Pengaruh penerapan model Problem Based Learning terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta

(1)

PENGARUH PENERAPAN

MODEL PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI

PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV

SDNPERUMNAS CONDONGCATUR YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Tita Andriani NIM: 131134225

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

i

PENGARUH PENERAPAN

MODEL PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI

PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV

SDN PERUMNAS CONDONGCATUR YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Tita Andriani NIM: 131134225

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(3)

(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya. 2. Orangtua yang selalu mendoakan dan mendukung.

3. Kakak dan adikku yang selalu memberi semangat dan dukungan. 4. Almamater kebanggaanku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Sahabat dan teman-teman yang selalu memberi semangat dan motivasi.


(6)

v

MOTTO

“The future depends on what we do today” Mahatma Gandhi

Man jadda wajada, man shobaru zhafira, man yazro’ yahsud (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, Siapa yang bersabar

akan beruntung, Siapa yang menanam akan menuai)


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagai layaknya karya ilmiah.


(8)

(9)

viii

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI

PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SDN PERUMNAS CONDONGCATUR YOGYAKARTA

Tita Andriani Universitas Sanata Dharma

2017

Kata kunci: model Problem Based Learning, kemampuan evaluasi, kemampuan

inferensi, mata pelajaran IPA.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap rendahnya tingkat kemampuan IPA siswa Indonesia pada penelitian PISA tahun 2012 dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental tipe non-equivalent control group design. Sampel penelitian ini sebanyak 56 orang, terdiri dari 26 orang kelas IV B sebagai kelompok eksperimen dan 30 siswa kelas IV C sebagai kelompok kontrol. Treatment yang diterapkan di kelompok eksperimen adalah model PBL. Ada 5 langkah dalam model PBL yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, melakukan penyelidikan individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Model PBL berpengaruh terhadap terhadap kemampuan evaluasi. Skor rerata selisih kelompok eksperimen (M = 0,68, SE = 0,07) lebih tinggi daripada rerata selisih kelompok kontrol (M = 0,44,

SE = 0,09). Perbedaan skor signifikan t(54) = -2,068, p = 0,043 (p < 0,05). Effect size model PBL terhadap kemampuan evaluasi adalah 0,26 atau setara dengan 7%. 2) Model PBL berpengaruh terhadap terhadap kemampuan inferensi. Skor rerata selisih kelompok eksperimen (M = 0,76, SE = 0,09) lebih tinggi daripada rerata selisih kelompok kontrol (M = 0,32, SE = 0,09). Perbedaan skor signifikan

t(54) = -3,28, p = 0,002 (p < 0,05). Effect size model PBL terhadap kemampuan


(10)

ix ABSTRACT

THE EFFECTS OF THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL ON THE ABILITY TO EVALUATE AND INFERENCE

IN SCIENCE SUBJECT FOR THE FOURTH GRADE STUDENTS IN PERUMNAS CONDONGCATUR YOGYAKARTA ELEMENTARY

SCHOOL

Tita Andriani Sanata Dharma University

2017

Keywords: PBL model, the ability to evaluate, the ability to analyze, natural science subject.

The background of this study was directed to the concern about the low of students science ability at Indonesian country according to PISA 2012 and 2015 research. The aims of the study was to find out the effect of the implementation of inquiry method on the ability to apply and analyze in science subject for the fourth grade students in Perumnas Condongcatur Yogyakarta Elementary School.

This study used quasi experimental research with nonequivalent control group design. The samples were 56 students, consist of 26 students class IVB as the experimental group and 30 students of class IV C as the control group. The treatment for the experimental group was PBL model. There are 5 steps including orientate students toward the problem, organize students to study, lead the individual or group inquiry, develop and present the result, and analyze and evaluate problem solving.

The result of this study showed that 1) PBL model affects on the ability to evaluate. The average score of the experimental group (M = 0,68, SE = 0,07) was higher than control groups (M = 0,44, SE = 0,09). The difference was significant t(54) = -2,06, p = 0,043 (p < 0,05). The effect size on the ability to evaluate was 0,26, as same as 7%. 2) PBL model affects on the ability to inference. The average score of the experimental group (M = 0,76, SE = 0,09) was higher than control groups (M = 0,32, SE = 0,09). The difference was significant t(54) = -3,28, p = 0,002 (p < 0,05). The effect size on the ability to inference was 0,41, as same as 17%.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya seingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SDN PERUMNAS CONDONGCATUR YOGYAKARTA” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peniliti menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti mengucapkan terimakasi kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mendukung dengan sabar dan bijaksana.

5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mendukung dengan penuh kesabaran.

6. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi. selaku Dosen Penguji III yang telah memberi masukan dengan bijaksana.

7. Mukija, S.Pd.SD. selaku kepala SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta yang telah memberi ijin melakukan penelitian.

8. Cahyo Arif Nugroho, S.Pd. selaku guru mitra yang telah membantu pelaksanaan penelitian.


(12)

xi 9. Siswa kelas IV B dan IV C SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta

tahun ajaran 2016/2017 yang telah terlibat dalam penelitian.

10. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu proses perijinan penelitian skripsi.

11. Kedua orangtuaku, Timbul dan Fifi Sisterani yang dengan tulus selalu menyertaiku dengan doa, kasih sayang, perhatian, nasihat, semangat, dan materi.

12. Kakakku Tito Andriant yang selalu memberi semangat dan mendoakanku.

13. Sutikno dan Retno yang selalu memberi semangat dan mendoakanku. 14. Adikku Daffa Karim A yang selalu mendukung dan menghiburku. 15. Sahabatku penelitian kolaboratif payung Mita, Tami, Desy, Sita, Widi,

Cahya, Wati, Vero, Listy, dan Cicil yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

16. Sahabat-sahabatku yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, namun selalu mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi.

17. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, namun telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan peneliti. Segala kritik dan saran yang membangun akan peneliti terima dengan senang hati. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.


(13)

(14)

xiii

2.1.1.5 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 17

2.1.1.6 Materi Pembelajaran IPA Kelas IV ... 18

2.2 Penelitian-Penelitian Relevan ... 23

2.2.1 Penelitian tentang Model PBL ... 23

2.2.2 Penelitian tentang Berpikir Kritis... 24

2.3 Kerangka Berpikir... 26

2.4 Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Setting Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.4 Variabel Penelitian ... 32

3.4.1 Variabel Independen ... 32

3.4.2 Variabel Dependen ... 32

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 33

3.6 Instrumen Penelitian ... 34

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 35

3.7.1 Uji Validitas ... 36

3.7.1.1 Validitas Isi ... 36

3.7.1.2 Validitas Muka ... 36

3.7.1.3 Validitas Konstruk ... 37

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 38

3.8 Teknik Analisis Data ... 39

3.8.1 Analisis Pengaruh Perlakuan ... 40

3.8.1.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 40

3.8.1.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 40


(15)

xiv

3.8.1.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 42

3.8.2 Analisis Lebih Lanjut ... 44

3.8.2.1 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 44

3.8.2.2 Uji Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 44

3.8.2.3 Uji Korelasi antara Rerata Skor Pretest dan Posttest ... 45

3.8.2.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 46

3.8.3 Persepsi terhadap Perlakuan ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 50

4.1.1.1 Deskripsi Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 51

4.1.2 Deskripsi Sebaran Data ... 57

4.1.2.1 Kemampuan Evaluasi ... 57

4.1.2.2 Kemampuan Inferensi ... 58

4.1.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian I ... 60

4.1.3.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 60

4.1.3.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 62

4.1.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 63

4.1.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 65

4.1.3.5 Analisis Lebih Lanjut ... 66

4.1.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian II ... 72

4.1.4.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 72

4.1.4.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 73

4.1.4.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 75

4.1.4.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 77

4.1.4.5 Analisis Lebih Lanjut ... 78

4.2 Pembahasan ... 84

4.2.1 Pengaruh Model PBL terhadap Kemampuan Evaluasi ... 87


(16)

xv

4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 92

4.2.4 Pembahasan Lebih Lanjut ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Keterbatasan Penelitian... 100

5.3 Saran ... 100

DAFTAR REFERENSI ... 101

LAMPIRAN ... 105


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 30

Tabel 3.2 Pemetaan Instrumen Penelitian ... 34

Tabel 3.3 Matriks Pengembangan Instrumen ... 35

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 37

Tabel 3.5 Hasil Validitas Instrumen Kemampuan Evaluasi dan Inferensi ... 38

Tabel 3.6 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 39

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 39

Tabel 3.8 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ... 43

Tabel 3.9 Kriteria Korelasi ... 46

Tabel 3.10 Pedoman Wawancara dengan Guru Mitra ... 48

Tabel 3.11 Pedoman Wawancara dengan Siswa ... 48

Tabel 4.2 Sebaran Data ... 58

Tabel 4.3 Sebaran Data ... 58

Tabel 4.4 Sebaran Data ... 59

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 61

Tabel 4.6 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varians ... 62

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest ... 62

Tabel 4.8 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varians ... 64

Tabel 4.9 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 64

Tabel 4.10 Hasil Uji Effect Size ... 66

Tabel 4.11 Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 66

Tabel 4.12 Hasil Uji Besar Pengaruh Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 68

Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 69

Tabel 4.14 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 70

Tabel 4.15 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 71

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 73

Tabel 4.17 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varians ... 74


(18)

xvii

Tabel 4.19 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varians ... 75

Tabel 4.20 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 76

Tabel 4.21 Hasil Uji Effect Size ... 77

Tabel 4.22 Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 78

Tabel 4.23 Hasil Uji Besar Pengaruh Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 80

Tabel 4.24 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 81

Tabel 4.25 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 82


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sel surya ... 19

Gambar 2.2 Kincir ... 19

Gambar 2.3 Kincir air ... 20

Gambar 2.4 Stasiun pembangkit listrik tenaga uap ... 20

Gambar 2.5 Bagan Penelitian Relevan ... 26

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 29

Gambar 3.2 Pemetaan Variabel Penelitian ... 33

Gambar 3.3 Rumus Besar Efek untuk Data Normal ... 43

Gambar 3.4 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 43

Gambar 3.5 Rumus Besar Persentase Peningkatan Pretest-Posttest I ... 44

Gambar 3.6 Rumus Gain Score ... 44

Gambar 3.7 Rumus Persentase Uji Retensi Pengaruh ... 47

Gambar 3.8 Rumus Retensi Pengaruh Perlakuan ... 47

Gambar 4.1 Grafik Perbandingam Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 65

Gambar 4.2 Grafik Gain Score ... 67

Gambar 4.3 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Evaluasi ... 71

Gambar 4.4 Grafik Perbandingam Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 77

Gambar 4.5 Grafik Gain Score ... 79


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Surat Ijin Penelitian ... 106

Lampiran 1.2 Surat Ijin Validitas Surat ... 107

Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Kontrol ... 108

Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Eksperimen ... 111

Lampiran 2.3 Rencana Pelaksanaan Kelompok Kontrol ... 114

Lampiran 2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 120

Lampiran 2.5 Lembar Kerja Siswa ... 128

Lampiran 3.1 Soal Uraian ... 134

Lampiran 3.2 Kunci Jawaban ... 139

Lampiran 3.3 Rubrik Penilaian ... 142

Lampiran 3.4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment ... 146

Lampiran 3.5 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 148

Lampiran 3.6 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 150

Lampiran. 4.1 Tabulasi Nilai Kemampuan Evaluasi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 151

Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Kemampuan Inferensi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 152

Lampiran 4.3 Hasil Uji SPSS Uji Normalitas Data ... 153

Lampiran 4.4 Hasil Uji SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 154

Lampiran 4.5 Hasil SPSS Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 156

Lampiran 4.6 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ... 158

Lampiran 4.7 Perhitungan Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 159

Lampiran 4.8 Uji Signifikansi Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 162

Lampiran 4.9 Hasil Uji SPSS Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 166

Lampiran 4.10 Hasil Uji Retensi Perlakuan ... 168

Lampiran 4.11 Hasil Retensi Pengaruh Perlakuan ... 171

Lampiran 4.12 Transkrip Wawancara Guru ... 173

Lampiran 4.13 Transkrip Wawancara Siswa ... 174

Lampiran 4.14 Foto Kegiatan Pembelajaran ... 179


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang masalah berisi alasan-alasan melakukan penelitian. Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada latar belakang masalah. Manfaat penelitian berisi tentang manfaat dari penelitian ini bagi sekolah, guru, siswa, dan peneliti. Definisi operasional berisi pengertian kata-kata kunci dalam penelitian. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan proses yang dilakukan manusia secara sadar atau tanpa sadar untuk mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Rahyubi, 2014: 1). Belajar dilakukan oleh manusia sejak lahir, baik dalam pendidikan formal maupun non formal. Sekolah menjadi tempat pendidikan formal yang mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan siswa. Di sekolah siswa mempelajari berbagai mata pelajaran salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan Alam.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang sesuai antara pemikiran dengan kondisi alam semesta beserta isinya (Darmojo dalam Samatowa, 2011: 2). IPA tidak sekedar membahas tentang alam dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan manusia, melainkan seluruh bagian dari alam baik itu yang hidup dan tidak hidup. Segala kejadian yang terjadi di alam semesta menjadi hal yang dapat dipelajari lebih dalam pada mata pelajaran IPA. Di Sekolah Dasar, mata pelajaran IPA dimasukkan dalam kurikulum yang harus diajarkan. Idealnya pelajaran IPA diajarkan dengan melibatkan siswa dengan melakukan pengamatan dan percobaan, namun kenyataannya siswa cenderung menghafalkan materi. Pembelajaran IPA pada anak memberikan manfaat salah satunya yaitu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kegiatan pengamatan dan percobaan akan mendorong siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya


(22)

2 serta memberi kesempatan untuk berpikir kritis (Samatowa, 2011: 4). Kegiatan pembelajaran yang disampaikan dengan menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar yang aktif diperlukan dalam pembelajaran IPA. Siswa yang terlibat dalam kegiatan pengamatan atau percobaan akan menemukan adanya permasalahan yang mendorong rasa ingin tahu mereka.

Hasil belajar IPA di Sekolah Dasar Indonesia masih dalam taraf rendah. Hal ini dibuktikan dengan data hasil studi oleh Programme for International Student Assessment (PISA). Hasil penelitian tahun 2012 menunjukkan bahwa pada mata pelajaran IPA, Indonesia berada dalam urutan ke-64 dari 65 negara di dunia dengan skor 382 dari mean score 501 (OECD, 2013: 232). Hasil PISA berikutnya pada tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara dengan skor 403 (OECD, 2016:8). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan namun masih dalam peringkat 10 terbawah. Hal ini juga menunjukkan bahwa siswa Indonesia kesulitan dalam berpikir tingkat tinggi. Kemampuan evaluasi dan inferensi

merupakan dua kemampuan berpikir tinggi khususnya berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu (Chaffe dalam Johnson, 2007: 187). Proses berpikir pada berpikir kritis tidak sebatas memikirkan dengan sengaja, melainkan meneliti menggunakan bukti dan logika. Kemampuan berpikir kritis membuat siswa mampu mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi permasalahan yang ditemui, dan menemukan solusi dari permasalahan. Facione (1990) membagi berpikir kritis menjadi enam, yaitu interperetasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri. Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kebenaran pernyataan atau opini yang mencerminkan persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, kepercayaan, atau opini seseorang (Facione, 1990). Kecakapan evaluasi dibagi dalam dua sub-kecakapan, yaitu menilai klaim dan menilai argumen.Inferensi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memastikan elemen yang diperlukan untuk menarik alasan yang masuk akal (Facione, 1990). Pada kecakapan ini merumuskan hipotesis, mempertimbangkan informasi, dan memperkirakan konsekuensi yang dapat timbul. Kecakapan inferensi dibagi


(23)

3 menjadi tiga sub-kecakapan, yaitu menguji bukti, merumuskan alternatif, dan menarik kesimpulan.

Banyak model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan pada pembelajaran IPA di SD. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru, didapatkan hasil bahwa model pembelajaran inovatif cenderung kurang diterapkan dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru yaitu Problem Based Learning (PBL). Penggunaan model PBL diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, terutama kemampuan evaluasi dan inferensi. Model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar (Ibrahim & Nur, 2000: 2). Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi, salah satunya yaitu berpikir kritis. Pembelajaran memberi pengalaman siswa untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah menjadi fokus dalam pembelajaran dengan melalui beberapa langkah. Hosnan (2014: 301) mengemukakan 5 langkah pelaksanaan pembelajaran model PBL yaitu (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) melakukan penyelidikan individual atau kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Anak kelas IV SD masuk dalam tahap operasionel konkret. Piaget (dalam Rahyubi, 2014: 127) mengungkapkan bahwa anak pada tahap ini mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret di lingkungannya. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya baik dengan guru, teman sebaya, dan orangtua. Oleh karena itu, pembelajaran pada anak kelas IV sebaiknya menggunakan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan tahap perkembangan siswa.

Berdasarkan realitas yang terjadi, penelitian model inovatif perlu dilakukan untuk memfasilitasi siswa dalam berpikir kritis. Sebelumnya, beberapa penelitian pernah diterbitkan untuk mendukung kemampuan berpikir kritis dengan model pembelajaran tertentu. Penelitian tentang model PBL pernah diteliti oleh


(24)

4 Araz dan Sungur, Padmavathy, dan Iji dkk. Araz dan Sungur (2007) membuktikan bahwa model PBL lebih efektif, hal ini ditunjukkan dengan prestasi akademik dan kinerja keterampilan kelompok eksperimen (M = 11,44 dan M = 2,67) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (M = 10,91 dan M = 2,20). Padmavathy (2013) membuktikan bahwa model PBL berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa dibuktikan dengan rerata posttest kelompok eksperimen sebesar 17,33 dan kelompok kontrol sebesar 15,46. Iji dkk (2015) membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada penerapan model PBL antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peneliti lain meneliti tentang berpikir kritis, yaitu Nezami dkk, Shaarawy, dan Azizmalayeri dkk. Nezami dkk (2013) membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penerapan cooperative learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,01. Shaarawy (2014) membuktikan bahwa menulis jurnal mingguan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa, dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,01. Azizmalayeri dkk (2012) membuktikan bahwa inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap model pembelajaran inovatif yaitu model PBL terhadap kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan evaluasi dan inferensi.

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi siswa kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017 khususnya mata pelajaran IPA Kompetensi Dasar 3.5 yaitu “Memahami berbagai sumber energi, perubahan bentuk energi, dan sumber energi alternatif (angin, air, matahari, panas bumi, bahan bakar organik dan nuklir) dalam kehidupan sehari-hari”. Peneliti memilih SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta sebagai tempat penelitian karena pembelajaran IPA di kelas belum pernah menerapkan model PBL. Pembelajaran biasa menggunakan model konvensional dengan berpusat pada guru (teacher center).


(25)

5

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model PBLberpengaruh terhadap kemampuan evaluasi

pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017?

1.2.2 Apakah penerapan model PBL berpengaruh terhadap kemampuan

inferensi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan

evaluasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan

inferensi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengetahui bahwa penerapan model PBL khususnya pada mata pelajaran IPA dapat berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi dan

inferensi siswa, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan mutu sekolah.

1.4.2 Bagi Guru

Guru dapat mengetahui bahwa model PBL berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi siswa khususnya pada mata pelajaran IPA, sehingga model tersebut dapat menjadi bahan referensi bagi guru dalam mengajar.

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa akan mendapat pengalaman baru dalam belajar dengan menggunakan model PBLpada mata pelajaran IPA dengan materi struktur tubuh tumbuhan serta siswa akan dapat mengembangkan kemampuan


(26)

6 1.4.4 Bagi Peneliti

Peneliti dapat menggunakan hasil penelitian sebagai acuan untuk menerapkan model PBL pada pembelajaran IPA.

1.5Definisi Operasional

1.5.1 Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala dan peristiwa alam yang terdapat di lingkungan sekitar.

1.5.2 Model PBL adalah model pembelajaran inovatif yang mengembangkan kemampuan belajar dan berpikir siswa dengan melibatkannya secara langsung dalam memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar. Langkah-langkah model PBL yaitu mengorientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, melakukan penyelidikan individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

1.5.3 Berpikir kritis adalah proses berpikir yang terarah untuk mencapai tujuan tertentu secara logis.

1.5.4 Kemampuan evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kebenaran suatu pernyataan yang dibagi dalam dua sub-kecakapan, yaitu menilai klaim dan menilai argumen.

1.5.5 Kemampuan inferensi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menguji bukti-bukti untuk menarik kesimpulan yang dibagi menjadi tiga sub kecakapan.

1.5.6 Siswa Sekolah Dasar adalah siswa kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.


(27)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi landasan teori yang berisi kajian pustaka, penelitian yang mendukung, kerangka berpikir, dan hipotesis. Kajian pustaka membahas teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian terdahulu yang relevan. Selanjutnya dirumuskan kedalam kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang mendukung

Teori yang mendukung merupakan teori yang melandasi penelitian ini. Teori tersebut terdiri dari teori perkembangan anak, model pembelajaran, model

Problem Based Learnig (PBL), berpikir kritis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan materi pembelajaran IPA kelas IV.

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan kognitif Jean Piaget dan teori perkembangan anak Lev Vygotsky. Teori ini dipilih karena sesuai dengan variabel penelitian yang membahas tentang perkembangan anak Sekolah Dasar. Piaget memandang anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa yang bukan tiruan dari orang dewasa (Rahyubi: 2014, 124). Anak membangun sendiri pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide mereka. Tahap perkembangan anak dapat maksimal jika didukung dengan proses pembelajaran pada zona perkembangan proksimal (zone of proximal development atau ZPD).

ZPD adalah kondisi anak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya, namun dapat terselesaikan dengan adanya bimbingan (Santrock, 2009: 64). Perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya. ZPD menjadi salah satu hal yang penting dalam teori perkembangan anak Vygotsky. Pembelajaran pada tahap ZPD dapat maksimal


(28)

8 jika didukung dengan adanya scaffolding. Scaffolding adalah teknik yang digunakan pendidik untuk membangun jembatan antara yang sudah diketahui dengan yang sedang dipelajari anak (Salkind, 2009: 379-381). Pendidik dapat melakukannya dengan melibatkan anak pada aktivitas sosial. Kedua teori perkembangan tersebut menjadi acuan peneliti untuk menerapkan pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan anak untuk mencapai tingkat kemampuan kognitif yang maksimal.

Piaget menyatakan bahwa pengetahuan datang dari pengalaman dan interaksi anak (dalam Trianto 2009: 29). Oleh karena itu, pembelajaran sebaiknya dapat mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki anak melalui kegiatan yang memberi pengalaman langsung. Sejak lahir hingga dewasa kemampuan kognitif anak terus mengalami perkembangan. Tahapan proses kognitif anak yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (Santrock, 2009: 48-49). Tahap asimilasi adalah proses individu memasukkan pengalaman ke dalam struktur yang ada (Salkind, 2009: 317). Tahap asimilasi terjadi ketika anak manambahkan informasi baru kedalam informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Tahap akomodasi adalah terjadi ketika anak menyesuaikan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Tahap ekuilibrasi adalah tahap perlaihan pemikiran anak ke tahap lain yang lebih tinggi. Hal ini terjadi ketika anak mengalami konflik kognitif atau disekuilibrium untuk mencapai keseimbangan.

Piaget mengemukakan bahwa pemikiran anak-anak berkembang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan (dalam Desmita, 2007: 46). Pengetahuan yang dimiliki anak terbentuk secara aktif dalam menerima informasi dari pengalaman yang diperoleh. Setiap perkembangan pada anak berasal dari perbaikan pada tahap sebelumnya. Piaget (dalam Rahyubi, 2014: 126), membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak menjadi empat, yaitu tahap-tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), tahap operasional formal (usia 11 tahun-dewasa ke atas). Perkembangan kognitif tersebut sebagai berikut.

1. Tahap sensorimotor

Tahap sensorimotor adalah tahapan pertama pada anak yang dimulai sejak lahir hingga usia 2 tahun. Pada tahap ini anak belum memahami


(29)

9 konsep dan simbol yang tetap. Anak mulai mengenal lingkungan dan membangun pengetahuannya dengan menggunakan alat indera yang dimiliki melalui kegiatan melihat, meraba, menjamah, mendengar, dll. 2. Tahap praoperasional

Pada tahap praoperasional, anak mulai memiliki kemampuan kognitif dan motorik. Anak mampu menggunakan simbol atau bahasa untuk menyatakan suatu objek. Kemampuan anak pada tahap ini masih terbatas dengan yang dilihat di lingkungannya.

3. Tahap operasional konkret

Pada tahap operasional konkret anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret di lingkungannya. Anak sudah mampu menghadapi hal-hal dengan menggunakan logika pada objek yang bersifat nyata, namun belum mampu menggunakannya pada hal yang bersifat abstrak.

4. Tahap operasional formal

Pada tahap ini anak memasuki masa remaja yang dapat menguasai sistem dan menyelesaikan masalah yang lebih kompleks. Sistem pemikiran anak lebih matang dan memungkinkan mereka untuk memikirkan hal yang lebih sistematis. Anak sudah mampu menghadapi hal-hal yang abstrak dengan menggunakan logika.

Penelitian ini dilakukan pada anak kelas IV Sekolah Dasar. Anak kelas IV berusia sekitar 10 tahun, dalam teori Piaget masuk pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai berpikir secara logis dan mampu menyelesaikan masalah yang bersifat konkret, sehingga diperlukan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran pada anak usia 10 tahun juga perlu memperhatikan zona perkembangan proksimal. Pembelajaran pada siswa dapat mencapai hasil maksimal jika didukung dengan adanya scaffolding. Scaffolding

dapat dilakukan dengan melibatkan siswa pada interaksi dengan guru dan teman melalui kegiatan kelompok.


(30)

10

2.1.1.2 Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang tersusun secara sistematis dan digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Rahyubi, 2014: 251). Model pembelajaran menentukan kegiatan yang akan dilakukan antar guru dengan siswa dan menjadi petunjuk dalam kegiatan untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Lebih lanjut, Joyce (dalam Ngalimun, 2012: 7) menyatakan bahwa model pembelajaran yaitu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran. Model pembelajaran bertujuan membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yaitu prosedur sistematis yang digunakan guru dan dijadikan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.1.3 Model PBL

1. Pengertian Model PBL

Model PBL adalah model pembelajaran inovatif yang melibatkan siswa secara aktif untuk memecahkan suatu permasalahan (Ngalimun, 2012: 89). Pembelajaran melibatkan siswa secara langsung dapat mengembangkan keterampilan berpikir. Model pembelajaran ini berpusat kepada siswa yang mengambangkan pengetahuannya sendiri, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang memantau perkembangan dan mendorong siswa untuk dapat belajar dengan baik. Masalah yang diangkat bersifat otentik yang dapat dipahami siswa, sehingga hasil pemecahan masalah tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

Sependapat dengan itu Abidin (2014: 160) mengungkapkan bahwa model PBL adalah model pembelajaran yang memberikan siswa pengalaman nyata untuk mendorong kemampuan belajar, membangun pengetahuan, dan menggabungkan pengetahuan belajarnya di sekolah dan kehidupan nyata secara alamiah. Permasalahan menjadi pusat pembelajaran sehingga melibatkan siswa secara langsung dalam proses pemecahan masalah. Permasalahan yang diangkat dikaitkan dengan kehidupan nyata yang berhubungan dengan kehidupan siswa.


(31)

11 Model PBL melatih dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang berasal dari kehidupan nyata untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi (Ngalimun, 2012: 163). Kegiatan penyelesaian masalah membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Sependapat dengan itu Tan (dalam Rusman: 2011, 229) menyatakan bahwa model PBL adalah pembelajaran inovatif yang mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa melalui kegiatan kelompok yang sistematis, sehingga kemampuan berpikirnya berkembang secara berkesinambungan. Kegiatan pembelajaran dalam bentuk kelompok mengasah keterampilan berpikir siswa karena adanya interaksi dan tukar pemikiran antar siswa. Berdasarkan uraian tersebut, PBL adalah model pembelajaran inovatif yang mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan melibatkan siswa secara langsung dalam penyelesaian permasalahan yang ada di lingkungan sekitar.

2. Karakteristik Model PBL

Hosnan (2014: 300) menjelaskan karakteristik dalam model PBL yaitu. 1. Mengutamakan pengajuan masalah atau pertanyaan memenuhi kriteria

autentik, jelas, mudah dipahami, luas, dan bermanfaat. Jadi, masalah yang diangkat berasal dari kehidupan sekitar siswa, sehingga tidak menimbulkam masalah baru, sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, mencakup seluruh materi pelajaran, dan bermanfaat untuk kehidupan siswa.

2. Masalah yang diajukan dikaitkan dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Permasalahan tidak berasal dari satu materi pelajaran, namun terdiri dari beberapa materi yang saling berkaitan.

3. Siswa melakukan penyelidikan masalah secara autentik. Penyelesaian masalah dilakukan melalui penyelidikan secara nyata dengan cara menganalisis dan merusmuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.


(32)

12 4. Siswa membuat dan memamerkan hasil penelitian. Penelitian yang telah

dilakukan disusun dalam bentuk laporan.

5. Penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-sama dengan siswa, dalam bentuk kelompok besar atau kecil dengan bantuan guru.

Berbeda dengan itu, Abidin (2014: 161) menyatakan bahwa model PBL memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu (1) masalah menjadi titik awal pembelajaran; (2) masalah yang diangkat bersifat kontekstual dan otentik; (3) masalah mendorong siswa untuk berpikir secara multiperspektif; (4) masalah dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kompetensi siswa; (5) berorientasi pada pengembangan belajar mandiri siswa; (6) memanfaatkan sumber belajar; (7) pembelajaran menekankan pada aktivitas kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif; (8) menekankan pentingnya keterampilan meneliti, memecahkan masalah, dan penguasaan pengetahuan; (9) mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi; (10) diakhiri dengan evaluasi, kajian pengalaman belajar, dan kajian proses belajar.

Berdasarkan uraian karakteristik tersebut, pembelajaran dimulai dengan adanya permasalahan yang dipilih guru atau dengan melibatkan siswa, masalah yang diangkat bersifat otentik, pembelajaran melibatkan siswa secara aktif, dan penyelesaian masalah dilakukan dengan teman atau kegiatan kelompok.

3. Keunggulan Model PBL

Abidin (2014: 161) mengemukakan keunggulan model PBL, yaitu (1) Siswa memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang dimiliki dan berusaha mengetahui pengetahuan yang dibutuhkan, sehingga pembelajaran menjadi bermakna; (2) Siswa mengaitkan pengetahuan dan keterampilan secara bersamaan dan menggunakannya dalam hal yang sesuai; (3) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, menambah motivasi belajar, dan mengembangkan kemampuan interpersonal siswa.

Shoimin (2014: 132) mengemukakan kelebihan PBL, yaitu (1) memberi kesempatan siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata; (2) siswa membangun kemampuan pengetahuan sendiri melalui aktivitas belajar; (3)


(33)

13 pembelajaran berfokus pada masalah, sehingga yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan nyata siswa; (4) terjadi aktivitas ilmiah antar siswa melalui kerja kelompok; (5) membiasakan siswa menggunakan sumber informasi lain dari buku, intenet, wawancara, dan observasi; (6) siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya; (7) siswa memliki kemampuan melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan belajar; (8) kesulitan belajar siswa dapat dipecahkan melalui kerja kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, model PBL memiliki banyak kelebihan dan manfaat untuk siswa. Selain menambah pengetahuan siswa, model PBL mendorong keterampilan berpikir dalam memecahakan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

4. Langkah-langkah Model PBL

Hosnan (2014: 301) menyatakan langkah model PBL dibagi menjadi lima langkah utama, yaitu.

1. Mengorientasi siswa pada masalah. Pada langkah ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, hal yang dibutuhkan, memotivasi siswa untuk aktif dalam pemecahan masalah.

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan permasalahan.

3. Guru membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen dalam pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Temuan dalam pemecahan masalah dibuat laporan.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang digunakan.

Abidin (2013: 163) menyatakan bahwa pembelajaran yang menerpakan PBL dimulai dengan adanya permasalahan yang diangkat, kemudian membagi PBL menjadi beberapa tahapan, yaitu (1) prapembelajaran; (2) menemukan masalah; (3) membangun struktur kerja; (4) menetapkan masalah; (5)


(34)

14 mengumpulkan dan berbagi informasi; (6) merumuskan solusi; (7) menentukan solusi terbaik; (8) menyajikan solusi; dan (9) pasca pembelajaran.

1. Prapembelajaran

Kegiatan dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Guru merancang mempersiapkan media dan sumber pembelajaran, mengorganisasikan siswa, dan menjelaskan prosedur pembelajaran.

2. Fase 1: Menemukan masalah

Siswa membaca masalah yang telah disajikan, menuliskan informasi penting, menemukan hal yang dianggap masalah, dan menentukan pentingnya masalah untuk dirinya. Guru bertugas untuk memotivasi supaya anak dapat menemukan masalah.

3. Fase 2: Membangun struktur kerja

Siswa membangun struktur kerja yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah, mengungkapkan masalah yang diketahui, dan ide yang digunakan untuk memecahkan masalah.

4. Fase 3: Menetapkan masalah

Siswa menetapkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata. Masalah kemudian dikembangkan menjadi rumusan masalah. Rumusan masalah berisi masalah utama dan cara memecahkannya. 5. Fase 4: Mengumpulkan dan berbagi informasi

Siswa mengumpulkan data melalui kegiatan penelitian, kemudian siswa membagikan informasi yang telah didapatkan kepada teman. 6. Fase 5: Merumuskan solusi

Secara berkelompok siswa merumuskan solusi terbaik untuk memecahkan masalah. Di kelompok, siswa mengungkapkan solusi dan ditulis oleh anggota kelompok. Tugas guru adalah memastikan kegiatan kelompok berjalan secara kolaboratif, kooperatif, dan komunikatif.

7. Fase 6: Menentukan solusi terbaik

Siswa menimbang kembali berbagai solusi yang dikemukakan dalam kelompok, kemudian memilih beberapa solusi yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah. Tugas guru meyakinkan siswa


(35)

15 pentingnya meninjau ulang dan menimbang keefektifan solusi pada tahap sebelumnya.

8. Fase 7: Menyajikan solusi

Perwakilan siswa memaparkan hasil kerjanya, kemudian dilakukan diskusi kelas yang difasilitasi guru. Selain itu, guru melakukan penilaian atas penampilan dan produk yang dihasilkan siswa.

9. Pasca pembelajaran

Guru membahas kembali masalah dan solusi alternatif yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Guru membandingkan beberapa solusi yang ada.

Penelitian ini menggunakan model PBL dengan lima tahap yaitu, (1) mengorientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) melakukan penyelidikan individual atau kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Peneliti menggunakan lima langkah dikarenakan inti pada kelima langkah tersebut telah mewakili dan berisi rangkuman dari langkah lain.

2.1.1.4 Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir Kritis

Dharma (dalam Tawil & Liliasari, 2013: 1) menyatakan bahwa berpikir adalah kegiatan memanipulasi data, fakta, dan informasi yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil keputusan. Berpikir digunakan untuk mengambil keputusan dari data dan informasi yang telah didapat. Berpikir kritis adalah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah (Johnson, 2007: 183). Hal ini memungkinkan untuk mendapat pemahaman yang mendalam dan menemukan kebenaran atas suatu persoalan. Sejalan dengan itu, Silverman dan Smith (dalam Tawil & Liliasari, 2013: 8) mengungkapkan bahwa berpikir kritis sebagai kegiatan berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan berorientasi tujuan serta kecakapan untuk menganalisis suatu informasi dan ide-ide secara hati-hati dan logis dari berbagai macam perspektif.


(36)

16 Facione (1990) membagi pemikiran kritis menjadi dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif. Dimensi kognitif dibagi menjadi enam keterampilan berpikir kritis, yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplanasi, dan regulasi diri. Setiap keterampilan memiliki indikator tersendiri. Interpretasi terdiri dari memahami, mengekspresikan, menyampaikan signifikansi, dan mengklasifikasi makna. Analisis terdiri dari mengidentifikasi dan menganalisis. Evaluasi yaitu menaksir pernyataan dan representasi. Inferensi terdiri atas menyimpulkan, merumuskan hipotesis dan mempertimbangkan. eksplanasi memuat cara menjustifikasi penalaran dan mempresentasikan penalaran. Sedangkan regulasi diri terdiri dari menganalisis dan mengevaluasi.

a. Interpretasi

Interpretasi adalah kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan makna dari berbagai pengalaman (Facione, 1990). b. Analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan yang

logis dari pernyataan, pertanyaan konsep, uraian, atau bentuk ungkapan lain untuk mengemukakan kepercayaan, penilaian, pengalaman, penalaran, informasi atau opini (Facione, 1990).

c. Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kebenaran pernyataan atau opini yang mencerminkan persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, kepercayaan, atau opini seseorang (Facione, 1990). Kecakapan evaluasi dibagi dalam dua sub-kecakapan, yaitu menilai klaim dan menilai argumen.

d. Inferensi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memastikan elemen yang diperlukan untuk menarik alasan yang masuk akal (Facione, 1990). Pada kecakapan ini merumuskan hipotesis, mempertimbangkan informasi, dan memperkirakan konsekuensi yang dapat timbul. Kecakapan inferensi dibagi menjadi tiga sub kecakapan, yaitu menguji bukti, merumuskan alternatif, dan menarik kesimpulan. e. Eksplanasi adalah kemampuan untuk menjelaskan dan memberikan

alasan dari bukti, konsep, metode, kriteria, dan konteks yang digunakan untuk menarik kesimpulan dan untuk mengemukakan argumen yang kuat (Facione, 1990). Kemampuan eksplanasi dibagi


(37)

17 menjadi 3-sub kecakapan, yaitu menjelaskan hasil penalaran, membenarkan prosedur yang digunakan, dan memaparkan argumen yang digunakan.

f. Regulasi diri adalah keampuan untuk memonitor aktivitas kognitif secara sadar, unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas tersebut, kecakapan untuk memonitor aktivitasnya dalam menarik kesimpulan dengan menganalisis hasil dan mengevaluasi proses kognitifnya. Berdasarkan uraian di atas, berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk mencapai tujuan tertentu yang didasari dengan pemikiran yang logis.

2.1.1.5 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2010: 136). IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang melalui kegiatan observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.

IPA berasal dari kata natural science. Science yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Putra, 2013: 51). IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam yang terususun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan pada manusia (Samatowa, 2011: 3). Peristiwa yang terjadi di alam terjadi secara sistematis, hal ini berarti tersusun dalam suatu sistem yang tidak berdiri sendiri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Sejalan dengan hal tersebut, Trianto (2010: 136) menyatakan bahwa IPA merupakan kumpulan teori sistematis yang penerapannya bersifat umum dan berdasarkan pada observasi dan eksperimen. Teori dalam IPA berlaku secara umum yang berasal dari observasi dan eksperimen yang telah dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, IPA adalah


(38)

18 ilmu yang mempelajari tentang gejala yang terjadi di alam yang bersifat sistematis dan umum yang didasarkan pada observasi dan eksperimen.

IPA perlu diajarkan di Sekolah Dasar karena dapat melatih siswa untuk berpikir secara kritis serta mampu memecahkan masalah. Samatowa (2011: 4) ada empat alasan Ilmu Pengetahuan Alam perlu diajarkan di Sekolah Dasar yaitu: (a) Ilmu Pengetahuan Alam sangat bermanfaat bagi suatu bangsa, (b) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) melatih siswa untuk berpikir kritis, apabila Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diajarkan dengan metode yang tepat misalnya “menemukan sendiri” saat siswa dihadapkan pada suatu masalah maka siswa akan berusaha menyelidiki untuk memecahkan masalah tersebut, (c) apabila Ilmu Pengetahuan Alam diajarkan dengan percobaan maka siswa tidak sekedar menghafal akan tetapi memahami, dan (d) mata pelajaran ini berpotensi membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Berdasarkan uraian tersebut, IPA adalah kumpulan teori sistematis yang mempelajari tentang alam dan seisinya yang dapat melatih kemampuan berpikir kristis siswa apabila tepat dalam pelaksanaannya.

2.1.1.6 Materi Pembelajaran IPA Kelas IV

Penelitian ini berdasarkan kompetensi dasar muatan pelajaran IPA kelas IV yaitu: 3.5 Memahami berbagai sumber energi, perubahan bentuk energi, dan sumber energi alternatif (angin, air, matahari, panas bumi, bahan bakar organik dan nuklir) dalam kehidupan sehari-hari. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja (Saptorini dkk, 2013: 31). Makhluk hidup dan benda membutuhkan energi dalam melangsungkan kehidupan dan kerja, sehingga energi dapat dilihat dan dirasakan pengaruhnya. Energi alternatif adalah energi pengganti yang dapat menggantikan peranan minyak bumi (Susilawati, 2013: 80). Energi alternatif yang sedang dikembangkan adalah energi matahari, energi angin, energi air terjun, dan panas bumi (Rositawaty, 2008: 138-140).

1. Energi Matahari

Matahari merupakan sumber energi utama bagi bumi. Jika tidak ada matahari, kehidupan akan musnah. Kehidupan sehari-hari dapat kita lihat manfaat matahari. Padi yang baru dipanen dikeringkan menggunakan matahari. Ibu


(39)

19 mengeringkan pakaian dengan memanfaatkan matahari. Oleh karena itu, matahari suatu anugerah bagi manusia. Manfaat-manfaat yang telah disebutkan merupakan manfaat langsung dari matahari. Menggunakan peralatan yang canggih, energi matahari dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Misalnya, sel surya yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik (Rositawaty, 2008: 139).

(Sumber: Kemendikbud, 2008: 139)

Gambar 2.1 Sel surya mengubah energi matahari menjadi energi listrik

2. Energi Angin

Angin juga merupakan sumber energi alternatif. Di negara Belanda, kincir sudah menjadi energi utama. Angin dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Demikian juga di Jepang, mereka memanfaatkan angin untuk berbagai keperluan. Di Belanda, bukan hanya fasilitas umum yang menggunakan energi angin, secara perorangan mereka juga memanfaatkan kincir angin, misalnya untuk mengolah hasil ladang dan memompa air.

(Sumber: Kemendikbud, 2008: 139)

Gambar 2.2 Kincir angin digerakkan menggunakan energi angin

3. Energi Air

Sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah pegunungan sehingga banyak air terjun ditemukan. Air terjun dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan


(40)

20 energi listrik. Pembangkit listrik tenaga air disebut PLTA. Jika tenaga air terjun terlalu kecil terlebih dahulu dibuat bendungan kemudian air akan terkumpul di daerah bendungan. Setelah itu, air dari bendungan dialirkan untuk memutar turbin. Putaran turbin tersebut digunakan untuk memutar generator penghasil listrik. Generator ter sebut digerakkan oleh kincir-kincir air kecil. Satu generator listrik biasanya mampu mencukupi kebutuhan listrik satu keluarga.

(Sumber: Kemendikbud, 2008: 140)

Gambar 2.3 Kincir air digerakkan menggunakan energi air

4. Panas Bumi

Panas bumia dalah salah satu sumber energi. Panas bumi dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. Pembangkit listrik tenaga panas bumi biasa disebut PLTU.

(Sumber: Kemendikbud, 2008: 140) Gambar 2.4 Stasiun pembangkit listrik tenaga uap

Proses pengolahan panas bumi menjadi listrik adalah sebagai berikut. Uap panas dari dalam bumi dialirkan ke permukaan melalui pipa. Lalu, uap panas dialirkan ke turbin melalui pipa sehingga turbin berputar. Di Indonesia, pembangkit listrik tenaga uap terdapat di daerah Kamojang, Jawa Barat.

Energi alternatif memiliki banyak sekali manfaat dalam kehidupan Devi dan Anggraeni (2008: 142). Keuntungan sumber energi alternatif yaitu.


(41)

21 1) Tidak akan habis walaupun dipakai terus-menerus.

2) Energi yang dihasilkan sangat besar. 3) Tidak mencemari lingkungan. Kerugian sumber energi alternatif yaitu.

1) Membutuhkan biaya yang besar untuk memperolehnya.

2) Membutuhkan teknologi yang tinggi untuk mengubah energi alternatif mejadi energi yang dapat digunakan.

3) Ketersediaan energi alternatif dipengaruhi oleh musim.

Matahari menjadi sumber dari sebagian besar energi di bumi (Saptorini dkk, 2013: 31). Perubahan energi yang terjadi pada matahari diubah menjadi energi lain oleh makhluk hidup. Misalnya energi panas dan cahaya dari matahari diubah menjadi energi kimia oleh tumbuhan, kemudian tumbuhan dimakan manusia yang akan diubah dari energi kimia menjadi energi kinetik atau gerak. Energi tidak dapat dibentuk dan dihilangkan, melainkan dapat diubah menjadi bentuk energi lain.

Sumber energi adalah segala sesuatu yang dapat menghasilkan energi (Saptorini dkk, 2013: 41). Energi yang dihasilkan dari sumber energi dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber energi yaitu matahari, aliran air, aliran angin, listrik, minyak bumi dan gas, panas bumi, baterai, serta makanan. Pada penelitian ini akan membahas sumber energi aliran air, aliran angin, matahari, dan panas bumi sesuai dengan kompetensi dasar kurikulum 2013.

Energi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu energi cahaya, energi panas, energi gerak, energi bunyi, energi listrik, dan energi kimia (Saptorini dkk, 2013: 39). Pada penelitian ini membahas energi gerak, energi panas, dan energi listrik. Energi gerak dihasilkan oleh aliran angin dan aliran listrik yang dapat menggerakkan benda-benda. Matahari merupakan sumber energi terbesar yang menghasilkan energi panas dan cahaya. Energi lsitrik merupakan energi yang dapat membuat benda-benda bekerja sehingga membantu manusia dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

Energi listrik merupakan salah satu energi yang terpenting dalam kehidupan manusia yang dapat dirasakan dan dilihat pengaruhnya (Saptorini dkk, 2013: 88). Pengaruh energi listrik terlihat dari benda-benda di sekitar yang dapat


(42)

22 bekerja seperti lampu, televisi, radio, mesin cuci, komputer, dan kipas angin. Listrik dihasilkan oleh generator di pembangkit listrik. Generator digerakkan dengan membakar bahan bakar untuk melepaskan energi yang dapat menghasilkan air dan uap. Uap-uap yang dihasilkan dapat menjaga turbin pada generator tetap berputar. Energi listrik memberi manfaat yang besar dalam kehidupan manusia (Saptorini dkk, 2013: 88). Hampir setiap orang menggunakan energi listrik untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Peralatan disekitar yang menggunakan energi listrik misalnya lampu, lampu dapat menyala karena energi listrik mengalir ke lampu sehingga arus listrik diubah menjadi energi cahaya dan energi panas.

Penggunaan energi listrik yang tidak semestinya dapat membahayakan keselamatan manusia (Saptorini dkk, 2013: 89). Contoh yang dapat membahayakan manusia yaitu menggunakan peralatan listrik di sekitar air dan menyentuh sakelar atau stop kontak dengan tangan basah. Tubuh manusia mengandung banyak air sehingga dapat mengalirkan arus listrik (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016: 71). Benda yang basah dan mengandung air dapat mengalirkan arus listrik, sehingga manusia dapat tersetrum arus listrik.

Energi sangat penting bagi kehidupan makhluk yang ada di Bumi. Kegiatan sehari-hari banyak menggunakan energi yang tidak dapat diperbarui, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Sumber energi ini semakin lama semakin berkurang jumlahnya di alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghematan energi. Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan, keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan (Saptorini, 2013: 79).

Penghematan energi dapat dilakukan mulai dari diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Penghematan energi tidak hanya dengan menghemat penggunaan listrik saja, tetapi pada semua energi di bumi. Sumber energi yang ada di bumi dapat berupa batu bara, minyak bumi, gas bumi, bahan makanan, dan


(43)

23 air. Jumlah sumber energi ini terbatas, ada yang dapat diperbaharui dan ada yang tidak sehingga ketersediaannya tidak sesuai dengan pengguna energi (Oktoviani, 2008: 52). Oleh karena itu, perlu dibiasakan perilaku hemat energi. Berikut beberapa sikap atau perilaku yang termasuk dalam penghematan energi:

a. Penghematan listrik: menggunakan lampu tidur pada malam hari atau mematikan lampu ketika tidur, mematikan lampu listrik di siang hari, mematikan TV jika sudah tidak ditonton, mematikan alat listrik lain jika sudah tidak digunakan, menggunakan cahaya matahari sebagai sumber cahaya ketika di pagi hari, dan menggunakan lampu hemat energi,

b. Penghematan air: mematikan keran jika bak mandi sudah penuh, menggunakan air bekas mencuci untuk menyiram halaman, dan menggunakan air seperlunya,

Pengematan BBM (Bahan Bakar Minyak): menggunakan kompor minyak seperlunya, matikan kompor jika tidak digunakan, menggunakan kompor hemat energi, mematikan mesin motor atau mobil jika tidak digunakan, menggunakan sepeda atau berjalan kaki jika bepergian dalam jarak dekat, dan menggunakan kendaraan umum ketika bepergian (Saptorini, 2013: 80).

2.2 Penelitian-Penelitian Relevan 2.2.1 Penelitian tentang Model PBL

Araz dan Sungur (2007) meneliti keefektifan model PBL terhadap prestasi akademik dan kinerja keterampilan siswa SD. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas model PBL dengan model tradisional. Terdapat dua kelompok yang digunakan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menerapkan model PBL, sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran tradisional. Jumlah siswa pada kelompok eksperimen sebanyak 126 orang, sedangkan kelompok kontrol berjumlah 91 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL lebih efektif dibandingkan dengan model tradisional, dibuktikan dengan prestasi akademik dan kinerja keterampilan kelompok eksperimen (M = 11,44, M =2,67) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (M = 10,91 dan M = 2,20).


(44)

24 Melanjutkan penelitian di atas, Padmavathy (2013) meneliti keefektifan model PBL dan metode konvensional pada mata pelajaran Matematika siswa menengah. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan pretest dan

posttest. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VIII. Terdapat dua kelompok yang digunakan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan jumlah keduanya sebanyak 30 orang. Pembelajaran di kelompok eksperimen menerapkan model PBL, sedangkan di kelompok kontrol menggunakan metode konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL memberi pengaruh signifikan, dibuktikan dengan kelompok eksperimen memperoleh rerata

pretest (M = 14,86) dan posttest (M = 17,33), serta nilai t sebesar 5,20. Model PBL memiliki efek pada prestasi belajar mata pelajaran Matematika, dibuktikan dengan kelompok eksperimen memperoleh (M = 17,33, SD = 2,27) lebih besar daripada kelompok kontrol (M = 15,46, SD = 2,41).

Iji dkk (2015) meneliti pengaruh PBL terhadap prestasi belajar siswa pada materi trigonometri SMA. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental dengan tipe non-equivalent group. Terdapat dua kelompok yang yang digunakan yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel penelitian ini berasal dari empat kelas dengan jumlah sebanyak 365 orang, terdiri dari 203 orang laki-laki dan 162 orang orang perempuan. Pada kelompok eksperimen menerapkan model PBL, sedangkan kelompok kontrol menerapkan model tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, tidak ada pengaruh antara interaksi metode mengajar dan jenis kelamin terhadap prestasi siswa pada materi trigonomeri.

2.2.2 Penelitian tentang Berpikir Kritis

Nezami dkk (2013) meneliti tentang pengaruh Cooperative Learning

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental. Sampel penelitian sebanyak 116 orang, yang terbagi menjadi dua kelompok. Siswa di kelompok kontrol berjumlah 52 orang sedangkan di kelompok eksperimen berjumlah 64 orang. Kelompok eksperimen menerapkan metode pembelajaran kooperatif. Sebaliknya di kelompok kontrol menggunakan


(45)

25 metode pembelajaran biasa. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis siswa ditunjukkan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (p < 0,05).

Shaarawy (2014) melakukan penelitian pengaruh menulis jurnal mingguan terhadap kemampuan kognitif berpikir kritis mahasiswa pada bahasa asing. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental. Sampel penelitian yaitu mahasiswa semester dua, yang dibagi menjadi kelompok kontrol berjumlah 7 orang dan kelompok eksperimen berjumlah 16 orang. Pada kelompok eksperimen mahasiswa diberi tugas tambahan untuk menulis jurnal mingguan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menulis jurnal mingguan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif berpikir kritis mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed)

sebesar 0,001 (p < 0,05).

Azizmalayeri dkk (2012) meneliti pengaruh metode inkuiri terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental. Sampel penelitian yaitu siswa kelas II SMA sebanyak 190 orang, terdiri dari 95 orang laki-laki dan 95 orang perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dan tidak ada pengaruh yang signifikan padaperbedaan jenis kelamin siswa. Hal ini dibuktikan dengan F = 4,51 dan p < 0,05.

Penelitian relevan di atas menggunakan sampel siswa SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Variabel dependen penelitian tersebut adalah berpikir kritis. Belum ada penelitian tentang variabel dalam berpikir kritis yaitu kemampuan evaluasi dan inferensi. Oleh karena itu, peneliti akan membuat penelitian untuk memperkaya dan memberi sumbangan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penerapan model PBL terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi siswa.


(46)

26 Hasil penelitian sebelumnya dapat dibuat bagan sebagai berikut.

Gambar 2.5 Bagan Penelitian Relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Pada teori kognitif Piaget menjelaskan bahwa anak usia Sekolah Dasar masuk pada tahap operasional konkret. Untuk mengoptimalkan perkembangan kognitif anak diperlukan pembelajaran yang tepat. Pembelajaran yang kontekstual dan melibatkan siswa secara aktif. Model pembelajaran yang diduga dapat digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan anak adalah model PBL. Model PBL merupakan pembelajaran inovatif yang dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan permasalahan dan berpikir tingkat tinggi. Langkah-langkah dalam model PBL ada lima yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) melakukan penyelidikan individual

Model PBL

Araz & Sungur (2007) Model PBL – Prestasi Akademik dan

Kinerja Keterampilan

Padmavathy (2013) Model PBL – Prestasi Belajar

Iji dkk (2015) Model PB – Prestasi Belajar

Yang akan diteliti:

Model PBL – Kemampuan Evaluasi dan Inferensi

Azizmalayeri dkk (2012) Metode Inkuiri Terbimbing – Berpikir

Kritis Shaarawy (2014) Menulis Jurnal – Kemampuan

Kognitif Berpikir Kritis Nezami dkk (2013)

Cooperative Learning – Kemampuan Berpikir Kritis


(47)

27 atau kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model PBL dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, salah satunya adalah berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk mencapai tujuan tertentu yang didasari dengan pemikiran yang logis. Kemampuan berpikir kritis siswa dibagi menjadi 6 bagian, yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplanasi, dan regulasi diri. Kemampuan evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kebenaran dari suatu pernyataan. Kemampuan inferensi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi suatu alasan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang masuk akal.

Beberapa sekolah di Yogyakarta telah menerapkan Kurikulum 2013 meskipun penerapannya masih kelas I dan IV. Implementasi Kurikulum 2013 perlu didukung dengan penerapan model pembelajaran inovatif yang tepat sehingga kemampuan siswa dapat berkembang dengan maksimal. Diperlukan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model PBL.

Model PBL dapat diterapkan pada mata pelajaran IPA. Salah satu materi yang dapat diterapkan dengan model PBL adalah Energi. Permasalahan pada materi energi sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Jika model PBL diterapkan dalam pembelajaran IPA, maka akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis terutama kemampuan evaluasi dan inferensi siswa.

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Penerapan model PBL berpengaruh terhadap kemampuan evaluasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.

2.4.2 Penerapan model PBL berpengaruh terhadap kemampuan inferensi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.


(48)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini berisi metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Metode penelitian membahas jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi experimental design dengan tipe non-equivalent control group design. Quasi experimental design adalah metode penelitian untuk mencari pengaruh suatu perlakuan dalam kondisi yang terkontrol dan kelompok kontrol tidak berfungsi sepenuhnya terhadap variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011: 116-118). Non-equivalent control group design dikarenakan partisipan penelitian pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak dipilih secara acak (Setyosari, 2010: 157-158). Peneliti tidak dimungkinkan untuk mengacak siswa dan mengatur kelas untuk dijadikan sebagai sampel. Meskipun partisipan tidak dipilih secara random, namun tujuan sudah dipenuhi melalui hasil

pretest sehingga kemampuan awal kedua kelompoktidak berbeda

Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Perlakuan pada kedua kelompok yaitu pemberian soal

pretest. Pemberian pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal sampel.

Pretest dilaksanakan sebelum siswa mendapat materi pembelajaran. Setelah diketahui kemampuan awal setiap kelompok, pada kelompok kontrol tidak diberi perlakuan atau pembelajaran berlangsung seperti biasa menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah. Sedangkan pembelajaran di kelompok eksperimen menggunakan model PBL. Setelah kelompok kontrol dan kelompok eksperimen mendapat perlakuan, kedua kelompok diberi soal posttest I

untuk mengetahui pemahaman siswa. Pengaruh perlakuan dihitung menggunakan langkah 1) skor posttest I dikurangi skor pretest pada kelompok eksperimen, maka


(49)

29 menghasilkan skor 1, 2) skor posttest I dikurangi skor pretest pada kelompok kontrol, maka menghasilkan skor 2, 3) skor 1 dikurangi skor 2 (Cohen, 2007: 276-277). Pengaruh perlakuan dihitung menggunakan rumus (O2 - O1) – (O4-O3). Jika

perhitungan menghasilkan nilai negatif, maka tidak ada pengaruh perlakuan. Sedangkan jika hasil perhitungan bernilai positif, maka ada pengaruh perlakuan. Berdasarkan penjelasan tersebut Setyosari (2010: 158) menggambarkan desain penelitian sebagai berikut.

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:

O1 = Rerata skor pretest pada kelompok eksperimen

O2 = Rerata skor posttestpada kelompok eksperimen

X = Penggunaan (treatment) penggunaan model PBL O3 = Rerata skor pretest pada kelompok kontrol

O4 = Rerata skor posttest pada kelompok kontrol

Garis putus-putus pada gambar desain penelitian menunjukkan cara penentuan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Penentuan kelompok tidak menggunakan cara random, tetapi menggunakan kelas yang sudah ada (Cohen, 2007: 283). Selain itu, garis putus-putus berfungsi sebagai pemisah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang disebut dengan non-equivalent control group design.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta, Sleman. SD Perumnas Condongcatur Yogyakarta berlamatkan di Jalan Flamboyan, Nomor 11 Perumnas Condongcatur Yogyakarta Depok, Sleman, Yogyakarta. SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta merupakan gabungan dari tiga sekolah, yaitu SDN Perumnas 1, SDN Perumnas 2, dan SDN

O1 X O2

---


(50)

30 Perumnas 3. Jumlah guru dan karyawan sebanyak 34 orang. Jumlah seluruh siswa dari kelas I sampai kelas VI sebanyak 640 orang. Jumlah seluruh kelas di SDN Perumas Condongcatur yaitu 17 kelas, kelas I sampai kelas V terdapat tiga kelas paralel, sedangkan kelas VI terdapat dua kelas paralel. Peneliti memilih SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta sebagai tempat penelitian karena guru belum pernah menerapkan pembelajaran inovatif pada mata pelajaran IPA terutama model PBL. Selama pembelajaran, guru menyampaikan materi dengan cara memberi penjelasan, sedangkan siswa tidak terlalu dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian di SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017. Krathwohl (2004: 547) mengungkapkan bahwa pengambilan data eksperimental sebaiknya dilaksanakan dalam waktu singkat untuk mengurangi kemungkinan bias. Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama 25 hari dimulai pada tanggal 19 September 2016 sampai dengan tanggal 11 Oktober 2016. Berikut adalah jadwal pengambilan data yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data

Kelompok Kegiatan Alokasi Waktu

Hari, Tanggal

Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen 2 x 35 menit Senin, 19 September 2016

Kontrol Materi macam-macam energi dan pemanfaatannya

3 x 35 menit Jumat, 23 September 2016 Materi penggunaan dan

bahaya penggunaan energi listrik

3 x 35 menit Sabtu, 24 September 2016

Materi hemat energi 3 x 35 menit Senin, 26 September 2016 Posttest I 2 x 35 menit Selasa, 27 September 2016

Posttest II 2 x 35 menit Jumat, 7 Oktober 2016

Eksperimen Materi macam-macam energi dan pemanfaatannya

3 x 35 menit Rabu, 28 September 2016 Materi penggunaan dan

bahaya penggunaan energi listrik

3 x 35 menit Kamis, 29 September 2016

Materi hemat energi 3 x 35 menit Jumat, 30 September 2016 Posttest I 2 x 35 menit Sabtu, 1 Oktober 2016


(51)

31

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Indrawan dan Yaniawati (2014: 93) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen untuk ditarik kesimpulan. Elemen dalam populasi yaitu kelompok besar gabungan individu yang menjadi target dalam penelitian. Sugiyono (2010: 117) mengemukakan bahwa populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta dengan jumlah sebanyak 82 orang yang terdiri dari 45 siswa laki-laki dan 37 siswa perempuan.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang dipilih melalui teknik tertentu sehingga dapat mewakili populasi (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007: 37). Sampel menjadi kelompok kecil yang diamati dalam penelitian karena telah mewakili populasi. Sejalan dengan itu, Darmadi (2014: 57) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek atau subjek penelitin. Sampel dapat mewakili populasi sehingga kesimpulan penelitian dapat berlaku secara umum. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik non probability sampling dengan tipe convenience sampling. Creswell (2015: 294-295) menyatakan bahwa convenience sampling adalah penggunaan sampel yang sudah tersedia bagi penelitian. Peneliti tidak memilih sampel secara acak, namun menggunakan kelas yang telah ada. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas IV B dan IV C yang dipilih dengan cara undian. Siswa IV B berjumlah 26 orang, dan IV C berjumlah 30 orang. Pengundian disaksikan oleh kepala sekolah dan guru kelas IV. Undian menghasilkan bahwa kelas IV B menjadi kelompok eksperimen dan IV C menjadi kelompok kontrol. Pembelajaran di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dilaksanakan oleh guru yang sama. Pengajaran dilaksanakan oleh guru kelas yang sama bertujuan untuk mengurangi bias dalam penelitian.


(52)

32

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah variasi objek, sifat, kegiatan yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan (Darmadi, 2014: 14). Sependapat dengan itu, Setyosari (2010: 139) mengungkapkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut, variabel penelitian adalah hal yang menjadi objek pengamatan dalam penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Kedua variabel digunakan karena sesuai dengan jenis penelitian eksperimen.

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau penyebab adanya variabel dependen (Sugiyono, 2015: 61). Variabel ini mempengaruhi dan menyebabkan perubahan pada variabel terikat. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Martono (2014: 61), variabel indipenden adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain sehingga menghasilkan akibat. Variabel independen menjadi variabel yang menjelaskan fokus atau topik penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut, variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi adanya variabel lain.

Variabel indipenden dalam penelitian ini adalah model PBL. Model PBL yang digunakan terdapat lima tahap, yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) melakukan penyelidikan individual atau kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3.4.2 Variabel Dependen

Sugiyono (2015: 61) menjelaskan bahwa variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi dari adanya variabel bebas. Sejalan dengan itu, variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (Sudaryono, 2013: 23). Variabel ini menjadi akibat dari adanya variabel


(1)

177

4.13.5 Wawancara I Siswa C Sebelum Perlakuan

Hari

: Sabtu, 3 September 2016

Baris Wawancara Keterangan

1 P : Apakah kamu senang belajar IPA? Mengapa? Senang Belajar IPA (W1 SC B1) 2 SA Senang soalnya belajar tentang hewan dan tumbuhan

3 P : Bagaimana biasanya cara gurumu mengajar IPA? 4 SA Menjelaskan materi, pernah membawa alat dari

rumah

Menjelaskan materi (W1 SC B4)

6 P : Apakah kamu merasa senang ketika gurumu mengajar IPA dengan metode ceramah? Mengapa?

8 SA Agak senang Senang metode

ceramah (W1 SC B8)

9 P : Apakah sebelumnya gurumu pernah mengajarkan materi IPA dengan model/metode lain (selain ceramah)?

12 SA Pernah praktik Praktik

13 P : Apakah kamu bisa mengerjakan soal nomor 3a, 3b, dan 3c?

15 SA Agak, tapi sulit Tidak bisa

mengerjakan (W1 SC B15) 16 P : Apakah kamu bisa mengerjakan soal nomor 4a, 4b,

dan 4c?

18 SA Em agak, soalnya sulit Tidak bisa

mengerjakan (W1 SC B18) 19 P : Dari soal 3 dan 4, manakah yang kamu anggap paling

sulit? Mengapa?

21 SA : Nomor 4, soalnya sulit Soal nomor 4

sulit (W1 SC B21)


(2)

178

4.13.6 Wawancara I Siswa C Sesudah Perlakuan

Hari

: Sabtu, 3 September 2016

Baris Wawancara Keterangan

1 P : Bagaimana perasaanmu setelah belajar IPA menggunakan model PBL?

3 SC Senang, soalnya praktik Perasaan senang

(W2 SC B3) 4 P : Apakah kamu lebih memahami materi IPA

dibandingkan sebelumnya?

6 SC Iya, lebih paham Memahami

materi (W2 SC B6)

7 P : Apakah belajar IPA dengan model PBL lebih menarik daripada metode ceramah?

9 SC Iya soalnya kemarin praktik PBL menarik

(W2 SC B7) 10 P : Apakah kamu merasa kesulitan ketika belajar IPA

dengan model PBL? Mengapa?

12 SC Tidak, soalnya belajarnya praktik bareng sama teman Tidak kesulitan (W2 SC B12) 13 P : Apakah kamu lebih bisa mengerjakan soal nomor 3a,

3b, dan 3c?

15 SC Bisa, semuanya saya kerjakan. Bisa

mengerjakan (W2 SC B15) 16 P : Apakah kamu lebih bisa mengerjakan soal nomor 4a,

4b, dan 4c?

18 SC Bisa, tapi masih ada yang sulit Bisa

mengerjakan (W2 SC B18) 19 P : Apakah belajar IPA dengan model PBL

mempermudah kamu untuk mengerjakan soal yang sulit?

22 SC : Iya, soalnya sebelumnya sudah dipelajari Lebih bisa mengerjakan (W2 SC B22)


(3)

179

Lampiran 4.14 Foto Kegiatan Pembelajaran


(4)

180

Eksperimen


(5)

181


(6)

182

CURRICULUM VITAE

Tita Andriani adalah anak kedua dari pasangan Timbul

dan Fifi Sisterani. Lahir di Blora pada tanggal 13

September 1995. Pendidikan dimulai dari TK Panti Asih

Banjarejo,

pada

tahun

2000-2001.

Melanjutkan

pendidikan di SDN Banjarejo I pada tahun 2001, namun

saat kelas I di semester II pindah ke SDN Sedayu II.

Peneliti melanjutkan pendidikan di SMP N 2 Muntilan

pada tahun 2007-2009. Pendidikan peneliti dilanjutkan

di SMA N 1 Dukun pada tahun 2010-2012. Pendidikan

selanjutnya yaitu Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2013.

No

Nama Kegiatan

Tahun

Peran

1

Inisiasi

Universitas

Sanata

Dharma

(Insadha)

2014

Peserta

2

Inisiasi Fakultas (Infisa)

2013

Peserta

3

Inisiasi Program Studi (Insipro)

2013

Peserta

4

Week-end Moral

2013

Peserta

5

Pelatihan Pengembangan Kepribadian

Mahasiswa I (PPKM I)

2013

Peserta

6

CSL

(Pelatihan

Pengembangan

Kepribadian Mahasiswa I/ PPKM I)

2014

Peserta

7

Makrab FKM Budi Mulia

2013

Peserta

8

Kursus Mahir Dasar (KMD)

2014

Peserta

9

English Club Program

2013-2014

Peserta

10 Penguasaan Bahasa Inggris Aktif

2015

Peserta

11 Visualisasi Kisah Sengsara Yesus

2016

Sie

Perlengkapan

12 Seminar

Reinventing

Childhood

Education


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV SDN I Sajira Pada Mata Pelajaran IPA Konsep Ekosistem,

0 7 171

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATA PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Ipa Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Ta’mirul Islam Surakarta Semester

0 1 14

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATA PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Ipa Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Ta’mirul Islam Surakarta Semester

0 2 16

Pengaruh penerapan model Problem Based Learning terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN Perumnas Condongcatur Yogyakarta.

0 1 204

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN IPA DI SDN JARAKAN.

0 8 211

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ENERGI ALTERNATIF MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI PERUMNAS CONDONGCATUR.

0 1 144

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN INTELEKTUAL SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS IV SD N MARGOYASAN YOGYAKARTA.

1 5 151

PENGARUH PENGGUNAAN METODE MIND MAP TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI PADA MATA PELAJARAN IPA DI SD TARAKANITA BUMIJO YOGYAKARTA SKRIPSI

0 0 190

Pengaruh penggunaan metode Mind Map terhadap kemampuan evaluasi dan inferensi pada mata pelajaran IPA kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta - USD Repository

0 1 164

PENGARUH PENGGUNAAN METODE MIND MAP TERHADAP KEMAMPUAN EVALUASI DAN INFERENSI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA

0 0 191