adalah berasal dari pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik swalayan dan tempat-tempat penjualan
yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik. Berdasarkan penelitian Akmal 2006, menunjukkan bahwa bahan baku berpengaruh signifikan dan bertanda
positif terhadap hasil produksi. Sehingga menurut peneliti bahan baku yang baik akan menghasilkan produk yang baik juga.
Berdasarkan hasil observasi bahan baku pendukung seperti gula pada tiga produsen Bubble drink yang bermerek menggunakan gula cair dan tiga produsen
Bubble drink tidak bermerek menggunakan gula pasir. Menurut peneliti hal ini
disebabkan adanya standarisasi penggunaan gula cair dengan menggunakan mesin takaran gula pada produsen Bubble drink yang bermerek, sehingga konsumen
dapat menentukan tingkat rasa manis yang diinginkan. Sedangkan pada outlet Bubble drink
tidak bermerek tidak mempunyai standarisasi seperti itu dimana pada pengolahannya dilakukan seperti membuat minuman jus pada umumnya
yaitu mencampurkan gula pasir, es batu, bubuk perasa, dan air. Untuk hal topping, topping pearl
merupakan topping yang banyak diminati dari seluruh produsen karena pearl sendiri menjadi ciri khas Bubble drink.
5.2.2 Penyimpanan Bahan Minuman
Berdasarkan hasil observasi pada proses penyimpanan bahan minuman yang peneliti lakukan pada enam outlet Bubble Drink yang bermerek dan tidak
bermerek di beberapa pusat jajanan kota Medan tahun 2016, maka diperoleh bahwa seluruh produsen sudah memenuhi syarat kesehatan. Di mana seluruh
produsen mempunyai tempat penyimpanan bahan-bahan minuman. Bahan
Universitas Sumatera Utara
minuman tersebut di simpan di tempat tertutup dan tempat penyimpanan bahan minuman bubuk sejuk dan kering. Menurut asumsi peneliti keadaan seperti ini
memungkinkan semua bahan terhindar dari serangga dan vektor penyakit karena box penyimpan terlihat bersih, tidak mudah pecah atau rusak. Selain itu juga
tersedia lemari khusus menyimpan bahan-bahan tersebut. Menurut Depkes 1997 bahan makanan hendaknya tidak diletakkan di
bawah saluranpipa air untuk menghindari terkena bocoran dari saluran tersebut, semua bahan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan ketinggian rak
terbawah dari lantai 20-25 cm. Hal ini untuk menghindari kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan, dan mencegah infestasi serangga.
5.2.3 Pengolahan Bahan Minuman
Berdasarkan hasil observasi pada proses pengolahan bahan minuman yang peneliti lakukan pada enam outlet Bubble drink yang bermerek dan tidak
bermerek dibeberapa pusat jajanan kota Medan tahun 2016, diperoleh bahwa seluruh produsen secara umum hampir memenuhi syarat karena tidak ada satupun
produsen yang menderita penyakit menular seperti batuk, pilek, diare, dan penyakit perut sejenisnya. Tapi tidak semua produsen menggunakan clemek, tutup
kepala, dan sarung tangan. Artinya empat produsen memenuhi syarat kesehatan dan dua produsen tidak memenuhi syarat kesehatan.
Menurut asumsi peneliti hal ini sangat tidak memperhatikan hygiene sanitasi pengolahan. Masih rendahnya pengetahuan penjamah makanan dalam hal
memperhatikan kebersihan. Adanya resiko pekerja dalam pengolahan mengalami airbone
disease yaitu penyebaran unsur penyebab penyakit secara aerosol yang
Universitas Sumatera Utara
masuk ke dalam saluran pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara akibat asap kendaraan dan kegiatan pabrik mengakibatkan logam-logam berbahaya,
virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya bercampur masuk ke dalam tubuh melalui tarikan nafas kita. Sehingga bisa saja pekerja membawa virus atau bakteri
dan mengkontaminasi udara saat pengolahan apabila pekerja tidak memakai celemek, tutup kepala, dan sarung tangan. Menurut penelitian Arisman 2000 di
Palembang yang menyatakan hanya 6,6 penjamah makanan yang mengenakan celemek pada saat bekerja. Celemek merupakan kain penutup baju yang
digunakan sebagai pelindung agar pakaian tetap bersih. Hal lain yang juga tidak memenuhi syarat kesehatan adalah outlet Bubble
drink yang bermerek para pekerja mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah
minuman karena outlet tersebut tersedia langsung wastafel sehingga mereka dengan mudah mencuci tangan. Berbeda dengan outlet tidak bermerek tidak
tersedia wastafel dekat dengan penjual tesebut sehingga tidak memungkinkan untuk mencuci tangan. Menurut peneliti hal ini terjadi karena outlet Bubble drink
yang bermerek pada umumnya berada di mal-mal dan terstandarisasi memiliki wastafel. Sedangkan outlet Bubble drink tidak bermerek pada umumnya berada di
pinggir jalan sehingga tidak memungkinkan tersedia wastafel. Walaupun ada tapi berada jauh dari outlet itu sendiri jadi akan merepotkan pekerja untuk
menggunkannya. Menurut penelitian Susanna 2003 bahwa di lingkungan Kampus UI
Depok yang menunjukkan bahwa 43 penjamah makanan tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum
Universitas Sumatera Utara
menjamah makanan merupakan sumber kontaminan yang cukup berpengaruh terhadap kebersihan bahan makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang
paling umum terjadinya pencemaran makanan. Dari observasi yang peneliti lakukan pada enam outlet Bubble drink
bermerek dan tidak bermerek, terdapat tiga tempat pengolahan Bubble drink yang pengolahannya bebas vector yaitu outlet Bubble drink bermerek dimana
lokasinya di dalam gedungmall yang jauh dari vector. Sedangkan tiga tempat pengolahan Bubble drink yang pengolahannya tidak bebas vector yaitu outlet
Bubble drink tidak bermerek dimana lokasinya berada tepat di pinggiran pasar
yang memungkinkan banyaknya vector bahkan debu dan polusi. Menurut peneliti hal seperti ini sangat memudahkan outlet Bubble drink tidak bermerek
terkontaminasi polusi ditambah lagi area tersebut sangat padat akan arus kendaraan. Menurut BPOM 2002, kondisi ruang pengolahan sangat menentukan
mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan industri pangan. Terlebih dari hal itu kriteria lain yang berhubungan dengan tempat
pengolahan Bubble drink seluruh produsen telah memenuhi syarat kesehatan.
5.2.4 Pengemasan Bahan Minuman