke suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Selanjutnya menurut Arends, model pembelajaran mempunyai ciri-ciri : (1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana para siswa belajar (tujuan pembelajaran yang direncanakan; (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model dapat dilaksanakan, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Menurut Joyce dalam Trianto (2007 : 5) : “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain-lain”. Sedangkan menurut Soekamto, dalam Nurulwati (2000) dalam Trianto (2007: 5), maksud dari model pembelajaran adalah “Kerangka


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Jadi model pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut : Pertama, sahih (valid). Aspek validitas ini dikaitkan dengan dua hal yaitu apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat, dan apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika ahli dan praktisi yang berdasar pengalamannya menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan. Ketiga,

efektif. Parameter efektivitas model adalah pendapat ahli dan praktisi yang berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif dan secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan (Nieveen (1999) dalam Trianto (2007 : 8)). Sedangkan menurut Khabibah (2006) dalam Trianto (2007: 8) bahwa untuk melihat kelayakan suatu model dalam aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi dalam mevalidasi model pembelajaran yang dikembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan efektivitas diperlukan suatu perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Jadi di samping memenuhi ciri-ciri tersebut di atas, suatu model pembelajaran juga harus mendapat legitimasi dari para pakar dan praktisi.

b. Pembelajaran Kooperatif


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning (CL) adalah model pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007 : 134). Fokus dari pembelajaran kooperatif adalah kemajuan bidang akademik dan afektif melalui kerja sama (Kindsvatter, dalam Suparno, 2007: 134). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar mengajar di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. (Woolfolk dalam Budiningarti 1998: 22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika setiap anggota kelompoknya berhasil.

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pengajaran gotong royong atau cooperative learning. Sistem ini merupakan alternative menarik yang dapat mencegah timbulnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang siswa sederajat tetapi heterogen. Heterogenitas ini ditinjau dari kemampuan akademik, suku/ras, jenis kelamin, agama, dan jika mungkin latar belakang sosial ekonomi keluarga. Makin beragamnya latar belakang siswa dalam kelompok akan semakin baik.

Menurut Kemal Doymus dalam World Applied Sciences Journal 7 (1): 34-42,2009. ”Effects of Two Cooperative Learning Strategies on Teaching and Learning


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bagaimana dalam sebuah grup teknik penelitian dibawa ke dalam kelas menjadi pembelajaran lingkungan yang lebih kooperatif. Penelitian pembelajaran kooperatif yang dilakukan memberikan beberapa masukan positif seperti memperoleh informasi baru, meningkatkan kemampuan belajar dan menumbuhkan percaya diri serta untuk meningkatkan partisipasi para siswa dalam kontribusinya ketika berada di kelompoknya masing-masing. Jadi bisa diasumsikan bahwa ada manfaat hubungan timbal balik sesama.

2) Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin Ibrohim (2000:6) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka bersama ; (2) Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri ; (3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama (4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya ; (5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya ; ( 6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

Sedangkan Menurut Roger dan David Johnson, bahwa tidak setiap belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mempunyai unsur-unsur tertentu agar tujuan dapat tercapai. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan adalah (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 2004: 31; sejalan dengan


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Abdurrahman & Bintoro, 2000 dalam Nurhadi, 2004: 112). Sehingga apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi bukan merupakan pembelajaran kooperatif walaupun dilakukan secara kelompok atau bersama-sama.

Dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif pada siswa berarti pihak sekolah ( guru dan murid) : (1) mengembangkan dan menggunakan keterampilan kooperatif berfikir kritis dan kerja sama kelompok; (2) menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda ( heterogen ); (3) menerapkan bimbingan oleh teman ( peer coaching ); (4) menciptakan lingkungan yang menghargai, menghormati nilai-nilai ilmiah; (5) membangun sekolah dalam suasana belajar.

3) Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Kindsvatter dkk dalam Suparno (2007 : 135), belajar kooperatif mempunyai tujuan antara lain ; a) meningkatkan hasil belajar lewat kerja sama kelompok yang memungkinkan siswa belajar satu sama lain; b) merupakan alternatif terhadap belajar kompetitif yang sering membuat siswa lemah menjadi minder; c) memajukan kerjasama kelompok antara manusia. Dengan belajar bersama, hubungan antara siswa makin akrab dan kerja sama antara mereka akan lebih; dan d) bagi siswa-siswa yang mempunyai intelegensi interpersonal tinggi, cara belajar ini sangat cocok dalam memajukan. Mereka lebih mudah mengkonstruksi pengetahuan lewat bekerjasama dengan teman, daripada sendirian.

4) Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan

Pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokrasi secara langsung (John Dewey dan Herbert Thelan dalam Ibrahim, 2000 dalam Trianto, 2007 : 44). Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Peran aktif dan proses demokrasi menjadi ciri khas lingkungan pembelajaran kooperatif. Guru memang berperan aktif dalam pembentukan kelompok dan juga mendenifisikan semua prosedur. Walaupun demikian, guru tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat. Siswa harus memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas di dalam kelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari materi, tetapi siswa juga mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut meliputi keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir (Lungdren, 1994 dalam Isjoni, 2007 : 46 – 48). Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi : (1) menggunakan kesepakatan dalam menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok; (2) menghargai kontribusi anggota lain; (3) setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas / tanggung jawab tertentu dalam kelompok; (4) selama kegiatan berlangsung setiap anggota tetap berada dalam kelompok; (5) setiap anggota meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan; (6) mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok; (7) mengundang orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas ; dan (8) bersikap menghormati terhadap budaya, suku, ras, atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi : (1) menunjukkan penghargaan dan simpati; (2) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat diterima;(3) mendengarkan dengan arif; (4) bertanya. Sedangkan keterampilan tingkat mahir meliputi : (1) mengelaborasi; (2) memeriksa dengan cermat; (3) menanyakan kebenaran; (4) menetapkan tujuan; dan (5) berkompromi.

3. Jigsaws II ( Tim Ahli )

Metode pengajaran dengan Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (1978). Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah, yaitu

Jigsaw II (Slavin, 1986a). Pembelajaran kooperatif model Jigsaw II dapat digunakan apabila topik-topik yang dipelajari ditulis dalam bentuk cerita sehingga pembelajaran ini cocok untuk topik-topik sosial, literature, dan beberapa topik ilmu sains terutama topik yang berkaitan dengan penanaman konsep. Dalam pembelajaran kooperatif

Jigsaw II, siswa bekerja dalam tim yang heterogen seperti . Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada saat membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama (berkumpul) dalam kelompok ahli, untuk mendiskusikan topik mereka selama waktu yang ditentukan. Selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk menyampaikan kepada anggota yang lain dalam satu tim asal. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim . Skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya dapat menerima sertifikat atau penghargaan lainnya. Dalam Jigsaw II ini terdapat dua macam pembelajaran kooperatif, yaitu pembelajaran kooperatif dalam kelompok asal dan pembelajaran kooperatif dalam kelompok ahli. Pada Jigsaw IItidak diterapkan sistem


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penghargaan kelompok. Para siswa dinilai berdasarkan hasil belajar individu masing-masing.

Jigsaw II yang dikembangkan oleh Robert Slavin pada dasarnya mengambil struktur yang sama dari Jigsaw Aronson, akan tetapi, Slavin mencoba menyederhanakan dengan cara kelompok membahas suatu topik dan tiap anggota kelompok memilih subtopik yang dikuasai (menjadi ahli). Setiap ahli membahas subtopiknya kepada anggota lainnya. Penyederhanaan ini memudahkan guru bila menghadapi topik yang sedikit atau mengurangi beban guru menyiapkan beragam set materi pelajaran. Selain itu Slavin menambahkan aspek kompetisi kelompok dan penghargaan kelompok. Dalam Jigsaw II , skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya dapat menerima sertifikat atau penghargaan lainnya. Kunci dari pembelajaran Jigsaw II adalah saling ketergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada anggota satu timnya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan agar mengerjakan kuis dengan baik.

Menurut Slavin ( 2008: 241) Kegiatan instruksional yang secara reguler dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw II terdiri atas : (1) Membaca, siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diberikan untuk menemukan informasi yang berhubungan dengan topik mereka; (2) Diskusi kelompok ahli, siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli; (3) Laporan tim, ahli-ahli kembali pada timnya dan mengajarkan topik mereka kepada anggota yang lain dalam satu timnya; (4) Tes, siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik; (5) Rekognisi tim, tim dimungkinkan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat atau dalam bentuk lain apabila skor


(51)

rata-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rata mereka melebihi kriteria tertentu. Penghitungan skor untuk Jigsaw II sama dengan penghitungan skor pada STAD, termasuk skor untuk awalnya, poin-poin kemajuan, dan prosedur penghitungan skor. Tim dimungkinkan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat atau dalam bentuk lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Menurut Durmus Kilic dalam World Applied Sciences Journal 4 (Supple 1): 109-114,2008 menyimpulkan bahwa teknik Jigsaw dapat digunakan dalam tahap pendidikan dan kolaborasi/kerjasama belajar akan memberikan efisiensi dan kemudahan dalam mengajar. Sehingga hal tersebut sesuai diterapkan pada materi ekosistem yang begitu luas agar siswa lebih mudah dalam menerima materi pelajaran dan menghemat waktu.

4. Student Teams Achievemnt Division (STAD)

STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin tahun 1995 di Universitas John Hopkins, Amerika Serikat. Model ini merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model yang bagus untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk menggunakan pendekatan kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif model STAD,siswa-siswa di kelompokkan menjadi kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 – 6 siswa. Yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan rendah. Disamping itu guru juga mempertimbangkan kriteria heterogenitas yang lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya. Pembawaan siswa ke dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya seimbang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap pertemuan siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap pertemuan pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Terkadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

Menurut Slavin (2008:143) STAD terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu presentasi Kelas, kelompok/tim, kuis, skor Kemajuan individu, dan Rekognisi Tim. (1) Presentasi Kelas, materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi-pelajaran yang dipandu oleh guru, tetapi bisa juga presentasi audiovisual. Sehingga siswa harus menyadari bahwa mereka harus memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena berkaitan dengan kuis dan skor, sehingga apabila dapat mengerjakan kuis dengan baik, skor kuis mereka menentukan skor tim mereka juga; (2) Tim atau kelompok, terdiri atas 4 – 5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah


(1)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MET ODE Kat egori mot ivasi kat egori kreat ivit as

ST AD Jigsaw II

T R T R T R T R T R T R 250 200 150 100 50 0

9 5 % Bonferroni Confidence I nt ervals for St Devs

Test Statistic 4,73 P-Value 0,693

Test Statistic 0,67 P-Value 0,695

Bartlett's Test

Lev ene's Test

Test for Equal Variances for Prestasi Kognitif

Hasil uji homogenitas prestasi belajar antara Jigsaw dan STAD ditinjau dari motivasi

belajar dan kreativitas siswa

Test for Equal Variances: Prestasi Kog versus METODE; Kategori mot;

...

95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations

Kategori kategori

METODE motivasi kreativitas N Lower StDev Upper Jigsaw II R R 6 7,16645 13,5450 52,125 Jigsaw II R T 9 7,87835 13,4143 34,990 Jigsaw II T R 8 9,06156 15,8723 45,492 Jigsaw II T T 12 8,52251 13,6215 29,507 STAD R R 10 8,22577 13,6724 33,101 STAD R T 8 3,78389 6,6279 18,996 STAD T R 3 5,43407 13,0512 233,284 STAD T T 15 8,91628 13,6382 26,416

Bartlett's Test (Normal Distribution) Test statistic = 4,73; p-value = 0,693


(2)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

Lampiran 14.

UJI HIPOTESIS

Rangkuman Anava Tiga Jalan

No Variabel p-value Keputusan

1 Model Pembelajaran 0,019 H01 ditolak

2 Motivasi Belajar 0,531 H02 diterima

3 Kreativitas 0,204 H03 diterima

4 Model dengan Motivasi Belajar 0,198 H04 diterima

5 Model dengan Kreativitas 0,448 H05 diterima

6 Motivasi Belajar dan Kreativitas 0,838 H06 diterima

7 Model Pembelajaran, Motivasi Belajar dan Kreativitas 0,176 H07 diterima

General Linear Model: Prestasi Kog versus METODE; Kategori mot; ...

Factor Type Levels Values

METODE fixed 2 Jigsaw II; STAD Kategori motivasi fixed 2 R; T

kategori kreativitas fixed 2 R; T

Analysis of Variance for Prestasi Kognitif, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P METODE 1 780,5 1017,4 1017,4 5,78 0,019 Kategori motivasi 1 4,5 70,0 70,0 0,40 0,531 kategori kreativitas 1 113,4 290,2 290,2 1,65 0,204 METODE*Kategori motivasi 1 115,1 298,5 298,5 1,69 0,198 METODE*kategori kreativitas 1 72,9 102,6 102,6 0,58 0,448 Kategori motivasi* 1 0,2 7,5 7,5 0,04 0,838 kategori kreativitas

METODE*Kategori motivasi* 1 330,2 330,2 330,2 1,88 0,176 kategori kreativitas

Error 63 11096,0 11096,0 176,1 Total 70 12512,7

S = 13,2713 R-Sq = 11,32% R-Sq(adj) = 1,47%

Unusual Observations for Prestasi Kognitif

Prestasi

Obs Kognitif Fit SE Fit Residual St Resid 1 88,0000 62,2222 4,4238 25,7778 2,06 R 33 88,0000 62,7500 4,6921 25,2500 2,03 R


(3)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Lampiran 15.

UJI LANJUT ANAVA

Two-Sample T-Test and CI: Prestasi Kognitif; METODE

Two-sample T for Prestasi Kognitif

METODE N Mean StDev SE Mean Jigsaw II 35 60,7 13,6 2,3 STAD 36 54,1 12,4 2,1

Difference = mu (Jigsaw II) - mu (STAD) Estimate for difference: 6,63

95% CI for difference: (0,45; 12,82)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,14 P-Value = 0,036 DF = 67


(4)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id


(5)

(6)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

The effectiveness of using student teams achievement division (stad) technique in teaching direct and indirect speech of statement (A quasi experimental study at the eleventh grade of Jam'iyyah Islamiyyah Islamic Senior high scholl Cege)

3 5 90

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DAN STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN KREATIVITAS SISWA

0 4 135

EKSPERIMEN PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN Eksperimen Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Model Student Teams Achievement Division (STAD) dan Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari

0 2 23