Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Pengendalian Persediaan Pemakaian Bahan Baku

37 lain dengan komposisi yang berbeda untuk masing-masing jenis mi. Bumbu-bumbu ini dibuat oleh divisi seasoning bumbu. f. Air Air dipakai juga sebagai pencampur untuk membentuk tekstur adonan. Air yang dipergunakan harus bersih, baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Jenis bahan baku yang diuraikan di atas merupakan komponen bahan baku divisi noodle. Sedangkan bahan baku di divisi seasoning bumbu tidak dibahas dalam penelitian ini. Penelitian hanya dilakukan pada bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka sebagai bahan baku yang merupakan komponen terbesar dalam pembuatan mi instan. Selain itu, juga karena memiliki variasi jenis dan harga yang berbeda-beda. Namun, karena keterbatasan data, penelitian dilakukan atas jumlah tepung terigu dan tepung tapioka secara keseluruhan tanpa memperhatikan gradenya.

4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Pengendalian Persediaan

Bahan Baku Perusahaan memperhatikan beberapa faktor dalam menentukan sistem pengendalian persediaan bahan bakunya, yaitu motivasi perusahaan dalam melakukan persediaan yang mempengaruhi kebijakan persediaan perusahaan. Faktor waktu yaitu faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen, tidak dihadapi oleh perusahaan karena untuk dapat memproduksi produk mi instan perusahaan hanya membutuhkan waktu 20-25 menit. Faktor ketidakpastian waktu datang dari pemasok pun tidak didapati pada perusahaan karena lead time konstan dan perusahaan memiliki penggunaan bahan baku yang tetap. Oleh karena itu, faktor yang paling dominan adalah faktor ekonomis, yaitu perusahaan ingin menentukan kuantitas pembelian yang paling ekonomis yang akan menghasilkan total biaya yang serendah-rendahnya dan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini akan menyumbang pada 38 tercapainya efisiensi dan efektifitas produksi dimana kelangsungan perusahaan akan terjaga.

4.6. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku

4.6.1. Identifikasi Kebutuhan Bahan Baku

Identifikasi kebutuhan bahan baku adalah penentuan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk produksi mendatang. Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan penjualan barang jadi yang dihasilkan perusahaan sesuai dengan Order To FactoryOTF, kapasitas produksi, dan persediaan bahan baku yang ada di gudang. Kapasitas produksi adalah kemampuan bagian produksi untuk menghasilkan mi dalam waktu tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas produksi adalah kondisi mesin produksi yang digunakan. Meskipun mesin terkadang membutuhkan perbaikan, tetapi mesin dapat berproduksi sesuai dengan kapasitas, yaitu kurang lebih sebesar 34.490 karton per hari. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah waktu dan tenaga kerja yang tersedia. Persediaan bahan baku di gudang menjadi tanggung jawab bagian gudang. Bagian gudang bertanggung jawab atas keluar masuknya bahan baku serta penyimpanannya. Posisi gudang berada di bawah bagian produksi sehingga memudahkan manajemen produksi untuk mengontrol ketersediaan bahan baku. Berdasarkan identifikasi kebutuhan bahan baku, bagian produksi melalui bagian Production Planning and Inventory Control PPIC akan melakukan permintaan pembelian. Bagian gudang sendiri setiap hari memberi suatu laporan persediaan bahan baku kepada bagian akuntansi, juga kepada bagian pembelian dan produksi. Identifikasi jumlah pembelian bahan baku disesuaikan dengan kebutuhan untuk memproduksi barang dan jumlah stok yang ada di gudang. 39

4.6.2. Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan diperoleh dari pasar domestik dan luar negeri. Meskipun menggunakan bahan baku dari luar negeri, perusahaan tidak langsung mengimpor sendiri. Bahan baku dari luar negeri tersebut diperoleh dari pemasok lokal, dimana urusan impor berada di tangan pemasok tersebut. Perusahaan memperoleh tepung terigu lokal dari PT Respati Jaya yang merupakan agen dari PT Bogasari, PT Kabulinco Jaya, PT Danitama Niagatama, PT Panganmas Inti Persada dan salah satu pemasok tepung terigu impor, yaitu PT Manildra Indonesia. Saat ini, perusahaan lebih banyak melakukan pembelian tepung terigu lokal hasil produksi PT Bogasari dengan merek Cakra Kembar dan Segitiga Biru. Sedangkan pembelian tepung terigu impor hanya sebagian kecil karena terbatasnya tepung terigu impor yang tersedia. Pemesanan akan dilakukan apabila 1 bagian pemasaran marketing memberikan masukan atau Order To Factory OTF kepada bagian PPIC untuk perencanaan produksi suatu produk yang diharapkan laku di pasaran. Bagian PPIC akan menyampaikan ke 2 bagian produksi untuk meninjau kapasitas produksi dan juga 3 bagian gudang untuk menghitung persediaan bahan baku. Setelah itu, 4 PPIC menyampaikan order yang telah disesuaikan dengan kapasitas produksi ke bagian pemasaran. Selanjutnya PPIC membuat perencanaan produksi Planned Order serta perencanaan kebutuhan bahan baku Purchase Requistions dan merekomendasikan perencanaan tersebut ke bagian Pembelian Purchase and Traffic untuk melaksanakan pembelian atas sejumlah bahan baku yang dibutuhkan dengan menyerahkan Nota Pesanan Barang. Bagian Pembelian selanjutnya akan 5 menghubungi pemasok untuk mengadakan kesepakatan kerjasama. Pembelian disesuaikan dengan Purchase Order PO yang telah ditetapkan untuk proses produksi kepada pemasok. Pada PO sudah dicantumkan nama pemasok, nomor pesanan, jumlah yang dipesan, harga, dan tanggal penerimaan barang paling lambat. Waktu yang dibutuhkan mulai dari pengiriman PO sampai bahan baku tiba di gudang leadtime adalah 40 sekitar 7 hari, baik bagi tepung terigu maupun tepung tapioka. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dengan tenggang waktu selama satu bulan setelah perusahaan menerima bahan baku dari pemasok. Perusahaan melakukan pembayaran menggunakan giro. Secara sistematis, prosedur pembelian bahan baku ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Prosedur Pembelian Bahan Baku Pemeriksaan mutu produk dari pemasok diserahkan ke bagian Quality Control QC. 1 Pemeriksaan ini dilakukan sebelum barang masuk ke gudang. Jadi, barang-barang yang telah masuk ke gudang adalah barang yang sudah mendapat rekomendasi dari QC. Pemeriksaan barang oleh petugas gudang sesuai dengan PO yang dikirim oleh bagian pembelian dan surat jalan yang dibawa oleh bagian pengiriman meliputi kondisi kemasan, label segel, kuantitas pesanan volumeberat, dan jumlah yang diterima. Barang yang masuk diuji oleh bagian QC dengan mengambil sample secara acak. Jika dari hasil pengujian ternyata 2 tidak sesuai standar dalam kontrak, maka 4 bagian pembelian akan mengembalikan barang tersebut dan meminta penggantian barang. Sebaliknya, apabila 3 telah memenuhi syarat maka 5 bagian penerimaan gudang akan mengeluarkan bukti penerimaan barang yaitu Nota Terima Barang NTB. Prosedur penerimaan bahan baku disajikan pada Gambar 6. Pemasok Pembelian PT Produksi PPIC Gudang Pemasaran marketing OTF 1 2 3 4 5 41 Gambar 6. Prosedur Penerimaan Bahan Baku

4.6.3. Penyimpanan Bahan Baku

Bahan baku disimpan dalam gudang seluas 660 m ² tanpa perlakuan khusus. Fasilitas gudang yang tersedia di perusahaan yaitu listrik dan pallet alas. Fasilitas listrik berfungsi sebagai penerangan dan dinyalakan 24 jam sehari. Penyimpanan bahan baku tepung terigu dan tapioka menggunakan pallet agar bahan baku tersebut tidak bersentuhan langsung dengan lantai sehingga terjaga keawetannya. Sistem penempatan bahan baku di gudang disesuaikan menurut kelompok dan jenis bahan baku serta tanggal kedatangan bahan baku. Penyusunan bahan baku dilakukan dengan tidak merapat langsung ke dinding. Hal ini dilakukan agar lebih mudah dalam pengeluaran dan pembersihan gudang. Penyusunan bahan baku ditumpuk dengan bersilang agar saling mengunci antar satu lapisan dengan lapisan lainnya sehingga susunannya tidak gampang roboh dan memudahkan penghitungan. Pengeluaran bahan baku dilakukan apabila bagian produksi memerlukan bahan baku dalam kegiatan produksi. Nota yang digunakan adalah Nota Pesanan dan Pernyerahan Bahan Baku NPPBB. Bahan baku yang dikeluarkan mengikuti sistem First In First Out FIFO, yaitu bahan baku yang pertama kali masuk ke gudang dikeluarkan lebih dulu dari gudang untuk proses produksi. Hal ini berkaitan dengan sifat bahan baku yang mempunyai batas kadaluarsa dan kerugian atas penyimpanan yang terlalu lama. Barang dari Pemasok QC Barang Sesuai Barang Tidak Sesuai Gudang Retur ke Pemasok 1 2 3 5 4 42 Pencatatan terhadap semua barang yang masuk atau keluar dari gudang dilakukan setiap hari oleh operator dan dilaporkan kepada bagian administrasi gudang. Bagian administrasi akan mencatat seluruh laporan yang masuk ke dalam Laporan Posisi Stock Harian LPSH. Pengontrolan terhadap bahan baku di gudang dilakukan terhadap jumlah dan keadaan bahan baku di gudang. Pengontrolan dilakukan setiap hari, pagi dan sore hari. Apabila ada kesalahan atau ketidakcocokan antara catatan dan kondisi fisik, maka bagian gudang akan membuat berita acara pemberitahuan kepada bagian administrasi

4.6.4. Pengujian Mutu Bahan Baku

Pengujian mutu bahan baku perlu dilakukan agar bahan baku yang dipakai memenuhi standar yang berlaku, sehingga tidak terjadi penyimpangan.

1. Tepung Terigu

Tepung terigu yang baik akan dilihat kemasannya, yaitu segel utuh, bersih, tidak rusak, tidak basah, tidak berjamur, dan tidak tercemar bahan lain. Tepung terigu yang telah dipesan akan diuji sifat fisik secara organoleptik pada saat bahan masuk dan pada saat akan dipakai dalam proses produksi. Uji organoleptik tepung terigu meliputi warna putih cream, kenampakan bersih, bebas dari kontaminasi, dan aroma normal. Disamping uji organoleptik, uji lainnya adalah uji kimiawi dimana kadar air maksimal sebesar 14 persen, dan uji kadar abu dengan jumlah maksimum 0.6 persen, dan kadar gluten basah minimal sebesar 30 persen serta kering minimal sebesar 10 persen. 2. Tepung Tapioka Pengujian tepung tapioka dilakukan sebelum masuk ke gudang bahan baku. Pengujian fisik terdiri dari pengamatan pada saat bahan masuk dengan standar ketentuan kemasan bersih, tidak rusak, segel utuh, tidak basah, tidak berjamur, dan tidak tercemar bahan lain. Selain itu, dilakukan uji organoleptik meliputi bentuk bubuk atau tepung, warna putih, tidak terkontaminasi, serta aroma dan rasa normal. Uji kimia yang dilakukan 43 meliputi kadar air, derajat keasaman, dan kadar abu. Kadar air yang ditetapkan maksimal 14 persen berat basah pada saat bahan akan masuk. Derajat keasaman adalah sebesar 10 persen dan kadar abu minimal 0.5 persen. 3. Air Air yang dipergunakan harus bersih baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Sumber air yang digunakan diambil dari tanah dalam yang ada di dalam lokasi industri. Untuk mendapatkan kualitas air sesuai dengan bahan baku mutu yang ditetapkan maka air tanah dibubuhi kaporit untuk membunuh bakteri pathogen sebelum dialirkan ke dalam reservoir. Untuk produksi, air dilewatkan filter multimedia dan khusus untuk boiler perlu dilakukan pengolahan hingga memenuhi standar air boiler.

4.7. Pemakaian Bahan Baku

Pemakaian bahan baku tepung untuk pembuatan mi disesuaikan dengan rencana produksi yang didasarkan atas ramalan penjualan dari bagian marketing yang selanjutnya dikonfirmasikan ke bagian produksi. Berdasarkan rencana produksi tersebut, perusahaan dapat memperkirakan jumlah kebutuhan bahan baku yang dipakai. Pemakaian bahan baku dalam pelaksanaan produksi terkadang tidak sama dengan perencanaan kebutuhan bahan baku. Hal ini karena kerusakan mesin yang tidak dapat diduga sebelumnya atau disebabkan oleh peningkatan maupun penurunan permintaan terhadap produk mi instan dari rencana semula. Apabila permintaan pasar akan mi meningkat, maka jumlah pemakaian bahan baku semakin meningkat pula. Pemakaian aktual bahan baku tepung selama periode 2008 disajikan pada Tabel 2. 44 Tabel 2. Pemakaian Aktual Bahan Baku Tepung Tahun 2008 Bulan Tepung Terigu kg Tepung Tapioka kg Januari 429.725 20.832 Februari 247.025 11.845 Maret 369.450 26.182 April 338.475 15.222 Mei 145.900 10.971 Juni 124.700 9.444 Juli 409.150 20.326 Agustus 596.700 29.407 September 424.625 21.423 Oktober 244.950 13.276 November 335.600 17.470 Desember 210.025 12.817 Jumlah 3.876.325 209.215 Rata-ratabulan 323.027 17.435 Rata-ratahari 10.768 581 Standar Deviasi 135.486 6.296 Sumber : Bagian Produksi, PT Jakarana Tama 2008 Penelitian hanya menggunakan data bahan baku mi instan pada tahun 2008, hal ini disebabkan oleh karena data pada tahun-tahun sebelumnya tidak memenuhi standar historis, yaitu data mengalami penurunan drastis dari tahun ke tahun dengan persentase penurunan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, data pada tahun-tahun tersebut tidak dapat dipakai untuk menghitung jumlah persediaan yang optimal pada tahun 2008. Data pemakaian pada tahun 2006 dan 2007 dilampirkan pada Lampiran 6. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2, pemakaian tepung terigu terbesar terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 596.700 kg, begitu pula dengan pemakaian tepung tapioka terbesar yang terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 29.407 kg. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut permintaan pasar tinggi, sehingga perusahaan meningkatkan produksinya. Pemakaian terendah tepung terigu terjadi pada bulan Juni sebesar 124.700 kg. Hal yang sama terjadi pada pemakaian tepung tapioka yang juga mengalami pemakaian terendah pada bulan Juni sebesar 9.444 kg. Pemakaian terbesar dari tepung terigu dan tepung tapioka terjadi pada bulan yang sama begitu pula dengan pemakaian terendah 45 yang terjadi pada bulan yang sama, hal ini dikarenakan formula pencampuran kedua tepung yang dipakai dalam proses produksi mi tetap dan tidak berubah, sehingga perubahan pemakaian tepung terigu dan tepung tapioka searah. Pemakaian bahan baku bulanan yang digunakan menunjukkan adanya variasi antara satu bulan dengan bulan lainnya. Tetapi, pemakaian harian umumnya konstan sepanjang bulan dan besarnya sudah diketahui sebelum produksi dimulai. Berdasarkan keterangan di atas, maka diasumsikan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan proses produksi dan produksi dapat berjalan sesuai dengan rencana sehingga besar pemakaian bahan baku harian dalam masing-masing bulan adalah tetap dan sesuai dengan yang ditetapkan perusahaan saat penjadwalan produksi. Permintaan bahan baku adalah permintaan terikat yang merupakan turunan dari permintaan produk jadi. Sehubungan dengan hal itu, adanya fluktuasi penjualan tersebut tentunya berpengaruh terhadap tingkat pemakaian bahan baku. Data permintaan tersebut dapat dikatakan konstan atau fluktuatif jika sudah melewati uji tertentu. Uji homogenitas dengan metode Run Test dilakukan untuk meyakinkan apakah data permintaan tersebut acak tidak konstan. Hal ini diperlukan untuk dapat menentukan metode pengendalian persediaan mana yang tepat untuk perusahaan. Data Run Test disajikan pada Lampiran 7 dan perhitungannya pada Lampiran 8. Hasil Run Test terhadap data permintaan tahun 2008 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Run Test terhadap Data Permintaan Tahun 2008 Bahan Baku α 5 Nilai Z Kesimpulan Tepung Terigu 0,05 -0,316 Tidak acakhomogen Tepung Tapioka 0,05 -0,068 Tidak acakhomogen Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa nilai Z hitung tidak signifikan dan lebih kecil dari nilai alpha. Uji pada data permintaan tepung terigu menunjukkan nilai Z hitung sebesar -0,316, sedangkan uji pada data permintaan tepung tapioka menunjukkan nilai Z hitung sebesar -0,068, jauh lebih kecil dari nilai alpha, 46 yaitu sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data permintaan homogen atau dapat disebut relatif konstan.

4.8. Waktu Tunggu Pengadaan Bahan Baku