Sejarah Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

tempurung tengkorak kepalanya yang lebih besar dan memperlihatkan segala ciri-ciri dari bangsa Irian Friedberg 1990.

4.6.5 Sistem Religi dan ritualnya

Pada masa sekarang dapat dikatakan , 100 suku bangsa Bunaq di Lamaknen pada umumnya telah memeluk agama Katholik. Namun demikian , para pemeluk agama Katholik ini pada hakekatnya belum melepaskan konsep-konsep dan adat istiadat keagamaan yang berasal dari religi asli tersebut. Unsur penting dalam religi asli itu adalah adanya kepercayaan bahwa ada satu keadaan yang Tertinggi, disebut “Hot” atau “Hot Esen”. Dalam syair mitologis Hot Esen disebut “ Masaq Giral Kereq , Boal Gepal Uen” yang artinya Yang Agung bermata tunggal dan bertelinga tunggal yang berarti pula Yang Agung Maha Sempurna. Kepercayaan yang lain ialah menurut syair itu adalah Hot Esen berdiam di Esen Hitu, As Hitu pada tujuh ketinggian. Kegelapan meliputi seluruh alam raya. Untuk menghalau kegelapan, Hot menciptakan bintang, bulan dan matahari. Ternyata di bawah Esen Hitu, As Hitu, hanya ada air tidak terbatas. Hot menjatuhkan satu gumpalan tanah, ternyata hanya menjadi air. Dijatuhkan lagi gumpalan 3 buah namun hanya kelihatan binatang bergerak dalam air. Dijatuhkan lagi 5 gumpalan sehingga terpisahlah daratan dengan air, tetapi tanah hanya dalam keadaan rata, tidak bergunung dan berbukit, dan hanya penuh ditumbuhi rumput “tese” dan “sibil”. Dijatuhkan lagi 7 gumpalan, bermunculanlah pegunungan dan pebukitan, tetapi masih bergoyangan di atas air. Dengan menurunkan pohon “ge”, mantaplah tanah daratan ciptaan itu. Untuk menggilas rumput “tese” dan “sibil” diturunkan kambing, babi, kerbau maka tergilaslah rerumputan itu. Diturunkan lagi kera untuk menghuni hutan, serta burung gagak dan burung “koak” untuk memberi tanda tibanya siang dan malam. Bumi disebut ligi hitu nual hitu yang berarti tujuh yang dibawah. Kemudian ternyata bintang, bulan dan matahari melahirkan manusia. Inilah sebabnya manusia disebut “Hot Gol”-“Hul Gol” yang berarti anak matahari dan bulan. Di samping itu bintang-bintang melahirkan pula roh-roh jahat pembawa malapetaka bagi manusia dan roh baik membawa kemakmuran, keberanian, kepandaian bagi manusia. Manusia ini berdiam di Esen Hitu, As Hitu akan tetapi sejak kecil nakal, suka berkelahi, sesudah dewasa, juga mulai mencuri, merusakkan barang milik orang, lalu Hot memerintahkan mereka itu, untuk mendiami bumi. Sehubungan dengan itu, religi yang dilakukan pada saat membangun rumah suku baru atau rumah adat ditujukan untuk memulihkan kembali keseimbangan antara para anggota suku yang membuat rumah dengan kayu, rumputan. Berdasarkan pemikiran masyarakat Bunaq, bahwa kayu dan bahan lainnya yang digunakan adalah sesama makhluk yang sama dan sederajat dengan manusia, sehingga harus diadakan perdamaian kembali dengan mereka. Sementara itu, terdapat ritual mengenai bahan makanan yakni kayu cendana dan lilin lebah. Hal ini berdasarkan syair mitologis, bahwa bahan makanan, kayu cendana dan lebah adalah hasil penjelmaan seorang putera dan puteri bernama Dasi Bau Maliq dan Dasi Bui Maliq. Dasi Bui Maliq menjadi lebah dan Dasi Bau Maliq menjelma menjadi bahan makanan dan kayu cendana. Kemudian, darah dagingnya menjelma menjadi padi-padian, giginya menjadi jagung, lidahnya menjadi tebu, biji matanya menjadi kacang-kacangan, perutnya menjadi labu, pantatnya menjadi ubi. Berdasarkan kepercayaan itu, maka ada berbagai upacara yang dilakukan yang berkaitan dengan bahan makanan yang ditujukan untuk menghindarkan bencana alam, pemusnah makanan, melancarkan curah hujan, menambah kesuburan tanah serta memberikan hasil panen yang berlimpah Mali 2009.

4.6.6 Nama panggilan anak secara adat

Dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq, setiap anak memiliki panggilan secara adat. Adapun panggilan untuk anak laki-laki maka panggilan apa’ untuk memanggil anak sulung, pou untuk anak kedua, uju untuk anak ketiga dan uka untuk anak bungsu. Apabila anak laki-laki berjumlah lebih dari empat orang maka anak kelima disebut sebagai anak sulung dengan panggilan apa’ dan seterusnya. Panggilan untuk anak perempuan sama halnya panggilan adat yang diberikan kepada anak laki- laki hanya berbeda pada panggilan yang diberikan bagi anak sulung yakni pada anak perempuan diberi nama aiba.