6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Filsafat Kontruktivisme
Menurut Von Glasersfeld Suparno, 1997: 18, kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan yang kita peroleh
adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Bila yang menekuni hal ini adalah siswa maka  siswa  sendirilah  yang  membentuk  pengetahuannya.  Pengetahuan  bukanlah
sesuatu yang sudah jadi, yang sudah ada diluar, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri.  Secara  sederhana  pengetahuan  itu  bukanlah  suatu  fakta  yang  langsung
ditemukan,  melainkan  suatu  rumusan  yang  ditemukan  oleh  orang  yang  sedang mempelajarinya.  Pengetahuan  tidak  dapat  ditransfer  dari  seseorang  kepada  yang
lainnya, karena setiap orang dapat membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan  tidak  dapat  ditransfer  dari  seseorang  kepada  yang  lainnya
begitu saja dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang lain yang belum mempunyai pengetahuan tersebut. Sama halnya dengan guru dan
siswa,  guru  tidak  bisa  begitu  saja  dapat  mentransfer  langsung  pengetahuannya kepada siswa. Banyak siswa yang salah menangkap apa yang telah diajarkan oleh
gurunya atau bahkan apa yang disampaikan menjadi miskonsepsi bagi siswa. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan itu tidak dapat ditransfer secara begitu saja
Siswa  dapat  membentuk  pengetahuannya  pertama-tama  melalui  indra Suparno, 2013: 14. Dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium bau, dan
merasakan  siswa  dapat  membentuk  pengetahuannya  tentang  sesuatu.  Untuk mengetahui sesuatu siswa haruslah aktif sendiri untuk mengkonstruksinya. Ketika
siswa  belajar,  siswa  harus  aktif  mengolah  bahan,  mencerna,  memikirkan, menganalisis  dan  akhirnya  yang  terpenting  adalah  siswa  merangkumnya  sebagai
pengertian  yang  utuh.  Pengetahuan  merupakan  suatu  proses  menjadi  tahu.  Suatu proses  menjadi  tahu  ini  akan  terus  berkembang  semakin  luas,  lengkap,  dan
sempurna. Pembentukan
pengetahuan jelas
bukan sekali
jadi tetapi
perkembangannya akan terus bertahap. Menurut Bettencourt Suparno, 1997:  21, kontruktivisme tidak bertujuan
untuk  mengerti  realitas,  melainkan    lebih  melihat  bagaimana  proses  seseorang menjadi  tahu  akan  sesuatu.  Dengan  kata  lain  kontruktivisme  lebih  menekankan
pada  proses  daripada  hasil.  Hasil  belajar  merupakan  tujuan  akhir  dari  proses pembelajaran  tetapi  ada  hal  yang  lebih  penting  ialah  proses  itu  sendiri  yang
melibatkan  cara  dalam  belajar.  Seseorang  belajar  membentuk  skema  maupun struktur  pengetahuan  yang  diperlukan  untuk  pengetahuannya.  Hal  ini  dipelukan
seorang  siswa  untuk  dapat  mengkontruksi  terhadap  kejadian  yang  terjadi disekitarnya sebagai pengalaman langsung. Dengan demikian, belajar menurut teori
kontruktivisme  bukan  hanya  sekedar  menghafal  tetapi  juga  melalui  pengalaman langsung.  Pengetahuan  seorang  siswa  bukan  pemberian  dari  orang  lain  misalnya
guru,  tetapi  proses  mengkontruksi  dari  siswa  sendiri.  Melalui  proses  seperti  ini siswa akan selalu mengingat makna dari pengetahuannya.
Bagi  konstruktivis  Suparno,  1997:  61,  belajar  merupakan  proses  aktif. Pelajar mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya entah dengan teks,
dialog,  pengalaman  fisis,  dan  lain-lain.  Siswa  mencari  sendiri  apa  yang  mereka pelajari dan menghubungkan bahan yang sedang dipelajari dengan bahan yang telah
ada sebelumnya sehingga siswa dapat mengembangkannya. Dalam buku Suparno 1997: 61 proses tersebut bercirikan enam hal, yaitu:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa  yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Kontruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah siswa miliki.
2. Kontruksi  arti  itu  adalah  proses  yang  terus-menerus.  Setiap  kali  bertemu
dengan  persoalan  baru,  diadakan  rekontruksi  baik  secara  kuat  maupun lemah.
3. Belajar  bukanlah  mengumpulkan  fakta,  melainkan  lebih  suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. 4.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya. 6.
Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, misalnya konsep, tujuan, dan motivasi  yang mempengaruhi  interaksi  dengan bahan
yang dipelajari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun secara sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan. Menurut Von Glasersfeld Suparno, 1997:
63,  kelompok  belajar  siswa  harus  mengungkapkan  bagaimana  siswa  melihat persoalan dan apa yang akan diperbuat dengan persoalan tersebut. Salah satu jalan
untuk menciptakan suasana berpikir  yang nantinya menuntut kesadaran akan apa yang  sedang  dipikirkan  dan  dilakukan.  Dalam  hal  ini  guru  akan  memberikan
kesempatan siswa untuk secara aktif membuat abstraksi. Usaha seorang siswa untuk menjelaskan  sesuatu  kepada  teman-temannya  justru  membantu  untuk  melihat
sesuatu  yang  lebih  jelas.  Mengerti  bahwa  ada  teman  lain  yang  belum  siap menyampaikan  jawaban,  tentu  akan  meningkatkan  keberanian  siswa  untuk
mencoba dan mencari jalan keluar. Jika siswa tersebut telah menemukan jawaban, maka akan mendorong siswa lain untuk dapat menemukannya juga.
B. Metode Eksperimen Terbimbing