Visi BPJS Kesehatan Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan RSUD Lukas Hilisimaetano Kesejahteraan Sosial

29

2.4.3 Visi dan Misi BPJS Kesehatan

a. Visi BPJS Kesehatan

“Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”.

b. Misi BPJS Kesehatan

1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan JKN. 2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan. 3. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program. 4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul. 5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan. 6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan. 30

2.4.4 Kepesertaan JKN BPJS Kesehatan

Peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional JKN meliputi : a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah. b. Peserta program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran PBI jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran PBI jaminan kesehatan. c. Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. d. Peserta Non PBI Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya. Pesera Non PBIJaminan Kesehatan, terdiri dari : 1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya a Pegawai Negeri Sipil; b Anggota TNI; c Anggota Polri; d Pejabat Negara; e Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f Pegawai Swasta; dan g Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 enam bulan. 2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya a Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan 31 b Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 enam bulan. 3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya a Investor; b Pemberi Kerja; c Penerima Pensiun, terdiri dari : 1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; 2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; 3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; 4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; 5. Penerima pensiun lain; dan 6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. d Veteran; e Perintis Kemerdekaan; f Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. 32 Pengertian Peserta BPJS kesehatan mandiri adalah mereka yang membayar premi atau iuran sendiri, bukan atas tanggungan perusahaan atau pemerintah bagi warga miskin. Peserta ini merupakan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran Non PBI, tergolong ke dalam Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya. Peserta BPJS Kesehatan mandiri ini dibagi dalam tiga katagori, yakni: a. Kelas I dengan premi yang harus dibayar Rp59.500orangbulan; b. Kelas II dengan premi yang harus dibayar Rp.42.500orangbulan; c. Kelas III dengan premi yang harus dibayar Rp.25.500orangbulan. 2.5 Jaminan Kesehatan Nasional JKN 2.5.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional JKN JKN merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib mandatory berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuan penyelenggaraan JKN untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Program JKN merupakan suatu program pemerintah dan masyarakatrakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Penyelenggaraan JKN mengacu pada prinsip- prinsip SJSN yaitu: 33 a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat. b. Menyeluruh komprehensif sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional. c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas. d. Efisien, transparan dan akuntabel. Adapun tujuan dan sasaran dari program JKN ini adalah : 1. Tujuan Umum Pelaksanaan Program JKN untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2. Sasaran Sasaran Pedoman Pelaksanaan Program JKN ini adalah seluruh komponen mulai dari pemerintah pusat dan daerah, BPJS, fasilitas kesehatan, peserta dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan program JKN Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

2.5.2 Manfaat JKN BPJS Kesehatan

Adapun manfaat program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sebagai berikut : 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup: 34 a. Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi 2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup: a. Rawat jalan, meliputi: 1. Administrasi pelayanan 2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis 3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan alat kesehatan implant 6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7. Rehabilitasi medis 8. Pelayanan darah 9. Pelayanan kedokteran forensik 10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan b. Rawat Inap yang meliputi: 1. Perawatan inap di ruang non intensif 35 2. Perawatan inap di ruang intensif c. Akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter. 2.6 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan JKN 2.6.1 Ketentuan Umum Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, adapun yang menjadi ketentuan umum dalam tatalaksana pelayanan kesehatan adalah : 1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi: a. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama RJTP yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, danatau pelayanan kesehatan lainnya dan Rawat Inap Tingkat Pertama RITP yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, danatau pelayanan medis lainnya, dimana peserta danatau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 satu hari, b. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan RJTL yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat 36 lanjutan sebagai rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, danatau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap di ruang perawatan; dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan RITL yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis danatau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi, yang dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dimana peserta atau anggota keluarganya dirawat inap di ruang perawatan paling singkat 1 satu hari, c. Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan danatau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan, dan d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri. 2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh komprehensif berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan. 3. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu kegawatdaruratan medik atau darurat medik dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 4. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya. 37 5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas. 6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut FKRTL penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP yang merujuk. 7. Program Rujuk Balik PRB pada penyakit-penyakit kronis diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK, epilepsy, skizofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialissub spesialis. 8. Rujukan partial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan dan biayanya ditanggung oleh fasilitas kesehatan yang merujuk. 9. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secara tuntas di FKTP, kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama. 10. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan FKRTL. Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran 38 dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang bila pasien dirawat kurang dari 3 hari. Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum. 11. Pada daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan pertimbangan BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan dan peserta memerlukan pelayanan kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan. Pemberian kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 12. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan untuk mendatangkan dokter spesialis di FKRTL dengan persyaratan teknis dan administratif yaitu : a. Diketahui oleh Dinas Kesehatan dan BPJS setempat. b. Transportasi tidak bisa ditagihkan. c. Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL dokter. Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS, Tuberculosis TB, malaria serta kusta dan korban narkotika yang memerlukan rehabilitasi medis, pelayanannya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA- CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program. Obat program 39 disediakan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan KabupatenKota. Jenis obat, fasilitas kesehatan yang melayani program tersebut, mekanisme distribusi obat, diatur sesuai dengan ketentuan masing-masing program.

2.6.2 Prosedur Pelayanan

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut : 1. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP a. Setiap peserta harus terdaftar pada FKTP yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memperoleh pelayanan. b. Menunjukan nomor identitas peserta JKN. c. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP. d. Jika diperlukan sesuai indikasi medis peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di FKTP atau dirujuk ke FKRTL. 2. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan FKRTL a. Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus gawat darurat, tanpa surat rujukan. b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta SEP untuk mendapatkan pelayanan. c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai dengan indikasi medis. d. Apabila dokter spesialissubspesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk 40 kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu dengan membawa surat keterangan dari dokter tersebut. e. Apabila dokter spesialissubspesialis memberikan surat keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter spesialissubspesialis. f. Apabila dokter spesialissubspesialis tidak memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada poin d dan e, maka pada kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP. g. Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. h. Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. i. Dalam hal rumah sakit belum memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik, maka kewenangan klinis dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik dapat diberikan kepada dokter yang selama ini sudah ditugaskan sebagai koordinator pada bagian departemen instalasi rehabilitasi medik rumah sakit, dengan kewenangan terbatas sesuai kewenangan klinis dan rekomendasi surat penugasan klinis yang diberikan oleh komite medik rumah sakit kepada direkturkepala rumah sakit. j. Apabila dikemudian hari rumah sakit tersebut sudah memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik maka semua layanan 41 rehabilitasi medik kembali menjadi wewenang dan tanggung jawab dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. 3. Pelayanan Kegawatdaruratan Emergency: a. Pada keadaan kegawatdaruratan emergency, seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan FKRTL baik fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau belum bekerja sama, wajib memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta JKN. b. Fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan menarik biaya kepada peserta. c. Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan. 2.7 Pelayanan Kesehatan 2.7.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat Levey dan Loomba dalam Azwar, 1996 : 35. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 30, fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas: 42 a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif pencegahan dan promotif peningkatan kesehatan dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif pengobatan dan rehabilitatif pemulihan Notoatmodjo, 2003 : 91.

2.7.2 Manfaat Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 53, manfaat pelayanan kesehatan yaitu : a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

2.7.3 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Ada 3 tiga macam strata pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama primary health care Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. oleh karena jumlah kelompok ini di dalam suatu populasi sangat besar lebih kurang 85, pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini 43 bersifat pelayanan kesehatan dasar basic health services atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama primary health care. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Balkesmas. b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua secondary health services Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit Tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga tertiary health services Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contohnya di Indonesia Rumah Sakit Tipe A dan B Notoatmodjo, 2003 : 89.

2.7.4 Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan

Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien. Berikut syarat-syarat pelayanan kesehatan dalam rangka memuaskan pasien : a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Avaiable 44 Karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu pelayanan, maka sering disebutkan bahwa suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat. b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan Appropriate Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan Continue Pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan atau pun kebutuhan pelayanan kesehatan. d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan Acceptable Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan. e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan Accesible Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. Hal ini tentu tidak akan memuaskan. Maka pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu. f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Affordable Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Disarankan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan itu. Maka 45 suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan. g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan Efficient Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien. h. Mutu pelayanan Kesehatan Quality Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman Azwar, 1996 : 33-36.

2.7.5 Indikator Pelayanan Kesehatan

Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu lazimnya dibedakan atas dua macam, yakni : 1. Indikator yang Menunjuk pada Penerapan Aspek Medis Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek medis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tersebut sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang memuaskan klien. Contoh indikator pelayanan aspek medis pelayanan kesehatan yang bermutu adalah : a. Kesembuhan penyakit yang diderita, makin tinggi angka kesembuhan terebut makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. b. Efek samping yang dialami, makin rendah angka efek samping tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. 46 c. Kematian klien, makin rendah angka kematian tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. d. Kepuasan klien, makin tinggi angka kepuasan klien terhadap pelayanan medis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan. 2. Indikator yang Menunjuk pada Penampilan Aspek Nonmedis Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Contoh indikator aspek nonmedis pelayanan kesehatan yang bermutu adalah : a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan. b. Kemantapan klien, makin tinggi tingkat kemantapan klien terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan. c. Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan nonmedis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan Azwar 1996 : 54-55.

2.8 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan RSUD Lukas Hilisimaetano

Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Rumah Sakit, yaitu : 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan RJTL, meliputi: 47 a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis atau umum. b. Rehabilitasi medik c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. d. Tindakan medis kecil atau sedang. e. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan. f. Pemberian obat yang mengacu pada formalin rumah sakit. g. Pelayanan darah. h. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit. 2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan RITL yang meliputi: a. Akomodasi rawat inap pada kelas III. b. Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan fisik. c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. d. Tindakan medis. e. Operasi sedang dan besar. f. Pelayanan rehabilitasi medis. g. Pemberian obat mengacu formalium rumah sakit. h. Pelayanan darah. i. Persalinan dengan resiko tinggi.

2.9 Kesejahteraan Sosial

Sebagai suatu sistem pelayanan sosial, Walter A. Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu 48 individu maupun kelompok dalam mencapai standard hidup yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta untuuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat Wibhawa dkk, 2010 : 24. Zastrow membedakan istilah kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan sebagai suatu disiplin keilmuan. Berdasarkan rumusan dari The National Association of Social Workers, sebagai suatu institusi, maka kesejahteraan sosial adalah suatu sistem berkala nasional dari program-program, tunjangan atau dukungan-dukungan, dan pelayanan-pelayanan, yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan meliputi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat. Kesejahteraan sosial sebagai suatu disiplin keilmuan merupakan kajian tentang badan-badan atau lembaga-lembaga, program-program, personil, dan kebijakan- kebijakan yang berfokus pada pelaksanaan pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu, kelompok-kelompok dan komunitas. Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kesejahteraan sosial merujuk pada suatu kondisi, dengan kondisi mana manusia, baik individu, kelompok maupun komunitas mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga dapat mencapai 49 dan menikmati hidup layak sebagai makhluk yang memiliki harkat dan martabat Siagian dan Suriadi, 2012 :107-108.

2.10 Kerangka Pemikiran