26
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT., dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang
persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
73
a. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain
penguasaaan materi; b.
Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk
mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun
peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam
menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
74
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi
dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan
pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
75
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 2 Ayat 2 menjelaskan
73
Ibid, h. 51-52
74
Ibid. 52
75
Ibid.
27
bahwa, Pendidikan Agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
76
Hal senada dijelaskan dalam buku Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah bahwa Pendidikan Agama Islam di SMAMA bertujuan untuk: a.
Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman siswa tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
b. Mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi tasamuh, menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
77
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Alquran dan Hadits
b. Aqidah
c. Akhlak
d. Fiqih
e. Tarikh dan Kebudayaan Islam
Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT., hubungan manusia
dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
78
76
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007, loc. cit.
77
Badan Standar Nasional Pendidikan, loc. cit.
78
Ibid.
28
4. Prinsip-prinsip Pokok Pendidikan Agama Islam
Ada beberapa prinsip pokok tentang Pendidikan Agama Islam, yaitu: a.
Agama menjadi landasan bagi pembangunan bangsa dan negara; b.
Agama mesti terbudayakan bagi kehidupan rakyat Indonesia; c.
Pendidikan Agama menjadi prioritas utama dalam pendidikan di Indonesia; d.
Semua satuan pendidikan penting mengintensifkan pendidikan agama; e.
Perlu dimulai adanya PAI unggulan atau model pada sejumlah satuan-satuan pendidikan TK, SD, SMA, SMK termasuk pada madrasah untuk menjadi
acuan kluster bagi satuan pendidikan lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan agama.
79
Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Agama Menurut Teori Fowler
80
Tahap Usia
Karakter
Tahap 1 Intuitive-projective faith
Tahap 2 Mythical-literal faith
Tahap 3 Synthetic-conventional
faith Tahap 4
Individuative-reflective faith
Tahap 5 Conjunctive faith
Awal masa-
anak-anak Akhir
masa- anak-anak
Awal
masa remaja
Akhir
masa remaja
dan awal
masa dewasa
Pertengahan masa dewasa
Gambaran intuitif dari kebaikan dan kejahatan.
Fantasi dan kenyataan adalah sama. Pemikiran lebih logis dan konkrit.
Kisah-kisah agama
diinterpretasikan secara harfiah; Tuhan digambarkan seperti figure
orang tua. Pemikiran lebih abstrak.
Menyesuaikan diri
dengan keyakinan agama orang lain.
Untuk pertama kali individu mampu memikul tanggung jawab
penuh terhadap keyakinan agama mereka.
Menjelajahi kedalaman
pengamalan nilai-nilai
dan keyakinan agama seseorang.
Lebih terbuka terhadap pandangan- pandangan yang paradoks dan
bertentangan. Berasal dari kesadaran akan
79
Rusmin Tumanggor, “Karakteristik PAI Model Unggulan pada Sekolah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, 2009, h. 7.
80
Desmita,op. cit., h. 209.
29
Tahap 6 Universalizing
Akhir masa keterbatasan
dan pembatasan
seseorang. Sistem kepercayaan transendental
untuk dewasa mencapai perasaan ketuhanan.
Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya
dipandang sebagai
paradoks. Berdasarkan
tahap-tahap perkembangan
agama Fowler
tersebut, perkembangan agama remaja berada dalam dua tahap, yaitu tahap 3 untuk remaja
awal dan tahap 4 untuk remaja akhir. Dalam tahap 3 atau tahap Synthetic- Conventional Faith, remaja mulai mengembangkan pemikiran formal operasioanal
dan mulai mengintegrasikan nilai-nilai agama yang telah mereka pelajari ke dalam suatu sistem kepercayaan yang lebih rasional. Akan tetapi, meskipun tahap
Synthetic –Conventional Faith lebih abstrak dari dua tahap sebelumnya, sebagian
besar remaja awal masih menyesuaikan diri dengan kepercayaan agama orang lain dan belum mampu menganalisis ideologi-ideologi agama lain.
81
Sementara itu, perkembangan agama remaja akhir berada pada tahap 4 atau tahap Individuating-Reflexive Faith. Pada tahap ini, individu untuk pertama
kalinya mampu mengambil tanggung jawab penuh terhadap kepercayaan agama mereka. Mereka mulai menyatakan bahwa mereka dapat memilih jalan kehidupan
mereka sendiri dan mereka harus berusaha keras untuk mengikuti satu jalan kehidupan tertentu. Fowler percaya bahwa pemikiran formal operasional dan
tantangan intelektual sering mengambil tempat penting dalam perkembangan agama tahap individuating-reflexive faith di perguruan tinggi.
82
E. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Skripsi Rihlah Sylvia, 2014 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berjudul Pelaksanaan Pembentukan Nilai Karakter Siswa SD Insan Teladan Bogor. Penelitian ini menjelaskan bahwa
pengembangan nilai karakter dilaksanakan secara menyeluruh, mulai dari
81
Ibid., h. 210.
82
Ibid.