Deskripsi Teoritik KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
yang berpikir pasif, ia akan menerima begitu saja sebuah gagasan atau informasi dari orang lain tanpa mempertimbangkanya.
Pendapat Dewey di atas mendapat penjelasan lebih lanjut oleh Glaser mengenai berpikir kritis. Glaser mendefinisikan berpikir kritis,
sebagaimana dikutip oleh Fisher, sebagai : 1 suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; 2 pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan
penalaran yang logis; dan 3 semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya
keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan
lanjutan yang diakibatkannya.
10
Berangkat dari apa yang telah dikatakan Glaser, dapat dipahami bahwa:
Kemampuan berpikir kritis menuntut adanya usaha untuk menguji keyakinan atau pengetahuan berdasarkan bukti pendukungnya. Hal
ini penting untuk menguji kesahihan dari kesimpulan atau pengetahuan tersebut.
Berpikir kritis juga menuntut adanya kemampuan untuk mengenali mengidentifikasi, dan memahami persoalan serta menemukan solusi
atasnya. Kemampuan ini diperlukan agar seseorang dapat mengumpulkan informasi atau data-data yang dibutuhkan untuk
memecahkan persoalan tersebut. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh Dewey dan
Glaser, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk menguji keyakinan sebuah informasi atau pengetahuan berdasarkan bukti
pendukung dan kesimpulan –kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Berpikir kritis juga berkaitan dengan sikap atau disposisi untuk menanggapi berbagai persoalan, menimbang berbagai persoalan tersebut
dalam jangkauan pengalaman dan kemampuan memikirkanya secara mendalam.
10
Fisher, op. cit., h. 3.
Pada umumnya proses berpikir kritis terjadi dalam beragam situasi, misalnya sosial, politik, keluarga, sekolah dan sebagainnya. Berpikir kritis
juga terjadi dalam situasi belajar khususnya dalam belajar matematika. Glaser merumuskan berpikir kritis dalam matematika, sebagaimana
dikutip oleh Suwarman, sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi
kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi- situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.
11
Menurut Glaser, berpikir kritis dapat dirujuk dari kombinasi pemecahan masalah,
penalaran, dan pembuktian matematika.
12
Berpikir kritis matematika sebagai pemecahan masalah dengan solusi baik satu atau lebih. Penalaran
merupakan bagian dari berpikir kritis matematika yang melibatkan pembentukan generalisasi, dan penarikan kesimpulan terhadap ide-ide dan
bagaimana ide-ide tersebut dihubungkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis matematis adalah kemampuan untuk memahami
konsep matematika atau menentukan solusi dari permasalahan matematika dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika dan
strategi kognitif secara reflektif.
c. Indikator Berpikir Kritis Matematis
Menurut Glaser, sebagaimana dikutip oleh Fisher bahwa terdapat beberapa kemampuan dalam berpikir kritis, sebagai berikut :
a mengenal masalah, b menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, c mengumpulkan dan
menyusun informasi yang diperlukan, d mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, e memahami dan
menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, f menganalisis data, g menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, h
mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, i menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang
diperlukan, j menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan- kesimpulan yang seseorang ambil, k menyusun kembali pola-pola
11
Suwarman. loc.cit.
12
Ibid., h. 10.
keyakinan seseorang berdasarkan penglaman yang lebih luas; dan l membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas
tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
13
Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini, meliputi:
1 Kemampuan mengenal masalah
Kemampuan mengenal masalah yang dimaksud adalah siswa mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan berdasarkan
informasi yang terdapat dalam masalah. 2
Kemampuan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah Kemampuan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang
dimaksud adalah
siswa mampu
menuliskan langkah-langkah
penyelesaian masalah dengan benar dan sistematis. 3
Kemampuan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah- masalah
Kemampuan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah yang dimaksud adalah siswa mampu memberikan
penjelasan dengan benar mengenai hubungan antara informasi yang terdapat dalam masalah dengan konsep yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah, dan menuliskan konsep yang digunakan dalam setiap langkah penyelesaian dengan benar dan tepat
4 Kemampuan menganalisis data
Kemampuan menganalisis data yang dimaksud adalah siswa mampu menilai pernyataan dengan benar disertai alasan dengan tepat.
2. Metode IMPROVE
a. Metode IMPROVE
Metode IMPROVE merupakan metode yang didesain pertama kali oleh Mevarech dan Kramarsky. Mereka mengatakan bahwa:
13
Fisher, op.cit., h. 7.
The methode involves three interdependent components: a facilitating both strategy acquisition and metacognitive processes;
b learning in cooperative teams of four students with different prior knowledge:one high, two middle, and one low-achieving
student; and c provision of feedback-corrective-enrichment that focuses on lower and higher cognitive processes.
14
Metode IMPROVE terdiri dari tiga komponen yang saling bergantungan:
a memfasilitasi
perolehan strategi
dan proses
metakognitif; b belajar dalam tim-tim kooperatif terdiri dari empat siswa dengan berbagai pengetahuan sebelumnya: satu tinggi, dua tengah dan satu
siswa pencapaian rendah; c penyediaan umpan balik korektif-pengayaan yang memfokuskan pada proses kognitif yang lebih rendah dan lebih
tinggi. Mevarech dan Kramarsky menyebutkan bahwa IMPROVE
merupakan akronim yang mempresentasikan semua tahap dalam metode ini, yaitu:
Introducing new concepts, Metacognitive questioning,
Practicing, Reviewing and reducing difficulties,
Obtaining mastery, Verification, and
Enrichment.
15
Pertanyaan metakognitif menjadi kunci utama yang harus disajikan oleh guru dalam metode ini. Menurut Kramarski dan Mizrachi pertanyaan
metakognitif meliputi, sebagai berikut: 1
The comprehension questions were designed to promp students to reflect on the problemtask before solving it. In addressing a
comprehension question, students had to read the problemtask aloud, describe the task in their own words and try to understand what the
14
Zemira R. Mevarech dan Bracha Kramarski, IMPROVE: A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classrooms, American Educational Research Journal,
Vol. 34, 1997, h. 369.
15
Ibid.
taskconcepts mean.
16
Pertanyaan pemahaman mendorong siswa membaca soal, menggambarkan suatu konsep dengan kata-kata sendiri,
dan mencoba memahami makna suatu konsep. Adapun contoh dari pertanyaan pemahaman, yaitu: Keseluruhan masalah ini tentang apa?
2 The connection question were designed to prompt students to focus on
similarities and differences between the problemtask they work on and the problemtask or set of problemstask taht they had already solved.
17
Pertanyaan koneksi merupakan mendorong siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan suatu konseppermasalahan. Adapun contoh
dari pertanyaan koneksi, yaitu: Apa persamaan dan perbedaan antara permasalahan saat ini dengan permasalah yang telah dipecahkan
sebelumnya? 3
The strategic questions were designed to promp students to consiedr which strategies are approriate for solving the given problemtask and
for what reasons.
18
Pertanyaan strategi mendorong siswa untuk mempertimbangkan strategi yang cocok dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan serta menyertakan alasan pemilihan strategi tersebut. Adapun contoh dari pertanyaan strategi, yaitu: Strategi, taktik atau
prinsip apa yang cocok untuk memecahkan masalah tersebut ? 4
The reflection questions were designed to promp srudents to reflect on the understanding and feelings during the solution process.
19
Pertanyaan refleksi merupakan pertanyaan yang mendorong siswa untuk bertanya pada diri sendiri mengenai proses penyelesaian. Adapun
contoh dari pertanyaan refleksi, meliputi : “ what am I doing?”; “does
it make sense?”; “What difficultiesfeeling I face in solvingthe task?”;
16
Bracha Kramarski dan Nava Mizrachi, Enhancing Mathematical Literacy With The Use Of Metacognitive Guidance In Forum Discussion, Proceedings of the 28th Conference of the
International Group for Psychology of Mathematics Education,Vol 3, 2004, h .171.
17
Ibid.
18
Ibid., h. 172
19
Ibid.
“How can I verify the solution?”; “Can I verify the solutin?”; “Can I use another
approach for solving the task?”
20
Menurut Mevarech dan Kramarski, “The metacognitive questions
were constructed and arranged to follow the 4-stage model of the problem- solving process: orientation and problem identification, organization,
execution, and evaluation.”
21
Maksudnya, pertanyaan metakognisi dibangun dengan berdasarkan 4 tahap proses pemecahan masalah yaitu orientasi dan
identifikasi masalah, organisasi, pelaksanaan dan evaluasi. Melalui pertanyaan metakognitif ini diharapkan akan membantu siswa dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Selain menekankan pada kegiatan metakognisi, metode IMPROVE
juga berorientasi pada interaksi dengan teman sebaya dan proses sistematik umpan balik-perbaikan-pengayan. Interaksi dengan teman
sebaya merupakan salah satu kegiatan yang memberikan keuntungan bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Melalui interaksi
ini, siswa dapat berbagi pendapat dan memperkaya pengetahuannya. Hal ini didukung oleh Slavin yang mengatakan bahwa “Peer interaction
provide ample opportunies for students to articulate their though, explain their mathematical reasoning.
”
22
. Maksudnya, interaksi dengan teman sebaya memberikan banyak manfaat bagi siswa untuk mengungkapkan
pikiran mereka, dan menjelaskan pemahaman mereka. Sedangkan, proses sistematik mengenai umpan balik-perbaikan-pengayaan feedback-
corrective-enrichment, diberikan pada akhir setiap pertemuan. Pemberian tes sebagai umpan balik untuk mengetahui penguasaan materi yang telah
dicapai siswa. Siswa yang belum mencapai kriteria keahlian pada tes diberikan kegiatan perbaikan, sedangkan siswa yang telah mencapai
kriteria keahlian diberikan kegiatan pengayaan.
20
Ibid.
21
Kramarski, op. cit., h. 370.
22
Ibid.
Adapun tujuan diberikannya kegiatan perbaikan yaitu untuk meningkatakan penguasaan terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh
guru, terutama untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa. Sedangkan kegiatan pengayaan dimaksud untuk meningkatkan dan
mempertahankan hasil belajar siswa yang telah dicapai serta sebagai salah satu cara dalam mengembangkan potensi siswa secara optimal karena
dalam kegiatan ini, siswa diberi kesempatan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuannya.
Kegiatan perbaikan dan pengayaan diperlukan dalam rangka ketuntasan belajar dan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini
berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mavarech menunjukkan
bahwa Implementing
feedback-corrective-enrichment activities in either cooperative or individualized settings promoted higer
mathematics achievement than learning in cooperativeindividualized setting
with no
feedback-corrective-enrichment.
23
Maksudnya, pelaksanaan kegiatan umpan balik korektif-pengayaan dalam pengaturan
kelompok ataupun individual lebih tinggi prestasi belajar matematikanya daripada belajar dengan pengaturan kelompok atau individual tanpa umpan
balik korektif-pengayaan.
b. Teori Belajar yang Mendasari Metode IMPROVE
1 Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme
memahami belajar
sebagai proses
pembentukan konstruksi pengetahuan. According to constructivist theories, “learning occurs not by recording information but by
interpr eting it”.
24
Maksudnya, bahwa belajar terjadi tidak dengan merekam informasi tetapi dengan menafsirkanya. Ketika siswa
menemukan informasi atau pengetahuan baru, mereka akan mencoba untuk menghubungkanya dengan pengetahuan sebelumnya. Sementara
23
Ibid., h 371
24
Ibid., h. 367
Piaget, sebagaimana dikutip oleh Siregar dan Nara, mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman baru.
25
Hal tersebut, senada dengan pendapat Trianto, yang mengatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan tersebut tidak sesuai.
26
Menurut teori ini, guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa atau bukan lagi pemberi jawaban akhir atas
pertanyaan siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa
siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan cara memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Kaitannya dengan pembelajaran matematika, Cobb mengatakan sebagaimana dikutip oleh Suherman bahwa belajar matematika merupakan
proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan matematika.
27
Guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan
dibenaknya Mengingat bahwa konstruksi pengetahuan berkaitan dengan
pengetahuan sebelumnya, sehingga dengan menerapkan pembelajaran kooperatif akan sangat menguntungkan bagi siswa karena keragaman
pengetahuan siswa dapat dimanfaatkan selama interaksi yang terjadi dalam kelompok kecil sehingga siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan teman satu kelompok.
25
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h.39
26
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : Bumi Aksara, 2010 Cet.2, h. 74.
27
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA- UPI, 2001, h. 71
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme merupakan teori belajar yang mendorong siswa untuk
aktif dalam rangka menemukan sendiri pengetahuan atau suatu konsep, sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dalam rangka membimbing
siswa menemukan konsep tersebut. Melalui pembelajaran kooperatif akan memudahkan siswa menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan anggota kelompoknya.
Kaitan antara konstruktivisme dengan metode IMPROVE, bahwa metode ini dilandasi oleh teori konstruktivisme. Hal ini terlihat dari
implementasi pembelajaran konstruktivisme pada salah satu tahapan dalam metode ini, yaitu pada tahap Introducing New Concepts Mengenalkan
Konsep Baru. Guru tidak langsung memberikan suatu konsep baru secara langsung, tetapi meminta siswa berpartisipasi secara aktif terhadap
kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka menemukan konsep. Selain itu pada tahap Introducing New Concept hingga tahap Review and reducing
siswa diminta duduk secara berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat berdiskusi dan bertukar pengetahuan sehingga memudahkan mereka
menemukan dan memahami konsep dengan baik.
2 Teori Metakognisi Matlin menyatakan: ”metacognition is our knowledge, awareness,
and control of our cognitive process.”
28
Maksudnya, metokognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi
pada diri sendiri. Tidak berbeda jauh dengan pendapat Wellman yang menyatakan bahwa “Metacognition is a form of cognition, a second or
higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a
28
Dwi Purnomo, Proses Metakognisi dan Pemikiran Konsep dalam Matematika, 2014, h. 8, tersedia : http:dwipurnomoikipbu.files.wordpress.com201402makalah-tentang-proses-
metakognisi.pdf.
„person‟s cognition about cognition.”
29
Maksudnya, metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang
melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang
berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri. Menurut Schoenfeld, sebagaimana dikutip oleh Purnomo bahwa
metakognisi sebagai pemikiran tentang pemikiran sendiri merupakan interaksi antara tiga aspek penting yaitu: pengetahuan tentang proses
berpikir sendiri, pengontrolan atau pengaturan diri, serta keyakinan dan intuisi.
30
Interaksi ini sangat penting karena dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai proses kognitif, dapat membantu untuk mengatur hal-
hal disekitar dan menyeleksi strategi-strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif selanjutnya. Contohnya, ketika kita menyadari bahwa
kita sering lupa atau kurang memahami suatu konsep matematika dan kita sadar bahwa konsep itu sulit dibandingkan dengan konsep lain, sehingga
kita perlu memilih cara tertentu, misalnya dengan menggaris bawahi pengertian dan konsep tersebut yang sehingga dapat membantu kita
memahami dan mengingat yang kita lupa tadi. Pengertian metakognisi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas
sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri.
Metakognisi mempunyai
kelebihan dimana
seseorang mencoba
merenungkan cara berpikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukannya.
Dengan demikian
aktivitas seperti
merencanakan bagaimana pendekatan yang diberikan pada tugas-tugas pembelajaran,
memonitor kemampuan dan mengevaluasi rencana dalam rangka melaksanakan tugas merupakan sifat-sifat alami dari metakognisi. Kaitan
antara kemampuan metakognisi dengan strategi berpikir adalah bahwa
29
Khamim Thohari, Menyelesaikan Permasalahan Matematika dengan Metakognisi, 2014, h.4, tersedia : http:karinakiki.files.wordpress.com201206metakognisi.pdf.
30
Purnomo, op. cit., h.9
kemampuan metakognisi menyediakan cara mengendalikan berpikir yang pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan dalam berpikir kritis
critical thinking.
31
Jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognisi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya,
mulai dari tahap perencanan, memilih strategi yang tepat dan sesuai masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam
belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari
strategi yang dipilih. Kemudian melakukan refleksi berupa mengubah kebiasaan belajar dan strateginya jika diperlukan, apabila
hal
itu dipandang
tidak cocok
lagi dengan
kebutuhan lingkungannya.
32
Menurut Flavell, sebagaiman dikutip oleh Purnomo, mengatakan bahwa metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognisi metacognitive
knowledge dan pengalaman atau regulasi metakognisi metacognitive exprience or regulation.
33
Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang digunakan untuk mengarahkan proses berpikir kita sendiri.
Pengarahan proses berpikir ini dapat dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pemonitoring dan pengevaluasian. Aktivitas-aktivitas ini
disebut juga sebagai strategi metakognisi atau keterampilan metakognisi yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Berkaitan dengan hubungan antara aktivitas metakognisi dengan penyelesaian masalah matematika, beberapa peneliti, seperti halnya Yong
dan King, Panaoura dan Gama, sebagaiman dikutip oleh Purnomo mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan
masalah turut dipengaruhi oleh aktivitas metakognisinya.
34
Dalam proses penyelesaian masalah matematika terjadi intraksi antara aktivitas kognitif
dan metakognisi. Aktivitas kognitif terbatas pada bagaimana informasi diproses untuk mencapai tujuan, sedangkan aktivitas metakognisi
penekanannya pada kesadaran seseorang terhadap apa yang dilakukannya.
31
Ibid., h.11
32
Ibid., h.10
33
Ibid., h. 7-8
34
Ibid., h. 15
Penyelesaian masalah akan diawali dengan bagaimana siswa mengenali masalah tersebut, kemudian memutuskan bagaimana menyelesaikan
masalah tersebut sampai dengan bagaimana mengevaluasi hasil yang telah dibuat. Jika dikaitkan dengan hubungannya dalam pembelajaran, Dawson
dan Fuhcer mengemukakan bahwa siswa-siswa yang menggunakan metakognisinya dengan baik akan menjadi pemikir kritis, problem solver
yang baik, serta pengambil keputusan yang baik dari pada mereka tidak menggunakan metakognisinya.
35
Kaitan antara metakognisi dengan konstruksi pengetahuan bahwa konstruksi pengetahuan merupakan proses kognitif internal yang dilakukan
oleh siswa secara individu, sehingga diperlukan suatu cara untuk melatih siswa mengatur diri dalam pembelajaran. Menurut Mavarech dan
Kramarsky adalah : One way is by formulating and answering questions that focus on
informaion processing producere. Because knowledge construction occurs when individuals generate relationships between the newly
encountered information and their prior knowledge.
36
Maksudnya bahwa salah satu cara melatih siswa mengatur diri dalam pembelajaran dengan merumuskan dan menjawab pertanyaan yang
berfokus pada prosedur pengelolahan informasi. Karena konstruksi pengetahuan terjadi ketika individu menghasilkan hubungan antara
informasi yang baru ditemui dengan pengetahuan mereka sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berfokus pada struktur masalah, hubungan
antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sebelumnya dan strategitaktikprinsip-prinsip tertentu yang sesuai untuk memecahkan
masalah. Kaitanya metakognisi dengan metode IMPROVE bahwa metakognisi
merupakan salah satu unsur utama dalam penerapan metode IMPROVE. Hal ini terlihat pada beberapa tahapan dalam metode ini yang
memfasilitasi perolehan strategi dan proses metakognitif siswa, yaitu pada
35
Ibid., h.16
36
Kramarsky, op.cit., h. 367-368
tahap Introducing New Concepts, siswa diminta menyelesaikan contoh masalah yang telah diberikan dengan bantuan 3 kartu yang berisi
pertanyaan metakognisi. Pertanyaan tersebut meliputi pertanyaan pemahaman, pertanyaan strategi dan pertanyaan koneksi. Selain itu pada
tahap Metacognitive questioning, Practicing, siswa kembali diminta menyelesaikan Lembar Latihan Soal LLS yang didalamnya dilengkapi
pertanyaan metakognisi untuk membantu siswa menyelesaikan masalah.
c. Tahapan Metode IMPROVE
Berikut ini merupakan penjabaran sintak metode IMPROVE:
37
Introducing New Concepts Memperkenalkan konsep baru Pengenalan konsep baru berorientasi pada pengetahuan awal siswa.
Dalam mengenalkan konsep baru, siswa difasilitasi dengan contoh masalah dengan memberi pertanyaan metakognisi dalam kelompok
heterogen. Selama proses belajar, jika siswa mengalami kesulitan dalam menjelaskan pertanyaan metakognisi di contoh masalah, guru
harus dapat mengarahkan agar siswa mamahami pertanyaan metakognisi.
Metacognitive questioning, Practicing Latihan yang disertai dengan pertanyaan metakognisi
Pada tahap ini siswa menyelesaikan contoh masalah yang telah diberikan dengan bantuan pertanyaan metakognisi. Dari contoh soal
yang telah dibahas, siswa dipancing agar dapat mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang apabila tidak dapat dijawab
oleh siswa lainnya, maka guru harus dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman agar siswa dapat berpikir secara
metakognitif.
37
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013 Cet.1, h. 256-257
Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery Meninjau
ulang, mengurangi
kesulitan, dan
memperoleh pengetahuan
Pada tahap ini dilakukan tinjauan ulang terhadap jawaban siswa serta mengenai kekuatan dan kelemahan kinerja siswa dalam kerja sama
kelompok. Pada tahap ini pula seharusnya sudah dapat terlihat apakah siswa telah menguasai materi secara menyeluruh atau belum,
termasuk juga peran dan kemampuan individu dalam kinerja kelompok masing-masing.
Verification Verifikasi Verifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang
dikategorikan sudah mencapai kriteria keahlian dan yang belum mencapai kriteria keahlian. Identifikasi pencapaian hasil dijadikan
umpan balik. Hasil umpan balik dipakai sebagai bahan orientasi pemberian kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan tahap
berikutnya. Enrichment Pengayaan
Tahap pengayaan mencangkup dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan perbaikan dan kegiatan pengayaan. Kegiatan perbaikan diberikan
kepada siswa yang teridentifikasi belum mencapai kriteria keahlian, sedang kegiatan pengayaan diberikan kepada siswa yang sudah
mencapai kriteria keahlian. Metode IMPROVE mengharuskan siswa belajar dalam kelompok
heterogen yang terdiri dai siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Oleh sebab itu, sebelum memulai pertemuan, seluruh siswa kelas
ekperimen diminta mengerjakan 6 butir soal. Soal tersebut merupakan soal UASBN tahun 2013 mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan
materi bilangan bulat dan bilangan pecahan. Nantinya hasil nilai tersebut digunakan sebagai dasar dalam pembentukan kelompok heterogen pada
pertemuan pertama. Sedangkan, pada setiap pertemuan selanjutnya, kelompok heterogen dibentuk dengan berdasarkan hasil kuis pertemuan
sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan heterogenitas kelompok.
Adapun penjabaran langkah-langkah metode IMPROVE dalam penelitian ini meliputi:
Tabel 2.1 Tahap Metode IMPROVE
Tahap Langkah-Langkah
Introducing New Concepts
Siswa diminta berpartisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menemukan konsep
Guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil kegiatan. Guru memberikan pengembangan materi berdasarkan kesimpulan
Siswa diminta duduk secara berkelompok berdasarkan kelompok
heterogen yang telah dibentuk oleh guru Guru memberikan contoh masalah berkaitan dengan materi yang dipelajari
Guru memberikan 3 kartu berisi pertanyaan metakognitif kepada masing- masing kelompok
Setiap kelompok diminta mendiskusikan dan mempresentasikan jawaban dari kartu yang berisi pertanyaan metakognitif dan penyelesaian masalah
berdasarkan rencana yang telah dibuat. Metacognitive
questioning, Practicing
Guru membagikan Lembar Latihan Soal LLS terkait dengan materi yang sedang dipelajari
Siswa diminta mengerjakan LLS yang telah dibagikan dengan berdiskusi bersama kelompok
Review and Reducing
Difficulties Guru meminta perwakilan kelompok untuk menuliskan salah satu jawaban
dari soal yang terdapat pada LLS di papan tulis dan kemudian mempresentasikannya
Guru mengevaluasi jawaban siswa dan memberikan penguatan atas jawaban siswa serta memberikan solusi terhadap kesulitan yang ditemui
siswa. Obtaining
Mastery Siswa diminta tidak lagi duduk berkelompok dan mengerjakan kuis yang
telah diberikan oleh guru Verification
Guru mengidentifikasi siswa yang telah mencapai kriteria keahlian atau belum, dengan melihat hasil kuis.
Enrichment Siswa dengan nilai kuis ≥ 75 diberikan soal pengayaan dan diminta
mengerjakan soal tersebut di rumah Siswa yang belum dengan nilai kuis 75 diberikan kegiatan perbaikan
setelah proses pembelajaran selesai dengan didampingi oleh guru
3. Metode Konvensional
Konvensional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional. Jadi metode konvensional adalah metode klasikan
yang sering digunakan guru seperti yang sering dipakai disekolah setiap harinya. Metode yang digunakan di sekolah tempat peneliti melakukan
penelitian adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara
optimal.
38
Pada pembelajaran dengan metode ekspositori, dominasi guru banyak berkurang karena guru tidak terus menerus bicara. Guru berbicara
pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu- waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengarkan dan membuat
catatan, tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya apabila tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual,
menjelaskan lagi kepada siswa secara individual dan klasikal. Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori, yaitu :
39
a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran
secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.
b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah
jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu
sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan
kembali materi yang telah diuraikan.
38
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2009, Cet. VI, h.179
39
Ibid.