Paradigma Pembangunan Berkelanjutan TETY JULIANY SIREGAR

26 1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuhkan ketanggapan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran pendapat. 5. Menyampaikan informasi danatau menyampaikan laporan. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan lingkungan hidup dimulai dari pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Pemerintah selaku regulator dalam menyusun dan menjalankan suatu kebijakan dalam pelaksanaannya harus melibatkan peran serta masyarakat secara sadar atau tidak. Adanya penyampaian informasi kepada masyarakat melalui sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat akan lebih memahami maksud dan tujuan program dan akhirnya diharapkan menumbuhkan kesadaran dan motivasi mereka untuk ikut terlibat. Upaya ini dilakukan pemerintah sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, dimana pemberdayaan adalah upaya untuk membangun kemampuan masyarakat, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata Eddy dalam Zubaedi, 2007:42. Akhirnya manusia sebagai masyarakat dan bangsa yang memiliki hak dan kewajiban juga dituntut untuk berperan dalam pembangunan bangsanya. Untuk itu setiap orang dalam suatu masyarakat dan bangsa dituntut untuk memiliki visi dan misi kedepan, melalui tindakan aktif dan kreatif, mengembangkan potensi diri, menjaga dan menjamin secara adil dan pasti untuk semua kebutuhan dasar bagi kehidupan dimasa depan.

2.3. Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Sanitasi Permukiman yang

Berwawasan Lingkungan Gambaran Kepedulian Masyarakat terhadap Lingkungan Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan aktivitas yang ada didalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik, sedang permukiman merupakan perpaduan antara fisik rumah, sarana, dan prasarana dengan lingkungannya. 27 Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan didalamnya secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial Hadi, 2005:104. Dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan adanya keseimbangan aktivitas antara masyarakatnya dengan pemanfaatan sumber daya alami maupun sumber daya buatan. Keseimbangan itu dapat diwujudkan melalui kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. Permukiman yang berwawasan lingkungan seharusnya dilengkapi dengan pengolahan air limbah rumah tangga sanitasi yang secara ekologis layak. Salah satu ciri dari permukiman kumuh dapat dilihat dari kondisi prasarana sanitasi lingkungan yang buruk Komaruddin, 1997:83. Bila ditinjau dari defenisinya. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan Azwar, 1990. Sanitasi lingkungan merupakan hal yang penting, sebab tingkat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. Sifat hubungan ini juga timbal balik, dimana pembangunan sosial ekonomi akan mempengaruhi kualitas lingkungan dan sebaliknya kualitas lingkungan akan mempengaruhi kesehatan, kita ketahui bahwa kesehatan merupakan modal dasar dalam pembangunan dibidang apapun. Demikian juga dengan lingkungan permukiman kumuh, kondisi sanitasi yang buruk akan menggambarkan kondisi kesehatan masyarakatnya. Prasarana sanitasi lingkungan permukiman kumuh seperti pembuangan limbah cair rumah tangga jarang sekali dirancang dengan baik oleh penduduk di lingkungan permukiman kumuh, hal ini diakibatkan oleh minimnya lahan dan rendahnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat. Fungsi sanitasi lingkungan terutama sekali MCK merupakan kebutuhan dasar permukiman dan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat. Untuk itu sangat diperlukan adanya perencanaan pengelolaan sanitasi lingkungan yang melibatkan masyarakat yang sesuai dengn standar kesehatan. 28 Menurut pedoman penentuan standar pelayanan minimal SPM Lampiran Kepmen Kimpraswil No. 534KPTSM2001 bahwa dalam pengelolaan prasarana sanitasi lingkungan permukiman harus ada antara lain : ™ Cakupan pelayanan minimal dapat melayani 50 sd 70 dari jumlah penduduk di permukiman tersebut atau 80 sd 90 dari jumlah penduduk untuk kepadatan 300 jiwaHa. ™ Untuk sarana sanitasi individual dan komunnal minimal dalam bentuk MCK dan tangki septic yang disesuaikan oleh masyarakat. Konstruksi jamban yang sehat dapat dilihat seperti Gambar 2.3 berikut : GAMBAR. 2.3 KONSTRUKSI JAMBAN SEHAT • Untuk pelayanan penampungan lumpur tinja minimal memiliki mobil tinja 4 m 3 yang dapat melayani maksimum 120.000 jiwa. • IPLT sistem kolam dengan debit 50m 3 hari. • Pengosongan lumpur tinja 5 tahun sekali, dan minimal mobil tinja melayani 2 tangki septic setiap hari. Sumber : www.sanitarian.com 29 GAMBAR. 2.4 DETAIL SEPTICK TANK Dalam pengelolaan prasarana sanitasi lingkungan agar dapat berkelanjutan sangat diperlukan kemitraan antara beragam stakeholder. Peran-peran stakeholder terlihat dari aktivitasnya dalam pengelolaan prasarana tersebut. Dengan adanya pendekatannya, keterkaitan antara peran atau intervensi pemerintah, khususnya pemerintah lokal dapat diwujudkan lebih pada proses dan bukan target, lebih pada keberlanjutan dan bukan membangun fasilitas semata melalui pendekatan terpadu yang melibatkan semua pihak berkepentingan pemerintah, LSM, swasta, masyarakat. Hal ini menguatkan konsep keberlanjutan yang tidak bisa melepaskan pendekatan partisipasi masyarakat didalamnya dengan bantuan pemerintah dan pihak ketiga fasilitator. Ada sepuluh prinsip-prinsip yang diutarakan oleh Choguill 1996:395-400 dalam pengelolaan prasarana yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut : 1. Harus disadari bahwa dalam pengelolaan prasarana terdapat dua sektor, yakni formal dan non formal. Sumber : www.sanitarian.com