3. 3. Konstruksi Identitas Audiens Tengkorak band 1. Audiens 1 Audiens dengan identitas abu-abu

dalam musik rock underground barat agar tidak terlena dalam pengaruh negatif musik tersebut. Sehingga, pada akhirnya audiens tidak lagi menjadi obyek namun memposisikan diri mereka sebagai subyek dalam menyikapi implikasi ideologi budaya musik rock underground barat. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa simbol-simbol signifikan Tengkorak band mulai dari lirik, ilustrasi, sampai dengan salam satu jari merupakan objektivasi pengetahuan personil Tengkorak band. Simbol-simbol signifikan Tengkorak band di atas merefleksikan sebuah “perang gerilya semiotik” semiotic guerilla warfare. Menurut Eco dalam Hebdige 1999, perang gerilya semiotik merupakan sebuah istilah yang dipakai dalam menggambarkan strategi bersifat resisten yang digunakan oleh kelompok subkultur dalam mengkonstruksi kontra hegemoni makna-makna di media. Hal ini berarti bahwa simbol-simbol signifikan yang dihasilkan Tengkorak band tidak saja menjadi sebuah kekuatan sosial dalam proses konstruksi identitas namun juga menjadi kekuatan sosial dalam mendekonstruksi simbol-simbol signifikan musik rock underground barat.

4. 3. 3. Konstruksi Identitas Audiens Tengkorak band 1. Audiens 1 Audiens dengan identitas abu-abu

Aries Zona Febrian atau biasa dipanggil dengan nama Gomes adalah seorang penggemar Tengkorak band yang lahir pada tahun 1989. Ia merupakan lulusan sebuah sekolah menengah kejuruan di wilayah Karawang, Jawa Barat. Saat ini, Gomes terpaksa kehilangan pekerjaan dari tempatnya bekerja akibat dampak krisis global yang melanda tempatnya bekerja dua tahun lalu. Kegiatannya sehari-hari lebih banyak membantu orang tuanya dengan menjaga adik perempuannya di rumahnya di Ciranggon, Karawang, Jawa Barat. Sebagai produk sosial, pada dasarnya musik rock underground telah hadir di wilayah penghasil beras tersebut sebelum Gomes memasuki pendidikan sekolah menengah pertama SMP. Menurut Gomes, anak-anak muda di lingkungannya yang tergabung dalam komunitas Ciranggon Bergerak Gerakan Bawah CBGB sering berkumpul setiap Jumat malam di warung tidak jauh dari rumah tetangganya yang bernama Ewok, seorang anak muda yang menjadi pusat informasi karena banyak memiliki pengetahuan tentang musik rock underground. Mereka menghabiskan waktu sambil memutar musik rock underground melalui perangkat elektronik yang tersedia. Gomes mengatakan bahwa musik rock underground menjadi pelumas sosial dalam interaksi tersebut dimana Tengkorak band adalah salah satu wacana utama dalam interaksi sosial ini karena memiliki audiens yang besar di kalangan penggemar musik rock underground. Gomes sendiri mengaku bahwa pada awalnya ia hanya ikut kumpul bersama teman- teman sekitar rumahnya dan tidak mengerti sama sekali tentang jenis musik rock underground yang dimainkan oleh Tengkorak band. Berikut penuturannya: ”Yah..biasa-biasa aja gitu waktu pertama denger om. Saya tanya sama si Ewok, ini musik apa sih wok? Lu mah gak bakalan ngerti deh ceuna dengerin musik ginian mah. Ya udah dengerin aja. Ya, nggak sempet langsung suka gitu om. Nggak ngerti dan belum paham banget.” Memasuki bangku kelas 3 SMP tahun 2003, interaksi Gomes dengan EW dan teman-teman lainnya dalam komunitas CBGB semakin intensif. Rasa ketertarikannya akan musik rock underground juga semakin tinggi, sementara waktu menyaksikan televisi bersama keluarga mulai kurang menarik bagi dirinya. Setiap lepas sholat Maghrib, ia sering berkunjung ke rumah Ewok untuk mendengarkan musik rock underground. Di sinilah momen pertama Gomes mendengar lagu ”Konflik” milik Tengkorak band yang ada dalam kaset kompilasi Metalik Klinik 1 produksi Musica Records. Dari sekian banyak lagu rock underground yang diputar kaset kompilasi tersebut, ia tertarik dengan Tengkorak band. Sejak itu, Gomes mulai mengenal Tengkorak band dan menemukan dunia lain selain keluarganya, sub dunia musik rock underground mulai masuk dalam kehidupan sehari-harinya. Adanya fenomena peer pressure dalam interaksi Gomes dengan komunitasnya semakin mendorong Gomes untuk mengetahui lebih jauh musik rock underground yang dimainkan Tengkorak band. Berikut pengakuan Gomes mengenai peer pressure: ”Heeh..sering dengerin terus sering kumpul bareng sama temen gitu. Didoktrin sama temen. Wah, pokoknya gitu...apa....pamer-pamer melulu lah, musik kita nih laki banget gitu macho banget.” Dari hubungan informal peer group ini, Gomes juga mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan musik rock underground dari Ewok dan teman-teman lainnya. Mulai dari ideologi sampai simbol-simbol signifikan yang terdapat dalam rock underground. Akan tetapi, Gomes menyatakan bahwa dalam hal cara berpakaian ia lebih banyak mempelajarinya dari foto-foto personil band yang ada cover kaset dan majalah khusus musik, bukan melalui interaksi dengan sesama teman dalam peer group. Sedangkan aktivitas slamming, yang biasa dilakukan saat pertunjukan berlangsung, dipelajari secara langsung dalam sebuah pertunjukan musik rock underground yang diselenggarakan di Gelanggang Olah Raga Karawang. Turning point Gomes semakin menyukai Tengkorak band adalah pada saat menyaksikan pertunjukan Tengkorak band tahun 2003 di Senayan, Jakarta. Keingintahuan, kekaguman serta keinginan untuk mereduksi tekanan emosinya yang terpendam melatarbelakangi ia menghadiri pertunjukan Tengkorak band. Berikut pernyataan Gomes: “Waktu nonton di Senayan. Wah, chaos banget nih Tengkorak manggungnya. Di situ sukanya oom, jadi ah…gila banget. Liriknya juga pemberontakan-pemberontakan gitu, resis sama pemerintahan. Nggak mau tertindas gitu.” Gomes menyukai Tengkorak band karena musik, isi lirik, dan orasi vokalis Tengkorak band di atas panggung cocok dengan jiwanya. Ia mengungkapkan bahwa ketiga elemen tersebut dapat merefleksikan realitas sosial yang ia lihat dan rasakan selama ini. Musik yang dihasilkan serta orasi vokalis Tengkorak band sebelum tampil, menjadi pengantar kepada dirinya dalam mengirimkan pesan dalam lirik lagu. Gomes melegitimasi makna pesan dari Tengkorak band, sehingga terjadi konvergensi ideologi antara Tengkorak band dengan dirinya. Ia menangkap bahwa inilah dunia musik dimana sesuai dengan pemikirannya. Sebagai perwujudan bahwa dirinya merupakan penggemar Tengkorak band, Gomes mengekspresikan kekagumannya dengan mengoleksi hasil karya Tengkorak band mulai dari album Tengkorak band baik dalam format kaset maupun cd, serta t- shirt, sampai dengan stiker. Artefak-artefak ini menjadi penting bagi Gomes bukan saja karena menjadi tanda bahwa ia merupakan bagian dari audiens Tengkorak band namun juga di dalamnya terdapat simbol-simbol signifikan yang memiliki makna subyektif baginya maupun produsennya. Ketika ditanya simbol-simbol signifikan apa saja yang bermakna, Gomes menyebutkan simbol-simbol tersebut antara lain lagu dan lirik, ilustrasi pada t-shirt dan cover kaset serta aktivitas slamming dan orasi sang vokalis. Lagu Konflik yang terdapat dalam salah satu koleksi kasetnya dan juga menjadi lagu favoritnya memiliki makna kritik terhadap para pelajar yang terlibat dalam tawuran. Bagi Gomes, lagu ini seolah merepresentasikan fenomena tawuran antarpelajar yang sering terjadi di Karawang. Sedangkan aktivitas slamming yang dilakukannya pada saat pertunjukan baginya memiliki makna luapan emosi dirinya. Sementara itu, Gomes menyetujui orasi vokalis Tengkorak band sebelum membawakan lagu ”Boycott Israel”, orasi tersebut menunjukkan arogansi politik luar negeri Amerika dan Israel di wilayah Timur Tengah, terutama di wilayah Palestina. Gomes menyadari bahwa semua simbol-simbol signifikan yang terdapat dalam hasil karya Tengkorak band merupakan bentuk komunikasi simbolik. Simbol- simbol signifikan yang dimaksud di sini adalah lagu dan liriknya, orasi, aktivitas slamming serta ilustrasi pada t-shirt Tengkorak band. Simbol-simbol tersebut merupakan suatu produksi makna dari proses-proses subyektif para personil Tengkorak band. Sebagai penggemar, Gomes mengidentifikasikan dirinya dengan Tengkorak band. Ia secara aktif menyerap makna-makna yang terkandung dalam lagu dan lirik, orasi, serta ilustrasi yang ada sehingga makna-makna yang dilegitimasinya mengkonstruksi pemikiran atau cara pandangnya terhadap dunia. Ia memahami identitas dirinya sebagai penggemar Tengkorak band yang mencoba untuk berpikir kritis dan tidak terpengaruh budaya negatif musik rock underground seperti mengkonsumsi narkoba, menghiasi tubuhnya dengan tato, memberontak terhadap orang tua maupun melakukan seks sebelum nikah. Meski demikian, Gomes tidak selalu melegitimasi simbol-simbol signifikan yang diproduksi Tengkorak band. Berikut pernyataannya mengenai simbol signifikan salam satu jari: “Yang saya rasain, metal itu satu kesatuan. Semuanya sama rata dan nggak ada yang dibedain.” Untuk simbol signifikan salam satu jari, Gomes mengaku sama sekali tidak memahami makna simbol signifikan tersebut. Menurutnya, salam dua, tiga, atau pun satu jari di dalam rock underground tidak memiliki perbedaan makna yang signifikan. Akan tetapi, Gomes menegaskan bahwa hal tersebut tidak mengurangi rasa kagumnya terhadap Tengkorak band. Ia menegaskan salah satu alasan ia mengidentifikasi dirinya dengan Tengkorak band adalah karena keinginan untuk memiliki band seperti Tengkorak band dan mereproduksi kembali simbol-simbol signifikan tersebut di Karawang, Jawa Barat. Secara skematis, proses konstruksi identitas Gomes dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 10. Skema Proses Konstruksi Identitas Audiens 1 Keluarga - Sekolah + Peer group + Media massa + Audiens 1 Ketidakpuasan + Katarsis + Tengkorak band Lirik + Ilustrasi + Orasi + Salam satu jari - Audiens identitas “abu-abu” PROSES SOSIALISASI Eksternalisasi ------------------------------Obyektivasi----------------------------Internalisasi

2. Audiens 2 Audiens berpikiran kritis