5
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah penerapan model PBL berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur
Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20162017? 1.2.2 Apakah penerapan model PBL berpengaruh terhadap kemampuan
inferensi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20162017?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan evaluasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas
Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20162017. 1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan
inferensi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20162017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Sekolah Sekolah dapat mengetahui bahwa penerapan model PBL khususnya pada
mata pelajaran IPA dapat berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi siswa, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi sekolah dan
guru-guru untuk meningkatkan mutu sekolah. 1.4.2 Bagi Guru
Guru dapat mengetahui bahwa model PBL berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi siswa khususnya pada mata pelajaran
IPA, sehingga model tersebut dapat menjadi bahan referensi bagi guru dalam mengajar.
1.4.3 Bagi Siswa Siswa akan mendapat pengalaman baru dalam belajar dengan
menggunakan model PBL pada mata pelajaran IPA dengan materi struktur tubuh tumbuhan serta siswa akan dapat mengembangkan kemampuan
evaluasi dan inferensi dengan baik.
6 1.4.4 Bagi Peneliti
Peneliti dapat menggunakan hasil penelitian sebagai acuan untuk menerapkan model PBL pada pembelajaran IPA.
1.5 Definisi Operasional
1.5.1 Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala dan peristiwa alam yang terdapat di lingkungan sekitar.
1.5.2 Model PBL adalah model pembelajaran inovatif yang mengembangkan kemampuan belajar dan berpikir siswa dengan melibatkannya secara
langsung dalam memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar. Langkah-langkah model PBL yaitu mengorientasi siswa pada masalah,
mengorganisasi siswa untuk belajar, melakukan penyelidikan individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 1.5.3 Berpikir kritis adalah proses berpikir yang terarah untuk mencapai tujuan
tertentu secara logis. 1.5.4 Kemampuan evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kebenaran suatu
pernyataan yang dibagi dalam dua sub-kecakapan, yaitu menilai klaim dan menilai argumen.
1.5.5 Kemampuan inferensi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menguji bukti-bukti untuk menarik kesimpulan yang dibagi menjadi tiga
sub kecakapan. 1.5.6 Siswa Sekolah Dasar adalah siswa kelas IV SDN Perumnas Condongcatur
Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20162017.
7
BAB II LANDASAN TEORI
Bab II ini berisi landasan teori yang berisi kajian pustaka, penelitian yang mendukung, kerangka berpikir, dan hipotesis. Kajian pustaka membahas teori-
teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian terdahulu yang relevan. Selanjutnya dirumuskan kedalam kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi
dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori-teori yang mendukung
Teori yang mendukung merupakan teori yang melandasi penelitian ini. Teori tersebut terdiri dari teori perkembangan anak, model pembelajaran, model
Problem Based Learnig PBL, berpikir kritis, Ilmu Pengetahuan Alam IPA, dan materi pembelajaran IPA kelas IV.
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan kognitif Jean Piaget dan teori perkembangan anak Lev Vygotsky. Teori ini dipilih
karena sesuai dengan variabel penelitian yang membahas tentang perkembangan anak Sekolah Dasar. Piaget memandang anak memiliki cara berpikir yang berbeda
dengan orang dewasa yang bukan tiruan dari orang dewasa Rahyubi: 2014, 124. Anak membangun sendiri pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk
menemukan dan menerapkan ide mereka. Tahap perkembangan anak dapat maksimal jika didukung dengan proses pembelajaran pada zona perkembangan
proksimal zone of proximal development atau ZPD. ZPD adalah kondisi anak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugasnya, namun dapat terselesaikan dengan adanya bimbingan Santrock, 2009: 64. Perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh hubungan sosial anak dengan
lingkungan sekitarnya. ZPD menjadi salah satu hal yang penting dalam teori perkembangan anak Vygotsky. Pembelajaran pada tahap ZPD dapat maksimal
8 jika didukung dengan adanya scaffolding. Scaffolding adalah teknik yang
digunakan pendidik untuk membangun jembatan antara yang sudah diketahui dengan yang sedang dipelajari anak Salkind, 2009: 379-381. Pendidik dapat
melakukannya dengan melibatkan anak pada aktivitas sosial. Kedua teori perkembangan tersebut menjadi acuan peneliti untuk menerapkan pembelajaran
sesuai dengan tahap perkembangan anak untuk mencapai tingkat kemampuan kognitif yang maksimal.
Piaget menyatakan bahwa pengetahuan datang dari pengalaman dan interaksi anak dalam Trianto 2009: 29. Oleh karena itu, pembelajaran sebaiknya
dapat mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki anak melalui kegiatan yang memberi pengalaman langsung. Sejak lahir hingga dewasa kemampuan
kognitif anak terus mengalami perkembangan. Tahapan proses kognitif anak yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi Santrock, 2009: 48-49. Tahap asimilasi
adalah proses individu memasukkan pengalaman ke dalam struktur yang ada Salkind, 2009: 317. Tahap asimilasi terjadi ketika anak manambahkan informasi
baru kedalam informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Tahap akomodasi adalah terjadi ketika anak menyesuaikan informasi baru dengan informasi yang telah
dimiliki sebelumnya. Tahap ekuilibrasi adalah tahap perlaihan pemikiran anak ke tahap lain yang lebih tinggi. Hal ini terjadi ketika anak mengalami konflik
kognitif atau disekuilibrium untuk mencapai keseimbangan. Piaget mengemukakan bahwa pemikiran anak-anak berkembang sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan dalam Desmita, 2007: 46. Pengetahuan yang dimiliki anak terbentuk secara aktif dalam menerima informasi dari pengalaman
yang diperoleh. Setiap perkembangan pada anak berasal dari perbaikan pada tahap-tahap sebelumnya. Piaget dalam Rahyubi, 2014: 126, membagi tahap-
tahap perkembangan kognitif anak menjadi empat, yaitu tahap sensorimotor 0-2 tahun, tahap praoperasional usia 2-7 tahun, tahap operasional konkret usia 7-11
tahun, tahap operasional formal usia 11 tahun-dewasa ke atas. Perkembangan kognitif tersebut sebagai berikut.
1. Tahap sensorimotor Tahap sensorimotor adalah tahapan pertama pada anak yang dimulai
sejak lahir hingga usia 2 tahun. Pada tahap ini anak belum memahami
9 konsep dan simbol yang tetap. Anak mulai mengenal lingkungan dan
membangun pengetahuannya dengan menggunakan alat indera yang dimiliki melalui kegiatan melihat, meraba, menjamah, mendengar, dll.
2. Tahap praoperasional Pada tahap praoperasional, anak mulai memiliki kemampuan kognitif
dan motorik. Anak mampu menggunakan simbol atau bahasa untuk menyatakan suatu objek. Kemampuan anak pada tahap ini masih
terbatas dengan yang dilihat di lingkungannya. 3. Tahap operasional konkret
Pada tahap operasional konkret anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret di lingkungannya.
Anak sudah mampu menghadapi hal-hal dengan menggunakan logika pada
objek yang
bersifat nyata,
namun belum
mampu menggunakannya pada hal yang bersifat abstrak.
4. Tahap operasional formal Pada tahap ini anak memasuki masa remaja yang dapat menguasai
sistem dan menyelesaikan masalah yang lebih kompleks. Sistem pemikiran anak lebih matang dan memungkinkan mereka untuk
memikirkan hal yang lebih sistematis. Anak sudah mampu menghadapi hal-hal yang abstrak dengan menggunakan logika.
Penelitian ini dilakukan pada anak kelas IV Sekolah Dasar. Anak kelas IV berusia sekitar 10 tahun, dalam teori Piaget masuk pada tahap operasional
konkret. Pada tahap ini anak mulai berpikir secara logis dan mampu menyelesaikan masalah yang bersifat konkret, sehingga diperlukan model
pembelajaran yang tepat. Pembelajaran pada anak usia 10 tahun juga perlu memperhatikan zona perkembangan proksimal. Pembelajaran pada siswa dapat
mencapai hasil maksimal jika didukung dengan adanya scaffolding. Scaffolding dapat dilakukan dengan melibatkan siswa pada interaksi dengan guru dan teman
melalui kegiatan kelompok.