2 Membantu memperjelas manfaat yang penting dan tujuan-tujuan khusus program serta memperjelas dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan
tertentu tercapai 3 Menjadi pengukur keefektivan metode
4 Menyediakan data dan informasi tentang situasi pedesaan yang penting untuk perencanaan program selanjutnya
5 Menyediakan bukti tentang nilai atau pentingnya program 6 Menyediakan bukti-bukti tentang keberhasilan untuk memberikan rasa puas
dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program.
2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program Berperspektif Gender
Analisis gender meliputi pemahaman mengenai pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Analisis gender adalah suatu
rangkaian proses kegiatan untuk mengetahui latar belakang dan penyebab terjadinya kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan sampai pada upaya
pemecahan masalah dan pencapaian sasaran, langkah tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan dalam rangka mencapai persamaan kedudukan dan
peranan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pembangunan Rosalin dkk, 2001 dalam Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998.
Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2000 dan RPJMN 2004-2009. Perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program
pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan
memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan
perencanaan program Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998. Dalam melakukan perencanaan yang responsif gender, para perencana perlu
melakukan analisis gender pada semua kebijakan dan program pembangunan. Tujuan perencanaan yang responsif gender adalah tersusunnya rencana
kebijakanprogram proyekkegiatan pembangunan yang responsif gender di berbagai bidangsektor pembangunan. Analisis gender dilakukan dengan
memperhatikan 4 empat faktor utama guna mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah:
a Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?
b Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol penguasaan yang sama terhadap sumberdaya pembangunan?
c Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam program-program pembangunan?
d Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan?
Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka pemberdayaan perempuan Longwe, 1991 dalam Prasodjo, dkk., 2003; King
n.d.
2
. Kerangka analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah para perencana pembangunan dalam prakteknya telah memberdayakan perempuan melalui
proyek-proyek pembangunan yang mereka laksanakan. Selain itu, juga untuk mengetahui derajat komitmen kelembagaanorganisasi penyelenggara
pembangunan terhadap pemberdayaan dan kesetaraan perempuan. Menurut March
2
Christine King n.d. Gender and rural community development III: tools and frameworks for
gender analysis. Diambil dari www.regional.org.au
. Diterjemahkan oleh Siti Sugiah Mugniesyah.
dkk. 1999 dalam King n.d terdapat dua alat utama dari Kerangka Longwe, yaitu Tingkatan Kesetaraan levels of equality dan Tingkatan Pengakuan atas
“isu-isu perempuan” level of recognition of ‘women’s issues’. Tingkatan Kesetaraan dalam Kerangka Pemberdayaan perempuan
digunakan untuk menganalisis tahapan perkembangan pemberdayaan perempuan dalam suatu programproyek pembangunan. Pemberdayaan perempuan
merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataanpersamaan bagi laki-laki dan perempuan, meliputi lima
tahapantingkatan yang bersifat hierarkis: tingkat kesejahteraan, tingkat akses terhadap sumberdaya dan manfaat, tingkat penyadaran, tingkat partisipasi aktif
dalam pengambilan keputusan, dan tingkat penguasaan kontrol. Mekanisme kerja level hierarkis ini berupa pemberian kesejahteraan berupa materi sebagai
pemenuhan kebutuhan, diikuti dengan keteraksesan pada sumberdaya dan manfaat program, baru ke tingkat penyadaran akan ketimpangan gender dalam
masyarakat. Tahap selanjutnya berupa peningkatan partisipasi dalam program untuk mencapai tahap puncak berupa kontrol atau penguasaan dalam pelaksanaan
dan pemanfaatan program. Pada alat analisis kedua, isu-isu perempuan didefinisikan sebagai semua
isu yang berhubungan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan mencakup peranan-peranan sosial, ekonomi, serta kelima level kesetaraan; dibedakan
kedalam tiga kategori: negatif, netral dan positif. Disebut level negatif, jika tujuan-tujuan proyek tidak merespon terhadap isu-isu perempuan, sehingga
pelaksanaan proyek pembangunan akan berdampak negatif terhadap perempuan. Tergolong level netral, jika isu-isu perempuan diintegrasikan dalam tujuan-tujuan
proyek pembangunan, namun masih diragukan ada tidaknya dampak positif dan negatif pada perempuan. Dikategorikan level positif, jika tujuan-tujuan proyek
pembangunan secara positif merespon isu-isu perempuan dan tujuan proyek diarahkan untuk memperbaiki posisi perempuan relatif terhadap laki-laki.
Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk 2003
Sumber: Prasodjo, dkk; 2003 Kriteria Pembangunan Perempuan
5. Penguasaan 4. Partisipasi aktif
3. Penyadaran 2. Akses
1. Kesejahteraan Peningkatan
Peningkatan pemerataan
empowerment
2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PLTMH