Metode Pembelajaran Student Teams - Achievement Divisions

commit to user 14 Kriteria Ketuntasan Minimal, juga menggunaan pendekatan eksperimen, yaitu dengan membandingkan dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Sebelum perlakuan diberikan, kedua kelompok tersebut diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, kemudian setelah itu siswa mengikuti pembelajaran pada kompetensi dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi dengan metode pembelajaran yang berbeda. Pada kelompok kontrol, siswa diajar menggunakan metode pembelajaran Ceramah Tanya Jawab, kelompok eksperimen 1 menggunakan metode pembelajaran STAD, dan kelompok eksperimen 2 menggunakan metode pembelajaran TGT. Setelah selesai mengikuti pembelajaran, masing-masing siswa mengikuti posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kompetensi dasar tersebut. Hasil nilai pretest dan posttest dari kedua kelompok tersebut kemudian dibandingkan. Dengan memperhatikan perbedaan hasil belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen maka dapat diketahui efektivitas perlakuan metode pembelajaran tersebut. Perlakuan akan dikatakan efektif jika hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol dan nilai rata-rata pada kelompok eksperimen mencapai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah.

a. Metode Pembelajaran Student Teams - Achievement Divisions

Lie 2004: 22 meyebutkan bahwa pada dasarnya ada tiga model pembelajaran, yaitu model kompetisi, model individual, dan model kooperatif. Di antara ketiga model pembelajaran tesebut yang sekarang sedang memasyarakat untuk diterapkan adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah belajar kelompok atau belajar dalam team. Sedangkan Slavin 2008: 4 mengemukakan bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi commit to user 15 untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang. Johnson dalam Isjoni, 2007: 15-16. Lebih lanjut, Djahiri K dalam Isjoni 2007 : 19 menyebutkan “Cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi, cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, dan efisien ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu sharing sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif survive”. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen - elemen yang saling terkait. Lie dalam Sugiyanto 2009: 40-42 mengemukakan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut : “1 Saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. 2 Interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. 3 Akuntabilitas individual. Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya commit to user 16 dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual, selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. 4 Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi. Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi interpersonal relationship tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa”. Slavin dalam Isjoni 2007: 21-22 mengemukakan tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: “1 Penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. 2 Pertanggungjawaban individu. Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas - tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3 Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan. Pembelajaran kooperatif menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan commit to user 17 peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini, setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya”. Sugiyanto 2009: 43-44 mengemukakan adanya nilai pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah : “1 Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2 Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 3 Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4 Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. 5 Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6 Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7 Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8 Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9 Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 10 Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11 Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas”. Jarolimek dan Parker dalam Isjoni 2007 : 25 mengemukakan bahwa “Kelemahan pembelajaran kooperatif, yaitu: 1 Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. 2 Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai. 3 Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4 Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif”. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions STAD merupakan salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa commit to user 18 untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Jadi, tekanan utama metode ini adalah keberhasilan target kelompok dengan asumsi bahwa target hanya dapat dicapai jika setiap anggota tim berusaha menguasai subyek yang menjadi bahasan. STAD ini merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Armstrong 2008 mengemukakan “STAD has been described as the simplest of a group of cooperative learning techniques referred to as STudent Team Learning Methods. In the STAD approach students are assigned to four or five member teams reflecting a heterogeneous grouping of high, average, and low achieveing students of diverse ethnic backgrounds and different genders. Each week, the teacher introduces new material through a lecture, class discussion, or some form of a teacher presentation. Team members then collaborate on worksheets designed to expand and reinforce the material taught by the teacher”. Ada tiga konsep dalam metode pembelajaran ini, yaitu : Pertama, penghargaan terhadap tim, hal ini dapat diperoleh jika tim berhasil memperoleh poin tertinggi dalam periode tertentu. Kedua, pertanggungjawaban individu yang mengacu pada fakta bahwa siklus tim sangat tergantung pada peran masing - masing individu pendukungnya. Untuk setiap anggota tim harus mampu dan bersedia menjadi tutor bagi rekannya agar siap menghadapi soal atau kuis yang diberikan. Ketiga, adanya kesempatan yang sama untuk sukses. Kesempatan yang sama untuk sukses berarti bahwa apa yang diberikan anggota tim merupakan perbaikan kesalahan yang pernah dibuat. Anggota yang semula mendapat nilai kuis rendah harus berusaha mencapai nilai rata - rata. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran STAD dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4-5 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai commit to user 19 materi secara sendiri-sendiri, saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Skor kuis para siswa dibandingkan dengan skor pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya. Seluruh rangkaian kegiatan termasuk presentasi yang disampaikan guru, praktik tim, dan kuis biasanya memerlukan waktu 3-5 periode kelas. Slavin, 2008: 11-12. Slavin 2008: 143-146 mengemukakan bahwa metode pembelajaran STAD terdiri atas lima komponen utama. Komponen yang pertama adalah presentasi kelas. Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi kelas dapat dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi dapat juga presentasi menggunakan audio visual. Prasentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian, siswa dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan mempengaruhi skor dari tim mereka. Komponen yang kedua dalam STAD adalah tim atau kelompok. Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam menghadapi kuis, sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersama-sama mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini, siswa mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban dari masing-masing anggota tim dan membetulkan commit to user 20 kesalahan konsep dari anggota tim. Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Komponen yang ketiga dalam pembelajaran STAD adalah kuis. Setelah satu atau dua kali pertemuan guru mempresentasikan materi di kelas dan setelah satu atau dua kali tim melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi kuis secara individual. Siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis. Jadi, setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Komponen yang keempat adalah skor kemajuan individual. Gagasan di balik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor ”awal”, yang diperoleh dari nilai kinerja siswa tersebut sebelumnya. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Perhitungan skor kemajuan individual dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Skor Kemajuan Individual Skor Kuis Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 10 - 1 poin dibawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna tidak berdasarkan skor awal 30 Sumber : Slavin 2008 : 159 Komponen yang kelima dalam pembelajaran STAD adalah rekognisi tim atau penghargaan tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk commit to user 21 penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa. Adapun skema pembelajaran kooperatif tipe STAD ditunjukkan pada Gambar 2.1 sebagai berikut : Sumber : Slavin 2008 : 143 Gambar 2.1. Skema Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Metode pembelajaran STAD memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut : 1 Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dengan aturan tertentu sehingga kemampuan dan perkembangan siswa dapat terpantau dan tergali dengan baik, 2 Adanya penghargaan individu maupun kelompok akan mampu memotivasi belajar siswa, baik secara individu maupun kelompok, 3 Terciptanya suasana kompetitif untuk menghasilkan yang terbaik antara siswa dalam kelompok maupun antarkelompok dalam kelas, sehingga kegiatan belajar mengajar lebih hidup, 4 Transfer atau perpindahan ilmu tidak hanya terjadi dari guru atau buku ke siswa melainkan juga terjadi antarsiswa, 5 Siswa Pembentukan kelompok secara heterogen beranggotakan 4-6 orang Kegiatan Kelompok belajar kelompok dan mengerjakan soal kelompok Presentasi Kelas guru menyampaikan materi pelajaran Kuis oleh masing-masing individu Skoring individual dan kelompok Penghargaan kelompok commit to user 22 mendapat kemudahan dalam memahami materi, 6 Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma dalam belajar kelompok, 7 Siswa aktif membantu dan mendorong semangat siswa lain dalam kelompoknya untuk sama - sama berhasil, 8 Siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan keberhasilan kelompoknya, 9 Terjadi interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: 1 Pekerjaan administratif guru menjadi lebih banyak, 2 Waktu kegiatan belajar mengajar sedikit banyak akan terkurangi, karena untuk menyusun tempat duduk kelompok, 3 Konstribusi dari siswa yang berprestasi rendah menjadi kurang, 4 Siswa yang berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan, 5 Apabila ada siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya maka siswa akan kurang dapat bekerja sama dalam memahami materi maupun penyelesaian tugas, 6 Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok, 7 Apabila ada siswa yang malas maka usaha kelompok untuk mendapatkan penghargaan akan terlambat.

b. Metode Pembelajaran Team - Games - Tournament

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KOMPETENSI DASAR KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI DI KELAS VII SMP NEGERI I GATAK TAHUN PELAJARA

0 3 62

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI METODE PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUK

0 3 100

STUDI KOMPARASI ANTARA METODE PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN DISKUSI TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 MOJOLABAN TAHUN AJARAN 2009 2010

0 10 67

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA PADA KOMPETENSI DASAR ATMOSFER DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

0 8 100

Bab 7 Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Bumi

0 14 38

(ABSTRAK) PENGARUH PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK HASIL BELAJAR GEOGRAFI DALAM MATERI POKOK BAHASAN HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA N 2 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010.

0 0 2

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK HASIL BELAJAR GEOGRAFI DALAM MATERI POKOK BAHASAN HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA N 2 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010.

0 0 95

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DENGAN PENDEKATAN OUTDOOR UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI (Materi Pokok Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Peserta didik Kelas X-8 SMA Negeri 2 Boyolali Tahun Ajaran 2014/

0 0 26

Efektivitas Model Problem Based Instruction dan Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 4 Magelang Tahun Ajaran 2014/2015 (Kompetensi Dasar Hidrosfer dan Dampaknya Terhadap Kehidupan di Muka Bumi).

0 0 20

EFEKTIVITAS METODE TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT) DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 20142015 (Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya Terh

0 0 18