13
kerusakan. Batas cemaran mikroba beberapa produk olahan daging berdasarkan SNI 7388:2009 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Batas cemaran mikroba pada daging berdasarkan SNI 7388:2009 No
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba
Batas maksimum 1
Produk olahan daging, daging unggas, dan daging hewan buruan utuhpotongan
Dendeng sapi, daging asap yang
diolah dengan panas Angka lempeng total
APM Escherichia coli Salmonella sp.
Staphylococcus aureus Bacillus cereus
1 x 10
5
kolonig 3g
negatif25g 1 x 10
2
1 x 10
3
2 Produk olahan daging, daging unggas, dan daging hewan buruan
dihaluskan Daging olahan dan
daging ayam olahan bakso, sosis, naget,
burger Angka lempeng total
APM koliform APM Escherichia coli
Salmonella sp. Staphylococcus aureus
Clostridium perfringens 1 x 10
5
kolonig 10g
3g negatif25 g
1 x 10
2
kolonig 1 x 10
2
kolonig Sumber : BSN 2009
Menurut Soeparno 1992 daging sangat mudah ditumbuhi mikroba, terutama mikroba perusak dan pembusuk karena mempunyai kadar air yang tinggi sekitar 68
– 75 , kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda-beda, mengandung sejumlah
karbohidrat yang mudah difermentasi, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, serta mempunyai pH yang menguntungkan sejumlah
mikroorganisme sekitar 5.3 – 6.5. Kerusakan pada daging yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba pembusuk memiliki tanda-tanda sebagai berikut: 1.
Terjadi pembentukan lendir 2.
Terjadi perubahan warna 3.
Terjadi perubahan bau menjadi busuk, karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau seperti ammonia, H
2
S, dan senyawa lain 4.
Terjadi perubahan rasa menjadi asam dan pahit 5.
Terjadi ketengikan yang disebabkan oleh oksidasi lemak Karena daging dan produk olahan daging mudah mengalami kerusakan oleh adanya
aktivitas mikroorganisme, maka diperlukan penanganan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Pada dasarnya metode penyimpanan atau pengolahan hanya bisa menghambat
perkembangan mikroorganisme, sehingga setiap metode penyimpanan atau pengolahan hanya bisa mempertahankan kualitas daging atau produk olahan daging untuk jangka waktu yang
terbatas. Biasanya metode yang sering digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroba pada daging adalah dengan penyimpanan dingin antara -2
o
C – 5
o
C.
3.4. SALAD
Awalnya salad sering diartikan sebagai makanan yang terdiri atas sayuran atau daun- daunan hijau yang segar. Tetapi dalam perkembangannya pengertian ini tidak sepenuhnya
14
benar, karena banyak bahan makanan lain yang ditambahkan pada sayuran sehingga lahirlah salad yang beranekaragam. Pada akhirnya salad dapat diartikan sebagai suatu makanan yang
merupakan campuran dari sayuran hijau segar, buah, daging, unggas, dan ikan yang dihidangkan bersama dressing Prihastuti et al. 2008. Jenis dressing yang sering digunakan
pada penyajian salad antara lain Mayonaise, French dressing, Thousand Island dressing, Italian dressing, Sour Cream dressing, Russian dressing,
dan Boiled dressing. Produk salad dapat disajikan dalam keadaan dingin sebelumnya dimasukkan dalam lemari pendingin atau
disajikan langsung pada suhu ruang. Salah satu bahan yang biasa digunakan untuk salad adalah sayuran. Salad dapat dibuat
dari sayuran segar maupun sayuran yang dimasak terlebih dahulu. Jenis sayuran yang umumnya digunakan dalam pembuatan salad antara lain selada, buncis, wortel, jagung manis,
tomat, dan kentang. Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Menurut Singh 1994, kerusakan bahan pangan seperti sayuran dapat disebabkan oleh
terjadinya perubahan kimia, fisik, dan mikrobiologi. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh adanya kesalahan penanganan dari bahan pangan selama panen, produksi, dan distribusi.
Perubahan kimia dapat disebabkan oleh enzim, reaksi oksidasi, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan pada penampakkan. Perubahan ini melibatkan faktor
internal dari bahan pangan itu sendiri dan faktor eksternal yaitu lingkungan. Perubahan mikrobiologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pada bahan pangan. Pertumbuhan mikroba
tersebut akan menyebabkan timbulnya pembusukkan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan bahan
pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Muchtadi 2000 menjelaskan kerusakan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakkan, terjadinya asam, terbentuknya gas,
lendir, atau busa. Umumnya, untuk mempertahankan mutu sayuran dilakukan penyimpanan pada suhu
dingin. Namun, pada suhu tersebut aktivitas mikroorganisme tidak sepenuhnya berhenti. Hal ini disebabkan pada produk pangan yang disimpan di suhu dingin masih terdapat air yang tidak
terikat, sehingga memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh. Selain itu, terdapat jenis mikroorganisme tertentu yang tahan terhadap suhu dingin. Batas cemaran mikroba pada produk
salad berdasarkan SNI 7388:2009 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Batas cemaran mikroba pada produk salad berdasarkan SNI 7388:2009
Jenis cemaran mikroba Batas maksimum
Angka lempeng total 1 x 10
4
kolonig APM koliform
10g Salmonella sp.
Negatif25g Staphylococcus aureus
1 x 10
4
kolonig Sumber : BSN 2009
3.5. PASTA