Latar Belakang Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan di tingkat makro dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin kecukupan pangan baik dari aspek kualitas maupun kuantitas bagi seluruh penduduknya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya berbasis lokal. Sementara di level mikro, ketahanan pangan harus dijamin hingga level rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang baik di tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Aspek keberlanjutan ketahanan pangan yang identik dengan kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional merupakan hal yang harus diperhatikan. Salah satu subsektor yang berperan penting dalam rangka mensukseskan ketahanan pangan adalah bidang peternakan. Dalam perekonomian Indonesia, kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia lebih dari 12 persen per tahunnya Tabel 1. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sub Sektor Peternakan di Indonesia Tahun 2005- 2009 Miliar Rupiah No. Lapangan Usaha 2005 2007 2009 1 Pertanian Umum 253.881,7 271.509,3 296.369,3 A Peternakan 32.346,5 34.220,7 36.743,6 Kontribusi 12,7

12.6 12.4

B Sub Sektor Pertanian Lainnya 221.535,2 237.288,6 259.625,7 Kontribusi 87,3 87,4 87,6 2 Sektor Ekonomi Lainnya 1.496.933,5 1.692.818,0 1.880.606,2 Total PDB 1.750.815,2 1.964.327,3 2.176.975,5 Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 Berdasarkan Tabel 1 tersebut terlihat bahwa selain subsektor pertanian dan subsektor ekonomi lainnya, subsektor peternakan memiliki kontribusi dalam 2 pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia yang berperan penting dan dari tahun ke tahun memiliki angka kontribusi yang dapat dikatakan hampir stabil. Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta peningkatan devisa negara. Dalam mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian dapat dilihat dari ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merencanakan bahwa tahun 2014 Indonesia menjadi negara swasembada daging. Tuntutan ini muncul karena hingga saat ini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor daging Tabel 2. Perencanaan ini sangat baik untuk peternak Indonesia, disamping karena ternak dan produknya ini telah menjadi bagian dari hidup jutaan peternak Indonesia, juga untuk memenuhi adanya peningkatan kebutuhan daging atau ternak baik atas dasar kesadaran maupun atas pertambahan penduduk. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2007-2009 No Uraian Tahun 000 ton 2007 2008 2009 1. Produksi Lokal 210,8 233,6 250,8 2. Impor 124,8 150,4 142,8 Total Produksi Lokal dan Impor 335,6 384,1 393,6 Konsumsi Daging Sapi 314,0 313,3 325,9 Selisih Produksi Lokal dan Konsumsi 103,2 79,7 75,1 Selisih Impor dengan Kekurangan Produksi Lokal 21,5 70,7 67,7 Sumber: Direktorat Jenderal peternakan 2009 Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa dalam periode tiga tahun, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal lebih rendah dibandingkan konsumsi. Oleh karena itu pemerintah melakukan impor untuk menutupi kekurangan daging dalam negeri karena Indonesia belum mampu menyediakan kebutuhan terhadap daging sapi. Impor ternak sapi dan daging yang semakin besar dan melebihi kebutuhan 3 konsumsi dalam negeri akan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging impor tersebut, Indonesia merencanakan swasembada daging. Dalam mencapai swasembada daging ada dua langkah pendekatan yang dapat dilakukan yakni langkah pertama, meningkatkan populasi ternak sapi yang tingkat produksinya hingga mencapai jumlah yang dibutuhkan, dan langkah kedua yaitu langkah pendukung melalui peningkatan sosialisasi konsumsi daging ke masyarakat dengan mengkonsumsi daging ternak lain, antara lain ke daging domba maupun kambing. Langkah yang pertama membutuhkan waktu yang cukup lama dan pada akhirnya pengembangan peternakan hanya akan terfokus pada ternak sapi saja. Langkah kedua langkah pendukung merupakan langkah yang baik untuk melakukan kombinasi yang sinergis antara langkah utama dengan langkah pendukung yaitu meningkatkan konsumsi daging ke ternak lain seperti daging domba ataupun daging kambing. Saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging domba maupun kambing dapat dikatakan rendah dibandingkan konsumsi terhadap daging sapi. Sementara itu jumlah produksi daging domba dan kambing lebih tinggi dibandingkan jumlah konsumsinya Tabel 3. Tabel 3. Neraca Daging Domba dan Kambing Nasional Tahun 2008-2009 Dalam Ribu Ton Tahun Domba Kambing Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi 2008 37,6 25,7 52,8 35,8 2009 43,3 29,6 55,0 37,3 Total 80,9 55,3 107,8 73,1 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan 2009 Ternak domba dan kambing memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan ternak sapi maupun ternak lainnya. Hal ini berdasarkan pada keadaan alam yang baik dan keadaan sosial budaya yang sangat mendukung terutama terkait dengan mayoritas penduduk Warga Negara Indonesia beragama Islam. 4 Kedua hal tersebut merupakan faktor pendukung potensial bagi pengembangan peternakan domba dan kambing di Indonesia. Di Indonesia mayoritas Warga Negara Indonesia beragama Islam, dalam agama Islam terdapat kewajiban berkurban bagi yang mampu, dilaksanakan setiap tahun pada bulan Haji, yaitu dengan cara menyembelih hewan kurban termasuk diantaranya adalah domba dan kambing. Dalam Islam juga terdapat upacara atau ritual yang dinamakan aqiqah, yaitu berkurban untuk menunjukkan rasa syukur atas kelahiran anak. Pada bulan Haji berkurban tidak saja menyembelih domba atau kambing tetapi bisa dengan sapi, akan tetapi berbeda dengan aqiqah yang tidak bisa digantikan dengan menyembelih sapi. Aqiqah untuk kelahiran anak laki-laki dilakukan dengan menyembelih dua ekor domba atau kambing, sedangkan aqiqah untuk kelahiran anak perempuan dilakukan dengan menyembelih satu ekor domba atau kambing. Kedua upacara atau ritual kurban dalam Islam ini potensial bagi terbentuknya pasar domba dan kambing yang sangat besar. Selain itu, pada masyarakat juga terdapat berbagai ragam budaya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pangsa pasar domba dan kambing, misalnya menyembelih domba dan kambing untuk acara hajatan baik pernikahan atau khitanan. Ternak domba dan kambing telah terbukti menjadi salah satu pilihan masyarakat akan kebutuhan daging ternak, jenis ternak ini juga sudah dikenal masyarakat untuk menjadi hewan peliharaan sebagian rakyat peternak Indonesia khususnya di tingkat pedesaan. Mengembangkan usaha ternak domba dan kambing secara otomatis akan membuka jalan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang peternakan, domba dan kambing memiliki prospek untuk terus dikembangkan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat pada ternak jenis ini. Berbagai upaya dilakukan oleh peternak untuk meningkatkan daya saing mereka. Sementara itu, pemerintah berperan melakukan pembinaan agar komoditas ini bisa menjadi salah satu jalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan domba dan kambing sebagai salah satu ternak unggulan juga ditunjang dengan terdistribusinya komoditas ternak ini di berbagai pulau atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia. 5 Tabel 4. Populasi Nasional Domba dan Kambing di Indonesia Tahun 2008-2010 Dalam Ribu Ekor PROVINSI DOMBA KAMBING 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Nanggroe Aceh Darussalam 157.881 193.852 221.402 697.426 807.506 886.468 Sumatera Utara 268.291 268.479 268.667 618.394 619.941 621.496 Sumatera Barat 5.335 4.567 5.276 227.561 254.449 271.140 Riau 5.798 3.366 3.461 2.408.09 184.326 186.169 Jambi 51.959 56.168 58.394 228.147 262.072 297.386 Sumatera Selatan 34.583 33.445 33.779 38.3951 365.787 413.246 Bengkulu 4.341 4.767 5.234 13.0391 15.9242 19.7262 Lampung 81.359 8.341 83.530 1.012.605 1.015.700 1.206.383 DKI Jakarta 1.561 1.432 1.817 4.501 6.061 6.122 Jawa Barat 5.311.836 5.770.661 6.328.643 1.431.012 1.600.423 1.825.748 Jawa Tengah 2.083.431 2.148.752 2.218.586 3.356.801 3.499.848 3.650.341 DI Yogyakarta 130.775 132.872 136.309 304.780 308.353 319.491 Jawa Timur 729.721 740.269 751.777 2.739.727 2.779.542 2.822.534 Bali 62 61.123 75.138 80.001 Nusa Tenggara Barat 27.875 25.878 26.654 495.028 439.989 457.589 Nusa Tenggara Timur 62.648 61.049 62.415 532.458 542.198 556.190 Kalimantan Barat 340 401 409 135.969 156.354 159.482 Kalimantan Tengah 4.630 1.606 1.816 44.103 44.285 48.460 Kalimantan Selatan 3.494 3.581 3.621 118.240 123.258 130.133 Kalimantan Timur 909 930 974 55.509 63.295 69.510 Sulawesi Utara 44.101 42.814 43.456 Sulawesi Tengah 7.167 24.699 23.419 250.280 360.689 401.243 Sulawesi Selatan 818 490 495 443.792 43.7918 442.297 Sulawesi Tenggara 197 177 181 110.623 114.177 117.842 Maluku 1.7521 18.774 20.116 173.139 212.554 228.814 Papua 115 127 134 38.354 42.739 44.602 Bangka Belitung 123 159 168 9.543 10.627 11.090 Banten 612.569 619.924 657.561 821.588 800.777 839.883 Total 9.605.339 10.198.766 1.0914.838 15.147.432 15.815.317 16.841.152 Angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 Berdasarkan Tabel 4 tersebut terlihat bahwa pada umumnya komoditas domba dan kambing terdistribusi di berbagai pulau atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia atau menyebar di provinsi di seluruh Indonesia. Luasnya penyebaran populasi komoditas domba dan kambing tersebut membuktikan bahwa berbagai wilayah di tanah air memiliki tingkat kecocokan yang baik untuk pengembangan, baik kecocokan dari segi vegetasi, topografi, klimat, atau bahkan dari sisi sosial-budaya daerah setempat. 6 Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah terbaik untuk pengembangan ternak kambing setelah Provinsi Jawa Tengah Tabel 4. Lokasi penyebaran kambing sangat cocok bila dikembangkan di Provinsi Jawa Tengah, pada provinsi tersebut populasi kambingnya adalah yang paling tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia yaitu 3.650.341ekor, sedangkan domba sangat cocok bila dikembangkan di Provinsi Jawa Barat, karena populasi domba di Provinsi Jawa Barat adalah yang paling tinggi di Indonesia yaitu sebanyak 6.328.643 ekor atau mencapai 57,98 persen populasi domba nasional. Jawa Barat sebagai provinsi dengan populasi ternak domba terbesar secara nasional tidak kurang dari enam juta ekor atau sekitar 57,98 persen dari populasi ternak domba nasional, sehingga pantas dinyatakan sebagai provinsi domba. Selain itu domba yang ada di Jawa Barat dikenal sebagai plasma nutfah Domba Garut yang tidak dimiliki negara lain. Besarnya populasi domba di Jawa Barat dikarenakan semua Kabupaten di Jawa Barat memiliki ternak domba Tabel 5. Tabel 5. Populasi Domba dan Kambing di Kabupaten Jawa Barat Tahun 2009- 2010 Ekor KABUPATEN DOMBA Peningkatan Pertahun KAMBING Peningkatan Pertahun 2009 2010 2009 2010 Bogor 278.608 280.798

0, 79 114.732

119.337 4,01 Sukabumi 482.268 509.757 5,69 65.215 66.991 2,72 Cianjur 309.923 354.459 14,37 98.729 101.145 2,45 Bandung 220.531 223.437 1,32 20.321 22.782 12,11 Garut 601.439 718.720 19,50 78.315 78.471 0,19 Tasikmalaya 251.007 271.191 8,04 61.229 68.021 11,09 Ciamis 209.160 211.798 1,26 131.061 153.641 17,22 Kuningan 126.239 129.137 2,29 10.170 10.200 0,29 Cirebon 178.340 178.989 0,36 8.753 10.995 25,61 Majalengka 294.501 345.723 17,39 16.091 18.941 17,71 Sumedang 157.406 139.079 -11,6 36.738 32.820 -0,11 Idramayu 188.579 206.550 9,53 60.209 61.742 2,55 Subang 228.977 232.568 1,57 27.633 29.061 5,17 Purwakarta 709.842 859.164 21,03 97.337 99.348 2,07 Karawang 987.848 1.126.510 14,04 603.929 757.636 25,45 Bekasi 174.573 218.847 25,36 103.118 109.233 5,93 Bandung Barat 338.296 188.047 -44,4 54.664 33.623 -38,49 TOTAL 5.737.537 5.068.204 -11,66 1.588.244 1.740.364 9,58 Sumber: Dinas Peternakan Jawa Barat 2010 Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyumbang domba dan kambing di provinsi Jawa Barat. Populasi 7 domba dan kambing dari dua tahun terakhir mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan populasi domba yaitu 0,79 persen sedangkan rata-rata pertumbuhan populasi kambing 4,01 persen hal ini dikarenakan perhatian pemerintah daerah Kabupaten Bogor berkonsentrasi pada pengembangan komoditas domba dan kambing yang dianggap memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan dalam memenuhi permintaan konsumen di luar Kabupaten Bogor seperti wilayah Jakarta, Depok dan sekitarnya Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010. Dari Tabel 5 tersebut, walaupun peningkatan per tahun tertinggi domba dan kambing terdapat di Kabupaten Bekasi dan Karawang akan tetapi daerah tersebut merupakan daerah industri. Daerah tersebut pada masa yang akan datang tidak akan berpotensi lagi untuk peternakan karena lahan untuk peternakan sudah tergantikan oleh industri-industri dan perumahan sehingga tidak ada lagi wilayah untuk peternakan seperti ternak domba dan kambing. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang berpotensi untuk peternakan domba dan kambing. Selain kondisi alam yang baik untuk peternakan, Kabupaten Bogor belum dipenuhi oleh industri-industri seperti yang ada di Kabupaten Bekasi dan Karawang. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang merupakan penghasil domba dan kambing. Data Dinas Peternakan Kabupaten Bogor pada tahun 2006-2010 menjelaskan bahwa populasi domba terbesar terdapat pada Kecamatan Parung Panjang dengan peningkatan populasi sebesar 155,37 persen Lampiran 1. Besarnya peningkatan populasi tersebut karena adanya peningkatan yang signifikan pada tahun 2009 sebesar 14.700 ekor yang sebelumnya hanya 2009 ekor. Sedangkan populasi kambing terbesar terdapat di Kecamatan Cibinong dengan peningkatan populasi per tahun sebesar 66,31 persen Lampiran 2. Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang memiliki peternakan domba dan kambing di Kabupaten Bogor. Walaupun peningkatan jumlah populasi domba dan kambing sedikit dibandingkan dengan kecamatan lainnya, Kecamatan Ciawi merupakan daerah yang berpotensi karena selain memiliki iklim yang sesuai untuk peternakan domba dan kambing kecamatan ini merupakan daerah yang strategis untuk pemasaran domba dan kambing ke daerah Jabodetabek yang merupakan daerah perkotaan dan daerah industri yang tidak lagi memiliki potensi lahan untuk peternakan domba maupun kambing. 8 Tabel 6. Perkembangan Populasi Domba dan Kambing di Kecamatan Ciawi Tahun 2006-2010 Jenis Ternak Tahun Ekor Peningkatan Rata-rata Per Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Domba 5.152 4.836 4.079 4.593 4.672 1,86 Kambing 1.604 1.038 960 1.329 1.266 2,28 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010 Berdasarkan Tabel 6, populasi ternak domba di Kecamatan Ciawi mengalami penurunan tetapi tidak sebesar penurunan pada ternak kambing. Jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan populasi dari tahun 2006 hingga 2010 populasi ternak domba mengalami penurunan 1,86 persen tiap tahunnya begitu juga dengan ternak kambing yang menurun rata-rata tiap tahunnya 2,28 persen. Minimnya peningkatan populasi domba dan kambing di Kecamatan Ciawi tersebut dikarenakan masyarakat Kecamatan Ciawi masih sedikit yang memiliki peternakan domba dan kambing. Peternakan yang terdapat pada Kecamatan Ciawi umumnya masih skala rumah tangga yang merupakan pekerjaan sampingan untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Adanya pertumbuhan ekonomi nasional yang berkorelasi positif dengan peningkatan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan non primer yaitu daging domba dan kambing maka akan menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran daging domba dan kambing yang terus meningkat dan tidak mampu ditutupi dengan penawaran yang ada. Hal ini mengindikasikan adanya peluang usaha yang prospektif pada subsektor peternakan domba dan kambing. Salah satu peternakan yang memanfaatkan peluang tersebut adalah peternakan milik Bapak Sarno yang berada di Desa Citapen. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan peternakan yang terbesar yang terdapat di Desa Citapen. Peternak lain yang berada di Desa Citapen masih memiliki skala yang kecil, yaitu skala rumah tangga yang terdiri dari dua hingga sepuluh ekor dan hanya merupakan usaha sampingan. Sedangkan Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha yang besar karena memiliki lebih dari seratus ekor ternak dan peternakan tersebut merupakan usaha utama. Dalam melaksanakan usaha, modal 9 yang dibutuhkan tidak sedikit. Oleh karena itu, diperlukan analisis kelayakan usaha untuk menghindari kerugian dari modal yang akan diinvestasikan.

1.2 Perumusan Masalah

Peternakan domba dan kambing terutama penggemukan merupakan salah satu jenis usaha agribisnis yang memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Desa Citapen adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ciawi dan berpotensi untuk penggemukan domba dan kambing. Hal ini disebabkan karena desa tersebut memiliki iklim yang sesuai dengan penggemukan. Desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 m dpl sampai dengan 800 m dpl. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Secara topografi iklim di wilayah Desa Citapen adalah beriklim tropis atau basah dengan suhu rata –rata antara 20 o C sampai 32 o C dengan keasaman tanah pH antara 4,5 sampai 7. Di Desa Citapen terdapat dua puluh peternak domba dan kambing salah satu peternak yang mengusahakan penggemukan domba dan kambing adalah Bapak Sarno. Bapak Sarno telah memulai usahanya sejak tahun 1990. Produk yang ditawarkan berupa domba dan kambing hidup. Saat ini harga domba dan kambing bisa mencapai 1.500.000 rupiah per ekor. Walaupun harga domba dan kambing dari tahun ke tahun semakin meningkat akan tetapi tidak mengakibatkan permintaan terhadap domba dan kambing tersebut menurun. Domba dan kambing hidup yang ditawarkan tidak saja untuk memenuhi pasokan untuk daerah Bogor akan tetapi juga daerah Jakarta, Depok dan Bekasi. Permintaan terhadap domba dan kambing terus meningkat terutama pada saat Hari Raya Idul Adha. Menurut pemilik, jumlah produksi domba dan kambing belum mampu memenuhi kebutuhan pasar karena banyak permintaan pasar yang tidak terpenuhi Tabel 7. Tabel 7. Data Permintaan Domba dan Kambing Milik Bapak Sarno Tahun 2009- 2010. Jenis Ternak Penjualan Ekor Permintaan Ekor 2009 2010 2011 2009 2010 2011 Domba 200 250 475 250 350 600 Kambing 150 200 400 190 260 445 Total 350 450 875 440 610 1045 10 Untuk memenuhi permintaan dan meningkatkan pendapatan, maka Bapak Sarno sebagai pemilik berencana untuk mengembangkan usahanya dengan menambah investasi berupa penambahan kandang baru. Pemilik berencana untuk menambah jumlah domba dan kambing sebanyak 120 ekor, yang masing-masing 60 ekor. Namun kapasitas kandang hanya mampu menampung 150 ekor ternak. Jika domba dan kambing terlalu banyak maka kapasitas kandang tidak akan muat sehingga perlu membangun kandang baru. Selain harga domba dan kambing yang cukup tinggi perlu dana investasi yang besar untuk membangun kandang baru. Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Analisis kelayakan usaha ini dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial. Aspek finansial yang akan dilakukan dibagi menjadi dua yaitu kondisi peternakan sebelum pengembangan kondisi aktual dan kondisi peternakan pada saat pengembangan yaitu penambahan ternak kambing dan domba serta pembangunan kandang baru. Kondisi peternakan sebelum pengembangan yaitu sebelum ada penambahan jumlah ternak domba dan kambing serta dengan kandang yang secara teknis belum sesuai dengan syarat-syarat kandang yang baik seperti tidak ada ukuran antara kandang domba dan kambing, antara domba dan kambing tidak dipisahkan. Sedangkan pada kondisi setelah pengembangan yaitu dengan penambahan domba dan kambing, kandang yang dibangun disesuaikan dengan ukuran untuk domba dan kambing, antara domba dan kambing dipisahkan. Selain itu, kandang dibuat jarak agar mobil pengangkut dapat langsung masuk ke kandang sehingga pada saat ternak datang dan akan dijual pengangkutan domba dan kambing tidak lagi sulit dilakukan. Usaha penggemukan domba dan kambing memiliki beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha. Perubahan-perubahan tersebut seperti kenaikan harga bakalan ternak domba dan kambing dan penurunan harga penjualan. Harga domba dan kambing terus berfluktuasi sehingga mempengaruhi kelayakan 11 pengembangan usaha penggemukan domba dari aspek finansial oleh karena itu perlu dilakukan analisis switching value. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1 Bagaimana kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan? 2 Bagaimana kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan? 3 Bagaimana usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno jika terjadi penurunan harga penjualan dan peningkatan biaya pembelian bakalan baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan?

1.3 Tujuan Penelitian