Ibnu Majah Melahirkan Para Ilmuwan Muslim.

BAB IV KEMAJUAN HARUN AL-RASYID TERHADAP DINASTI ABBASIYAH

A. Kemajuan Dalam Bidang Kebudayaan atau Peradaban

Zaman Dinasti Abbasiyah yang pertama merupakan dari puncak sejarah kebudayaan Islam. pada masa Dinasti Abbasiyah, kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan asing. Pada masa itu pula telah menerjemahkan karya-karya penyelidikan yang terpenting ke dalam bahasa Arab. Pada dasarnya, banyak sumber-sumber asli yang diterjemahkan sudah hilang, yang ada saat ini hanya terjemahan-terjemahan dalam bahasa Arab saja. Akan tetapi, terus terpelihara sebagai kebudayaan-kebudayaan yang amat tinggi nilainya. Kebangkitan atas perkembangan menerjemahkan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah sebagian besar disebabkan oleh masuknya berbagai pengaruh asing, sebagian Indo-Persia dan Suriah, dan yang paling penting yaitu pengaruh Yunani. 65 Selain Yunani, peradaban lainnya yang berpengaruh pada pembentukan budaya universal Islam Persia adalah budaya India dalam bidang mistisisme dan matematika. 66 Setelah kebudayaan India, kebudayaan lain adalah kebudayaan Persia. 67 Kemajuan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah adalah menjadi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, hal tersebut ditunjukkan dengan 65 Hitti, History., h. 381. 66 Ibid., h. 382. 67 Ibid., 383. dukungan penuh para khalifah terutama khalifah Harun Al-rasyid dan al- Ma‟mun terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan kebudayaan atau peradaban lainnya yaitu adanya pertukaran budaya yang terus berlangsung pada masa itu, antara Barat dan Timur dalam bidang perdagangan, kesenian, dan arsitektur.

B. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan

Salah satu kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah berkembangnya peradaban Islam yang menjadikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, dan ilmu-ilmu lainnya. Kemajuan yang begitu pesat di bidang ilmu pengetahuan sekurang-kurangnya dapat disebabkan oleh tujuh faktor. 68 Pertama, kontak antara Islam dan Persia menjadi jembatan berkembangnya sains dan filsafat karena secara kultural Persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani. Salah satu lembaga yang berperan dalam penyebaran tradisi helenistik di Persia adalah Akademi Jundishapur warisan kekaisaran Sassaniah. Selain Jundishapur, terdapat pusat-pusat ilmiah Persia lainnya yaitu Salonika, Ctesiphon, dan Nishapur. Kedua, etos keilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Al-rasyid dan al- Ma‟mun 69 yang begitu mencintai ilmu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peradaban Islam diprakarsai oleh penguasa dan memperoleh patronase penguasa yang dalam hal ini diawali pada masa pemerintahan Harun Al-rasyid dan al- Ma‟mun. 68 Saefuddin, Zaman, h. 147. 69 Dua khalifah yaitu Harun Al-rasyid dan al- Ma‟mun adalah khalifah yang paling menonjol dan disebut khalifah yang paling besar. Banyak buku yang secara khusus mengenai khalifah tersebut, seperti buku Andre Clot, Harun ar-Rasyid and The World of The Thousand and One Nights, London: Saqi Books, 1989. Ketiga, peranan keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan. Keluarga Barmak adalah keluarga yang mempunyai kecerdasan dan berbudi luhur, secara turun-temurun keluarga ini banyak mencurahkan waktunya untuk mendidik atau membantu mengembangkan intelektual keluarga istana Bani Abbas. Keempat, aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani ke dalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalan yang besar terhadap para penerjemah. Imbalan yang diberikan kepada penerjemah adalah berupa emas seberat buku yang diterjemahkan dan para penerjemah didatangkan dari kaum Muslim dan non-Muslim. Kelima, relatif tidak adanya pembukaan daerah kekuasaan Islam dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya. Keenam, adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain. Ketujuh, situasi sosial Baghdad yang kosmopolit di mana berbagai macam suku, ras, dan etnis serta masing-masing kulturnya yang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual. Menurut Philip K. Hitti bahwa pada periode Abbasiyah, yang disebut sebagai sekolah dasar kuttab biasanya merupakan bagian yang terpadu dengan masjid, atau bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah. Kurikulum utamanya dipusatkan pada Alquran sebagai bacaan utama para siswa dan para siswa diajari pula keterampilan baca-tulis. Hampir dalam seluruh kurikulum yang diajarkan,