jawaban soal dan meminta mereka memeriksa hasil kerja. Kemudian pengajar mengadakan kuis.
2. Teams Games Tournament TGT : Tipe TGT hampir sama dengan tipe STAD, tidak ada kuis tetapi hasil
belajar dievaluasi dengan permainan akademik seperti cerdas cermat. Skor tim secara keseluruhan ditentukan oleh prestasi kelompok.
3. Jigsaw Jigsaw
merupakan tipe pembelajran kooperatif dimana kelompok dibentuk secara heterogen yang terdiri dari 5-6 orang, tiap-tiap pelajar mempelajari
satu bagian materi pelajaran dan kemudian menjelaskan bagian itu kepada semua anggota kelompok. Kemudian pengajar mengadakan ulangankuis.
4. Learning Together Tipe Learning Together merupakan tipe pembelajaran kooperatif dimana
pelajar melakukan presentasi bahan kuliah. Setelah itu pelajar dalam kelompok heterogen terdiri dari 4 sampai 5 orang mengerjakan satu
lembar kerja. Pengajar menilai hasil kerja kelompok. Pelajar kemudian secara individual mengerjakan kuis yang dinilai oleh pengajar sebagai
hasil kerja individual. 5. Group Investigation
Tipe Group Investigation merupakan tipe pembelajaran kooperatif dimana tiap-tiap kelompok mempelajari satu bagian materi pelajaran dan
kemudian menjelaskan materi itu kepada semua pelajar di kelas. Pelajar diharapkan menerima tanggung jawab yang besar untuk menentukan apa
yang akan dipelajari, mengorganisasi kelompok mereka sendiri bagaimana cara menguasai materi dan memutuskan bagaimana mengkomunikasikan
hasil belajar mereka kepada seluruh kelas.
C. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
Teknik mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al Anita Lie, 2002:69 sebagai metode pembelajaran kooperatif. Teknik ini bisa digunakan
dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan
berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam beberapa mata pembelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
matematika, agama,
dan bahasa.
Teknik ini
cocok untuk
semua kelastingkatan. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw Anita Lie,
2002:69-70: 1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat
bagian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu.
Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.
3. Siswa dibagi dalam kelompok berempat 4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan
siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya. 5. Kemudian, siswa disuruh membacamengerjakan bagian mereka masing-
masing 6. Setelah
selesai, siswa
saling berbagi
mengenai bagian
yang dibacadikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling
melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. 7. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian
cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan
seluruh kelas. Variasi :
Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain mendapatkan bagian yang sama dari
kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajarimengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri
dan membagikan
apa yang
telah dipelajarinya
kepada rekan-rekan
kelompoknya.
D. Partisipasi Belajar Siswa
Menurut Mikkelsen 2003:64, partisipasi merupakan suatu proses belajar yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok orang
yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal tersebut, selain itu partisipasi belajar juga merupakan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang dapat terjadi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Kesediaan siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar akan berdampak positif bagi diri siswa dan setiap proses pembelajaran pasti
akan menampakkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan dalam pendekatan CBSA menunjukkan kepada keaktifan mental siswa baik
intelektual maupun emosional meskipun untuk merealisasikannya dalam banyak hal dipersyaratkan atau dibutuhkan keterlibatan langsung dalam
berbagai bentuk keaktifan fisik. Dengan penerapan CBSA siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan
potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya. Sementara itu, Dimyati dan
Mudjiono 1999:19, mengemukakan tujuh dimensi proses pembelajaran yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengakibatkan terjadinya kadar CBSA, antara lain : 1 partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran; 2 tekanan pada aspek
afektif dalam belajar; 3 partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran terutama
yang berbentuk
interaksi antar
siswa; 4
kekohesifan kekompakkan kelas sebagai kelompok; 5 kebebasan atau lebih tepat
kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan- keputusan penting dalam kehidupan sekolah; dan 6 jumlah waktu yang
digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik berhubungan dengan pembelajaran.
E. Motivasi Belajar Siswa
Menurut Dimyati
dan Mudjiono
1999:80, motivasi
adalah dorongan terhadap kekuatan mental yang terjadi pada diri siswa. Sedangkan
motivasi belajar adalah kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar. Dalam
hal ini
motivasi dipandang
sebagai dorongan
mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Dalam
motivasi terkandung
adanya keinginan
yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Guru mencoba memberikan dan mengembangkan berbagai upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Maka dari
itu peran guru sangat membantu untuk meningkatkan belajar siswa. Menurut Dimyati dan Mudjiono 1999:101 upaya-upaya tersebut antara lain: 1