PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI

(1)

commit to user

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III

SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

RISCHA FERDY NURSITA X7109090

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III

SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh:

RISCHA FERDY NURSITA X7109090

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.

Disusun Oleh :

Nama : Rischa Ferdy Nursita

Nim : X7109090

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari :

Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Yulianti, M.Pd Drs. Hasan Mahfud, M.Pd

NIP. 19541116 198203 2 002 NIP.19590515 198703 1 002

Ketua Program S1 PGSD

Drs. Kartono, M.Pd


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.

Disusun Oleh :

Nama : Rischa Ferdy Nursita

Nim : X7109090

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Sukarno, M.Pd ____________

Sekretaris : Drs. Kartono, M.Pd ____________

Anggota I : Dra. Yulianti, M.Pd ____________

Anggota II : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ____________

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Rischa Ferdy Nursita. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011, Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.

Tujuan penelitian adalah (1) Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD). (2) Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto pada tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa kelas III adalah 13 orang yang terdiri dari 5 orang siswa putra dan 8 orang siswa putri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, display data/ penyajian data, dan mengambil kesimpulan/ verifikasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa yang pada awalnya hanya 38,46% (5 dari 13 siswa), pada siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 69,23% (9 dari 13 siswa), dan pada siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 84,61% (11 dari 13 siswa). Sedangkan nilai rata-ratanya yang semula 55,38, pada siklus I meningkat menjadi 65,38, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,38.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto tahun pelajaran 2010/2011 dan di dalam proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 ada beberapa hal yang peneliti temui selama penelitian.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Rischa Ferdy Nursita. THE APPLICATION OF THE COOPERATIVE LEARNING MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) TO IMPROVE THE MASTERY OF FRACTAL NUMBER CONCEPT OF THE STUDENTS IN GRADE III OF STATE PRIMARY SCHOOL I OF PENGKOL, JATIROTO, WONOGIRI IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, May 2011.

The objective of the research are: (1) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 through the application of the cooperative learning model (STAD); and (2) to describe the process of the application of the cooperative learning model (STAD) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011.

This research used a classroom action research method with two cycles consisting of four phases, namely: planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of the research were the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 as many as 13 students comprising 5 male students and 8 female students. The data of the research were gathered through observation, test, and documentation. The data were then analyzed by using an interactive technique of analysis claimed by Miles and Huberman, consisting of data reduction, data display, and conclusion drawing/ data verification.

The results of the research are as follows. Prior to the treatments, the students who fulfill the learning completeness criteria are 38,46% (5 out of 13 students). Following the treatments, the students who fulfill the learning completeness criteria increase up to 69,23% (9 out of 13 students) in Cycle I and 84,61% (11 out of 13 students) in Cycle II respectively. In addition, prior to the treatments, the average class score of the students is 55,38. Following the treatments, their average class scores become 65,38 in Cycle I and 80,38 Cycle II respectively.

Based on the results of the research a conclusion is drawn that the application of the cooperative learning model (STAD) is able to improve the mastery of fractal number concept ot the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 and the process of the application of the cooperative learning model (STAD) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 there are some matter researcher meets during research.


(7)

commit to user

vii MOTTO

Langkah kakiku ini terus berjalan, kulangkahkan dengan pasti untuk melihat secercah harapan di depan mataku ini, walau banyak halangan

dan rintangan kusiap melewatinya, harus slalu semangat, tekun, berusaha, dan slalu berdoa itulah kuncinya.

(Penulis)

Berjuang untuk hidup dan hidup butuh pengorbanan. (Penulis)

Kesabaran adalah kunci keberhasilan. (Penulis)


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsiku ini untuk:

Bapak dan ibu tersayang, terimakasih atas doa dan dukungan yang

senantiasa kalian berikan dalam menyelesaikan skripsiku ini.

Kakakku, Luchy Hendra Wiputra, terimakasih atas motivasinya.

FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta kampus


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun

Pelajaran 2010/2011”. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana pada program PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin skripsi;

3. Drs. Kartono, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin skripsi;

4. Dra. Yulianti, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar;

5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan lancar;

6. Rukayah, M.Hum, selaku Pembimbing Akdemik, yang telah memberikan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNS;


(10)

commit to user

x

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, yang telah memberikan ilmu kepada penulis;

8. Kepala Sekolah, Bapak/ Ibu Guru, dan murid-murid SDN I Pengkol, yang telah membantu dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini;

9. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca yang budiman.

Surakarta, Mei 2011


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PENGAJUAN SKRIPSI... ii

PERSETUJUAN... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK... v

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6

B. Penelitian yang Relevan... 29

C. Kerangka Berpikir... 31

D. Hipotesis Penelitian... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 33

B. Subjek Penelitian... 33

C. Sumber Data... 33

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 34

E. Validitas Data... 35


(12)

commit to user

xii

G. Indikator Kerja... 39

H. Prosedur Penelitian... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 46

B. Deskripsi Kondisi Awal... 46

C. Deskripsi Data Tindakan... 48

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 65

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan... 70

B. Implikasi... 71

C. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Kemajuan Individu... 24

Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa Sebelum Tindakan... 47

Tabel 3. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 1... 54

Tabel 4. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 2... 55

Tabel 5. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1... 62

Tabel 6. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2... 63

Tabel 7. Frekuensi Nilai Siswa Siklus I... 76

Tabel 8. Frekuensi Nilai Siswa Siklus II... 78


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir... 31

Gambar 2. Analisis Model Melis dan Huberman... 38

Gambar 3. Model Penelitian... 40

Gambar 4. Grafik Nilai Sebelum Tindakan... 48

Gambar 5. Grafik Nilai Siklus I... 66

Gambar 6. Grafik Nilai Siklus II...67


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kriteria Ketuntasan Minimal Matematika... 76

Lampiran 2. Silabus Kelas III Semester 2... 77

Lampiran 3. RPP Siklus I Pertemuan 1... 78

Lampiran 4. LKS Siklus I Pertemuan 1... 87

Lampiran 5. RPP Siklus I Pertemuan 2... 89

Lampiran 6. LKS Siklus I Pertemuan 2... 99

Lampiran 7. RPP Siklus II Pertemuan 1... 101

Lampiran 8. LKS Siklus II Pertemuan 1... 110

Lampiran 9. RPP Siklus II Pertemuan 2... 111

Lampiran 10. LKS Siklus II Pertemuan 2... 120

Lampiran 11. Daftar Nilai Sebelum Tindakan... 121

Lampiran 12. Pembagian Kelompok Siklus I... 122

Lampiran 13. Nilai Kuis Siklus I... 123

Lampiran 14. Penghargaan Tim Siklus I... 124

Lampiran 15. Nilai Rata-rata Siklus I... 126

Lampiran 16. Pembagian Kelompok Siklus II... 127

Lampiran 17. Nilai Kuis Siklus II... 128

Lampiran 18. Penghargaan Tim Siklus II... 129

Lampiran 19. Nilai Rata-rata Siklus I... 131

Lampiran 20. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1... 132

Lampiran 21. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2... 133

Lampiran 22. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1...134

Lampiran 23. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2...135

Lampiran 24. Indikator Penilaian Aktivitas Sisw... 136

Lampiran 25. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1... 138

Lampiran 26. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2... 139

Lampiran 27. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1... 140

Lampiran 28. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2... 141


(16)

commit to user

xvi

Lampiran 30. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 1... 145

Lampiran 31. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 2... 146

Lampiran 32. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 1... 147

Lampiran 33. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 2... 148


(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan proses interaksi dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi antara guru dan peserta didik memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Dalam proses pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan utama ialah adanya proses belajar pada siswa yakni proses berubahnya tingkah laku siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Melalui proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari interaksi tindak belajar. Dari hasil belajar tersebut keberhasilan pengajaran dapat dilihat. Karena menurut Nana Sudjana (2005:37) kriteria keberhasilan pengajaran itu dapat ditinjau dari hasil. Asumsi dasarnya adalah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil/produk dari pengajaran itu.

Hasil belajar merupakan hasil kegiatan setelah anak didik mengalami pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Menurut Nana Sudjana (2005:39), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama antara lain faktor dari dalam diri siswa yaitu kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan yaitu berkaitan dengan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran merupakan tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, dalam pembelajaran guru hendaknya memilih suatu pendekatan yang sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3), model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang sistematis dalam


(18)

commit to user

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Setiap model pembelajaran memberikan tekanan pada aspek tertentu dibandingkan model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, guru dapat memilih model pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Misalnya saja memilih model pembelajaran kooperatif, menurut Sugiyanto (2009:37) pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Untuk itu di dalam kegiatan pembelajaran diutamakan pada kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Anita Lie (2008:31), unsur-unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan antara lain saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dengan menerapkan kelima unsur tersebut, diharapkan siswa dapat saling bekerja sama, saling membantu menguasai materi yang disampaikan oleh guru, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.

Dalam kenyataannya, di kelas III SDN I Pengkol Jatiroto banyak siswa yang belum menguasai konsep bilangan pecahan. Hal ini ditunjukkan dari keseluruhan jumlah peserta didik yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) baru 30,76% sedangkan 69,23% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Rendahnya penguasaan konsep bilangan pecahan disebabkan karena guru masih bersifat dominan dalam pembelajaran atau guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional. Guru belum mengutamakan kerja sama di antara anak untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru hanya menyampaikan materi sedangkan peserta didik hanya mendengar dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Sehingga peserta didik tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang membuat peserta didik


(19)

commit to user

mudah merasa jenuh dan tidak tertarik dalam pembelajaran. Apabila masalah tersebut tidak teratasi maka akan berdampak lebih luas lagi yaitu siswa sulit memahami bilangan pecahan yang lebih kompleks.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik mudah memahami materi tentang bilangan pecahan dan dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan. Maka dipilihlah model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD), karena penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) sangat tepat digunakan untuk mengajarkan materi bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol, Jatiroto. Dalam (http://www.trisnimath.blogspot.com/ diakses tanggal 26-12-2010) dijelaskan bahwa materi matematika yang relevan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah materi-materi yang hanya untuk memahami fakta-fakta, konsep-konsep dasar, dan tidak memerlukan penalaran yang tinggi dan juga hafalan. Sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) tersebut diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol, Jatiroto.

STAD merupakan tipe pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif yang akan mendorong siswa saling berdiskusi, saling membantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan. Untuk itu dalam penerapannya, peserta didik perlu dibekali berbagai keterampilan-keterampilan agar pembelajaran menjadi efektif. Dalam (http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/karakteristik-stad/diakses tanggal 26-12-2010) keterampilan yang terdapat dalam STAD antara lain melakukan kerja sama seperti berani bicara dan mengemukakan pendapat, bertanya, menghargai pendapat teman, memberi semangat pada teman untuk berbicara, tidak mendominasi pembicaraan kelompok, dan mempunyai kemampuan berargumentasi. Dengan dibekalinya berbagai keterampilan tersebut maka akan mendorong peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik mudah menyerap materi tentang bilangan pecahan.


(20)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul ’’Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011?

2. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions

(STAD).

2. Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011.


(21)

commit to user

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil pembelajaran dan sebagai referensi bagi peneliti yang akan datang, yang akan melakukan penelitian berkenaan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif STAD untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1) Bertambahnya wawasan guru untuk lebih inovatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran metematika.

2) Memberikan masukan bagi guru, bahwa model pembelajaran kooperatif STAD dapat digunakan sebagai metode pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.

b. Bagi Siswa

1) Meningkatnya penguasaan konsep bilangan pecahan. 2) Mempermudah siswa dalam memahami bilangan pecahan. c. Bagi Sekolah

1) Meningkatnya mutu pendidikan melalui penerapan pembelajaran yang inovatif.


(22)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan a. Pengertian Penguasaan Konsep

Penguasaan merupakan pemahaman/ kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan dan kepandaian. Dalam (http://www.artikata.com/arti-369095-penguasaan.php, diakses tanggal 26 Januari 2010), penguasaan didefinisikan sebagai suatu proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan.

Secara sederhana konsep dapat diartikan sebagai langkah untuk memberikan label kepada sesuatu, yang dapat membantu seseorang untuk mengenal, mengerti, dan memahami terhadap sesuatu tersebut. Slameto (1991:135), menjelaskan bahwa pada waktu orang belajar nama-nama atau perkataan-perkataan, mengasosiasikan perkatan-perkataan itu dengan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, dengan demikian perkataan-perkataan itu menunjukkan konsep yang dimilikinya. Ada empat dasar untuk mendefinisikan perkataan yang menunjuk konsep. Dirangkum dari Slameto (1991:135) dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Sifat-sifat yang dapat diukur atau dapat diamati. Misalnya semangka dan pepaya adalah buah-buahan yang sama-sama memberi rasa segar, tetapi berbeda bentuknya, besarnya, dan kulitnya.

2) Sinonim, antonim, dan makna semantik lain.

3) Hubungan-hubungan logis dan aksioma/definisi dari sudut ini secara langsung menunjuk sifat-sifat tertentu. Misalnya garis lurus dibatasi sebagai jarak terdekat antara dua titik.

4) Manfaat dan gunanya. Misalnya pensil untuk menulis, palu untuk memukul. Moore dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), berpendapat bahwa konsep merupakan sesuatu yang tersimpan dalam pikiran yang berupa suatu pemikiran, ide atau gagasan. Menurut Parker dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), konsep adalah suatu gagasan tentang sesuatu yang ada dan dapat diwujudkan dengan


(23)

commit to user

contoh. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep, diakses tanggal 24 Januari 2011), konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Menurut Ruminiati (2007: 1-28), konsep merupakan suatu pernyataan yang masih bersifat abstrak/ pemikiran untuk mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan-angan seseorang. Sedangkan menurut Bruner dalam Ruminiati (2007:1-28), konsep adalah suatu kata yang bernuansa abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau peristiwa.

Penguasaan konsep merupakan long term memory yang dituangkan dalam bentuk jawaban atas pertanyaan untuk beberapa waktu ke depan. Dalam (http://webcache.googleusercontent.com/search=cache:+Wv7zVQ25HYJ:kary ailmiah-ardhiprabowo.blogspot.com/2010/06/penguasaan-konsep-matematika. html diakses tanggal 26 Januari 2011), Artigue (2001:57) menjelaskan bahwa ingatan jangka panjang yang baik artinya konsep yang diterima telah masuk ke dalam ranah psikologis siswa. Akibatnya kapanpun siswa ditanya mengenai konsep yang telah diberikan, diyakini bahwa siswa tersebut dapat menjawab pertanyaan konsep.

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa penguasaan konsep merupakan suatu proses untuk menguasai atau memahami suatu gagasan/ pengertian/ kesimpulan dari sesuatu yang tersimpan/ yang ada dari berbagai/ sekelompok data/ fakta yang memiliki ciri yang sama.

b. Pengertian Bilangan Pecahan

Bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari keseluruhan suatu himpunan ataupun suatu benda. Menurut Heruman (2007:43), pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam arsiran gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.

Jika kita membagi suatu daerah persegi panjang menjadi delapan bagian yang sama besar seperti gambar berikut:


(24)

commit to user

maka setiap bagian mempunyai luas seperdelapan dari luas daerah persegi panjang seluruhnya. Luas bagian yang diblok adalah seperdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang 1/8. Sedangkan luas bagian yang tidak diblok adalah tujuh perdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang 7/8. Bentuk penulisan dan seperti di atas disebut pecahan.

Cholis Sa’dijah (1999:148) menerangkan bahwa bentuk penulisan a/b disebut pecahan dengan a dan b bilangan cacah b ≠ 0. Dalam hal ini a disebut pembilang dan b disebut penyebut. Darhim (1991:163), berpendapat bahwa bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis dengan bentuk a/b di mana a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0. Pada pecahan a/b, a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut.

Pecahan digunakan apabila membicarakan bagian-bagian benda atau bagian-bagian himpunan atas beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu, bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari keseluruhan suatu himpunan ataupun suatu benda.

Dirangkum dari Darhim (1991:163), peragaan bilangan pecahan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pecahan didasarkan atas pembagian benda

Lingkaran di atas dianggap satuan. Artinya lingkaran itu menunjukkan atau mewakili bilangan satu. Apabila lingkaran itu dipotong menjadi dua bagian yang sama panjang, maka tiap-tiap bagian itu menunjukkan pecahan setengah atau seperdua. Gambarnya sebagai berikut:


(25)

commit to user

Apabila lingkaran tadi dibagi menjadi empat bagian yang sama, maka setiap bagian menunjukkan pecahan seperempat. Gambarnya sebagai berikut:

2) Pecahan didasarkan atas himpunan bagian.

Banyak anggota himpunan di atas ada 4. Yang hitam adalah satu perempat bagian dari seluruhnya, dengan lambang 1/4.

Himpunan gambar segitiga di atas dianggap menunjukkan bilangan 1. Himpunan itu dapat dianggap menjadi 3 himpunan bagian yang sama banyak. Salah satu himpunan bagian itu adalah segitiga hitam. Maka himpunan segitiga hitam itu menunjukkan pecahan 1/3.

Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pecahan merupakan bagian dari sesuatu yang utuh dan dinyatakan dalam bentuk a/b dengan a dan b bilangan cacah, b ≠ 0.

c. Macam-macam Pecahan

Pecahan ada beberapa macam, dirangkum dari buku Cholis Sa’dijah (1999:149-151), peneliti menguraikan bahwa macam-macam pecahan antara lain:


(26)

commit to user

1) Pecahan yang Ekuivalen

= = merupakan pecahan yang ekuivalen, artinya ketiga pecahan tersebut menyatakan bilangan yang sama. Pecahan ekuivalen juga disebut pecahan senilai atau pecahan seharga atau pecahan yang sama.

2) Pecahan Paling Sederhana

Bentuk pecahan paling sederhana, jika pembilang dan penyebut tidak mempunyai faktor persekutuan.

Contoh pecahan paling sederhana: , , , dan . 3) Pecahan Senama

Dinamakan pecahan senama, jika mempunyai penyebut yang sama. Contoh: , , .

4) Pecahan Campuran

Pecahan campuran adalah pecahan yang pembilangnya lebih besar dari penyebutnya, sehingga jika disederhanakan akan menghasilkan bentuk bulat dan pecahan.

Contoh: = , =

d. Membandingkan Dua Pecahan

Dalam membandingkan pecahan, kita dapat menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika lebih besar dan dapat menggunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih kecil. Dirangkum dari Khafid Kasri (2004:156), berikut ini peneliti menguraikan cara membandingkan bilangan pecahan:

1) Menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika lebih besar

Contoh:


(27)

commit to user

1/3 lebih dari 1/4 atau 1/3 > 1/4

2) Mengunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih kecil

Contoh:

1/6 kurang dari 1/3 atau 1/6 < 1/3

1/4 kurang dari 1/3 atau 1/4 < 1/3

3) Menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari

Dirangkum dari Nur Fajariyah (2008:143), berikut ini peneliti memberikan contoh cara menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh:

a) Ibu membeli kue. Bagian yang 1/4 dimakan Kak Jo dan yang 2/4 dimakan Ayah. Siapakah yang makan kue lebih banyak?

Jawab:

Bagian yang dimakan Kak Jo adalah1/4. Bagian yang dimakan Ayah adalah 2/4.

Jadi, Ayah makan bagian kue lebih banyak atau lebih besar daripada Kak Jo. (Lebih banyak dapat berarti lebih besar daripada atau dengan simbol “>”). b) Kakek mempunyai semangka bagian. Nenek mempunyai semangka bagian.


(28)

commit to user

Jawab:

Bagian semangka kakek = . Bagian semangka nenek = .

Jadi, kakek mempunyai semangka lebih sedikit daripada nenek. e. Pengertian Matematika

Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Menurut Gagne dalam Nyimas Aisyah (2007:3-2) objek belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. Dari pendapat tersebut, peneliti menguraikan bahwa objek langsung dalam matematika itu terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Fakta merupakan perjanjian-perjanjian dalam metematika seperti simbol-simbol matematika. Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Sedangkan objek tak langsung itu meliputi transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika.

Matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun arti atau definisi yang tepat dari matematik tidak dapat diterapkan secara pasti dan singkat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa metematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang terbagi menjadi empat wawasan yang luas, yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisis, dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistik.

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007:1), matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma, dan akhirnya ke dalil. Soedjadi (2000:11) berpendapat bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik,


(29)

commit to user

pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. Sutawijaya dalam Nyimas Aisyah (2001:1) berpendapat bahwa matematika mengkaji benda abstrak yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut Hudoyo dalam Nyimas Aisyah (2001:1), berpendapat bahwa matematika berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bilangan, kalkulasi, penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, dan struktur-struktur yang logik.

f. Bilangan Pecahan dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pada pembelajaran metematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Dalam metematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Nyimas Aisyah (2007:9-20) menjelaskan bahwa konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi bagi siswa. Namun, guru diharapkan merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Jadi di dalam pembelajaran matematika itu, siswa diharapkan dapat menemukan kembali akan konsep, aturan, ataupun algoritma.

Menurut Heruman (2007:2) konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Dari berbagai konsep tersebut, peneliti dapat menguraikan bahwa penanaman konsep merupakan pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah


(30)

commit to user

mempelajari konsep tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Pemahaman konsep merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Sedangkan pembinaan keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Konsep bilangan pecahan masuk dalam pembelajaran matematika dengan tujuan agar siswa dapat mendiskripsikan pecahan, menyebutkan macam-macam pecahan, membandingkan pecahan, mengurutkan pecahan, menghitung pecahan, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Akbar Sutawijaya (1992:152), menjelaskan siswa akan mudah memahami konsep bilangan pecahan jika menggunakan daerah geometris yang dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian pecahan yang kita kehendaki dengan jalan melipat. Misalnya saja jika suatu lingkaran dilipat menurut garis tengahnya, maka garis lipatnya akan membagi daerah lingkaran menjadi dua bagian yang sama dan masing-masing merupakan setengah daerah dari keseluruhan yang utuh.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran konsep matematika harus ada keterkaitan antara pengalaman belajar anak sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan, siswa diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam membangun konsep sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan berbagai konsep. Untuk itu peneliti hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep bilangan pecahan, sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan konsep bilangan pecahan tersebut.


(31)

commit to user

2. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif (STAD) a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Di dalam pembelajaran guru tentu saja mendidik siswa untuk menguasai suatu bahan ajar. Sardiman (1992:53) menjelaskan bahwa kegiatan mendidik merupakan usaha membina diri anak didik secara utuh, baik kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang berpribadi. Sedangkan Nabisi Lapono (2008:44) menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang mendidik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk membantu peserta didik berkembang secara utuh, baik dalam dimensi kognitif maupun dalam dimensi afektif dan psikomotorik.

Asep Jihad (2010:11) menjelaskan, bahwa di dalam proses pembelajaran terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Menurut Syaiful Sagala (2010:61), pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Oemar Hamalik (2009:57) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan


(32)

commit to user

pembelajaran. Nana Sudjana (2005:43), berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses, terjadinya interaksi guru dan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam Syaiful Sagala (2010:62), pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran, diakses tanggal 26 Januari 20011), pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan menurut Usman dalam Asep Jihad (2010:12), pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Model Pembelajaran

Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ada banyak hal yang dapat guru lakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Salah satunya dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Di dalam memilih model pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa hal agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sebaiknya model pembelajaran yang dipilih dapat menumbuhkan motivasi siswa, membuat siswa aktif dalam pembelajaran, dan pembelajaran yang dilakukan dapat membekas dalam benak anak. Isjoni (2008:146) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3), model pembelajaran adalah kerangka konseptual


(33)

commit to user

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dalam (http://akhmad sudrajat. wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/, diakses tanggal 13 Pebruari 2011), model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan prosedur dan pedoman bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa model atau strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Diantaranya adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran berbasis masalah.

Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Slavin (2010:33), menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

Anita Lie (2008:28), berpendapat bahwa model pembelajaran gotong royong didasari oleh falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang


(34)

commit to user

penting, tanpa ada kerja sama tidak ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Nur dalam Isjoni (2008:153), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Menurut Abdulhak dalam Isjoni (2008:154), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri. Sedangkan Sugiyanto (2009:37), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada beberapa ciri dalam model pembelajaran kooperatif. Menurut Lie dalam Sugiyanto (2009:40-42) elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

Elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan positif

Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.


(35)

commit to user

2) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog.

3) Akuntabilitas individual

Model pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.

Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, menumbuhkan siswa untuk saling berinteraksi, memberikan penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok, dan menumbuhkan keterampilan sosial seperti sikap sopan kepada teman, sikap berani menyampaikan pendapat, dan sikap saling menghargai.

e. Beberapa Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif. Menurut Sugiyanto (2009:44), tipe-tipe dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group Investigasion, dan Struktural.

Berbagai tipe model pembelajaran kooperatif tersebut dapat peneliti uraikan sebagai berikut:


(36)

commit to user

1) Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap anggota tim saling membantu untuk menguasai bahan ajar, tiap minggu atau dua minggu guru memberikan evaluasi, tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan tim yang terbaik diberi penghargaan.

2) Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pelaksanaanya kelas dibagi menjadi beberapa tim, bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, para anggota dari beberapa tim membentuk kelompok baru, kelompok baru tersebut dinamakan kelompok pakar. Kelompok pakar berkumpul untuk saling membantu mengkaji bahan tersebut, selanjutnya siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula untuk mengajar materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah berdiskusi, siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

3) Group Investigation

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dalam Group Investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Selain itu menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun ketrampilan proses memiliki kelompok.

4) Struktural

Model pembelajaran kooperatif tipe struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan dengan maksud menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur tujuannya untuk mengajarkan ketrampilan sosial.


(37)

commit to user

Dari berbagai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif di atas, di dalam penelitian ini, peneliti cenderung menerapkan model pembelajaran kooperatif

Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan dasar pertimbangan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif (STAD) akan membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran. Karena dalam model pembelajaran kooperatif (STAD) akan mendorong siswa untuk saling berdiskusi dan saling membantu menguasai bahan ajar yang diberikan oleh guru. Sehingga dengan penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD), peserta didik akan mudah memahami materi bilangan pecahan dan pada akhirnya menguasai konsep bilangan pecahan. Di samping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) memiliki banyak keuntungan. Menurut Sugiyanto (2009:43-44), keuntungan penggunaan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain:

a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

f) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai persfektif.

j) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

k) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas. Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa keuntungan penggunaan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain: dengan siswa saling berdiskusi dapat meningkatkan kesetiakawaan sosial, dapat menumbuhkan sikap saling menghargai, menghilangkan sifat egois, menumbuhkan sikap persahabatan, dan menumbuhkan sikap keberanian untuk menyampaikan pendapat di hadapaan orang banyak.


(38)

commit to user

f. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD)

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar di dalam suatu lingkungan belajar. Di dalam pembelajaran, guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran. Misalnya saja model pembelajaran konstekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, maupun model pembelajaran berbasis masalah.

Dari berbagai model pembelajaran tersebut, misalnya guru memilih menerapkan model pembelajaran kooperatif. Di dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa tipe yang dapat diterapkan. Misalnya saja guru memilih untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada dasarnya untuk memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang diajarkan guru. Slavin (2010:11) bependapat bahwa Student Team Avhievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Kemudian memberikan penghargaan kepada tim yang memperoleh skor rata-rata dengan kriteria tertentu. Menurut Nurhadi (2004:65) dalam http:// biology education research. blogspot. com/2009/11 pembelajaran-kooperatif -stad-student.html, diakses tanggal 08 Pebruari 2011, pembelajaran kooperatif STAD dipandang sebagai metode paling sederhana dan paling langsung dalam pembelajaran kooperatif, metode STAD lebih menekankan pada berbagai ciri pengajaran langsung yaitu siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk berlatih menyelesaikan masalah.


(39)

commit to user

Berdasarkan pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen dengan tujuan agar mereka saling berdiskusi untuk menyelesaikan tugas, dan saling membantu dalam menguasai materi yang diberikan.

g. Komponen dalam Student Team Achievement Divisions (STAD)

Ada beberapa komponen dalam model pembelajaran kooperatif (STAD). Menurut Slavin (2010:143), ada lima komponen dalam STAD antara lain presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Kelima komponen tersebut dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1) Presentasi Kelas

Presentasi kelas merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi dalam STAD. Dalam presentasi kelas harus berfokus pada unit STAD. Hal ini dilakukan agar siswa menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2) Tim

Tim adalah bagian yang penting dalam STAD. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Tujuan dibentuknya tim yaitu agar siswa saling membantu dalam menyelesaikan tugas dan pada akhirnya dapat menguasai materi yang diajarkan.

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Dalam kuis siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.

4) Skor Kemajuan Individu


(40)

commit to user

siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Skor kemajuan individu tertera pada tabel 1:

Tabel 1. Skor Kemajuan Individu

Skor Kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10-1 poin di bawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20

Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

5) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa komponen dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain presentasi kelas yang merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi dalam STAD, membentuk tim yang bertujuan agar siswa saling membantu dalam menyelesaikan tugas, memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan ajar, memberikan skor kemajuan untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat, dan merekognisi tim yaitu tim akan mendapat penghargaan apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

h. Langkah-langkah dalam Pelaksanaan Student Team Achievement Divisions

Sebelum melaksaakan model pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Menurut Slavin (2010:147-151), persiapan dalam penggunaan STAD antara lain materi, membagi para siswa ke dalam tim, menentukan skor awal pertama,


(41)

commit to user

dan membangun tim. Berbagai persiapan dalam penggunaan STAD, dapat peneliti uraikan sebagi berikut:

1) Materi

Materi yang digunakan dapat diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber terbitan lainnya atau bisa juga materi yang dibuat oleh guru.

2) Membagi para Siswa ke dalam Tim

Langkah-langkah dalam membentuk tim STAD antara lain: a) Memfotokopi lembar rangkuman tim.

b) Menyusun peringkat siswa dari tertinggi sampai yang terendah. c) Membagi tim berdasarkan jumlah siswanya.

d) Membagi siswa ke dalam tim yaitu setiap tim terdiri atas level yang kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang, dan tinggi. Level kinerja yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara.

3) Menentukan Skor Awal Pertama

Skor awal mewakili skor rata-rata siswa pada kuis-kuis sebelumnya. 4) Membangun Tim

Membangun tim berguna untuk memberi kesempatan kepada anggota tim untuk saling mengenal satu sama lain.

Sedangkan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) terdiri dari beberapa langkah. Menurut Sugiyanto (2009:44-45) langkah-langkah dalam pelaksanaan STAD dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin maupun kemampuannya.

2) Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi sesama anggota tim. 3) Secara individual atau tim, tiap minggu atau dua minggu guru mengadakan

evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.


(42)

commit to user

4) Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna akan mendapat penghargaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa hal yang harus disiapkan dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain: mempersiapkan materi, membagi para siswa ke dalam tim, menentukan skor awal pertama, dan membangun tim. Selanjutnya langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heteregon baik kemampuan maupun jenis kelaminnya, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota kelompok, tiap anggota menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan diskusi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan ajar, tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar dan kepada tim yang meraih prestasi tertinggi diberi penghargaan.

3. Tinjauan Tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dan pendidik pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, pendidik harus mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Hal ini diperlukan agar peserta didik merasa senang, tanggung jawab, dan konsentrasi selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan mengenali karakteristik siswa, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Dirangkum dari Martinis Yamin (2007:32-36), manfaat tersebut antara lain:

a. Memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kompetensi/ kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prerequisite/ kelanjutan bagi bahan/ materi baru yang akan disampaikan. Diharapkan bahan baru tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Sebaiknya materi itu merupakan kelanjutan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

b. Memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki siswa. Berdasarkan pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang


(43)

commit to user

tepat, mantap, dan memberi contoh yang akurat beserta elaborasi yang menarik kepada siswa, sehingga siswa lebih mudah menyerap bahan-bahan yang disajikan oleh guru.

c. Mengetahui latar belakang sosial dan kultur para siswa. Dengan demikian guru dapat memberikan bahan yang sesuai dengan metode yang efisien.

d. Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmani maupun rohaniah. Tingkat perkembangan ini besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dan cara belajar siswa. Dengan mengetahui tingkat perkembangan siswa, guru dapat menyesuaikan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. e. Mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa. Dengan cara ini guru dapat

merancang strategi yang lebih tepat dan akurat untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi itu, baik secara individual maupun kelompok.

f. Mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Perkembangan aspek kognitif dan intelektual tersebut dijadikan sebagai dasar dalam merencanakan pengetahuan baru, yang dirancang secara tepat.

g. Mengetahui tingkat bahasa siswa, baik lisan maupun tulisan. Dengan cara ini guru dapat menyesuaikan kemampuan berbahasa siswa agar terjadi komunikasi yang seimbang dan berhasil.

h. Mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai siswa. Hal ini dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam perencanaan pembelajaran.

Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Supandi (1992:44) dalam http://www.google.co.id/#hl =id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=karakteristik+siswa+sd&aq=o&aqi=&a ql=&oq=&fp=65637c177da1b125, diakses tanggal 13 Pebruari 2011, tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua dan tiga yang kisaran umurnya antara 6 atau 7 tahun. Sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam yang kisaran umurnya 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Makmun (1995:50) dalam http://www.google.co.id/#hl =id&source=hp&biw=1366&bih=580&q= karakteristik+siswa+sd&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=65637c177da1b125, diakses


(44)

commit to user

tanggal 13 Pebruari 2011, mengemukakan bahwa usia 9-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun dengan ciri perkembangan sosial yang pesat.

Pada dasarnya tahapan perkembangan pikiran anak terdiri dari beberapa tahap. Dirangkum dari Tim Dosen PGSD, 2003:63 , Piaget menjelaskan bahwa perkembangan anak yang pertama berada dalam tahap sensomotorik (0-2 tahun). Selama fase ini bayi mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengorganisasikan sensasi dan persepsi dengan gerakan fisik dan perilakunya. Kedua, anak mengalami tahap praoperasional (2,1-7 tahun), dalam tahap ini konsep-konsep stabil dibentuk, penalaran mental muncul, dan kepercayaan makin dibangun. Ketiga, anak mengalami tahap operasional konkrit (7,1-10). Tahap operasional konkrit adalah suatu tindakan mental yang dapat diputarbalikkan berdasarkan obyek yang riil dan konkrit. Keempat, anak mengalami tahap operasional formal (11,1-15), pada tahap ini memungkinkan kekuatan berpikir dapat mengembangkan wawasan kognitif baru dan sosial. Pada fase ini, pikiran anak menjadi lebih abstrak, logis, dan idealistik, mampu mengkaji pikiran sendiri dan orang lain.

Menurut Piaget dalam Heruman (2007:1), anak sekolah dasar berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru sehingga siswa mudah mengerti. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak.

Dalam pembelajaran matematika, setiap konsep yang abstrak harus dipahami siswa dan segera diberi penguatan agar bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk itu, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak


(45)

commit to user

hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa siswa SD umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun yang dalam perkembangan kognitifnya masih terikat dengan objek konkret. Berkaitan ini, di dalam melaksanakan penelitian, peneliti menyesuaikan dengan karakteristik anak kelas 3. Karena usia anak kelas 3 dalam fase operasional konkret, maka peneliti dalam pembelajaran bilangan pecahan juga akan menggunakan media konkret seperti tali atau pita yang akan mempermudah siswa dalam memahami materi bilangan pecahan.

B. Penelitian yang Relevan

Nita Praniyati (2010) yang berjudul ’’Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menghitung Pecahan Pada Siswa Kelas V SDN I Macanan Karanganyar’’ menyimpulkan bahwa melalui penerapan model kooperatif STAD pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN I Macanan Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Hal tersebut ditunjukkan dengan rata-rata nilai matematika hasil kuis individual pada siklus I sebesar 60,37 dan pada siklus II sebesar 69,90. Sehingga terdapat kenaikan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II. Sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I menunjukkan angka sebesar 63,33% (19 siswa dari jumlah 30 siswa tuntas dalam belajarnya) dan pada siklus II prosentase ketuntasan sebesar 80% (24 siswa dari jumlah 30 siswa tuntas dalam belajarnya). Sehingga terdapat peningkatan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II.

Sarifah Nurhasanah (2010) yang berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Pemahaman Peristiwa Proklamasi Indonesia Dalam Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Pereng Karanganyar”, menyimpulkan bahwa melalui penerapan model kooperatif STAD dapat meningkatkan pemahaman peristiwa proklamasi Indonesia pada siswa kelas V SD


(46)

commit to user

01 Pereng Kecamatan Mojogedang, Karanganyar. Hal ini ditunjukkan dengan rerata pemahaman peristiwa Proklamasi Indonesia pada kondisi awal 51% siswa tuntas belajar dengan nilai rata-rata 61,71. Pada siklus I rerata pemahaman sebesar 69,50%, siswa tuntas belajar dengan nilai rata-rata pertemuan pertama sebesar 68,94 sedangkan pertemuan kedua nilai rata-ratanya 74,57. Pada siklus II rerata pemahaman sebesar 85, 59%, siswa tuntas belajar dengan nilai rata-rata pertemuan pertama sebesar 78,28 sedangkan nilai rata-rata pada pertemuan kedua sebesar 81,22.

Feria Mey Lestari (2010) yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya Melalui Metode Student Team Achievement Divisions (STAD) Pada Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No 58 Surakarta” menyimpulkan bahwa penerapan metode STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No 58 Kecamatan Laweyan Surakarta. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata kelas pada kondisi awal 61,38 dengan ketuntasan klasikal 47,06 %. Pada siklus I rata-rata kelas meningkat menjadi 71,74 dan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 70,59%. Pada siklus II rata-rata kelas meningkat menjadi 76,79% dan ketuntasan klasikal semakin meningkat menjadi 88,24%.

Penelitian Nita Praniyati, Sarifah Hasanah, dan Feria Mey Lestari relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena penerapan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran di dalam kelas. Nita Praniyati menggunakan STAD untuk meningkatkan kemampuan menghitung pecahan, Sarifah Hasanah menggunakan STAD untuk meningkatkan pemahaman peristiwa proklamasi Indonesia, dan Feria Mey Lestari menggunakan STAD untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. Berdasarkan 3 (tiga) penelitian tersebut, akan menambah semakin kuatnya peneliti untuk cenderung menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto.


(47)

commit to user

C. Kerangka Berpikir

Pada kondisi awal pembelajaran guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional yaitu menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan bilangan pecahan. Siswa hanya bisa membayangkan sehingga materi yang disampaikan sulit dimengerti oleh siswa. Hal ini menyebabkan siswa kurang berperan aktif dalam pembelajaran dan tidak merangsang kreatifitas siswa. Karena permasalahan tersebut, maka setelah dilakukan evaluasi, penguasaan siswa tentang konsep bilangan pecahan masih rendah.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD). Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) dapat merangsang keaktifan dan kreatifitas siswa. Selain itu penerapan tipe STAD dapat mendorong siswa saling berdiskusi, saling membantu menyelesaikan tugas dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan penguasaan siswa tentang konsep bilangan pecahan

Pada akhirnya melalui penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD), dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto.

Berdasarkan pemikiran di atas, gambar kerangka pemikiran dalam penelitian ini tertera pada gambar 1:

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir Kondisi Awal Penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) Siklus I Siklus II Tindakan Kondisi Akhir Pembelajaran masih konvensional Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) penguasaan konsep bilangan pecahan dapat meningkat

Penguasaan siswa tentang konsep bilangan pecahan masih rendah


(48)

commit to user

D. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah:

”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011”.


(49)

commit to user

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN I Pengkol, Jatiroto Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011. Pemilihan SDN I Pengkol sebagai tempat penelitian didasari pertimbangan bahwa penguasaan konsep pada bilangan pecahan masih rendah, hal ini disebabkan karena guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu bulan Januari sampai bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan pada waktu itu karena Kompetensi Dasar (KD) bilangan pecahan masuk materi program semester II.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SDN I Pengkol, Jatiroto pada tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa kelas III adalah 13 orang yang terdiri dari 5 orang siswa putra dan 8 orang siswa putri.

C. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber. Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007:157), menjelaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data pada penelitian ini antara lain:

1. Sumber data primer yaitu siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.

2. Sumber data sekunder yaitu hasil tes tertulis tentang bilangan pecahan, hasil pengamatan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) di kelas III SDN I Pengkol Jatiroto, hasil pengamatan observer


(50)

commit to user

terhadap peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD), video, dan foto.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, pelaksanaan pengumpulan data antara lain dengan observasi, tes, dan dokumentasi. Adapun penjelasan dari berbagai pengumpulan data tersebut, antara lain:

1. Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran. Menurut Iskandar (2009:68), observasi merupakan pengamatan/ pengambilan data untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Ngalim Purwanto (2001:149), berpendapat bahwa observasi merupakan metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Sedangkan menurut Sukardi (2006:49), observasi merupakan tindakan atau proses pengambilan informasi melalui media pengamatan. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa observasi merupakan proses pengambilan data yang ditandai oleh pengamatan tentang apa yang dilakukan individu di lapangan dan membuat catatan secara objektif mengenai apa yang diamati.

Di dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap guru dan siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto. Peneliti menggunakan observasi dengan tujuan untuk mengamati perubahan tingkah laku siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) pada pembelajaran bilangan pecahan sedangkan observer mengamati kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD).

2. Tes

Tes dilakukan pada akhir pembelajaran. Tujuan diadakan tes yaitu untuk mengukur kemampuan siswa tentang materi yang sudah disampaikan. Menurut Sarwiji Suwandi (2009:39), tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites. Asep Jihad (2008:67), berpendapat bahwa tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus


(51)

commit to user

dilaksanakan oleh orang yang dites. Sedangkan Djemari Mardapi (2008:67), berpendapat bahwa tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar atau salah. Jadi dapat peneliti simpulkan, bahwa tes merupakan sejumlah pertanyaan yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes. Tes dilakukan kepada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto. Tes ini berisi sejumlah soal yang harus dijawab siswa. Soal yang diberikan pada siswa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa tentang bilangan pecahan.

3. Dokumentasi

Peneliti menggunakan dokumentasi berupa daftar nilai matematika, video, dan foto pada saat penerapan model pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas III SD N I Pengkol, Jatiroto. Daftar nilai matematika digunakan peneliti, karena untuk menganalisa seberapa jauh penelitian yang telah dilakukan artinya dengan daftar nilai matematika itu peneliti dapat mengukur tingkat keberhasilan di dalam penelitian dan peneliti dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bilangan pecahan. Sedangkan video dan foto digunakan oleh peneliti di dalam penelitian, karena digunakan untuk menggambarkan secara konkrit keadaan pada saat penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD).

E. Validitas Data

Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi. Iskandar (2009:84), berpendapat bahwa trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data. Lexy J. Moleong (2007:330), berpendapat bahwa trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut Sukardi (2006:107), trianggulasi digunakan untuk melakukan cross check data yang diperoleh dari lapangan, sehingga dalam melakukan analisis


(52)

commit to user

hanya data yang valid yaitu data yang benar-benar didukung oleh para tim peneliti yang diproses lanjut sebagai masukan laporan hasil maupun untuk tujuan membangun teori baru. Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa trianggulasi merupakan teknik yang digunakan untuk mencocokkan data yang diperoleh dari lapangan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itu, peneliti dapat mencocokkan data dengan cara membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Adapun trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan trianggulasi data/ sumber, trianggulasi metode, dan trianggulasi teori. Ketiga teknik trianggulasi tersebut, dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Trianggulasi data/ sumber yaitu mengumpulkan data yang sama/ sejenis dengan menggunakan beberapa sumber data yang berbeda. Di dalam penelitian ini, trianggulasi data dilakukan untuk pengecekan data hasil observasi aktivitas siswa kelas III SDN I Pengkol dalam pembelajaran penguasaan bilangan pecahan, data hasil observasi dari teman sejawat, data hasil tes, foto dan video. Data yang bersumber dari siswa tersebut dikroscek dengan data dari observer. 2. Trianggulasi metode yaitu mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan

teknik pengumpulan data yang berbeda tetapi masih mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya. Pengecekan data dengan trianggulasi metode ini dilakukan peneliti dengan cara membandingkan hasil observasi , hasil tes tentang bilangan pecahan, dan video.

3. Trianggulasi teori yaitu didasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dalam trianggulasi teori, peneliti mengungkapkan fakta yang ada di lapangan dengan melakukan pengecekan data berdasarkan kajian teori tentang penguasan konsep bilangan pecahan dan model pembelajaran kooperatif (STAD).

F. Analisis Data

Analisis data digunakan untuk memahami kejadian-kejadian yang ada di lapangan. Menurut Bogdan&Biklen dalam Moleong (2007:248) menjelaskan bahwa analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja


(1)

commit to user

1) Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan terhadap materi tersebut

2) Memberikan soal perbaikan atau pengayaan

3) Memberikan PR

Keterangan:

Diisi dengan tanda ceklis (√)

4 (Sangat Baik) : jika semua indikator dilaksanakan

3 (Baik) : jika hanya dua indikator dilaksanakan

2 (Kurang) : jika hanya satu indikator dilaksanakan


(2)

commit to user Siklus I (Pertemuan 1)

1. Guru mempresentasikan materi. 5. Presentasi hasil diskusi.

2. Guru membagikan LKS. 6. Siswa mengerjakan kuis.

3. Siswa berdiskusi. 7. Guru memberi penghargaan.


(3)

commit to user Siklus I (Pertemuan 2)

1. Guru mempresentasikan materi. 5. Presentasi hasil diskusi.

2. Guru membagikan LKS. 6. Siswa mengerjakan kuis.

3. Siswa berdiskusi. 7. Guru memberi penghargaan.


(4)

commit to user Siklus II (Pertemuan 1)

1. Guru mempresentasikan materi. 5. Presentasi hasil diskusi.

2. Guru membagikan LKS. 6. Siswa mengerjakan kuis.

3. Siswa berdiskusi. 7. Guru memberi penghargaan.


(5)

commit to user Siklus II (Pertemuan 2)

1. Guru mempresentasikan materi. 5. Presentasi hasil diskusi.

2. Guru membagikan LKS. 6. Siswa mengerjakan kuis.

3. Siswa berdiskusi. 7. Guru memberi penghargaan.


(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (Stad) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Sd/Mi (Penelitian Tindakan Kelas Di Sdn Cengkareng Timur 01 Pagi - Jakarta Barat)

0 4 165

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa SD/MI (penelitian tindakan kelas di SDN Cengkareng Timur 01 Pagi - Jakarta Barat)

0 4 165

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI BILANGAN PECAHAN.

0 0 33

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DISIONS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA.

0 1 39

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG PECAHAN PADA SISWA KELAS V SDN 01 MACANAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

0 0 80