Pedagang masih ada yang tetap bertahan berjualan di badan Jalan Meranti. Mereka bertahan tidak mau pindah. Dalam hal relokasi ini, sikap Pemerintah juga tidak tegas
terhadap para pedagang yang kembali ke lokasi semula, ada dua pasar dalam satu daerah yang sama. sehingga dagangan para pedagang di lokasi yang baru kurang laku dan
akibatnya, pedagang di Pasar M.Idris lokai pasar baru Mengeluh karena banyak yang mengalami penurunan pendapatan. Masyarakat sekitar lebih memilih untuk belanja ke
Pasar Meranti yang berada di pinggir Jalan Meranti yang didirikan dengan menggunakan tenda-tenda darurat karena lokasinya yang strategis. adapun dampak lainnya adalah
kemacetan jalan diakibatkan oleh aktivitas para pedagang yang kembali berjualan ke lokasi semula. Dan berangkat dari berbagai permasalahan yang telah dipaparkan diatas,
maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai hal Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan
penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa
Arikunto, 1996:19 Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah a
Bagaimana proses Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru ?
Universitas Sumatera Utara
b Apakah proses Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembagunan Jalan baru
sudah sesuai dengan prinsip pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan? c
Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi pedagang dan masyarakat akibat Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru ?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui
bagaimana proses Relokasi Pasar Meranti dan Pembagunan Jalan baru, Pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan serta dampak yang ditimbulkan oleh Relokasi Pasar
Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru.
1.4 . Manfaat Penelitian
Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai proses Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan
Jalan Baru dan bermanfaat dalam pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya pada mata kuliah Sosiologi Pembangunan . Selain itu diharapkan juga dapat memberikan
kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi
peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya. Dan juga dapat memberikan sumbangan kepada para pedagang yang berada
di Pasar Meranti Lama dan Pasar Meranti baru serta kepada Pemerintah sebagai pengambil keputusan untuk bisa membuat peraturan yang lebih baik lagi kedepannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bentuk Sektor Informal
Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Mereka yang memasuki kegiatan usaha berskala
kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan Pramono, 2003:25. sektor informal merupakan pilihan yang paling rasional
dan mudah dimasuki bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota economical survive strategy yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan tingkat
pendidikan dan keterampilan tertentu.
Sektor ekonomi informal diperkotaan merupakan klaster masyarakat yang cukup rentan terkena imbas dari berbagai kebijakan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang
terbuka bagi kelompok marjinal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.
Sektor informal kerap dianggap tidak memiliki masa depan. Ketika sektor ini didefinisikan dalam pengertian sektor yang kurang mendapat dukungan pemerintah, tidak
tercatat secara resmi, dan beroperasi diluar aturan pemerintah, secara otomatis dukungan pemerintah akan diarahkan untuk mengformalisasi sektor ini. Pendekatan ini juga
berasumsi bahwa satu-satunya hambatan sektor informal untuk tumbuh adalah sikap
Universitas Sumatera Utara
negatif dari pemerintah terhadap sektor ini. Oleh karena itu, dukungan pemerintah dianggap bisa menjadi jaminan sukses Bromley,1979.
Salah satu sektor informal dalam sektor perdagangan adalah Pedagang Kaki Lima PKL, dimana dalam aktivitasnya dimungkinkan terjadinya mobilitas vertikal pada
peningkatan taraf hidup, sehingga kegiatan sektor informal bukan lagi sekedar aktivitas untuk bertahan hidup. Keberadaan sektor ini mampu mengangkat stratifikasi sosial
pelaku Mustofa dalam Alisjahbana,2005:13.
PKL merupakan korban dari langkanya kesempatan kerja yang produktif di kota. PKL dipandang sebagai suatu jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses
urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa-kota yang besar, perkembangan kota, pertambahan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat dalam
sektor industri dan persiapan teknologi impor yang padat modal dalam keadaan kelebihan tenaga kerja Bromley dalam Alisjahbana, 2005:35.
Dalam melaksanakan aktivitasnya ini pada dasarnya PKL memiliki unsur kreativitas yang terlihat pada pemilihan lokasi, penentuan waktu dagang serta penyediaan
entitas dan variasi barang dagangan yang dijajakan. Selain itu, mereka juga kreatif dalam menciptakan jaringan usaha, menarik pembeli, mendekati pelanggan, dan memuaskan
pelanggan dengan harga yang murah serta kualitas barang yang tidak begitu mengecewakan. Dengan demikian pada dasarnya PKL berjasa terutama bagi masyarakat
perkotaan menengah ke bawah, antara lain dalam mendistribusikan barang dan jasa dengan harga terjangkau. Selain unsur kreativitas tersebut, dimensi kerakyatan juga
tercermin dalam aktivitas PKL ini.
Universitas Sumatera Utara
Adapun Permasalahan dalam PKL dibagi menjadi masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal: banyaknya pesaing usaha sejenis, sarana dan prasarana perekonomian
yang tidak memadai, belum adanya pembinaan yang memadai, keterbatasan mengakses kredit. Masalah internal: kelemahan dalam struktur permodalan, organisasi dan
manajemen, keterbatasan komoditi yang dijual, minimnya kerjasama usaha, rendahnya pendidikan usaha dan kualitas SDM Firdausy,1995.
Ciri-ciri dan permasalahan yang dihadapi PKL di empat kota ini tidak banyak berbeda dengan temuan di beberapa studi lainnya Moir 1978
; Sasono 1989; Sethuraman 1989; Ekasari 1993. Hal ini membuktikan bahwa dalam rentang waktu lebih dari 10
tahun, kebijakan dan program pemerintah masih belum mampu mengatasi berbagai masalah yang dialami sektor informal PKL.
Ketidakberhasilan kebijakan dan program pemerintah dalam mengembangkan PKL
terkait dengan berbagai hal, seperti : 1 pendekatan pemerintah yang masih bersifat “supplyside” oriented pengaturan,
penataan, dan bantuan terhadap PKL dilakukan tanpa melakukan komunikasi dan kerjasama dengan PKL sendiri,
2 pelaksanaan kebijakanprogram bagi PKL sarat dengan keterlibatan berbagai aparat pembina.
3 penertiban dan pengendalian PKL lebih didasari pada adanya keterlibatan pemerintah dalam pelaksanaan proyek daripada semangat membangun sektor informal sebagai
salah satu basis perekonomian rakyat Sethuraman 1989; Sasono 1989.
Universitas Sumatera Utara
4 sedikitnya PKL yang pernah mengikuti pembinaan usaha karena kurangnya sosialisasi pemerintah mengenai program ini, dan penolakan relokasi.
2.2. Dilematis Pasar Tradisonal antara Pembangunan dan Penggusuran