Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

(1)

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Oleh

HEVINAS SURBAKTI 097032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HEVINAS SURBAKTI 097032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT

BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN Nama Mahasiswa : Hevinas Surbakti

Nomor Induk Mahasiswa : 097032076

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (

Ketua Anggota dr. Fauzi, S.K.M)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

Hevinas Surbakti 097032076/IKM


(6)

ABSTRAK

Persepsi pasien tentang mutu pelayanan rumah sakit merupakan elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan Pemanfaatan pasien umum Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah, tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, dan tahun 2011, sebesar 51,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi; (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2012. Populasi adalah pasien umum rawat inap sebanyak 406 orang, sampel sebanyak 88 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Variabel persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan Rumah Sakit.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: (1) mengupayakan pembuatan SOP (standart operating procedure) dimensi mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan seperti SOP kehandalan terhadap pelayanan, tanggap terhadap pelayanan, jaminan pelayanan, empati terhadap pelayanan, dan penampilan pelayanan, (2) mengupayakan perbaikan dan melengkapi kebutuhan sarana pelayanan disesuaikan dengan akreditasi rumah sakit dan kebutuhan pasien, (3) mengupayakan pembenahan dan penataan keadaan lingkungan dalam dan lingkungan luar ruang perawatan seperti perbaikan bangunan fisik, pengecatan ulang, penataan dan perawatan tanaman di taman serta menyediakan tempat parkir yang cukup untuk pasien dan keluarganya, dan (4) mengupayakan kenyamanan lingkungan organisasi yang mampu secara aktual memenuhi kebutuhan dokter karir polisi dan non polisi, sehingga mutu pelayanan menjadi lebih baik.


(7)

ABSTRACT

Patient’s perception of service quality of a hospital is an important element in determining health service utilization. The utilization of general patients at the Bhayangkara Hospital Region II Medan have reduced for the past 3 (three) years. The attainment of its Bed Occupancy Rate (BOR) was relatively low; 31.1% in 2009, 33.3% in 2010, and 51.0% in 2011.

The purpose of this study conducted from February to April 2012 was to analyze the influence of general patients’ perception of service quality including administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. The population of this study was 406 hospitalized general patients and 88 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through

multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, statistically, the general patients’ perception of service quality (administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services) had significant influence on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. General patients’ perception of the quality of doctor’s service had a bigger influence on the utilization of the hospital.

It is suggested that (1) the management of Bhayangkara Hospital Region II Medan seek to restructure, improve, fix and complete the in-patient facilities needed and environmental condition, (2) doctors provide sufficient time to consult with patients, provide complete and clear information about patients’ disease, and pay more attention to every patient complaint, (3) nurses improve their way of paying good attention to the patients, should be polite and friendly when giving explanation and responding to patients’ complaints, improve their performance and tidiness in patient care procedures, and (4) nurses should also improve and pay attention to the quick and accurate patient admission procedures and respond to patients’ complaints by giving an easy and understandable information.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Fauzi, S.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, dan Dr. dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. AKBP dr. Hascaryatmo, M.A.R.S selaku Direktur Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin melakukan penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

8. AKBP Drs. Edison Sembiring selaku Ka. SPI Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, sahabat yang memberikan saran dan masukan dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Ayahanda H. Surbakti dan Ibunda R. Br. Tarigan atas segala jasanya, sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,


(10)

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis

Hevinas Surbakti 097032076/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Hevinas Surbakti, lahir di Medan pada tanggal 09 Juni 1982, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan H. Surbakti, dan Ibunda R. Br. Tarigan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar ST.Yoseph I, Medan pada tahun 1994, pendidikan menengah pertama di SMP ST. Thomas I Medan, pada tahun 1997, pendidikan menengah atas di SMA ST. Thomas II Medan, pada tahun 2000, pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia, Medan pada tahun 2008.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Honorer di Rumah Sakit Stella Marris, Nias Selatan tahun 2009 dan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan tahun 2010.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 11

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan ... 14

2.3 Perilaku Konsumen ... 19

2.4 Persepsi Konsumen ... 20

2.5 Kepuasan Konsumen ... 22

2.6 Kesediaan Pembelian Ulang dan Loyalitas Konsumen ... 25

2.7 Karakteristik Konsumen ... 27

2.8 Rumah Sakit ... 28

2.9 Landasan Teori ... 31

2.10 Kerangka Konsep Penelitian ... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37


(13)

3.4.2 Data Sekunder ... 38

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 45

4.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 45

4.1.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 48

4.2 Analisis Univariat ... 49

4.2.1 Identitas Responden ... 49

4.3 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan ... 51

4.3.1 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi ... 51

4.3.2 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter ... 53

4.3.3 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat ... 55

4.3.4 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan ... 56

4.3.5 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan 58 4.3.6 Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60

4.4 Analsis Bivariat ... 62

4.4.1 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 62

4.4.2 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 63

4.4.3 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 64

4.4.4 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 65

4.4.5 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 65


(14)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 70

5.1 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medaedan ... 70

5.1.1 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 70 5.1.2 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 72

5.1.3 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 74

5.1.4 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 76

5.1.5 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 77

5.2 Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 79

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan ... 42 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43 4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 47 4.2 Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan ... 50 4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu

Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . 52 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Mutu Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 53 4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu

Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 54 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Mutu Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 54 4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu

Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 55 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Mutu Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 56 4.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu

Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 57 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Mutu Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 58


(16)

4.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 59 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 59 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum

tentang Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60 4.14 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemanfaatan Ulang Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60 4.15 Distribusi Alasan Responden yang Bersedia Memanfaatkan Ulang

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 61 4.16 Distribusi Alasan Responden yang Tidak Bersedia Memanfaatkan Ulang

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 62 4.17 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi

dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 63 4.18 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter

dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 64 4.19 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat

dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 64 4.20 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan

dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 65 4.21 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan

dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 66 4.22 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 33 2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 34 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . ... 48


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 88

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 94

4 Uji Multivariat ... 107

5 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 109

6 Surat izin selesai penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 110

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(19)

ABSTRAK

Persepsi pasien tentang mutu pelayanan rumah sakit merupakan elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan Pemanfaatan pasien umum Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah, tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, dan tahun 2011, sebesar 51,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi; (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2012. Populasi adalah pasien umum rawat inap sebanyak 406 orang, sampel sebanyak 88 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Variabel persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan Rumah Sakit.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: (1) mengupayakan pembuatan SOP (standart operating procedure) dimensi mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan seperti SOP kehandalan terhadap pelayanan, tanggap terhadap pelayanan, jaminan pelayanan, empati terhadap pelayanan, dan penampilan pelayanan, (2) mengupayakan perbaikan dan melengkapi kebutuhan sarana pelayanan disesuaikan dengan akreditasi rumah sakit dan kebutuhan pasien, (3) mengupayakan pembenahan dan penataan keadaan lingkungan dalam dan lingkungan luar ruang perawatan seperti perbaikan bangunan fisik, pengecatan ulang, penataan dan perawatan tanaman di taman serta menyediakan tempat parkir yang cukup untuk pasien dan keluarganya, dan (4) mengupayakan kenyamanan lingkungan organisasi yang mampu secara aktual memenuhi kebutuhan dokter karir polisi dan non polisi, sehingga mutu pelayanan menjadi lebih baik.


(20)

ABSTRACT

Patient’s perception of service quality of a hospital is an important element in determining health service utilization. The utilization of general patients at the Bhayangkara Hospital Region II Medan have reduced for the past 3 (three) years. The attainment of its Bed Occupancy Rate (BOR) was relatively low; 31.1% in 2009, 33.3% in 2010, and 51.0% in 2011.

The purpose of this study conducted from February to April 2012 was to analyze the influence of general patients’ perception of service quality including administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. The population of this study was 406 hospitalized general patients and 88 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through

multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, statistically, the general patients’ perception of service quality (administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services) had significant influence on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. General patients’ perception of the quality of doctor’s service had a bigger influence on the utilization of the hospital.

It is suggested that (1) the management of Bhayangkara Hospital Region II Medan seek to restructure, improve, fix and complete the in-patient facilities needed and environmental condition, (2) doctors provide sufficient time to consult with patients, provide complete and clear information about patients’ disease, and pay more attention to every patient complaint, (3) nurses improve their way of paying good attention to the patients, should be polite and friendly when giving explanation and responding to patients’ complaints, improve their performance and tidiness in patient care procedures, and (4) nurses should also improve and pay attention to the quick and accurate patient admission procedures and respond to patients’ complaints by giving an easy and understandable information.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, pasal 34 ayat 1 dan 3, menegaskan bahwa Pemerintah bersifat wajib menyelenggarakan pemenuhan hak dasar perlindungan kesehatan masyarakat dalam meningkatkan status kesehatannya melalui institusi penyelenggara pelayanan kesehatan.

Salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk mendukung peningkatan status kesehatan adalah rumah sakit. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan (preventif) dengan tidak mengabaikan upaya kuratif-rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Selain itu, pelayanan kesehatan di rumah sakit bukan hanya kepada individu (pasien), tetapi juga keluarga dan masyarakat, sehingga pelayanan kesehatan yang dilakukan merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komprehensif dan holistik) (UU No.44, 2009).

Azwar (1996) menyatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (needs) dan permintaan (demands) perseorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan dan pelayanan kedokteran dapat


(22)

terpenuhi. Sebagai gambaran tentang pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Riskesdas (2010) persentase pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia oleh rumah tangga sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan. Untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan sebesar 75,6%. Persentase yang rendah terhadap pemanfaatan rumah sakit pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan atau pertambahan jumlah rumah sakit swasta, khususnya di kota-kota besar (Riset Kesehatan Dasar, 2010).

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan secara individu tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu, yaitu karakteristik (a) predisposisi (predisposing characteristic), pendukung (enabling characteristic) dan kebutuhan (need characteristic). Mengacu kepada hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau memilih rumah sakit lain berdasarkan persepsinya dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Menurut Lapau (1997) pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari faktor organisasi pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan


(23)

pelayanan kesehatan adalah faktor sosiopsikologis yang menyangkut bagaimana individu berpersepsi terhadap pelayanan kesehatan. Apabila seseorang memiliki persepsi yang baik terhadap pelayanan kesehatan, maka memiliki kemungkinan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, demikian pula sebaliknya apabila seseorang berpersepsi tidak baik terhadap pelayanan kesehatan maka kemungkinan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut.

Menurut Robbins (2006), terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi itu. Diantara karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan akan berlanjut pada proses terbentuknya persepsi secara umum terhadap rumah sakit, oleh sebab itu di dalam mencapai tujuan yang berorientasi pada pemanfaatan rumah sakit oleh pasien, disamping aspek fasilitas rumah sakit peranan sumber daya seperti dokter dan perawat baik medis maupun non medis menjadi sangat penting, karena kinerja mereka akan menentukan persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit.

Bertambahnya jumlah rumah sakit menyebabkan timbulnya persaingan antar rumah sakit dalam memperebutkan konsumen yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Dalam kondisi demikian mengharuskan setiap rumah sakit melakukan


(24)

upaya peningkatan citra rumah sakit. Peningkatan citra rumah sakit dimata masyarakat sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Sampai saat ini pemerintah telah cukup berhasil secara kuantitatif memeratakan pelayanan kesehatan kepada rakyat dengan pengadaan pusat-pusat kesehatan seperti rumah sakit, dengan memperhatikan peningkatan secara kualitatif menyangkut masalah mutu pelayanan (Wasisto, 1992).

Menurut Parasuraman et al. (1988) metode SERVQUAL (Service Quality) lazim dipakai untuk mengevaluasi mutu pelayanan pada industri yang bergerak di sektor jasa dengan melihat dimensi bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati. Tjiptono (2002) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat 4 unsur pokok pada service excellent yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan, dimana semua unsur tersebut harus terintegrasi, artinya salah satu unsur tersebut tidak dapat dipisahkan/diabaikan didalam mencapai service excellent. Brown (1995) menyatakan bahwa dengan costumer satisfaction/revenue enhancement model

yang menunjukkan adanya pengaruh antara pelayanan yang memuaskan terhadap citra perusahaan, loyalitas dan retensi konsumen.

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan (RSBM) diresmikan pada 14 Nopember 1966. Pada mulanya RSBM adalah milik Resimen Brimob. Sejalan dengan perkembangan organisasi Polri, pengelolaannya beralih menjadi milik Polda Sumut. Rumah sakit ini telah tiga kali berubah nama; Rumah Sakit Brimob, Rumah Sakit Polda Sumut dan terakhir Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Pada tahap-tahap pengembangan yang telah dilalui terlihat keberadaannya belum dapat memenuhi standar ideal suatu rumah sakit seperti yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan


(25)

RI maupun Standar Internasional. Namun kehadiran rumah sakit ini menjadi penuh arti dalam dukungan tugas-tugas kepolisian dan pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan keluarganya khususnya di wilayah Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

RSBM adalah salah satu rumah sakit Tingkat II yang dimiliki Polri disamping Bandung, Surabaya dan Makasar. Ditinjau dari kategori organisasi rumah sakit Depkes tingkatan rumah sakit ini sebenarnya adalah setara Tipe B, yaitu rumah sakit yang mempunyai pelayanan dengan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Namun secara operasionalnya saat ini RSBM adalah rumah sakit Tipe C plus artinya telah memiliki minimal pelayanan spesialistik empat dasar (Penyakit Dalam, Bedah, Kebidanan dan Anak) ditambah pelayanan spesialistik dan subspesialistik lain yang merupakan konsulen/konsultan dari luar. Dilihat dari segi disain fisik tentunya rumah sakit ini lebih mirip rumah sakit setingkat distrik.

Jumlah tempat tidur yang dimiliki adalah 120 unit, terdiri dari berbagai jenis, baik yang sistem elektrik maupun manual. Jika dilihat dari angka pemanfaatan tempat tidurnya, rumah sakit ini memiliki jumlah BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah. Tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, tahun 2011, sebesar 51,0% sementara standar nasional 60-85%. Jumlah pasien umum yang memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara untuk pelayanan kesehatan juga tergolong relatif rendah. Rumah sakit ini masih dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri dan keluarganya.

Sebagai gambaran, pada tahun 2011, pasien umum yang memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara hanya 405 orang atau sekitar 19,5% dari total pasien rawat inap, yaitu 2.075 orang, sedangkan pasien anggota Polri dan keluarganya mencapai


(26)

1.204 orang atau sekitar 58,0%, sisanya 466 orang atau sekitar 22,5% adalah pasien pensiunan dan veteran (Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2012).

Survei pendahuluan yang dilakukan pada 18 Desember tahun 2011 dengan wawancara kepada 10 orang pasien umum yang baru pertama kali memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan ditemukan sebanyak 6 orang (60%) yang menyatakan pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit belum sesuai dengan yang diharapkan. Pelayanan yang dirasakan kurang baik antara lain: kepedulian dan keramahan perawat terhadap pasien.

Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Medan juga berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang keluhan, pendapat dan saran yang disampaikan lewat kotak saran atau buku saran. Dari data tentang keluhan pasien/ keluarga/pengunjung yang dikumpulkan di bagian pelayanan selama bulan Januari sampai dengan Juni 2011 didapatkan sejumlah 14 surat saran atau keluhan. Isi dari keluhan dikelompokkan berdasarkan permasalahan seperti berikut : e.Keluhan terhadap pelayanan perawat antara lain : pelayanan petugas perawat yang

kurang ramah, tidak empati dan pelayanan lambat.

f. Keluhan terhadap pelayanan dokter, antara lain : jadwal kunjungan berubah-ubah , waktu visite yang terlalu singkat sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya atau menjelaskan sakit pasien, dokter kurang ramah, dokter terkesan cara memeriksa yang buru-buru.


(27)

g.Keluhan terhadap lingkungan rumah sakit, antara lain : lingkungan bangsal yang terkesan kurang bersih terutama di kamar kecil, lantai kurang bersih dan sampah lama tidak diambil.

h.Keluhan terhadap sarana dan prasarana pelayanan, antara lain : tempat tidur yang kurang nyaman, kasur yang rusak, alat kesehatan banyak yang kurang berfungsi. (Urmin RSB Medan, 2012).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan serta masukan yang diperoleh pihak rumah sakit dari kotak saran atau buku saran menunjukkan bahwa keluhan pasien terkait dengan dimensi mutu pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan Parasuraman et al. (1988) yaitu: bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati.

Fenomena pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara yang belum optimal tentu saja terkait dengan kinerja petugas pelayanan kesehatan, yaitu dokter dan perawat. Menurut Engel et al. (1994), rendahnya pemanfaatan di unit rawat inap di sebuah rumah sakit oleh pasien dan rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali pelayanan kesehatan disebakan oleh keputusan memilih unit rawat inap rumah sakit tersebut oleh pasien, dimana keputusan memilih tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; jarak antara rumah sakit dengan tempat tinggal, transportasi, keragaman pelayanan, harga, informasi, kemudahan mendapatkan pelayanan, kesesuaian karakteristik pasien dan mutu pelayanan.

Beberapa hasil penelitan terkait dengan pemanfaatan rumah sakit, yaitu hasil penelitian Ayu (2005), menyimpulkan bahwa fasilitas, sumber daya manusia, tarif


(28)

dan proses pelayanan rumah sakit berpengaruh terhadap kunjungan pasien. Pelayanan sumber daya manusia berpengaruh lebih besar terhadap persepsi pasien di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.

Penelitian yang dilakukan Nurcaya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang diharapkan atau dipersepsikan pasien. Kesenjangan tersebut terjadi atas lima dimensi kualitas pelayanan pada seluruh rumah sakit di Provinsi Bali.

Penelitian Endartini (2004) tentang persepsi pasien umum terhadap pelayanan Rumah Sakit Kesdam I/BB Medan, menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan persepsi yang bermakna, bahkan pada masing-masing unit pelayanan rumah sakit masih terdapat berbagai kesenjangan persepsi antara harapan dan kenyataan mengenai standar pelayanan rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas terdapat kecenderungan bahwa pembentukan persepsi pada individu akan berbeda dengan individu lainnya, yang dipengaruhi oleh faktor dominan seperti pengetahuan, pengertian serta pemahaman terhadap hal atau objek yang dipersepsikan. Disamping itu, persepsi pasien terhadap rumah sakit terkait dengan banyaknya rumah sakit sebagai alternatif untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka mutu pelayanan sebagai aspek yang di persepsikan akan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya banyaknya rumah sakit swasta nasional maupun asing yang menawarkan pelayanan kesehatan yang bermutu akan memengaruhi mutu persepsi terhadap pelayanan kesehatan yang telah ada sebelumnya.


(29)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui ”Pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi: (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.”

1.5 Permasalahan

Bagaimana pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi: (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ?

1.6 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi : (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

1.4 Hipotesis

Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi : (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.


(30)

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dalam manajemen strategi pelayanan kesehatan rumah sakit.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat objektif dan karena itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak, Tuntutan kesehatan (health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan social ekonomi (Azwar, 1996).

Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Perkembangan tekhnologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena kemajuan tekhnologi dapat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996).

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:


(32)

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan


(33)

tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan


(34)

oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik

provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

Perngertian tentang mutu mencakup dua hal penting yaitu keistimewaan produk dan bebas defisiensi. Mutu produk atau jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dan pemasaran, engineering, manufaktur dan pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan (Wiyono, 1997).


(35)

Karakteristik dalam suatu pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan adalah tidak berwujud, heterogen, tidak dapat dipisahkan dan tak dapat disimpan. Mutu pelayanan kesehatan bagi pasien dan masyarakat berarti suatu empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, dimana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung (Wiyono, 1997).

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Dalam penilaian performance pemberi jasa layanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu tekhnis medis dan hubungan interpribadi. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberi informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien dan tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpribadi ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy

pasien (Wiyono, 1997).

Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dari pihak yang terlibat dalam pelayanan (Azwar, 1996) :

1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,


(36)

keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang dideritanya.

2. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi muthakir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.

Menurut Donabedian, mutu pelayanan kesehatan adalah keputusan yang berhubungan dengan pelayanan yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan ini terbagi dua komponen utama, yaitu pelayanan teknis (medis) dan hubungan interpersonal antara praktisioner dan klien. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Dari perspektif pasien, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan berdasarkan persepsi masing-masing individu (Wolper, 2001).


(37)

Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan dimensi mutu. Parasuraman

et al. (1988) mengukur mutu jasa pelayanan dalam lima dimensi yang sering disebut SERVQUAL yaitu :

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta penampilan personil.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Lori Di Pete Brown et al. dalam Wiyono (1997).

a. Kompetensi teknis : terkait dengan ketrampilan, kemampuan dan penampilan petugas.

b. Akses terhadap pelayanan : pelayanan kesehatan tak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.


(38)

c. Efektivitas : menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.

d. Efesiensi : terkait dengan pemilihan intervensi yang cost effective karena terbatasnya sumber daya pelayanan kesehatan.

e. Kontinuitas : pelayanan yang diberikan lengkap sesuai yang dibutuhkan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi produser diagnosis dan terapi yang tak perlu. f. Keamanan : berarti mengurangi resiko cedera, infeksi efek samping dan bahaya

lain yang berkaitan pelayanan.

g. Hubungan antar manusia : berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. h. Kenyamanan : berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tak berhubungan

langsung dengan efektivitas klinis, tapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Setiap organisasi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, terlibat dengan pasien dan masyarakat umumnya, dan harus mengelola hubungan yang responsive dengan mereka semua. Pemuasan kebutuhan pasien akan pelayanan yang baik, mempunyai makna pemenuhan kebutuhan pasien ditetapkan berdasarkan indikasi medic bukan atas dasar meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit. Bertahan dan berkembang merupakan azas pokok sebuah lembaga menuju masa depan. Tanpa pengembangan pada mutu pelayanan, sebuah rumah sakit akan terus menerus mengalami penurunan kinerja dan pada gilirannya dapat terpuruk (Trisnantoro, 2000).


(39)

2.3 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk dalam Prasetijo (2005), merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing). 2. Tahap konsumsi (consumtion) : menggunakan (using) dan mengevalusi

(evaluating).

3. Tahap tindakan pasca beli (disposition).

Pengetahuan tentang perilaku konsumen dapat dipakai untuk menciptakan cara memuaskan kebutuhan mereka dan menciptakan pendekatan yang baik untuk berkomunikasi dan mempengaruhi mereka (Prasetijo, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli menurut Kotler (2003): 1. Faktor kultural : kultur, sub kultur, kelas sosial

2. Faktor social : kelompok referensi, keluarga, aturan dan situasi

3. Faktor pribadi : umur dan tahap pengalaman hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian


(40)

2.4 Persepsi Konsumen

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia melalui panca indra (sistem sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian diaatur dan akhirnya diintepretasikan. Persepsi merupakan proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli yang diterima pancaindra, ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004).

Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah : (Prasetijo, 2005)

1. Faktor internal 1.1.Pengalaman 1.2.Kebutuhan saat itu. 1.3.Nilai-nilai yang dianut. 1.4.Ekspektasi / pengharapan. 2. Faktor eksternal

2.1.Tampakan produk 2.2.Sifat-sifat stimulus 2.3.Situasi lingkungan

Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku persepsi, faktor objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi dilakukan, faktor pelaku persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social


(41)

ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu menentukan persepsi pasien terhadao mutu pelayanan kesehatan (Jacobalis, 1995).

Perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka terhadap realitas dan bukan realitas itu sendiri. Bila seseorang ingin membeli produk, maka ia merespon persepsinya tentang produk dan bukan produk itu sendiri (Prasetijo, 2005). Sedangkan menurut Parasuraman et al., 1988, persepsi pasien terhadap mutu pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap mutu pelayanan.

Krowinski (1996) melakukan pengukuran kepuasaan pasien rawat inap, dengan model persepsi terhadap mutu berbagai faktor pelayanan yang diterima pasien, yang membentuk persepsi terhadap keseluruhan mutu pelayanan. Dengan model ini, manajemen rumah sakit dapat mengevaluasi dan mengembangkan mutu pelayanan sesuai faktor pelayanan yang ada, untuk kepuasan pasien yang akan mempengaruhi kesediaan pemanfaatan ulang.

Beberapa hal dapat dilakukan oleh pemberi pelayanan jasa untuk memperbaiki persepsi konsumen (Parasuraman et al., 1988).

1. Membuat konsumen sadar akan adanya komitmen pemberi layanan untuk memperbaiki kualitas pelayanan.


(42)

2. Memberikan penjelasan kepada konsumen untuk penggunaan layanan yang lebih baik.

3. Memberikan penjelasan yang adekuat kepada konsumen beberapa hal yang mungkin dapat mengganggu / menghambat proses layanan.

Kotler (2003) menyatakan bahwa mutu harus bias dirasakan oleh pelanggan. Mutu kerja harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan persepsi pelanggan. Pembaharuan kualitas hanya berarti bila dirasakan oleh pelanggan.

2.5 Kepuasan Konsumen

Engel et al. dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evalusi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan muncul apabila hasil tak memenuhi harapan. Schnaars dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas. Tingkat kepuasan konsumen dapat berarti tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan disbanding harapannya.

Harapan konsumen mempunyai peranan yang besar dalam membentuk kepuasan konsumen. Dalam konteks kepuasan konsumen, harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya. Parasuraman

et al. (1988) memberi contoh cara konsumen pelayanan kesehatan menilai lima dimensi kualiatas jasa untuk mengukur kepuasan, sebagai berikut :


(43)

a. Kehandalan : janji ditepati, sesuai jadwal, diagnosis terbukti akurat.

b. Daya tanggap : mudah diakses, tak lama menunggu, besedia mendengar keluhan pasien.

c. Jaminan : pengetahuan, keramahan, ketrampilan, kepercayaan, reputasi.

d. Empati : mengenal pasien dengan baik, mengingat masalah sebelumnya, pendengar yang baik, sabar.

e. Faktor fisik : ruang tunggu, ruang operasi, peralatan, bahan-bahan tertulis.

Kotler (2003) mengidentifikasi 4 motede untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada kepuasan pelanggan akan member kesempatan yang luas kepada para pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bias berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa.

2. Ghost Shopping

Manajemen memperkerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pembeli / pelanggan produk perusahaan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk saingan tersebut. Para

ghost shoper juga mengamati cara perusahaan pesaing melayani permintaan pelanggan, menjawab dan menangani keluhan pelanggan.


(44)

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi agar dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei dapat dilakukan melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan dapat memperoleh tanggapan dan umpan balik dari pelanggan dan memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadapa para pelanggan.

Pascoe dalam Krowinski (1996), mendefinisikan kepuasan pasien dari dua sisi yang berbeda (contrast model). Pasien memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan. Bila kenyataan di rumah sakit menjumpai pelayanan lebih dari yang diharapkan maka mereka akan puas. Sebaliknya jika pelayanan dirumah sakit lebih buruk dari yang mereka harapkan maka mereka akan tidak puas.

Linder Pelz dalam Krowinski (1996) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam. Pelayanan yang dievalusi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan, sampai dengan system pelayanan menyeluruh didalam rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus dapat dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak dimensinya atau variable yang mempengaruhinya.

Jacobalis dalam Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang sering ditemukan berkaitan


(45)

dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, aspek pelayanan ‘hotel’ dirumah sakit serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, beberapa manfaat antara lain diantaranya : hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien (Jacobalis, 1995).

2.6 Kesediaan Pembelian Ulang dan Loyalitas Konsumen

Kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien merasakan pelayanan yang diterima. Persepsi ini, berhubungan dengan sikap konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu produk akan menimbulkan realitas terhadap produk tersebut. Konsumen yang loyal akan


(46)

bersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat membutuhkan (Simamora, 2004).

Loyalitas konsumen dapat berarti keadaan dimana terjadi pembelian ulang yang menetap oleh konsumen pada merk spesifik, yang lebih disukai dari beberapa alternative yang ada, atau penggunaan regular suatu tempat layanan / toko untuk tipe pembelian yang spesifik. Loyalitas dari pasien rumah sakit adalah suatu sasaran pemasaran yang penting. Rumah sakit harus mempunyai program untuk membangun loyalitas pasien kepada rumah sakit (Simamora, 2004).

Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari yang mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal, termasuk pasien sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli ulang produk atau jasa ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya untuk merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka. Mempertahankan konsumen lebih lama lebih penting dari pada menarik pelanggan baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan kesediaan dan kemungkinan membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004).

Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan kesehatan, konsumen lebih berani dibanding dulu dalam mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dengan berpindah ke penyedia jasa atau rencana kesehatan yang lain (Wolper, 2001).


(47)

Pemberi layanan / pemasar menginginkan konsumen mereka menyampaikan kepada teman dan lainnya tentang produk merk, tempat membeli, dan hal-hal lain tentang produk agar mendapat konsumen potensial yang dapat berpengaruh oleh informasi tersebut (Peter, 2000).

2.7 Karakteristik Konsumen

Karakteristik adalah cirri khusus yang mempunyai sifat sesuai dengan perwatakan tertentu. Dalam suatu penelitian, karakteristik merupakan variabel ‘universal’ yang amat sering memiliki relevansi pada penelitian kelompok atau populasi, sehingga pemasukan variabel tersebut harus selalu dipertimbangkan. Jenis kelamin, usia, paritas, etnis, agama, status perkawinan, status social yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, kepadatan rumah, tempat tinggal yang meliputi desa-kota dan morbiditas merupakan variabel-variabel universal yang sering diperhitungkan untuk diikutsertakan dalam suatu penelitian meskipun tidak secara otomatis digunakan sebagai variabel penelitian (Abramson, 1997).

Menurut Kotler (2003), karakteristik dari konsumen yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian terdiri dari faktor cultural (kultur, subkultur, kelas sosial), faktor sosial (kelompok, referensi, keluarga, aturan dan situasi), faktor pribadi (umur dan tahap pengalaman hidup), pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadiaan, dan faktor psikologi (motivasi, persepsi, pengetahuan, sikap dan keyakinan).


(48)

Dalam segmentasi pasar jasa, karakteristik konsumen yang menjadi variabel utama untuk dikaji karena berhubungan erat dengan perilaku konsumen. Meliputi faktor geografis (wilayah, ukuran daerah, kepadatan dan iklim), faktor demografis (umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras dan kewarganegaraan), faktor-faktor psikologis (kelas sosial, gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan membeli dan sikap) terhadap produk (Kotler, 2003).

Variabel non medis, ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Gunarsa dkk dalam Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi juga oleh karakteristik pasien yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi dan diagnosis penyakit.

2.8 Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Wiyono, 1997).


(49)

Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan. Rumah sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan kedokteran maupun penelitian ilmu-ilmu dasar (Wolfer, 2001).

Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan yang kompleks dan perlu dikelola secara professional sehingga penyedia pelayanan kesehatan ini akan berhadapan dengan masalah tentang bagaimana memberikan pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Disamping itu, rumah sakit adalah suatu jenis pelayanan industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus mampu menaati kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran dan fungsinya (Aditama, 2004).

Kualitas pelayanan dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh betapa pentingnya peran karyawan yang professional seperti : dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Hal ini perlu mendapat perhatian karena para tenaga professional ini cenderung sangat otonom dan berdiri sendiri. Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan misi kerja organisasi secara keseluruhan tetapi mampu bekerja dengan standar profesi yang dianut (Depkes RI, 2000).

Azwar (1996) mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakan dengan industri lainnya :

1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia, dimana rumah sakit tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefesien mungkin.


(50)

2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan rumah sakit tidak selalu mereka yang menentukan tempat menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit, akan tetapi kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran professional termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi dan lain-lain untuk mewujudkan misi kerja organisasi.

Depkes RI (1997) menyatakan, pembangunan dibidang perumahsakitan bertujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu.

2. Meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pergerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan.

Dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat, rumah sakit memberikan pelayanan dalam bentuk pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera mungkin untuk menyelamatkan kehidupannya. Di setiap rumah sakit lazim ditemukan unit gawat darurat (Hospital based emergency unit) (Azwar, 1996).


(51)

Menurut Azwar (1996), pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan oleh klinik rumah sakit secara umum dibedakan :

1.Pelayanan darurat, untuk menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan mendadak.

2.Perawatan rawat jalan paripurna, memberikan pelayanan rawat jalan paripurna sesuai kebutuhan pasien.

3.Pelayanan rujukan, melayani pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain.

4.Pelayanan bedah jalan, memberikan pelayanan bedah yang selesai dan pasien pulang pada hari yang sama.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang rawat inap (Wiyono, 1997).

2.9 Landasan Teori

Teori yang mendasari dalam mengukur mutu jasa pelayanan yang dilakukan suatu rumah sakit mengacu kepada lima dimensi mutu yang disebutkan Parasuraman

et al. (1988) yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta penampilan personil.


(52)

2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Persepsi pasien tentang kualitas rumah sakit yang menjadi elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam konsep model kualitas pelayanan jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988) ada empat faktor

yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu: a. pengalaman dari teman (word of mouth), b. kebutuhan atau keinginan (personal

need), c. pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experience) dan d. komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communications to customer).

Perbedaan persepsi dan harapan pasien, merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan pelanggan rumah sakit dalam memanfaatkan pelayanan rumah sakit. Mengacu kepada teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005), sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:


(53)

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

a. Karakteristik predisposisi

Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan bahwa setiap individu berbeda secara karakteristik dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal yang termasuk dalam karakteristik predisposisi adalah: ciri ciri demografi (jenis kelamin, umur, dan status), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan) serta keyakinan bahwa pelayanan dapat menolong proses kesembuhan penyakit.

b. Karakteristik Kebutuhan

Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan akan pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan kesehatan justru selama ini yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan penduduk sudah benar

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resource (Income, Health Assurance) Community Resource (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Clinical diagnose) Health Services


(54)

benar mengeluh sakit serta mencari pengobatan. Faktor faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan tentang kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan tersebut.

c. Karakteristik pendukung penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar.

Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan Anderson dalam Notoatmodjo (2003), salah satu faktor adalah pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan pada karakteristik kebutuhan. Mengacu kepada hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau memilih rumah sakit lain.

2.10Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Mutu Pelayanan Rumah Sakit

a. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan administrasi b. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter c. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan perawat d. Persepsi pasien umum tentang mutu sarana pelayanan e. Persepsi pasien umum tentang mutu lingkungan pelayanan

Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory

yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan administrasi, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan karena fungsi rumah sakit belum seperti yang diharapkan jika dilihat dari angka

pemanfaatan tempat tidurnya. Rumah Sakit memiliki BOR relatif rendah selama 3 tahun terakhir dan pemanfaatan pasien umum relatif rendah. Rumah Sakit ini

dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari pengumpulan data sampai seminar hasil, yaitu mulai dari bulan Pebruari sampai Juli 2012.


(56)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien umum rawat inap yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Data kunjungan pasien untuk tahun 2011 adalah sebanyak 405 pasien umum.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel untuk penelitian survei (Notoatmodjo, 2003),

Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003), sebagai berikut :

2 ) d ( N 1 N n + =

Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi 10 %

Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2 ) 1 . 0 ( 405 1 405 + = n

n = 80,19, digenapkan menjadi 80 orang

Menghindari sampel yang drop out, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dihitung menggunakan rumus (Sudigdo dan Ismael, 2002) :


(57)

Keterangan: n = besar sampel yang dihitung (80) f = perkiraan proporsi drop out (10%) Perhitungan : ni

Teknik pengambilan sampel secara Accidental Sampling, dimana

pengambilan sampel yang secara kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo, 2003). = 80/(1-0,1) = 88 orang

Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

a. Pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan minimal 1 kali kunjungan.

b. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

Adapun kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah pasien yang tinggal di luar wilayah kerja Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner semi terbuka yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dengan penjelasan kuesioner secara lengkap sebagai acuan pewawancara dalam melakukan wawancara. Untuk menjamin kerahasiaan dan keakuratan jawaban, maka sebelum pelaksanaan wawancara, terlebih dahulu dilakukan perjanjian tempat dan lokasi wawancara. Data primer sebagai variabel bebas terdiri dari persepsi pasien tentang mutu pelayanan dan variabel terikat adalah pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(58)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, yang digunakan untuk membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang akan dipergunakan, agar layak digunakan dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian. Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang pasien di Bhayangkara Tingkat II Medan diluar pasien yang akan dipilih sebagai sampel.

a. Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar

item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).

Hasil uji validitas variabel bebas dan terikat sebagai berikut : (1) Mutu Pelayanan Administrasi

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa aitem variabel mutu pelayanan administrasi


(59)

sebanyak 5 pernyataan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan variabel mutu pelayanan administrasi valid (Lampiran-2).

(2) Mutu Pelayanan Dokter

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa aitem variabel mutu pelayanan dokter sebanyak 5 pernyataan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan variabel mutu pelayanan dokter valid (Lampiran-2).

(3) Mutu Pelayanan Perawat

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa aitem variabel mutu pelayanan perawat sebanyak 5 pernyataan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan variabel mutu pelayanan perawat valid (Lampiran-2).

(4) Mutu Sarana Pelayanan

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa aitem variabel mutu sarana pelayanan sebanyak 5 pernyataan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan variabel mutu sarana pelayanan valid (Lampiran-2).


(60)

(5) Mutu Lingkungan Pelayanan

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa aitem variabel mutu lingkungan pelayanan sebanyak 5 pernyataan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan variabel mutu lingkungan pelayanan valid (Lampiran-2).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6, maka alat ukur tersebut reliabel (Gozhali, 2005).

Hasil uji reliabilitas untuk variabel bebas mutu pelayanan; administrasi, dokter, perawat, sarana pelayanan, dan lingkungan pelayanan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa seluruh variabel bebas mempunyai nilai r-alpha cronbach >0,6, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan pada variabel bebas reliabel (Lampiran-2).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Adapun definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan rumah sakit adalah interpretasi pasien umum terhadap mutu pelayanan yang diterima dinyatakan berdasarkan pengalaman pasien selama dirawat, meliputi : pelayanan administrasi, pelayanan


(61)

dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan dan lingkungan pelayanan yang diukur melalui 5 (lima) dimensi mutu pelayanan, yaitu :

a Persepsi pasien tentang mutu pelayanan administrasi adalah interpretasi pasien tentang mutu pelayanan kepada pasien sejak datang, masuk ruang perawatan dan keluar dari rumah sakit meliputi : kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti langsung atas pelayanan administrasi.

b Persepsi pasien tentang mutu pelayanan dokter adalah interpretasi pasien tentang mutu pelayanan yang dinyatakan berdasarkan pengalaman pasien selama dirawat, meliputi : kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti langsung atas pelayanan dokter.

c. Persepsi pasien tentang mutu pelayanan perawat adalah interpretasi pasien tentang mutu pelayanan yang dinyatakan berdasarkan pengalaman pasien selama dirawat, meliputi : kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti langsung atas pelayanan perawat.

d. Persepsi pasien tentang mutu sarana pelayanan adalah interpretasi pasien tentang ketersediaan sarana pelayanan yang dinyatakan berdasarkan pengalaman pasien selama dirawat, meliputi : kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti langsung atas ketersediaan sarana pelayanan.

e. Persepsi pasien tentang mutu lingkungan pelayanan adalah interpretasi pasien tentang mutu lingkungan pelayanan yang dinyatakan berdasarkan pengalaman pasien selama dirawat, meliputi : kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati


(62)

dan bukti langsung dalam lingkungan ruang perawatan dan lingkungan diluar atau sekitar ruang perawatan.

2. Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan adalah kesediaan pasien umum untuk memanfaatkan kembali ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, pada saat membutuhkan pemeriksaan atau pengobatan penyakit yang dideritanya.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan

Variabel Pernya taan Alternatif Jawaban Bobot Nilai Total

Nilai Kategori

Skala Ukur Mutu Pelayanan

a. Pelayanan Administrasi

5 a.Setuju

b.Kurang setuju c.Tidak setuju 3 2 1 13-15 9-12 5-8 a.Baik b.Kurang baik c.Tidak baik Ordinal b. Pelayanan Dokter 5 a.Setuju

b.Kurang setuju c.Tidak setuju 3 2 1 13-15 9-12 5-8 a.Baik b.Kurang baik c.Tidak baik Ordinal c.Pelayanan Perawat

5 a.Setuju

b.Kurang setuju c.Tidak setuju 3 2 1 13-15 9-12 5-8 a.Baik b.Kurang baik c.Tidak baik Ordinal d.Sarana Pelayanan 5 a.Setuju

b.Kurang setuju c.Tidak setuju 3 2 1 13-15 9-12 5-8 a.Baik b.Kurang baik c.Tidak baik Ordinal e Lingkungan Pelayanan

5 a.Setuju

b.Kurang setuju c.Tidak setuju 3 2 1 13-15 9-12 5-8 a.Baik b.Kurang baik c.Tidak baik Ordinal


(1)

Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat * Pemanfaatan Ulang Crosstabulation

46 8 54

36,8 17,2 54,0

85,2% 14,8% 100,0%

52,3% 9,1% 61,4%

13 11 24

16,4 7,6 24,0

54,2% 45,8% 100,0%

14,8% 12,5% 27,3%

1 9 10

6,8 3,2 10,0

10,0% 90,0% 100,0%

1,1% 10,2% 11,4%

60 28 88

60,0 28,0 88,0

68,2% 31,8% 100,0%

68,2% 31,8% 100,0%

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat % of Total

Tidak Baik

Kurang baik

Baik Persepsi Pasien ttg Mutu Pel.Perawat

Total

Tidak

bersedia Bersedia Pemanfaatan Ulang

Total

Chi-Square Te sts

24,973a 2 ,000

25,176 2 ,000

24,413 1 ,000

88 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

1 c ells (16,7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 3,18.


(2)

Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel * Pemanfaatan Ulang Crosstabulation

45 5 50

34,1 15,9 50,0

90,0% 10,0% 100,0%

51,1% 5,7% 56,8%

15 14 29

19,8 9,2 29,0

51,7% 48,3% 100,0%

17,0% 15,9% 33,0%

0 9 9

6,1 2,9 9,0

,0% 100,0% 100,0%

,0% 10,2% 10,2%

60 28 88

60,0 28,0 88,0

68,2% 31,8% 100,0%

68,2% 31,8% 100,0%

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel % of Total

Tidak Baik

Kurang baik

Baik Persepsi Pasien ttg Mutu sarana pel

Total

Tidak

bersedia Bersedia Pemanfaatan Ulang

Total

Chi-Square Te sts

33,878a 2 ,000

37,410 2 ,000

33,187 1 ,000

88 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

1 c ells (16,7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 2,86.


(3)

Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel. * Pemanfaatan Ulang Crosstabulation

43 5 48

32,7 15,3 48,0

89,6% 10,4% 100,0%

48,9% 5,7% 54,5%

13 16 29

19,8 9,2 29,0

44,8% 55,2% 100,0%

14,8% 18,2% 33,0%

4 7 11

7,5 3,5 11,0

36,4% 63,6% 100,0%

4,5% 8,0% 12,5%

60 28 88

60,0 28,0 88,0

68,2% 31,8% 100,0%

68,2% 31,8% 100,0%

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel. % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel. % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel. % of Total

Count

Expected Count

% within Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel. % of Total

Tidak Baik

Kurang baik

Baik Persepsi Pasien ttg Mutu Lingkungan pel.

Total

Tidak

bersedia Bersedia Pemanfaatan Ulang

Total

Chi-Square Te sts

22,558a 2 ,000

23,697 2 ,000

19,898 1 ,000

88 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

1 c ells (16,7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 3,50.


(4)

(5)

Logistic Regression

Cl assi fica tion Tablea,b

60 0 100,0

28 0 ,0

68,2 Observed

Tidak bers edia Bersedia Pemanfaat an

Ulang

Overall Percentage St ep 0

Tidak

bersedia Bersedia Pemanfaat an Ulang

Percentage Correc t Predic ted

Constant is inc luded in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equa tion

-,762 ,229 11,089 1 ,001 ,467

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Va riables not in the Equa tion

23,820 1 ,000

21,681 1 ,000

24,694 1 ,000

33,568 1 ,000

20,127 1 ,000

50,486 5 ,000

PP A PP MD PP P PP SP PP LP Variables

Overall Statistics St ep

0

Sc ore df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

70,378 5 ,000

70,378 5 ,000

70,378 5 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

39,709 ,551 ,771

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(6)

Classification Tablea

58 2 96,7

3 25 89,3

94,3 Observed

Tidak bersedia Bersedia Pemanfaatan

Ulang

Overall Percentage Step 1

Tidak

bersedia Bersedia Pemanfaatan Ulang

Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

2,056 ,769 7,139 1 ,008 7,813

2,519 1,199 4,416 1 ,036 12,412

2,469 ,847 8,502 1 ,004 11,807

1,928 ,844 5,224 1 ,022 6,878

1,583 ,700 5,117 1 ,024 4,867

-18,129 4,321 17,603 1 ,000 ,000

PPA PPMD PPP PPSP PPLP Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on s tep 1: PPA, PPMD, PPP, PPSP, PPLP. a.