Komposisi PDB GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

4000 8000 12000 16000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Milyar Rp Indonesia C G I X M 1000 2000 3000 4000 5000 6000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Juta Ringgit Malaysia C G I X M 1000 2000 3000 4000 5000 6000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Juta Dolar Singapura Singapura C G I X M ‐ 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Milyar Bath Thailand C G I X M 10 20 30 40 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Milyar Peso Philipina C G I X M 1000 2000 3000 4000 5000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Milyar Won Korea Selatan C G I X M 1000 2000 3000 4000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Milyar Yen Jepang C G I X M Gambar 4.3 Perkembangan komposisi PDB masing-masing negara Sumber: IFS diolah Gambar 4.4 Peranan konsumsi terhadap PDB Komposisi PDB di Indonesia, Philipina, Korea Selatan dan Jepang masih ditandai dengan tingginya konsumsi swasta. Pada keempat negara ini pertumbuhan konsumsi tetap tinggi baik sebelum maupun sesudah krisis. Pola berbeda ditunjukkan Thailand, pasca krisis nilai ekspor mendominasi sisi permintaan, meskipun disertai dengan kenaikan signifikan impor, menggantikan konsumsi swasta. Malaysia dan Singapura menunjukkan pola yang berbeda, dengan ekspor dan impor mendominasi baik sebelum maupun setelah krisis dengan surplus trade balance makin besar.

4.3 Konsumsi Swasta

Peranan konsumsi di Negara ASEAN+3 masih memegang peranan besar dalam pertumbuhan ekonomi baik sebelum maupun setelah krisis. Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa hampir diatas 40 peranan konsumsi terhadap PDB. Pangsa konsumsi terbesar terjadi di Philipina dengan pangsa sebesar 70, diikuti oleh Indonesia. Peranan konsumsi terhadap PDB di Indonesia lebih berfluktuasi jika dibandingkan dengan Jepang, Thailand dan Korea Selatan yang relatif stabil. Peranan konsumsi terendah terjadi di Singapura dengan rata-rata 42. Khusus Indonesia, periode tahun 1990–1996 disebut juga dengan fase non oil boom. Peranan nonmigas sangat dominan dibandingkan dengan migas. Oleh 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Persen Ind Mal Sgp Thai Phil Kor Jpn karena itu pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga cukup tinggi. Sementara itu pengeluaran pemerintah tidak mengalami pertumbuhan secepat konsumsi rumah tangga karena didukung oleh sektor swasta dan sekaligus investasi yang dinyatakan dalam pembentukan modal tetap bruto. Walaupun ekspor sudah cukup tinggi, namun kecepatan impor masih lebih besar daripada ekspor. Jika dilihat dari distribusi komponen penyusunnya, persentase terbesar didominasi oleh konsumsi rumahtangga, seperti halnya negara-negara lain di dunia. Pada masa ketergantungan terhadap non migas tahun 1990–1996 kontribusi pengeluaran rumah tangga mengalami kenaikan, walaupun pada tahun 1990–1993 sempat menurun, yaitu dari sebesar 54.35 tahun 1990 menjadi 52.43 tahun 1993. Kenaikan cukup tinggi terjadi pada tahun 1996 menjadi 61.13. Persentase konsumsi rumah tangga terus meningkat hingga pada masa krisis yang terjadi pada tahun 1998. Hal ini ditunjukkan dengan konsumsi rumahtangga sebesar 73.94 pada tahun 1999. Sejalan dengan kemajuan perekonomian, pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga cenderung menurun hingga pada tahun 2008 sebesar 60.95.

4.4 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk kepentingan umum. Peranan terbesar pengeluaran pemerintah terhadap PDB terjadi di Jepang, peranan pengeluaran pemerintah hampir mencapai 20. Sedangkan untuk negara yang lainnya kurang dari 15, terlihat pada Gambar 4.5. Peranan pengeluaran pemerintah terhadap PDB di Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara yang lain. Kontribusi pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan komponen yang diatur khusus dengan sistem sehingga besarnya relatif stabil, dengan flukutuasi sesuai dengan kondisi perekonomian dan sosial budaya serta politik yang sedang terjadi. Justru pada waktu krisis moneter pada tahun 1998, konsumsi pemerintah Indonesia mengalami penurunan persentase hingga mencapai 5.69 pada tahun tersebut.