Pengertian Cerita Rakyat Hakikat Cerita Rakyat

commit to user 8

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Cerita Rakyat

a. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat disamakan pengertiannya dengan folklor yang merupakan pengindonesiaan dari kata Inggris folklore yang berasal dari kata folk dan lore. Folk berarti masyarakat, yaitu sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya, sedangkan lore merupakan tradisi folk, yaitu kebudayaan. Cerita rakyat bagian dari folklore, yang mempunyai satu pengertian lebih luas. Folklore adalah suatu istilah yang diadaptasi untuk menyebutkan istilah cerita rakyat. Folklore merupakan suatu istilah dari abad kesembilanbelas untuk menunjuk lisan tradisional dan pepatah-pepatah petani Eropa, dan kemudian diperlukan sehingga meliputi tradisi lisan yang terdapat di semua masyarakat Haviland, 1993: 229. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti agama dan kepercayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan, dan sususnan nilai sosial masyarakat tersebut. commit to user Cerita rakyat diwariskan secara secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu, tradisi lisan oral tradision ini hampir sering disamakan dengan folklore, karena didalamnya tercakup pula tradisi lisan Suwardi Endraswara, 2005:3. Cerita rakyat adalah tubuh ekspresif budaya, termasuk cerita, musik, tari legenda, sejarah lisan, peribahasa, lelucon, kepercayaan. Adat istiadat, dan sebagainya dalam kurun waktu tertentu penduduk yang terdiri dari tradisi termasuk tradisi lisan itu budaya, subkultur anak muda, atau kelompok. Sesuai pendapat dan pengertian dan ciri tradisi lisan dari Told dan Prudentia 1995: 2, “Oral traditional do not only contains folktales, myths, and legends, but store complete indigenous cognate system, to name a few: histories, legal practices, adat law, mediacations.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan bawasannya tradisi lisan tidak terbatas pada cerita rakyat, mite dan legenda saja, tetapi berupa sistem kognasi kekerabatan lengkap, misalnya sejarah, hokum adat, praktik hukum, dan pengobatan tradisional. Berdasarkan pendapat Haviland, Told an Prudentia tersebut dapat diketahui bahwa pengertian folklore sangat luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan James Dananjaya 1997: 14 bahwa koleksi folklore Indonesia terdiri dari kepercayaan rakyat, upacara, cerita prosa rakyat mite, legenda, dan dongeng, nyanyian kanak-kanak, olahraga bertanding, hasta karya, logat, dan lain-lain. Keluasan pengertian folklore dibandingkan dengan cerita rakyat folk literature Juga tercermin dalam pernyataan berikut ini: Folklore maybe defined as those materials in culture that circulate traditionally among member of any group in commit to user diffirent versions, whether in oral or by means of customary example Brunvand, 1968: 5. Folklor dapat didefinisikan sebagai materi-materi budaya yang tersebar secara tradisional keseluruh anggota dan beberapa kelompok dalam versi-versi yang berbeda, disampaikan secara lisan melalui contoh budaya yang berarti. Brunvand dalam James Dananjaya. 1991: 21 cerita rakyat atau folklore memiliki tiga bentuk yang berbeda. Folklore digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklore bukan lisan non verbal folklor, folklore sebagian besar lisan partly verbal folklore, dan folklor lisan verbal folklore. Yang dimaksud folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklore sebagian lisan adalah folklor yang merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Dan folklore lisan adalah sebagai folklore yang disampaikan dari mulut ke mulut secara tradisional dan turun temurun James Dananjaya. 1991: 21-22. Sejalan dengan pendapat James Dananjaya tersebut di atas, Salamon Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of Folklore Research yang berjudul Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of Ethiopian Jews. Dia mengemukakan this research has uncovered a system of racial hierarachies among the beta Israel, including asecret system of master and slaves chewa and barya, and this system challenges conventions of control and racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklore digunakan untuk membongkar sistem hierarki rasial para guru dan budak chewa dan barya di masyarakat Etiopia sistem ini menghadapi tantangan konvensi dan kendali commit to user ideologi. Menyoroti masyarakat Etiopia yang berusaha membongkar sistem rasial dalam budayanya Salamon Hagar, 2003 Cerita rakyat atau folklore merupakan salah satu hasil budaya masyarakat yang termasuk dalam karya sastra lisan. Disebut demikian, karena sifat-sifat cerita rakyatantara lain 1 cara persebaran folklor yang biasanya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut dari generasi ke genarasi berikutnya, 2 bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap standar, 3 folklore berada dalam berbagai versi dan varia, 4bersifat anonym, 5 mempunyai bentuk rumus dalam banyak dan berpola, 6 mempunyai kegunaan atau fungsi di dalam folk pendukungnya, 7 bersifat pralogis, 8 folklor menjadi milik bersama kolektif, 9 folklore biasanya bersifat polos dan lugu James Dananjaya, 1997: 3-4. Di Indonesia sastra lisan masih sangat kurang mendapatkan perhatian jika dibandingkan dengan sastra tulis. Suripan Sadi Hutomo 1991: 1-2 berpendapat bahwa sastra lisan dimaksudkan sebagai kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut. Namun sebenarnya kesusastraan lisan maupun kesusastraan tulis adalah dunia cipataan pengarang dengan menggunakan medium bahasa. Sastra lisan lebih pesat perkembangannya di masyarakat tradisional dan sastra tulis berkembang di masyarakat modern. Sastra lisan bersifat komunal, artinya milik bersama sedangkan sastra tulis bersifat individualperseorangan Suripan Sadi Hutomo, 1991: 3. Michael Brown 2007 berpendapat dalam artikelnya, the New Zealand folklore society was a small organization that emerged from the folk revival scene commit to user in Wellington, New Zealand, in 1996. Members ainet to collect folklore mainly songs. Dalam pendapatnya Brown, terdapat kebangkitan kembalinya sastra rakyat di Wellington, Selandia Baru tahun 1966. Dia mengarahkan anggota dan mengumpulkan dongeng-dongeng yang bersifat nyanyian rakyat. Sejalan dengan pendapat tersebut Timothy R. Tangherlini 2008 menyampaikan pendapatnya Collestion of century Danish Folklore is an amusing…dalam uraian tersebut pada abad ke Sembilan belas di Denmark, dongeng-dongeng merupakan suatu yang menghibur rakyat. Dongeng-dongeng tersebut berisi sesuatu yang menghibur dan terdapat kebenaran di dalamnya. Koenraad Kuiper dalam artikelnya menyampaikan the article proposes a research programme in folklore studies and cultural anthropology to investigate those part of pakehe non-Maori cultural continuity that can be traced to a set of largely working class and rural ritual and practices from Britain… dalam pendapat tersebut mengusulkan dongeng-dongeng seperti Pakehe yang di dalamnya berisi kelas-kelas pekerjaan dan upacara agama pedesaan di Britain Koenraad Kuiper, 2007. Meider Wolfgang 2003 dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the Pepper”. Proverbial Language in the Letter of Wolfgang Amadeus Mozard. Dia berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional indicator. Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan mantra dan kutukan yang dirumuskan menjadi pepatah, termasuk binatang yang commit to user berbicara yang berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk pengertian tersebut tokoh binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”. Fank mengemukakan bahwa kesusastraan rakyat adalah sastra yang hidup di tengah-tengah rakyat. Sastra rakyat dituturkan oleh ibu kepada anaknya dalam buaian, atau tukang cerita kepada penduduk kampung yang tidak bisa membaca dan menulis. Atas kehendak pihak istana, adabeberapa cerita yang ditulis dan dibukukan. Dengan demikian sastra lisan berkembang terlebih dahulu daripada sastra tulis yang berkembang di istana, Liaw Yock. Fank, 1982: 12. Suatu contoh sastra lisan yang berkembang sebelum sastra ditulis, seperti cerita-cerita tentang kebesaran istana yang banyak diceritakan dan disebarkan kepada rakyat, contoh lain seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu cerita tentang “Si Kancil”, Kancil dan Seruling Nabi Sulaiman, Kancil dan Buaya, Kancil dengan Keong, Kancil dan Pak Tani, dan lain-lain. John Bendix 2003: 5, artikelnya “A Lost Track: On the Unconscious in Folklor” dalam penelitian mengemukakan Psychoanalysis and Folklore. Jeggle describes the opportunities that may have been lost for exploring the bridges between fokloristic and psychoanalytic scholarship. Using examples from folk belief and dream, from the realm of mental illness and oracle interpretation. John Bendix menyampaikan dalam artikel folklornya bahwa oportunitas yang mungkin telah hilang untuk menyelidiki jembatan antara psikoanalitik dan folkoloistik. Menggunaan contoh dari kepercayaan rakyat dan mimpi dari dunia sakit ingatan dan penafsiran ramalan. commit to user Cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu, peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain. Dengan demikian hakikat cerita akan melibatkan 2 unsur, yakni bentuk dan substansi. Jelasnya, cerita hakikatnya merupakan pembeberan dan pengurutan gagasan yang mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir Burhan Nurgiyantoro, 1995: 92. Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam pengungkapannya menggunakan bahasa setempat, berkembang dari masa lalu sejak bahasa-bahasa tulis belum dikenal. Cerita rakyat diwariskan secara lisan, sehingga banyak tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dan bervariasi tergantung si pencerita, sehingga muncul beberapan versi berbeda meskipun ceritanya sama. Sama seperti sastra lisan, cerita rakyat biasanya disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut bersifat tradisional, dari satu generasi ke generasi, dapat terdiri dari berbagai versi cerita, dan biasanya tidak diketahui pengarangnya. Kadang-kadang penuturannya disertai dengan perbuatan misalnya melalui gerakan tari-tarian, tradisi mendalang dan sebagainya. Ini juga menjadi ciri-ciri cerita rakyat yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia

b. Jenis-Jenis Cerita Rakyat