Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG KUALITAS

PELAYANAN DENGAN CITRA RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

T E S I S

Oleh

IKA PUSPITA

067013013/IKM

.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG KUALITAS PELAYANAN DENGAN CITRA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN ACEH TAMIANG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh IKA PUSPITA 067013013/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG KUALITAS PELAYANAN DENGAN CITRA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Nama Mahasiswa : Ika Puspita Nomor Induk Mahasiswa : 067013013

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Tanggal Lulus: 14 September 2009 (Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM)

Ketua

(dr. Fauzi, SKM) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Dekan,


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 14 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM Anggota : 1. dr. Fauzi, SKM

2. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP 3. Drs. Amru Nasution, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG KUALITAS PELAYANAN DENGAN CITRA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN ACEH TAMIANG

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2009


(6)

ABSTRAK

RSUD Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu rumah sakit di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang masih mengalami permasalahan dengan kualitas pelayanan. Berdasarkan survey pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada pasien pada tahun 2008, 75% pasien menyatakan kualitas pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang masih belum memenuhi harapan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research untuk menganalisis hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan dengan citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang pada bulan Maret sampai Mei 2009. Sampel berjumlah 98 orang diambil secara purposive sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari dimensi kualitas teknis (professionalism,

p = 0.000) dan dimensi kualitas fungsional (reliability dengan p = 0.000, attitudes

dengan p = 0.000, accessibility dengan p = 0.000, service recovery dengan p = 0.000, dan serviscape dengan p = 0.000) dengan citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Disarankan kepada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang agar dapat memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi pada kebutuhan pasien perlu dilakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan, memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat sesuai standar opersional prosedur yang telah ditetapkan, meningkatkan disiplin dan komitmen dalam bekerja. Sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan terus ditingkatkan serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada. Pihak rumah sakit juga diharapkan terus melakukan pengawasan terhadap perilaku petugas rumah sakit, untuk efektifnya pengawasan ini perlu mengaktifkan komite medik.


(7)

ABSTRACT

Aceh Tamiang District General Hospital is one of the hospitals in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam which still has a problem of service quality. Based on the preliminary survey by interviewing patients on 2008, 75% patients said that the quality of service provided by Aceh Tamiang District General Hospital has not met the patients’ expectation yet.

The purpose of this survey study with explanatory research type is to analyze in the relationship of patients’ perception about the quality of service with the image of Aceh Tamiang District General Hospital. The population of this study were all of the in-patient patients being hospitalized in Aceh Tamiang District General Hospital from March to May 2009, and 98 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-Square test.

The result of Chi-Square test showed that there were a relationship between the perception of patient on the quality of service consisting of technical quality dimension (professionalism, p = 0.000) and the functional quality dimension (reliability with p = 0.000, attitudes with p = 0.000, accessibility with p = 0.000, service recovery with p = 0.000, and serviscape with p = 0.000) with the image of Aceh Tamiang District General Hospital.

It is suggested that the management of Aceh Tamiang District General Hospital provide a patient-need oriented quality of service by doing a sustainable improvement through the implementation of education and training, providing an accurate, exact and quick service with determinated standard operational procedure, improving work discipline and committment. Facilities and environmental health are improved continuously and also maintain and improve the existing facilities. The hospital management is expected to keep controlling the behavior of health workers, this controlling need to activate the medical committee for the efectiveness.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan tesis dengan judul "Hubungan Persepsi Pasien tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang".

Penulis menyadari selama penyusunan tesis ini, telah demikian banyak bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada :

1. dr. Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Fauzi, SKM, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi masukan dan perbaikan dalam penyusunan tesis ini.


(9)

6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku Dosen Penguji atas segala saran dan bimbingan.

7. dr. Maryan Suhadi, M.Kes, selaku Direktur RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, atas dukungan dan bantuannya selama penulis mengadakan penelitian.

8. dr. Catur Haryati, MARS dan drg. Fitriana Yudisari, MARS, yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan referensi dalam menyusun tesis ini.

9. Teman-teman mahasiswa Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Angkatan 2006 yang telah memberi dorongan semangat kepada penulis : Elvi, Ade, dan lain-lain.

Khusus kepada kedua orangtua saya, Alm. H. OK. Syaiful Imran dan Hj. Henny sebagai sumber kehidupan saya, pembimbing utama hidup saya, yang telah membesarkan saya dengan curahan kasih sayang sehingga rasanya ucapan terima kasih ini tidaklah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan saya. Terima kasih buat suamiku Ubairizal, ST dan ananda Vona Alfi Rasyida tercinta, yang senantiasa mendoakan, menemani, memberi perhatian dan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya pendidikan.

Penulis menyadari sepenuhnya apa yang disampaikan dalam tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk perbaikan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2009 Penulis Ika Puspita


(10)

RIWAYAT HIDUP

Ika Puspita dilahirkan di Kuala Simpang, pada tanggal 24 Maret 1977 anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) H. OK. Syaiful Imran dengan Ibunda Hj. Henny. Telah menikah dengan Ubairizal, ST dan dikaruniai satu puteri yang bernama Vona Alfi Rasyida. Sekarang menetap di Dusun Bukit Suling No. 21 Desa Rantau Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang-Nanggroe Aceh Darussalam..

Memulai pendidikan di TK Yayasan Pendidikan Darma Patra Rantau dari tahun 1981 sampai dengan 1983, melanjutkan sekolah di SD Yayasan Pendidikan Darma Patra Rantau dari tahun 1983 sampai dengan 1989, kemudian melanjutkan pendidikan di MTS. Pesantren Modren Alkautsar Al-Akbar Medan dari tahun 1989 sampai dengan 1992, melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Binjai dari tahun 1992 sampai dengan1995, melanjutkan pendidikan di DIII Keperawatan Fakultas Kedokteran USU Medan dari tahun 1995 sampai dengan 1998, melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan dari tahun 2000 sampai dengan 2002.

Setelah selesai menamatkan kuliah, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang dari tahun 2003 hingga sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit ... 10

2.2. Persepsi Konsumen ... 13

2.3. Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 14

2.4. Citra ... 21

2.5. Landasan Teori... 23

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 25

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 30

3.6. Metode Pengukuran ... 32


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 39

4.3. Deskripsi Variabel Penelitian ... 42

4.4. Analisis Chi-Square.. ... 63

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Persepsi Pasien tentang Kualitas Pelayanan Rumah Sakit dengan Citra ... 69

5.2. Hubunngan Persepsi Pasien tentang Professionalism dengan Citra ... 71

5.3. Hubungan Persepsi Pasien tentang Reliability tentang dengan Citra... 73

5.4. Hubungan Persepsi Pasien tentang Attitudes dengan Citra ... 76

5.5. Hubungan Persepsi Pasien tentang Accessibility dengan Citra... 80

5.6. Hubungan Persepsi Pasien tentang Service Recovery dengan Citra ... 84

5.7. Hubungan Persepsi Pasien tentang Serviscape dengan Citra... 86

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 92


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 33 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 40 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 40 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendapatan ... 41 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Pekerjaan ... 42 4.5. Distribusi Persepsi Pasien tentang Professionalism di RSUD

Kabupaten Aceh Tamiang ... 42 4.6. Distribusi Persepsi Pasien tentang Reliability di RSUD Kabupaten

Aceh Tamiang ... 44 4.7. Distribusi Persepsi Pasien tentang Attitudes di RSUD Kabupaten

Aceh Tamiang ... 47 4.8. Distribusi Persepsi Pasien tentang Accessibility di RSUD Kabupaten

Aceh Tamiang ... 51 4.9. Distribusi Persepsi Pasien tentang Service Recovery di RSUD

Kabupaten Aceh Tamiang ... 54 4.10. Distribusi Persepsi Pasien tentang Serviscape di RSUD Kabupaten

Aceh Tamiang ... 57 4.11. Distribusi Citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ... 60 4.12. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Professionalism dengan


(14)

4.13. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Reliability dengan Citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ... 64 4.14. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Attitudes dengan Citra

RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ... 65 4.15. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Accessibility dengan

Citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ... 66 4.16. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Service Recovery dengan

Citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ... 67 4.17. Hubungan Variabel Persepsi Pasien tentang Serviscape dengan Citra


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem ... 10

2.2. Dua Dimensi Kualitas Jasa ... 24

2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 26


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ... 98 2. Hasil Uji Statistik ... 103


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak azasi sehingga setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata dan bermutu yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut diatas dan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-undang No 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional. Rumah sakit mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karenanya pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang kesehatan.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pola pelayanan kesehatan yang diharapkan adalah pelayanan


(18)

yang berkualitas, sehingga mampu mereduksi angka kesakitan dan kematian serta menciptakan masyarakat sehat sejahtera.

Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang, Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003).

Kualitas pelayanan merupakan indikator kinerja bagi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Rumah sakit akan semakin maju jika kinerja nya dapat dipertahankan. Oleh karena itu pelayanan rumah sakit harus berubah mengarah pada kekuatan pasar sehingga orientasi rumah sakit bergeser dari organisasi sosial ke arah sosioekonomi, dengan demikian mempertahankan pelanggan adalah tujuan utama yang harus dicapai.

Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan memperhatikan secara cermat kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan pelayanan di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medik dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan harmonis


(19)

antara staf rumah sakit dengan pasien. Dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari berbagai aspek pelayanan seperti peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, peningkatan kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan kualitas manajemen rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas harus dijaga dengan melakukan pengukuran secara terus menerus, agar diketahui kelemahan dan kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan, dan dibuat tindak lanjut sesuai prioritas permasalahannya.

Zeithaml dan Berry (1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2005) mengemukakan ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik. Menurut Hanjon dkk (2000) ada 7 (tujuh) dimensi kualitas dalam pelayanan kesehatan, yaitu (1) jaminan, (2) empati, (3) kehandalan, (4) daya tanggap, (5) tampilan fisik, (6) pelayanan medis, dan (7) profesionalisme.

Indikasi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat tercermin dari persepsi pasien atas pelayanan kesehatan yang telah diterimanya. Persepsi pasien/pelanggan tentang kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa atau pelayanan (Tjiptono, 2004). Menurut Gummesson (Tjiptono 2005) persepsi pelanggan terhadap kualitas total akan mempengaruhi citra perusahaan dalam benak pelanggan.

Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek ( Kotler, 2003). Sikap dan tindakan orang


(20)

terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut Gonroons (2000) citra rumah sakit merupakan wujud nyata dari persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan melalui apa yang diperoleh pelanggan sebagai hasil dari transaksi antara penyedia dan pengguna jasa serta bagaimana pelanggan memperoleh jasa tersebut.

Beberapa determinan citra rumah sakit menurut Cooper (1994) yang dikutip oleh Lita (2004) antara lain adalah kualitas dokter, fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas diagnosa, dan kualitas perawatan secara keseluruhan. Cooper juga menyatakan bahwa perhatian interpersonal, kesadaran staf terhadap kebutuhan personel pasien, kontrol terhadap pasien, pengalaman pasien terhadap rumah sakit, lokasi dan biaya, kemudahan dari lokasi akan berpengaruh terhadap citra rumah sakit. Citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Kecendrungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau Rp 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan, Riau dan Aceh (Purba, 2006).

Masalah penurunan citra pelayanan kesehatan juga terjadi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, bahkan Yakub (2008) menyatakan citra pelayanan


(21)

kesehatan yang buruk di Propinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan masyarakat.

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini telah memiliki Rumah Sakit Umum Daerah yang disebut dengan RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. RSUD ini merupakan pengembangan dari Puskesmas Karang Baru. Berdasarkan Surat Keputusan MENKES RI Nomor 930/MENKES/SK/VI/2003 status pelayanan RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah rumah sakit dengan klasifikasi kelas C (Profil RSUD Tamiang, 2006). Permasalahan yang paling mendasar di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah mengenai kualitas pelayanan yang tidak memenuhi harapan pasien, indikasi ini dapat terlihat dari hasil wawancara langsung dengan 20 pasien yang dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Februari 2008, sebagian besar yaitu sebanyak 75% pasien menyatakan tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat dan dokter, dan umumnya menyatakan petugas kesehatan tidak tanggap atau tidak cepat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien.

Berdasarkan profil RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007 memperlihatkan angka Bed Occopancy Rate (BOR) sebesar 87,34%, Lenght of Stay

(LOS) selama 4 hari, Turn Over Internal (TOI) selama 1 hari. Meskipun angka-angka

yang dimiliki ini telah mendekati standar yang direkomendasikan oleh Depkes RI, namun secara umum pasien lebih didominasi oleh pasien Askeskin yaitu 61,20 %, sedangkan pasien umum 23,87% dan pasien Askes 9,41 %. Berdasarkan persentase


(22)

pasien tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang berobat ke RSUD Tamiang lebih didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan askeskin. Hal ini sesuai dengan pendapat Trisnantoro (2005), bahwa kondisi riel rumah sakit pemerintah di Indonesia saat ini mengalami penurunan daya saing karena hanya dimanfaatkan oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke atas tidak ada. Sedangkan perkembangan rumah sakit swasta dinilai semakin pesat karena dimanfaatkan oleh semua kalangan masyarakat.

Berdasarkan wawancara lebih mendalam dengan pasien pada tanggal 11 dan 12 Febuari 2008, diketahui banyaknya keluhan mengenai kualitas pelayanan kesehatan RSUD kabupaten Aceh Tamiang yang tidak baik seperti keterlambatan dalam menangani pasien, ketidakjelasan informasi tentang tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan dugaan pasien ataupun keluarga pasien tehadap kesalahan tindakan medis yang dilakukan oleh petugas RSUD Kabupaten Aceh Tamiang membuat citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang semakin tidak baik. Aspek-aspek kualitas ini menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh pihak RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Persepsi mengenai rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ini mengakibatkan masyarakat beralih mencari rumah sakit lain yang bisa memenuhi harapan. Hal ini didukung oleh laporan kunjungan pasien di rumah sakit pemerintah dan swasta di luar Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2007. Salah satu contohnya adalah laporan kunjungan pasien dengan kriteria umum


(23)

di RSUD Kota Langsa diketahui rata-rata berasal dari Kabupaten Aceh Tamiang. Ini mengindikasikan masyarakat kurang percaya terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang meskipun secara kuantitas sumber daya manusia dan peralatan medis sudah memenuhi standar. Seharusnya keberadaan RSUD Kabupaten Aceh Tamiang menjadi rumah sakit rujukan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.

Rosentock (Sarwono, 2003) menyatakan perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaannya terhadap institusi pelayanan kesehatan itu sendiri. Motif dan kepercayaan tersebut merupakan bagian integral dari citra suatu institusi pemberi jasa. Kunjungan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga tergantung pada citra rumah sakit itu sendiri dari persepsi masyarakat khususnya berdasarkan pelayanan kesehatan yang diberikan.

Berdasarkan hasil wawancara pasien juga terungkap bahwa rendahnya kunjungan masyarakat untuk berobat ke RSUD Kabupaten Aceh Tamiang disebabkan oleh citra yang tidak baik di masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari

professionalism, reliability, accessibility, attitudes, service recovery, serviscape


(24)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari persepsi pasien tentang dimensi kualitas teknis (professionalism) dan persepsi pasien tentang dimensi kualitas fungsional (reliability, attitudes, accessibility, service recovery dan

serviscape) dengan citra rumah sakit.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari persepsi tentang dimensi kualitas teknis (professionalism) dan persepsi tentang dimensi kualitas fungsional (reliability, attitudes, accessibility,

service recovery dan serviscape) dengan citra rumah sakit.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari persepsi tentang dimensi kualitas teknis (professionalisme) dan persepsi tentang dimensi kualitas fungsional (reliability, attitudes, service recovery dan serviscape) dengan citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk membuat rencana strategis dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pengembangan rumah sakit.


(25)

2. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk memperbaiki citra rumah sakit di masyarakat.

3. Untuk pengembangan ilmu dalam bidang administrasi rumah sakit dan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem (Soejitno dkk, 2002). Rumah sakit merupakan suatu sistem dapat dilihat pada Gambar berikut ini :

Gambar 2.1. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem

Masukan

Pelanggan (sehat & sakit)

Dokter Karyawan

Sarana dan prasarana Peralatan, dsb

Proses

Pelayanan Medik ICU & UGD Rawat Inap Rawat Jalan Laboratorium Administrasi

Luaran

Pasien Sembuh/ Cacat/ meninggal

Hasil Akhir

Pasien puas atau tidak, Rumah sakit maju atau mundur

Lingkungan Luar


(27)

Menurut Jacobalis (1989) rumah sakit sebagai suatu sistem terdiri dari :

1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan dan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis maupun tindakan non medis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan.

3. Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi lain terhadap pasien dalam arti derajat kesehatan.

Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen institusi kesehatan tersebut.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain.


(28)

4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien.

Menurut Depkes RI (1992) berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumah sakit tersebut telah memiliki kualitas


(29)

yang baik. Dengan demikian, lambat laun pada rumah sakit tersebut akan tercipta suatu citra yang positif dari masyarakatnya (Lestari, 2004).

2.2. Persepsi Konsumen

Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek berdasarkan kaca matanya sendiri, yang diwarnai oleh nilai dan pengalamannya. Notoatmodja (2003) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama.

Menurut Prasetijo (2004) pembentukan persepsi seseorang tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal seperti: pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianut, ekspetasi maupun faktor eksternal seperti: tampakan produk, sifat-sifat stimulus dan situasi lingkungan.

Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap kualitas pelayanan (Zeithmal, 1990).

Menurut Brown dkk (1991) persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan adalah didasarkan atas sebuah kompleksitas dari serangkaian berbagai variabel termasuk pengalaman langsung yang dimiliki oleh para pelanggan selama menggunakan jasa dan hubungan mereka dengan perusahaan atau yang lainnya


(30)

seperti apa yang mereka baca, lihat atau dengar mengenai perusahaan, dan apa yang mereka peroleh selama menggunakan dan berhubungan dengan jasa perusahaan.

Rifai (2005) mengemukakan bahwa secara umum fasilitas, perlakuan petugas, perilaku dokter mempengaruhi persepsi pasien dalam pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Binjai Kota. Situmorang (2006) yang juga meneliti tentang persepsi masyarakat tentang mutu pelayanan kesehatan di RSUD Kabanjahe Kab. Karo memperoleh hasil bahwa persepsi masyarakat tentang mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan penampilan fisik rumah sakit, kepastian pelayanan, kehandalan petugas, ketanggapan pelayanan, empati dan biaya pelayanan.

2.3. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Lestari, 2004).

Goesth dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2004) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2004).


(31)

Tjiptono (2004) menyatakan kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga mereka lah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.

Menurut Nasution (2004) yang dikutip oleh Elisa (2007) ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceived

service, dimana apabila jasa yang dirasakan atau yang diterima (perceived service)

sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan, begitupula sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan buruk.

Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono, 2004).

Pohan (2003) menyatakan pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Menurut Azwar (1996) mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan


(32)

tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggarannya sesuai dengan standar dan kode profesi yang telah ditetapkan.

Kualitas dalam pelayanan kesehatan bukan hanya ditinjau dari sudut pandang aspek teknis medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya (Wijono,2000).

Perspektif pasien/masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pasien/masyarakat juga menganggap bahwa dimensi efektivitas, akses, hubungan interpersonal antar manusia, kesinambungan dan kenyamanan sebagai dimensi mutu pelayanan kesehatan yang sangat penting (Pohan, 2003).

Menurut Azwar (1994), ada enam bagian utama yang diidentifikasikan dari kualitas pelayanan yang berkaitan dengan pasien yaitu:

1. Proses masuk rumah sakit yang merupakan waktu tunggu, prosedur mendapatkan pelayanan, penetapan ruang perawatan, keramahan dan bantuan personil.

2. Pelayanan perawatan oleh perawat, informasi dari perawat dan daya tanggap perawat terhadap kebutuhan pasien

3. Pelayanan makanan, dihidangkan dengan temperatur yang sesuai dan waktu yang tepat, sesuai dengan kondisi penyakit pasien, serta kepuasan keseluruhan pada makanan yang dihidangkan.


(33)

4. Pemeliharaan rumah sakit dimana kesiapan ruangan pada saat pasien datang, kebersihan ruangan, kamar mandi, petugas kebersihan yang ramah.

5. Pelayanan teknis di rumah sakit, waktu tunggu pemeriksaan laboratorium dan radiologi, keramahan personilnya, adanya informasi yang cukup dari dokter tentang jadwal pemeriksaan, jadwal pengobatan serta keramahan dokter.

Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Zeithaml dan Berry (1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut :

1. Reliabilitas, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap, berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para staff untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

3. Jaminan, berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan staff dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan.

4. Empati, berarti perusahaan bertindak demi kepentingan pasien, seperti kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian, memahami kebutuhan pelanggan.

5. Bukti fisik, berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan yang tersedia, material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.


(34)

Menurut Hanjon et al (2000) ada tujuh dimensi kualitas dalam pelayanan kesehatan, yang terdiri dari :

1. Jaminan, berkaitan dengan kebaikan atau sikap sopan santun yang ditunjukkan oleh dokter, perawat, ataupun staf lainnya dan kemampuan mereka untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan pasien.

2. Empati, berkenaan dengan kepedulian dokter dan para staf dalam pelayanan kesehatan dengan memberikan perhatian secara individual kepada pasien.

3. Reliabilitas atau kehandalan, berkaitan dengan kemampuan untuk memberikan atau menampilkan pelayanan sesuai dengan harapan dan tepat.

4. Daya tanggap, meliputi kesediaan untuk memberikan pelayanan yang cepat. 5. Tampilan fisik, berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan dan bentuk atau keadaan

hubungan personal.

6. Pelayanan medis, berkaitan dengan aspek inti dari pelayanan medik: kelayakan, efektifitas dan manfaat pelayanan untuk pasien.

7. Profesionalisme, berkaitan dengan pengetahuan, keahlian teknis dan pengalaman dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Gronroos (2000) memaparkan tiga dimensi utama atau faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas yaitu outcome-related (technical

quality), process-related (functional quality), dan image-related dimensions. Ketiga

dimensi ini kemudian dijabarkan yaitu sebagai berikut:

1. Professionalism and Skills, yaitu merupakan outcome related, dimana pelanggan


(35)

sumber daya fisiknya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

2. Attitudes and Behavior yaitu merupakan process related. Pelanggan merasa

bahwa karyawan dalam memberikan pelayanan selalu memperhatikan mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan dengan senang hati.

3. Accessibility and Flexibility merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa

penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengaksesnya dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

4. Reliability and Trustworthiness merupakan process related. Pelanggan meyakini

bahwa apapun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa, karyawan dan sistemnya dalam memenuhi janji-janjinya dan bertindak demi kepentingan pelanggan.

5. Service recovery merupakan process related. Pelanggan meyakini bahwa bila ada

kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, penyedia jasa akan segera dan secara aktif mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan menemukan solusi yang tepat.

6. Serviscape merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa kondisi fisik dan

aspek lingkungan service encounter lainnya mendukung pengalaman positif atas proses jasa.


(36)

7. Reputation and Credibility merupakan image related. Pelanggan meyakini bahwa

bisnis penyedia jasa dapat dipercaya.

Menurut Cooper (1994) yang dikutip Lita (2004) mengemukakan bahwa kualitas dokter, fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas diagnosa, kualitas perawatan keseluruhan, perhatian interpersonal, kesadaran staf terhadap kebutuhan personel pasien, kontrol pasien, pengalaman rumah sakit, lokasi dan biaya, kemudahan dari lokasi akan berpengaruh terhadap citra rumah sakit. Hal tersebut sejalan dengan Josito (1997) yang menggunakan aspek kualitas pelayanan meliputi keterampilan dokter dan perawat, keakuratan hasil pemeriksaan penunjang medis, kebersihan ruangan, kecanggihan alat dalam penelitiannya persepsi terhadap citra rumah sakit medistra dikalangan eksekutif masyarakat Jakarta.

Hasil penelitian Lita (2004), physical support dan contact personnel pada sistem penyampaian jasa rumah sakit mempunyai peran dalam membentuk citra rumah sakit. Contact personnel mempunyai pengaruh lebih kuat daripada physical

support terhadap citra rumah sakit, karena personnel merupakan orang yang terlibat

langsung dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Physical support meliputi kelayakan fasilitas gedung, ketersediaan, peralatan, kenyamanan, kondisi ruangan, kebersihan, kestrategisan lokasi dan fasilitas pendukung. Contact personal meliputi penampilan, kemampuan, daya tanggap, kecepatan, ketepatan, keramahan, kemudahan menemui dan memperoleh informasi serta prosedur pelayanan yang diberikan petugas.


(37)

2.4. Citra

Peran citra sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan suatu lembaga seperti rumah sakit. Citra perusahaan yang positif, akan membantu dalam era kondisi persaingan saat ini. Menurut Zeithaml (1996) citra perusahaan yang baik merupakan asset bagi kebanyakan perusahaan, karena citra dapat berdampak kepada persepsi atas kualitas, nilai dan kepuasan.

Menurut Kotler (2003) citra adalah seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut. Pengertian citra itu sendiri abstrak atau intangible, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian, penerimaan, kesadaran dan pengertian, baik semacam tanda respek dan rasa hormat, dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas terhadap perusahaan sebagai sebuah badan usaha ataupun terhadap personilnya (dipercaya, profesional dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik). Terciptanya suatu citra perusahaan yang baik dimata khalayak atau publiknya akan banyak menguntungkan (Ruslan, 1995).

Citra tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya, yang mempunyai landasan utama pada segi pelayanan (Alma, 2005).


(38)

Belanger (2002) yang dikutip oleh Lita (2004) menyatakan bahwa citra organisasi merupakan hasil tanggapan pribadi seorang individu terhadap suatu organisasi. Respon muncul akibat interaksi baik yang direncanakan atau tidak, dipengaruhi atau tidak, melalui perantara atau interpersonal. Citra masyarakat terhadap suatu organisasi, seringkali merupakan hasil interaksi masyarakat dengan anggota organisasi.

Menurut Kotler (2003) citra perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Adreassen dan Lindestad (1998) menyatakan citra perusahaan dapat diidentifikasi sebagai suatu faktor untuk mengevaluasi jasa dan perusahaan secara keseluruhan. Evaluasi secara keseluruhan terhadap perusahaan diukur dengan menggunakan 3 indikator yaitu, (1) pendapat keseluruhan perusahaan, (2) pendapat mengenai kontribusi perusahaan untuk masyarakat dan (3) kesukaan terhadap perusahaan.

Sutojo (2004) mengatakan citra masyarakat terhadap perusahaan didasari pada apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Keberhasilan perusahaan membangun citra dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu :

1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan kelompok sasaran.

2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realitas.

3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan. 4. Citra yang ditonjolkan mudah dimengerti kelompok sasaran.


(39)

5. Citra yang ditonjolkan merupakan sarana untuk mencapai tujuan usaha.

Citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat sebagai berikut : (1) daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap, (2) menjadi perisai selama masa krisis, (3) menjadi daya tarik eksekutif andal, (4) meningkatkan efektivitas strategi pemasaran, dan (5) penghematan biaya operasional.

Citra korporasi dan atau lokal (corporate and/or local) sangat penting dalam sebagian besar jasa. Faktor ini bisa mempengaruhi persepsi terhadap kualitas secara signifikan melalui berbagai cara. Jika penyedia jasa memiliki citra positif dibenak pelanggan, kesalahan minor yang terjadi sangat mungkin dimaafkan. Apabila kesalahan kerapkali terjadi, citra positif tersebut bakal rusak. Sebaliknya jika citra organisasi negatif, maka dampak dari setiap kesalahan kerapkali jauh lebih besar ketimbang bila citranya positif. Dalam kaitannya dengan persepsi terhadap kualitas, citra dapat dipandang sebagai filter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas keseluruhan (Gronroos, 2000).

2.5. Landasan Teori

Citra merupakan sebuah peran yang terpusat pada persepsi pelanggan akan kualitas jasa atau kualitas pelayanan. Citra merupakan hal yang penting bagi suatu perusahaan dan oganisasi lainnya. Oleh karena itu penting sekali untuk mengelola citra dengan suatu cara yang tepat (Gronroos, 2000).

Menurut Gronroons (2000) pengalaman dalam menggunakan jasa merupakan sebuah fungsi dari dua dimensi kualitas yaitu technical quality adalah apa yang


(40)

Technical Quality of

the Outcome What of the Process HowFunctional Quality Image

(corporate/local)

Total Quality

diperoleh pelanggan sebagai hasil dari transaksi antara penyedia dan pengguna jasa dan functional quality adalah bagaimana pelanggan memperoleh jasa tersebut. Dua model dimensi kualitas jasa tersebut menentukan citra perusahaan, hal ini karena adanya pengaruh persepsi pelanggan akan kualitas jasa tersebut. Persepsi pelanggan tersebut merupakan hasil penilaian pelanggan terhadap perbandingan antar jasa yang dirasakan dan diharapkan.

Gambar 2.2. Dua Dimensi Kualitas Jasa (Gronroos, 2000)

Keterkaitan antara pengalaman kualitas dengan aktivitas pemasaran tradisional akan menghasilkan perceived service quality (total perceived quality) Persepsi kualitas positif diperoleh apabila kualitas yang dialami (experienced quality) sesuai dengan atau memenuhi harapan pelanggan (expected quality). Bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi kualitas total (total perceived quality) akan rendah, bahkan sekalipun kualitas yang dialami secara objektif benar-benar baik.


(41)

Kualitas yang diharapkan dipengaruhi sejumlah faktor, diantaranya komunikasi pemasaran, komunikasi dari kata-kata mulut, citra korporasi/lokal, harga, serta kebutuhan dan nilai pelanggan. Komunikasi pemasaran meliputi periklanan, direct mail, website, komunikasi internet, kampanye penjualan, dan promosi penjualan, yang secara langsung berada dalam kendali perusahaan. Sementara itu faktor kata-kata mulut, citra, dan public relations hanya dapat dikendalikan secara tidak langsung oleh perusahaan (Gronroons, 2000).

Untuk mengukur citra sarana pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Menurut Gronroons (2000) pengalaman dalam menggunakan jasa merupakan sebuah fungsi dari dua dimensi kualitas yaitu technical quality dan functional quality yang akan menentukan citra perusahaan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Cooper (1994) yang dikutip oleh Lita (2004), Josito (1997) dan Lita (2004) bahwa pelayanan kesehatan yang dimiliki dan diberikan kepada pengguna jasa oleh suatu institusi seperti rumah sakit akan berpengaruh pada citra rumah sakit tersebut.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori maka peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian seperti pada Gambar 2.3.:


(42)

Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari persepsi tentang dimensi kualitas teknis dengan indikator professionalism dan persepsi tentang dimensi kualitas fungsional dengan indikator reliability, attitudes, accessibility, service

recovery, serviscape. Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah

citra.

Persepsi Tentang Dimensi Kualitas Teknis

X1. Professionalism

Persepsi Tentang Dimensi Kualitas Fungsional

X2. Reliability X3. Attitudes X4. Accessibility X5. Service recovery X6. Serviscape


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey, dengan tipe

explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara

variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1986).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah berkelas C. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009, dengan perincian survei pendahuluan dilakukan pada bulan Juni 2008 dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang sedang menjalani perawatan, dengan kriteria semua pasien umum. Berdasarkan rekapitulasi data jumlah pasien rawat inap selama tiga bulan terakhir adalah 976 orang.

Menurut Arikunto (2002), apabila jumlah populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya,


(44)

jika jumlah populasi besar (lebih dari 100), dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana, sempit luasnya wilayah pengamatan serta besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Berdasarkan pendapat Arikunto tersebut, peneliti mengambil sampel penelitian sebesar 10% dari jumlah populasi, yaitu 10% x 976. Dari perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel sebesar 97,6 yang dibulatkan menjadi 98. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Pasien yang dirawat lebih dari 2 x 24 jam, karena dianggap telah mengetahui situasi rumah sakit.

2. Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berwawancara/menjawab pertanyaan. 3. Pasien anak-anak diwakili orang tuanya atau keluarga terdekat.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui wawancara langsung berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik rumah sakit dan manajemen rumah sakit.


(45)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menunjukkan sejauhmana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh benar–benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas data yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi pearson product moment corelation coefecient (r), dengan ketentuan ( Riduwan, 2005):

a) Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid; b) Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid.

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan ( Riduwan, 2005):

a) Jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel; b) Jika nilai r Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel.

Hasil pengujian instrumen yang dilakukan terhadap 30 responden diperoleh bahwa :

1. Untuk instrumen professionalism terdiri dari 4 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.6476 dan r maksimum 0.9230, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha


(46)

2. Untuk instrumen reliability terdiri dari 4 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.6554 dan r maksimum 0.8645, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha

cronbach = 0.8988, maka dinyatakan reliabel.

3. Untuk instrumen attitudes terdiri dari 8 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0,5393 dan r maksimum 0,7872, maka dinyatakan valid; dan nilai

alpha cronbach = 0.9133, maka dinyatakan reliabel.

4. Untuk instrumen accessibility terdiri dari 7 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.4510 dan r 0.8353 maksimum, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha

cronbach = 0.8484, maka dinyatakan reliabel.

5. Untuk instrumen service recovery terdiri dari 4 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.7884 dan r maksimum 0.9384, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha

cronbach = 0.9446, maka dinyatakan reliabel.

6. Untuk instrumen serviscape terdiri dari 6 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.5364 dan r maksimum 0.8827, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha

cronbach = 0.9154, maka dinyatakan reliabel.

7. Untuk instrumen citra terdiri dari 6 item pertanyaan didapatkan nilai r minimum 0.5803 dan r maksimum 0.7228, maka dinyatakan valid; dan nilai alpha cronbach = 0.8444, maka dinyatakan reliabel (Hasil output dapat dilihat pada lampiran).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional


(47)

I. Variabel Independen

Persepsi pasien tentang kualitas pelayanan terdiri dari :

1. Persepsi tentang dimensi kualitas teknis adalah tanggapan pasien terhadap apa yang bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh responden, dengan indikator: a. Professionalism, yaitu tanggapan pasien bahwa penyedia jasa pelayanan menjamin dalam mengatasi masalah yang dihadapinya dengan terampil dan profesional.

2. Persepsi tentang dimensi Fungsional adalah tanggapan pasien terhadap bagaimana penyedia jasa memberikan pelayanan kepada pasien, dengan indikator:

a. Reliability adalah tanggapan pasien mengenai keandalan petugas dalam

memberikan pelayanan kepada responden;

b. Attitudes adalah tanggapan pasien terhadap sikap yang ditunjukkan

petugas dalam memberikan pelayanan kepada responden;

c. Accessibility adalah tanggapan pasien terhadap kemudahan mendapatkan

pelayanan baik kemudahan menemui petugas, waktu kerja, menjangkau fasilitas dan lokasi pelayanan kesehatan;

d. Service Recovery adalah tanggapan pasien bahwa petugas mampu

mengatasi masalah-masalah atau kesalahan tertentu yang tidak diduga yang terjadi akibat dari tindakan pelayanan yang diberikan;

e. Serviscape adalah tanggapan pasien terhadap kondisi fisik dan lingkungan


(48)

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang terdiri dari persepsi pasien tentang dimensi kualitas teknis dengan indikator

professionalism dan persepsi pasien tentang dimensi fungsional dengan indikator reliability, attitudes, accessibility, service recovery dan serviscape menggunakan

skala likert dengan alternatif jawaban sangat baik (nilai 5), baik (nilai 4), kurang baik (nilai 3), tidak baik (nilai 2) dan sangat tidak baik (nilai 1).

Demikian juga metode pengukuran terhadap variabel dependen yaitu citra dengan alternatif jawaban sangat setuju (nilai 5), setuju (nilai 4), kurang setuju (nilai 3), tidak setuju (nilai 2) dan sangat tidak setuju (nilai 1). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.1.:


(49)

Tabel 3.1. : Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variabel Indikator Kategori Skala Ukur Variabel Independen

Professionalism(X1) 4 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Reliability(X2) 4 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Attitudes (X3) 8 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Accessibility (X4) 7 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Service recovery (X5) 4 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Serviscape (X6) 6 1. Sangat Tidak Baik

2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik

5. Sangat Baik

Likert

Variabel Dependen

Citra (Y) 6 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Kurang Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju


(50)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan derajat kepercayaan 95% (nilai probabilitas 0,05). Bila nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat.


(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang adalah rumah sakit tipe C milik Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tamiang yang berpenduduk ± 125.000 jiwa beralamat di Jl. Kesehatan Kecamatan Karang Baru. Lokasinya sekitar 1,5 Km dari pusat kota Kuala Simpang dan berada sekitar 0,5 Km dari jalur jalan negara yang menghubungkan Banda Aceh-Medan. Memiliki luas area 6 hektar dimana perbandingan lahan terbangun 30% berupa gedung dan fasilitas rumah sakit. Masih tersedia lahan kosong untuk pengembangan rumah sakit selanjutnya.

Pada awalnya RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ini merupakan Rumah Sakit Umum Kuala Simpang peninggalan Pemerintah Belanda yang berfungsi sebagai rumah sakit perkebunan, yang dibangun pada tahun 1915 dan pada tahun 1974 diubah statusnya menjadi Puskesmas Karang Baru. Pada tanggal 2 Februari 2003 Puskesmas Karang Baru mengalami peningkatan status pelayanan menjadi pelayanan rumah sakit. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 930/MENKES/SK/VI/2003 status pelayanan RSUD Kabupaten Aceh Tamiang menjadi rumah sakit dengan klasifikasi Kelas C terhitung sejak tanggal 24 Juni 2003 dan pada tanggal 2 Agustus 2003 dikukuhkan dengan penandatanganan prasasti oleh Bapak Ahmad Sujudi selaku Menteri Kesehatan RI (Profil RSUD Tamiang, 2006).


(52)

Sarana dan prasarana yang tersedia di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari poliklinik rawat jalan (yang terdiri dari: klinik dokter umum, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, klinik anak, klinik bedah, klinik gigi, klinik mata, klinik THT, klinik paru, klinik syaraf , IGD) dan rawat inap dengan 133 tempat tidur (yang terdiri dari ruang VIP, kelas I, kelas II dewasa, kelas II anak, kelas III, ruang bersalin dan ruang neonatus). Tersedia juga pelayanan penunjang medik (terdiri dari: 2 unit kamar operasi, apotik/farmasi, laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik, ICU) dan pelayanan penunjang non medik (terdiri dari: instalasi gizi, pemulasaran jenazah, IPSRS, loundry, gedung generator set) serta pelayanan administrasi (rekam medik dan administrasi umum).

Tugas utama RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, RSUD Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai fungsi antara lain:

1. Menyelenggarakan pelayanan medis

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis 3. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

4. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan 5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan


(53)

7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

8. Menyelenggarakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya

4.1.2. Visi dan Misi

Visi RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah ” Menjadi Rumah Sakit Pemerintah Kelas C yang terbaik di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Untuk mewujudkan visi tersebut, RSUD Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai misi:

1. Melakukan persiapan penyediaan sumber daya manusia sesuai standar akreditasi rumah sakit kelas C di Indonesia

2. Melakukan penyediaan sarana dan prasarana rumah sakit sesuai standar akreditasi rumah sakit kelas C di Indonesia

3. Memanfaatkan peluang yang ada semaksimal mungkin 4. Melaksanakan sistem manajemen rumah sakit terkini

4.1.3. Ketenagaan

Pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang didukung oleh berbagai jenis ketenagaan yang berjumlah 358 orang, baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Tidak Tetap, Honorer maupun Bakti. Dengan kualifikasi 13 orang dokter Umum, 4 orang dokter spesialis dan 1 orang dokter gigi. Sedangkan untuk spesialis THT, Mata, Paru dan Syaraf, pihak rumah sakit menjalin kerjasama dengan para dokter spesialis dari RSU Langsa dan masih bersifat dokter kunjungan.


(54)

Ketenagaan yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang sebagian berasal dari Puskesmas Karang Baru yang memiliki etos kerja dan komitmen yang rendah dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, sehingga perlu dilakukan pembinaan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas pelayanan sesuai standar rumah sakit tipe C. Pihak manajemen rumah sakit juga sudah menetapkan pola kerja pada setiap unit pelayanan, namun dalam pelaksanaannya belum optimal sesuai dengan harapan. Hal ini dikarenakan rendahnya motivasi kerja dari sumber daya manusia terutama petugas yang berhubungan langsung dengan pasien, selain itu juga disebabkan oleh terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang ada sehingga mempengaruhi beban kerja.

4.1.4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor: 5 tahun 2007 tanggal 20 Maret 2007, adalah sebagai berikut:


(55)

Aceh Tng

Gambar 4.1. Bagan Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

4.2. Karakteristik Responden

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan umur terdapat 12 orang (12.2%) umur < 25 tahun, 19 orang (19.4%) umur 25-34 tahun, 34 orang (34.8%) umur 35-44

DIREKTUR SATUAN PENGAWASAN INTERN Komite Medis KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL SUB BAGIAN TATA

USAHA Staf Medis Fungsional Fungsional Keperawatan Umum & Perlnegkapan

Kepegawaian Keuangan

SEKSI KEPERAWATAN SEKSI PENGENDALIAN MEDIS SEKSI PELAYANAN MEDIS FARMASI RAWAT JALAN PATOLOGI KLINIK Subsie Penunjang Medis Subsie rawat &

Asuhan Keperawatan Subsie Logistik Keperawatan Subsie Penelitian, Informasi, Promosi dan Upaya Rujukan

RAWAT INAP GIZI

INSTALASI

Subsie Yanmed Rawat Jalan, Rawat Inap,

Gawat Darurat

Subsie Yanmed Rawat Intensif, Bedah Sentral dan Rekama Medis

RAWAT INTENSIF GAWAT DARURAT PATOLOGI ANATOMI BEDAH SENTRAL IPSRS PEMULASARAN JENAZAH RADIOLOGI


(56)

tahun, 12 orang (12.2%) umur 45-54 tahun dan 21 orang (21.4%) umur > 54 tahun. Dengan demikian responden terbanyak adalah yang berumur 35-44 tahun.

Tabel 4.1. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Orang Persentase (%) 1

2 3 4 5

< 25 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun > 54 tahun

12 19 34 12 21 12.2 19.4 34.8 12.2 21.4

Total 98 100

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan tingkat pendidikan terdapat 25 orang (25.5%) pendidikan SD, 14 orang (14.3%) SLTP, 45 orang (45.9%) SLTA, 6 orang (6.1%) Akademi dan 8 orang (8.2%) Perguruan Tinggi. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar responden berpendidikan SLTA.

Tabel 4.2. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Orang Persentase (%) 1 2 3 4 5 SD SLTP SLTA Akademi Perguruan Tinggi 25 14 45 6 8 25.5 14.3 45.9 6.1 8.2

Total 98 100

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan responden kurang dari Rp. 500.000 sebanyak 15 orang (15.3%), 39 orang (39.8%) berpendapatan antara Rp. 500.000


(57)

sampai Rp. 1.000.000, 24 orang (24.5%) berpendapatan antara Rp. 1.000.000 sampai

Rp. 1.500.000, 13 orang (13.3%) berpendapatan antara Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.000.000 dan 7 orang (7.1%) berpendapatan lebih dari Rp. 2.000.000.

Kebanyakan responden berpendapatan antara Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000. Tabel 4.3. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendapatan

No Pendapatan Jumlah Orang Persentase (%) 1

2 3 4 5

< Rp. 500.000

Rp. 500.000-< Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000-< Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000-< Rp. 2.000.000 > Rp. 2.000.000

15 39 24 13 7

15.3 39.8 24.5 13.3 7.1

Total 98 100

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukan 6 orang (6.1%) tidak bekerja, 36 orang (36.7%) ibu rumah tangga, 12 orang (12.2%) petani, 2 orang (2.1%) bekerja di Yayasan, 1 orang (1.1%) POLRI, dan 41 orang (41.8%) bekerja sebagai wiraswasta. Dengan demikian, pekerjaan responden terbanyak adalah wiraswasta dan ibu rumah tangga. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(1)

peneliti selama dilapangan, dokter dalam melakukan visite pada pasien rawat inap sering tidak sesuai dengan jadwal dan terburu-buru sementara untuk pasien rawat jalan, dokter sering telat menangani pasien sehingga pasien harus antri dan menunggu berjam-jam. Menurut asumsi peneliti tidak tepatnya waktu pelayanan oleh dokter, selain disebabkan karena jumlah dokter spesialis tidak sesuai dengan jumlah pasien yang harus dilayani, juga karena tidak adanya kedisiplinan para dokter khususnya dokter spesialis terhadap jadwal yang telah ditetapkan.

Secara umum responden berpersepsi ketepatan pelayanan perawatan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang kurang baik, karena masih ada juga perawat yang memasang infus harus melakukannya lebih dari satu kali, hal ini menyebabkan pasien cemas dan trauma terutama pada anak-anak. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan khususnya pelayanan perawat, diharapkan perawat harus melaksanakan pelayanan perawatan yang tepat, sesuai dengan standar pelayanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (1994), yang menyatakan perawat merupakan ujung tombak dari suatu unit layanan kesehatan di rumah sakit, maka untuk dapat dikatakan kualitas layanan kesehatan pada suatu rumah sakit baik, paling tidak perawat harus dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi.

4. Hubungan Persepsi Pasien tentang Attitudes dengan Citra

Menurut Gronroos (2000) attitudes berkaitan dengan sikap karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, diharapkan karyawan selalu memperhatikan, berusaha membantu menyelesaikan masalah pasien secara cepat dan senang hati, bersikap ramah, menjaga sopan santun serta peduli terhadap keluhan pasien.

Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang kualitas pelayanan pada dimensi attitudes yang membahas tentang waktu khusus pada pasien untuk berkonsultasi, perhatian dokter dalam menangani pasien, sikap simpatik dokter, sikap perhatian dan kesediaan waktu perawat dalam memahami keluhan dan membantu pasien, serta keramahan perawat dan kesiapan staf dalam

memberikan pelayanan pada pasien, dengan citra rumah sakit, dimana p = 0.000 < 喉 0.05.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Lita (2000) di beberapa Rumah Sakit Umum di Sumatera Barat, yang menyatakan bahwa contact personnel mempunyai peran dan pengaruh yang lebih kuat daripada physical support terhadap citra rumah sakit, karena

personnel dalam hal ini petugas kesehatan

merupakan orang yang terlibat langsung dalam memberikan pelayanan yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden menjawab tidak baik mengenai waktu khusus berkonsultasi yang diberikan oleh dokter. Hal ini disebabkan karena dokter tidak memberikan waktu khusus kepada pasien untuk berkonsultasi, sementara pasien sangat mengharapkan adanya waktu khusus tersebut, karena mereka ingin mendapatkan informasi yang jelas mengenai diagnosis, prosedur medis, prognosa (perjalanan) penyakit dan perkembangan kondisi pasien lainnya. Pada dasarnya semua pasien berhak atas informasi tentang dirinya dan penyakitnya serta langkah-langkah pengobatan apa yang akan dijalani. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (1998) yang menyatakan bahwa pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan memiliki hak untuk memperoleh penjelasan menyangkut diagnosa, prognosis, terapi dan tindakan medik apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan itu dan alternatif terapi lainnya dari tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas perawatannya.

Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpersepsi perhatian dokter terhadap pasien dan kesimpatikan sikap dokter dalam menenangkan rasa cemas terhadap penyakit yang pasien alami masih tidak baik. Mereka menyatakan dokter hanya memberikan tindakan medis, kurang ramah, berbicara kepada pasien hanya sebentar saja. Tidak ada sikap dan


(2)

komunikasi yang menunjukkan dokter perhatian dan bisa mengurangi rasa cemas pada pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Padahal menurut Azwar (1996) setiap dokter diharapkan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.

Secara umum responden berpersepsi kurang baik mengenai pelayanan perawat RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang antara lain meliputi perhatian, keramahan, sikap dan kesediaan waktu perawat dalam menanggapi keluhan pasien karena masih ada perawat yang kurang ramah, tidak tersenyum jika berhadapan dengan pasien atau keluarga yang menunggui, kurang peduli dan tidak ada waktu dalam memahami keluhan pasien. Responden juga mengeluh perawat lebih sering terlihat duduk-duduk dan mengobrol di ruangan jaga pada waktu jam kerja daripada memperhatikan pasien. Padahal menurut Yani (1994) seorang perawat dituntut harus mampu melaksanakan tugas-tugas keperawatan, prosedur dan peraturan secara profesional. Pasien juga sangat mengharapkan agar perawat melayani mereka dengan sikap ramah, sopan, perhatian dan penuh pengertian dan menurut pendapat Azwar (1996) untuk dapat terselenggaranya pelayanan yang bermutu, sikap dan tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan adalah sangat penting dan Sabarguna (2004) juga menyatakan bahwa pelayanan yang tepat, kompeten, ramah dan menanggapi keluhan secara bijaksana merupakan promosi yang tepat. Setiap petugas di rumah sakit, harus dapat memberikan pelayanan yang memuaskan dan menjadi sadar bahwa tiap tindakkannya bisa menjadi alat untuk mempromosikan rumah sakit.

5. Hubungan Persepsi Pasien tentang Accessibility dengan Citra

Pohan (2003) keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan artinya pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa.

Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang kualitas pelayanan pada dimensi

accessibility yang membahas tentang

kemudahan pasien dalam menjangkau lokasi, ruang pelayanan, ruang perawatan, mendapatkan pelayanan yang cepat, menjumpai dokter selama 24 jam, tarif pelayanan dan juga kemudahan memperoleh kejelasan informasi dari petugas, dengan citra rumah sakit, dengan

p = 0.000 < 喉 0.05.

Hal ini sesuai dengan pendapat Gronroos (2000) yang menyatakan

accessibility akan berpengaruh pada citra

suatu penyedia jasa dan juga hasil penelitian yang dilakukan Cooper (Lita, 2004) bahwa kualitas dokter, fasilitas perawatan, kualitas perawatan keseluruhan, kesadaran staf terhadap personel pasien, lokasi, biaya dan kemudahan untuk menjangkau lokasi akan berpengaruh terhadap citra rumah sakit.

Sebagian besar responden berpersepsi bahwa lokasi RSUD Kabupaten Aceh Tamiang masih kurang baik karena letaknya tidak berada dekat jalan raya. Walaupun demikian beberapa responden menganggap letak rumah sakit sudah strategis dan mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum karena tidak terlalu jauh dari jalan raya. Sesuai dengan pendapat Sabarguna (2004) yang menyatakan bahwa lokasi digunakan untuk mencapai pelanggan yang dituju dan Azwar (1996) juga menyatakan suatu pelayanan kesehatan dikatakan berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu. Jika lokasi pelayanan terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai dan apabila keadaan ini sampai terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien.

Secara umum responden menyatakan untuk menjangkau ruang pelayanan dan perawatan sudah baik. Poliklinik rawat jalan dan pelayanan penunjang medis seperti radiologi, laboratium serta apotik, letaknya sangat berdekatan sehingga


(3)

mudah dijangkau oleh pasien. Sedangkan untuk ruang perawatan, lokasinya juga tidak terlalu jauh dari rawat jalan dan IGD, letaknya juga berdekatan antara ruang perawatan yang satu dengan ruang perawatan yang lainnya.

Mengenai kemudahan untuk menemui dokter selama 24 jam, kebanyakan responden menyatakan kurang baik terutama dokter spesialis. Beberapa responden menyatakan mereka sulit menjumpai dokter spesialis diluar jadwal pemeriksaan yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit khususnya dokter spesialis mata, paru, tht, dan syaraf karena tidak setiap hari ada di rumah sakit. Menurut Azwar (1996) pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan ataupun kebutuhan pelayanan kesehatan.

Mengenai penetapan tarif pada setiap pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, secara umum responden berpersepsi sudah baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (1996) yang menyatakan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan, suatu pelayanan disebut berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa.

Staf yang informatif adalah sebagai penentu pelayanan yang berkualitas. Sebagian besar responden berpersepsi masih kurang baik mengenai kemudahan untuk memperoleh informasi yang jelas dari petugas. Hal ini disebabkan karena RSUD Kabupaten Aceh Tamiang memang belum memiliki bagian yang khusus untuk mengelola informasi sehingga beberapa responden merasa bingung untuk menanyakan informasi tentang pelayanan.

6. Hubungan Persepsi Pasien tentang Service Recovery dengan Citra

Service recovery merupakan kemampuan

penyedia jasa mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan menemukan solusi yang tepat dengan cepat dan secara aktif, bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan pada pelanggan (Gronroos, 2000).

Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang kualitas pelayanan pada dimensi service

recovery yang membahas tentang kemampuan

dokter untuk cepat tanggap menyelesaikan

keluhan pasien, daya tanggap perawat untuk membantu pasien pada saat dibutuhkan, kemampuan staf memberikan pelayanan yang cepat dan mengenai jaminan keamanan terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, dengan citra rumah sakit, dimana p = 0.000 < 喉 0.05.

Hal ini sesuai dengan pendapat Gronroos (2000) dan juga hasil penelitian yang dilakukan Lita (2004) di beberapa Rumah Sakit Umum di Sumatera Barat, yang menyatakan bahwa ketanggapan dan kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien akan berpengaruh terhadap citra rumah sakit.

Dari hasil penelitian secara umum responden berpersepsi dokter, perawat dan tenaga non medis mempunyai service

recovery yang kurang baik dalam memberi

pelayanan kepada pasien dan hasil tabulasi silang menunjukkan memberi respon kurang setuju pada citra rumah sakit. Padahal menurut Zeithmal dkk (Tjiptono, 2005) kesediaan dan kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap merupakan dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan dan Azwar (1994) juga menyatakan daya tanggap perawat terhadap kebutuhan pasien merupakan salah satu bagian yang dinilai dari kualitas pelayanan yang berkaitan dengan pelayanan terhadap pasien.

Mengenai jaminan keamanan terhadap pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien, sebagian besar responden menyatakan kurang baik. Padahal menurut Pohan (2003) pelayanan kesehatan itu harus aman baik bagi pasien, bagi pemberi pelayanan ataupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus aman dari resiko cedera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh pelayanan kesehatan itu sendiri, oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.


(4)

7. Hubungan Persepsi Pasien tentang Serviscape dengan Citra

Serviscape merupakan kondisi fisik dan aspek

lingkungan pada penyedia jasa yang akan mendukung proses dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang kualitas pelayanan pada dimensi serviscape dengan citra rumah sakit dimana p = 0.000 < 喉 0.05. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Lita (2000) di beberapa Rumah Sakit Umum di Sumatera Barat, yang menyatakan bahwa citra rumah sakit dan kepercayaan pelanggan bisa dibentuk dari physical

support yang dimiliki rumah sakit seperti fasilitas

gedung, peralatan, sarana pendukung, kenyamanan dan keamanan rumah sakit, ekterior dan interior gedung, tata letak ruangan, kebersihan dan penerangan.

Secara keseluruhan, sebagian besar responden berpersepsi bahwa kenyamanan, keteraturan dan kebersihan ruang pelayanan, kelengkapan alat-alat medis dan penampilan petugas rumah sakit masih kurang baik sehingga perlu dilakukan peningkatan dan perbaikan pada serviscape agar pasien merasa nyaman selama berinteraksi dengan pelayanan yang ada di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Pohan (2003) yang menyatakan kenyamanan pelayanan kesehatan sangat terkait pada penampilan fisik pelayanan kesehatan, pemberi pelayanan, peralatan medik dan juga non medik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan:

1.Secara keseluruhan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah kurang baik dan kebanyakan responden menyatakan kurang setuju mengenai penyataan tentang citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, hal ini disebabkan karena pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka, dimana:

− Prosedur penerimaan pasien dan pelayanan kesehatan belum dapat dilakukan secara cepat dan tepat sehingga pasien masih harus antri dan menunggu lama serta merasa ragu terhadap pelayanan yang diberikan.

− Dokter masih tidak tepat waktu terhadap jadwal pelayanan yang telah ditentukan dan pasien juga sulit menjumpai dokter diluar jadwal pemeriksaan terutama dokter spesialis karena dokter tidak selalu ada di rumah sakit.

− Sikap dokter dan perawat yang kurang ramah dan kurang komunikatif terhadap pasien serta kurang memberikan waktu untuk konsultasi dan memahami keluhan pasien.

− Pasien menyatakan kondisi ruang rawat inap masih kurang nyaman dan alat-alat untuk menunjang diagnostik juga masih perlu dilengkapi.

2.Hasil uji Chi-Square dapat dilihat bahwa seluruh variabel bebas yang meliputi

professionalism, reliability, attitudes, accessibility, service recovery, dan serviscape berhubungan secara signifikan

dengan citra RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Saran

Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan dan citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Prosedur penerimaan antara pasien baru dengan pasien lama perlu dipisahkan untuk mempersingkat waktu penerimaan pasien.

2. Meningkatkan kedisiplinan dan komitmen dalam bekerja pada seluruh petugas rumah sakit agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat dan dapat melaksanakan tugas, fungsi serta perannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi rumah sakit.

3. Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan


(5)

pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.

4. Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik guna membentuk karakter kepribadian pada sumber daya manusia

5. Standar operasional prosedur (SOP) pada setiap unit pelayanan dan hospital by low perlu ditetapkan serta diterapkan oleh pihak manajemen dan petugas RSUD Kabupaten Aceh Tamiang dan diperlukan adanya sosialisasi ke semua jenjang misalnya dengan mengadakan pertemuan rutin minimal seminggu sekali untuk sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan SOP.

6. Agar efektif nya pelaksanaan SOP perlu mengaktifkan komite medik dalam pengawasan dan pihak manajemen perlu melakukan pengawasan terhadap perilaku karyawanterutama dalam penerapan SOP yang telah ditetapkan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat dilakukan perbaikan dan memberikan sanksi tegas jika ada yang melakukan kesalahan.

6. Pihak rumah sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan rumah sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan kebersihan lingkungan rumah sakit.

Daftar Pustaka

Aditama, T,Y, 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Universitas Indonesia, Jakarta.

Andreassen, Tor Warlin Lindestad, 1998. The Impact of Corporate Image on Quality, Custumer Satisfaction and Loyality for Custumers with Varying Degrees of Service Expertise, International Journal of Service Industry Management volume 9, Bradford.

Assauri, Sofjan, 2003. “Customer Service yang Baik Landasan Pencapaian Customer Satisfaction” dalam Usahawan, No. 01, Tahun XXXII, Jakarta.

Azwar, A, 1994. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan (Aplikasi Prinsip Lingkungan Pemecahan Masalah), Yayasan penerbit IDI Jakarta. ________, 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Brown, Stephen W, Evert Gummesson, Bo Edvardsson, Bengtove Gustavsson, (1991). Service Quality Multidisciplinary and Multinational Perspectives, Lexington Books.

Depkes RI, 1992. Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, Jakarta.

_________, 2004. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Goonroos, C, 2000. Service Management and Marketing, Published by Jhon Wiley and Sons Ltd, England.

Iskandar, D, 1998. Rumah Sakit Tenaga Kesehatan Dan Pasien, Sinar Grafika, Jakarta.

Jasito, 1997. Persepsi terhadap Citra Rumah Sakit Medistra di Kalangan Eksekutif Masyarakat Jakarta, Tesis KARS Universitas Indonesia, Depok, Jakarta

Kotler, Philip, 2000. Manajemen Pemasaran, Edisi Millenium, Prehallindo, Jakarta

___________, 2003. Marketing Management, Eleeventh Edition, Prentice Hall.


(6)

Lestari, T.R.P, 2004. Pemasaran Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit sebagai Upaya Menciptakan Image Positif di masyarakat, Jurnal Manajemen Administrasi Rumah Sakit Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta

Lita, P.Pr, 2004. Pengaruh Sistem Penyampaian Jasa terhadap citra Rumah Sakit dan dampaknya terhadap Kepercayaan Pelanggan pada Rumah Sakit Umum Sumatera Barat, Ilmu Ekonomi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Notoatmodjo, S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Pohan, I, 2003. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta

Situmorang, H, 2006. Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan di RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo, Tesis, SPS USU, Medan.

Qanun Kabupaten Aceh Tamiang, 2007. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

Riduwan, M, 2005. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alphabet, Bandung.

Rifai, A, 2005. Pengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Pengobatan di Puskesmas Binjai Kota, Tesis, SPS USU, Medan.

RSUD Kab. Aceh Tamiang, 2006. Profil RSUD Tamiang.

Prasetijo, R, Ihalauw, JJOI, 2004. Perilaku Konsumen, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Riduwan, M, 2005. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alphabet, Bandung.

Soejitno, Alkatiri, dan Ibrahim, 2002. Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Grasindo, Jakarta.

Tjiptono F, 2004. Manajemen jasa, Andi Offset, Yogyakarta.

_________, 2005. Service Quality and Satisfaction, Andi Offset, Yogyakarta. Wijono, J, 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya.

Yani, A, 1994. Manajemen Keperawatan, Program Studi KARS Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.

Zeithmal, Valarie A, and Bitner, Mary Jo, 1996. Services Marketing, Singapore, McGraw-Hill.

Zeithmal, Valarie A, Parasuraman, A, Berry, LL, 1990. Delivering Quality Service Balancing Customer Perceptions and Expectations, New York.