Hubungan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan produksi PT. Yekatria Farma.

(1)

vii

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PEMBERIAN KOMPENSASI FINANSIAL DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PRODUKSI PT. YEKATRIA FARMA

Albertus Hari Novianto ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan PT. Yekatria Farma. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja karyawan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh dengan subjek sebanyak 95 karyawan produksi PT. Yekatria Farma. Metode pengumpulan data adalah dengan penyebaran skala yang dikembangkan oleh peneliti. Reliabilitas skala sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan skala kepuasan kerja masing-masing diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala sikap terhadap pemberian kompensasi finansial terdiri dari 60 aitem dengan nilai reliabilitas 0,953. Skala kepuasan kerja terdiri dari 30 aitem dengan nilai reliabilitas 0,935. Berdasarkan hasil uji asumsi, data sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan data kepuasan kerja termasuk dalam distribusi tidak normal dan linear. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho Correlation. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,812 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja yang berarti bahwa hipotesis diterima.

Kata kunci : sikap terhadap pemberian kompensasi finansial, kepuasan kerja, karyawan


(2)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN ATTITUDE TOWARD APPROPRIATIONS FINANCIAL COMPENSATION AND JOB SATISFACTION

ON PT. YEKATRIA FARMA’S PRODUCTION EMPLOYEES Albertus Hari Novianto

ABSTRACT

This research aimed to determine the relationship between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction on PT. Yekatria Farma’s production employees. The hypothesis proposed in this research was the positive correlation between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction. The samples were taken by saturated sampling technique with total subject were 95 production omployees on PT. Yekatria Farma. Data gained method using distribution scale which developed by researcher. Reliability of attitude toward appropriations financial compensation scale and job satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach. Scale of attitude toward appropriations financial compensation consists of 60 items and the reliability value was 0,953. The scale of job satisfaction consists of 30 items and the reliability value was 0,935. Based on the assumptions test, the data of attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction were not normal and linear. The hypothesis test conducted in this research were using Spearman’s Rho Correlation technique. Result of hypothesis test showed that correlation of attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction was 0,812 with p = 0,000 (p < 0,05). This result showed that there were strong positive and significant correlation between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction which means that the hypothesis was accepted.

Keywords: attitude toward appropriations financial compensation, job satisfaction, employees


(3)

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PEMBERIAN KOMPENSASI FINANSIAL DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PRODUKSI PT. YEKATRIA FARMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Albertus Hari Novianto

119114056

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Mintalah, makaakandiberikankepadamu; carilah,

makakamuakanmendapat; ketoklah, makapintuakandibukakanbagimu. (Lukas 11:9)

Tetapikamuini, kuatkanlahhatimu, janganlemahsemangatmu, karenaadaupahbagiusahamu! (2 Tawarikh 15:7)

Setiappikiranmuadalahhal yang nyata–Prentice Mulford

Dalamsituasi yang berantakan, temukankesederhanaan.Dalampertikaian, temukankeselarasan.Dalamkesulitanterdapatpeluang–Albert Einstein

It’s a sad thing not to have friends,

but it is even sadder not to have enemies– Ernesto “Che” Guevara

Stay foolish, stay hungry–Steve Jobs

Pertanyaanpersisnyabukanlahapakahengkauakanterusberlanutatautidak, tetapibagaimanaengkauakanmenikmatinya?–Robert Thurman

Takadaseorang pun yang takdirnyaditentukan hanyadenganbicara–Unknown

Konsistensimerupakansalahsatucara air mengalahkanbatukarang–Unknown


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang sederhanainiakupersembahkanuntuk:

TuhanYesusKristus yang berkatNyatakpernahusai

Keduaorangtuaku yang dengansabardan

penuhcintakasihmerawatku

Kakakdanadikkutersayang yang takpernahlupa

kusebutdalamdoaku

Kekasih yang selalumemberikandoadan

dukunganterbaiksetiapharinya


(8)

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PEMBERIAN KOMPENSASI FINANSIAL DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PRODUKSI PT. YEKATRIA FARMA

Albertus Hari Novianto ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan PT. Yekatria Farma. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja karyawan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh dengan subjek sebanyak 95 karyawan produksi PT. Yekatria Farma. Metode pengumpulan data adalah dengan penyebaran skala yang dikembangkan oleh peneliti. Reliabilitas skala sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan skala kepuasan kerja masing-masing diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala sikap terhadap pemberian kompensasi finansial terdiri dari 60 aitem dengan nilai reliabilitas 0,953. Skala kepuasan kerja terdiri dari 30 aitem dengan nilai reliabilitas 0,935. Berdasarkan hasil uji asumsi, data sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan data kepuasan kerja termasuk dalam distribusi tidak normal dan linear. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasiSpearman’s Rho Correlation. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,812 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja yang berarti bahwa hipotesis diterima.

Kata kunci : sikap terhadap pemberian kompensasi finansial, kepuasan kerja, karyawan


(10)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN ATTITUDE TOWARD APPROPRIATIONS FINANCIAL COMPENSATION AND JOB SATISFACTION

ON PT. YEKATRIA FARMA’S PRODUCTION EMPLOYEES

Albertus Hari Novianto ABSTRACT

This research aimed to determine the relationship between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction on PT. Yekatria Farma’sproduction employees. The hypothesis proposed in this research was the positive correlation between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction. The samples were taken by saturated sampling technique with total subject were 95 production omployees on PT. Yekatria Farma. Data gained method using distribution scale which developed by researcher. Reliability of attitude toward appropriations financial compensation scale and job satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach. Scale of attitude toward appropriations financial compensation consists of 60 items and the reliability value was 0,953. The scale of job satisfaction consists of 30 items and the reliability value was 0,935. Based on the assumptions test, the data of attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction were not normal and linear. The hypothesis test conducted in this research were using Spearman’s Rho Correlation technique. Result of hypothesis test showed that correlation of attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction was 0,812 with p = 0,000 (p < 0,05). This result showed that there were strong positive and significant correlation between attitude toward appropriations financial compensation and job satisfaction which means that the hypothesis was accepted.

Keywords: attitude toward appropriations financial compensation, job satisfaction, employees


(11)

(12)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga karena atas kasih dan karunia-Nya penulis dengan gigihnya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan sukses meskipun tidak sedikit tantangan yang menghadang selama proses penyusunan skripsi berlangsung. Skripsi ini disusun sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari banyak pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang-orang yang selama ini memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, baik secara moril dan materi sehingga terselesaikannya skripsi ini:

1. Dr. Tarsisius PriyoWidiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih bu Dewi, terima kasih banyak atas segala bimbingan, kesabaran, pengertian, semangat, motivasi, dan tantangan-tantangan yang tidak jarang membuat cemas. Terima kasih karena telah memberikan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih untuk proses yang tidak sebentar dan tidak mudah ini sehingga penulis dapat memahami karya penulis sendiri dengan baik. Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada bu Dewi yang telah membimbing di


(13)

viii

waktu terakhir penulis di Fakultas Psikologi tercinta. Terima kasih banyak, bu. Tuhan memberkati Bu Dewi dan keluarga.

4. Debri Pristinella, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas keramahan, senyuman, dan segala bantuan yang telah diberikan serta masukan-masukan kepada penulis dalam menjalani studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Pak Didik dan Suster Wina yang telah membuat penulis tersadar betapa pentingnya membaca buku sehingga penulis memiliki “kacamata” yang lebih luas dan dapat lebih memaknai hidup. Terima kasih kepada Suster Wina atas wejangan dan nasehatnya sehingga penulis mampu menjadi lelaki sekaligus manusia yang lebih bijaksana dalam berpikir dan bersikap. 6. Seluruh dosen dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yoyakarta yang telah membagi ilmu, mengajarkan makna hidup yang cerdas dan humanis kepada penulis selama mengenyam pendidikan di sini.

7. Seluruh subyek penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala kesediaan dan kerja sama selama skripsi ini disusun. Semoga Tuhan selalu memberikan berkat yang melimpah kepada seluruh subjek yang berpartisipasi dalam pengisian skala.

8. Kedua orang tua penulis, Mulyata dan Sri Harningsih atas kasih sayang yang tak terhitung lagi banyaknya. Terima kasih atas perhatian, kesabaran, dukungan, arahan, nasihat, dan doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan kepada penulis. Terima kasih atas semangat dan motivasi yang diberikan


(14)

ix

ketika penulis menemui tantangan dan ketika penulis merasa jenuh dengan kewajibannya sebagai mahasiswa. Penulis juga meminta maaf karena penulis masih sering membuat beliau berdua kecewa, sedih, dan marah. Maaf untuk segala kelancangan dan ketidakmasukakalan penulis selama ini. Penulis berjanji akan menjadi anak yang paling sukses dan paling membanggakan. Terima kasih sebanyak-banyaknya bapak dan ibu. Saya sangat menyayangi dan mencintai kalian.

9. Kakak dan adik penulis, Abram Haryo Putro dan Agnes Riajulvin Nugraheni. Terima kasih atas doa dan canda tawanya selama ini. Walaupun selama ini kita tidak terlalu banyak bicara tetapi percayalah bahwa saya sangat menyayangi kalian..

10. Kekasih penulis, Natasha Alberta Rus Yusivania. Terima kasih penulis ucapkan karena senantiasa setia mendampingi, memberi motivasi, penguatan saat penulis terganjar revisi yang penuh tantangan, dan tidak pernah lelah mendoakan masa depan penulis. Terima kasih atas kesediaan dan waktunya dalam mendengarkan keluh kesah penulis. Terima kasih atas penghiburannya di saat penulis merasa sedih dan kecewa. Terima kasih untuk doa yang sangat menguatkan. Terima kasih untuk pengertiannya. Maaf untuk segala kesalahan penulis. Terima kasih atas cinta kasihnya selama ini. Aku sangat mencintaimu.

11. Teruntuk bu Yuli dan Sheila yang selalu memberikan dorongan dan doa demi kelancaran skripsi dan kesuksesan penulis.


(15)

x

Indra dan Fanus yang telah menjadi sahabat pertama penulis dan akan tetap menjadi saudara penulis sampai kapan pun. Terima kasih untuk keceriaan dan kebahagiaan yang dibagikan sejak kecil. Terima kasih telah menjadi orang yang selalu ada dari kita kecil hingga kini kita masing-masing telah beranjak dewasa. Semoga kesuksesan berada di genggaman tangan kita. Aku menyayangi kalian.

13. Sahabat penulis sejak SMA, Nathan, Sondy, Novita, Icha, dan Debby yang selalu memberikan pertolongan ketika penulis mengalami kesulitan. Terima kasih untuk bantuan dan perhatiannya selama ini. See you on top, guys.

14. Sahabat penulis sejak awal kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Manda, Rere, Endah, Bayu, dan Rhisang. Terima kasih untuk bantuannya selama ini. Terima kasih atas dukungan dan nasehatnya selama ini. Terima kasih karena telah mengenalkan keramahan Jogja kepada penulis. Terima kasih untuk suka dukanya selama ini. Semoga segala cita-cita kita tercapai. God bless you all.

15.Sahabat penulis “Wong Pitoe”, Heksa, Morez, Danang Babi, Cik Ve, Denny, dan Ellen yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas motivasinya selama ini. Terima kasih atas canda dan tawa di setiap percakapan kita. Terima kasih atas kebaikan, ketulusan, dan pertolongannya selama ini. Terima kasih atas kebahagiaan dan kenangannya di kurang lebih dua tahun ini. Semoga cita-cita kita tercapai. See you on top, guys. God bless you all.


(16)

xi

16. Terima kasih untuk teman-teman kuliah, Suci, Pamela, Ema, Keket, Yudha, Icha, Elis, Apo, Lia, Kasita, Saktya, Igna, Nathan, Aji, Tole, Randy, Anoy, Bella, Ella, Angga, Pika, Martha, Awang, Kunto, David, Boncel, Bene, Yosi, Aya, Natia, Vico, Pipit, Ayu, Natasya, Yogi, Efan, Haha, Galih, Sintami, Melani, Agnes Bella, Devita, AP, Cia-cia, Visnu, Banya, Rere Judith, Chika, Ribka, Elita, Elia, Agnes, Ghea, Stanis, Paska, Daniel, Bram, Vander, Shinta, Ateng, Anton, Widek, Della, Boni, Gempol, Indra, Hary, Pewe, Hendi, Mas Niko, Gading, Awang Instiper, Dedew, Pudar, Silla, dan teman-teman penulis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas banyak kenangan bahagia dan duka, semangat, motivasi, bantuan, canda tawa, waktu, pikiran, tenaga, kerja sama, doa, dan segalanya yang telah dibagikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Jogja. Kita harus sukses dengan cara kita masing-masing. Sampai bertemu lagi. Terima kasih banyak, sahabat. 17. Teman-teman seperjuangan Psikologi 2011 yang selalu kompak dan solid

di setiap dinamika. Terima kasih telah mengajari penulis banyak hal, terutama tentang kedewasaan dan kebijaksanaan. Terima kasih telah mengisi hari-hari penulis selama kuliah.

18. Teman-teman Universitas Sanata Dharma yang telah menjadi bagian dari cerita hidup penulis selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.

19. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Tuhan selalu menyertai dan membalas segala kasih dan kebaikan kalian.


(17)

(18)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xvi

DAFTAR TABEL... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II. LANDASAN TEORI ... 17

A. Sikap Terhadap Kompensasi Finansial ... 17


(19)

xvii

2. Definisi Kompensasi Finansial ... 19

3. Sikap Terhadap Kompensasi Finansial ... 20

4. Aspek Sikap ... 21

5. Aspek Sikap Terhadap Kompensasi Finansial ... 23

6. Bentuk Kompensasi Finansial... 24

7. Bentuk Kompensasi Finansial di PT. Yekatria Farma . 27 8. Dampak Kompensasi Finansial... 29

9. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap ... 29

10. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi Finansial ... 31

B. Kepuasan Kerja ... 33

1. Definisi Kepuasan Kerja ... 33

2. Aspek Kepuasan Kerja ... 35

3. Dampak Kepuasan Kerja... 38

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja... 39

C. Karyawan PT. Yekatria Farma... 41

D. Dinamika Hubungan Antara Sikap Terhadap Pemberian Kompensasi Finansial dan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Produksi PT. Yekatria Farma... 43

E. Kerangka Berpikir ... 48

F. Hipotesis... 49

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50


(20)

xviii

B. Variabel Penelitian ... 50

C. Definisi Operasional... 51

D. Populasi dan Subjek Penelitian ... 53

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 54

F. Validitas dan Reliabilitas ... 59

1. Validitas ... 59

2. Seleksi Item ... 59

a. Skala Sikap Terhadap Kompensasi Finansial .. 62

b. Skala Kepuasan Kerja ... 65

3. Reliabilitas ... 67

G. Metode Analisis Data ... 69

1. Uji Asumsi ... 69

a. Uji Normalitas... 70

b. Uji Linearitas... 70

2. Uji Hipotesis ... 70

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Pelaksanaan Penelitian ... 72

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 72

C. Deskripsi Data Penelitian ... 73

1. Uji t Sikap Terhadap Pemberian Kompensasi Finansial.... 75

2. Uji t Kepuasan Kerja ... 76

D. Hasil Analisis Data... 77


(21)

xix

a. Uji Normalitas... 77

b. Uji Linearitas... 80

2. Uji Hipotesis ... 82

E. Pembahasan... 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Keterbatasan Penelitian ... 89

C. Saran... 90

1. Bagi PT. Yekatria Farma... 90

2. Bagi Karyawan PT. Yekatria Farma ... 91

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(22)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Skala Likert ... 56 Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Sikap Terhadap Pemberian

Kompensasi Finansial Sebelum Try Out... 57 Tabel 3. Sebaran Aitem Skala Kepuasan Kerja Sebelum Try Out... 58 Tabel 4. Skala Sikap Terhadap Pemberian

Kompensasi Finansial Setelah Try Out ... 63 Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Sikap Terhadap Pemberian

Kompensasi Finansial Setelah Pengguguran Manual ... 64 Tabel 6. Sebaran Aitem Skala Kepuasan Kerja Setelah Try Out... 65 Tabel 7. Sebaran Aitem Skala Kepuasan Kerja

Setelah Pengguguran Manual... 66 Tabel 8. Koefisien Alpha Cronbach Skala Sikap Terhadap

Pemberian Kompensasi Finansial ... 68 Tabel 9. Koefisien Alpha Cronbach Skala Kepuasan Kerja ... 69 Tabel 10. Deskripsi Subjek Penelitian ... 73 Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian... 74 Tabel 12. One-Sample Test Sikap Terhadap

Pemberian Kompensasi Finansial ... 75 Tabel 13. One-Sample Test Kepuasan Kerja... 76 Tabel 14. Hasil Uji Normalitas ... 78 Tabel 15. Hasil Uji Linearitas ... 81 Tabel 16. Hasil Uji Korelasi... 83


(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kurva Variabel Sikap Terhadap Pemberian

Kompensasi Finansial ... 79 Gambar 2. Kurva Variabel Kepuasan Kerja ... 80 Gambar 3. Scatter Plot Uji Lineartias... 82


(24)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 100 Lampiran 2. Tabel Analisis Data Sikap Terhadap

Pemberian Kompensasi Finansial ... 108 Lampiran 3. Tabel Analisis Data Kepuasan Kerja ... 112


(25)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT. Yekatria Farma merupakan unit kerja Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) yang berperan dalam memproduksi obat-obat esensial. PT. Yekatria Farma pertama kali didirikan pada tanggal 1 Agustus 1967 (Yakkum, 2013). PT. Yekatria Farma memiliki tujuan untuk memproduksi obat-obat esensial yang berkualitas, efektif, rasional, dan aman dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat. Guna pencapaian tujuan, PT. Yekatria Farma telah menyerap sebanyak 95 sumber daya manusia sebagai karyawan di bidang produksi guna memaksimalkan perannya sebagai unit kerja di bidang farmasi (Yakkum, 2013).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan HS selaku Kepala HRD PT Yekatria Farma, PT. Yekatria Farma menilai adanya permasalahan terkait penurunan produktivitas perusahaan yang disebabkan oleh karyawan produksi. Perilaku tersebut antara lain, karyawan yang datang terlambat masuk jam kerja, meninggalkan kantor sebelum waktu yang ditentukan, penyalahgunaan waktu istirahat dan makan siang, dan perilaku membangkang yang harus segera ditangani oleh perusahaan (komunikasi pribadi, HS, 11 April 2015). Perilaku-perilaku karyawan tersebut dinilai merugikan PT. Yekatria Farma karena dalam menjalankan


(26)

perannya sebagai produsen obat, PT. Yekatria Farma yang bekerja sama dengan banyak rumah sakit Yakkum dan rumah sakit umum lainnya sudah semestinya bertanggungjawab dan bertugas memproduksi obat-obat esensial berkualitas yang juga merupakan pelayanan di tengah masyarakat (komunikasi pribadi, HS, 11 April 2015).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu karyawan produksi PT. Yekatria Farma, diketahui bahwa beberapa masalah tersebut memang tidak jarang terjadi dalam operasional sehari-hari PT. Yekatria Farma. Hal tersebut dikarenakan karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya (komunikasi pribadi, TS, 1 Mei 2015). Menurut penelitian Mobley, Horner, dan Hollingworth (dalam Lobburi, 2012), beberapa masalah-masalah tersebut mengindikasikan ketidakpuasan kerja pada karyawan. Menurut Mobley, Horner, dan Hollingworth (dalam Lobburi, (2012) ketidakpuasan kerja pada karyawan ditunjukkan dengan perilaku, antara lain tingkat absensi yang tinggi, penyalahgunaan waktu istirahat dan makan siang, meninggalkan pekerjaan tanpa ijin, membangkang, dan menghindar dari tanggung jawab. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Schultz dan Schultz (2010) yang menyatakan bahwa karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan penurunan performansi, penurunan produktivitas, perilaku anti sosial, tingkat absensi tinggi, perilaku kontra produktif, seperti pelayanan yang buruk, melakukan pencurian, sabotase, membangkang, mengeluh, dan turnover.


(27)

Kepuasan kerja dinilai berperan penting dalam kemampuan perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan yang berkualitas (Handoko, 2001). Menurut Lawler dan Porter (dalam Waluyo, 2013) kepuasan kerja dinilai penting bagi perusahaan karena kepuasan kerja meningkatkan produktivitas karyawan yang diasumsikan pula sebagai peningkatan produktivitas perusahaan, sehingga perusahaan dirasa perlu untuk meningkatkan kepuasan kerja pada karyawannya. Sebaliknya, Handoko (1983) menuturkan bahwa karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya berdampak pada penurunan produktivitas perusahaan. Penurunan produktivitas perusahaan ditunjukkan denga perilaku, antara lain meninggalkan organisasi, mengeluh, berperilaku agresif (sabotase, membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan, dan pemogokan) dan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya (berhenti dari perusahaan, suka bolos, dan sikap menghindari aktivitas organisasi).

Di sisi lain, kepuasan kerja juga berperan penting bagi karyawan. Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja dapat berfungsi untuk meningkatkan semangat kerja karyawan, menurunkan tingkat absensi karyawan, meningkatkan produktivitas karyawan, dan meningkatkan loyalitas karyawan. Handoko menambahkan, karyawan yang puas terhadap pekerjaannya biasanya ditunjukkan dengan perilaku, antara lain kehadiran jam kerja yang baik, kurang aktif dalam serikat kerja, dan terkadang prestasi kerjanya lebih baik dari pada yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Sebaliknya, apabila para karyawan tidak memperoleh


(28)

kepuasan kerja maka biasanya ditunjukkan dengan perilaku kemangkiran, kelembanan, ketidakhadiran kerja, meninggalkan pekerjaan lebih awal, aktif dalam serikat kerja, terganggunya kesehatan fisik dan mental para karyawannya. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja atau perusahaan.

Menurut Wijono (2013), secara umum kepuasan kerja mengacu pada kepuasan yang dinikmati oleh para karyawan dari pekerjaan mereka. Wijono (2013) menambahkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan menyenangkan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas dan pekerjaan atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja. Locke (dalam Shrivastava dan Purang, 2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Locke (dalam Shrivastava dan Purang, 2009) juga mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidakpuasan kerja cenderung lebih mencerminkan penafsiran dari karyawan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan masa lalu daripada harapan-harapan untuk masa yang akan datang.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial di luar kerja (Waluyo, 2013). Kepuasan kerja merupakan perasaan dan sikap negatif atau positif karyawan terhadap


(29)

pekerjaannya (Schultz dan Schultz, 2010). Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Riggio (2008) yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif dan negatif karyawan terhadap pekerjaannya.

Berkaitan dengan kepuasan kerja, puas atau tidaknya karyawan terhadap pekerjaannya tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Waluyo (2013), kepuasan kerja ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor pertama adalah ciri-ciri intrinsik pekerjaan. Ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja dapat berbentuk keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. Wijono (2010) menambahkan bahwa ciri-ciri ekstrinsik pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan kerja dapat berbentuk status sosial dalam bekerja dan sikap terhadap penghasilan.

Faktor kedua adalah gaji penghasilan, kompensasi dan imbalan. Uang memiliki arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu.

Faktor ketiga adalah penyeliaan atau supervisi. Mengadaptasi pendapat dari Locke. Locke menemukan dua jenis dari hubungan atasan bawahan, antara lain hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.


(30)

Faktor keempat adalah rekan-rekan sejawat yang menunjang. Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional.

Berdasarkan beberapa faktor tersebut, peneliti tertarik mengambil satu faktor guna di uji secara empiris hubungannya dengan kepuasan kerja. Salah satu faktor yang akan di uji dalam penelitian ini adalah faktor gaji penghasilan, kompensasi dan imbalan. Menurut Moekijat (1995), salah satu cara untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan, motivasi, dan kepuasan kerja adalah dengan kompensasi. Pebriyanti, Dunia dan Suwena (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada 85 karyawan PT Columbus Megah Sarana Denpasar menyatakan bahwa perbedaan jumlah kompensasi yang diterima dengan jumlah kompensasi yang diharapkan karyawan menjadi penyebab utama yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.

Kompensasi merupakan balas jasa yang diterima karyawan atas pekerjaan yang telah mereka lakukan (Werther dan Davis, 1982). Kompensasi mencakup balas jasa, baik secara finansial berupa uang dan non-finansial berupa penghargaan (Samsudin, 2006). Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Simamora (2004) yang menyatakan bahwa pada dasarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam suatu pekerjaan terdiri atas dua komponen yakni kompenen finansial dan non-finansial (Simamora, 2004).


(31)

Menurut Yuwono dan Khajar (2005) kompensasi finansial dapat berupa upah, gaji, insentif, bonus, tunjangan dan fasilitas. Sedangkan kompensasi non-finansial terdiri dari kompensasi dari pekerjaan seperti tugas yang menantang dan rasa pencapaian dan kompensasi dalam lingkungan kerja berupa kebijakan supervisi, tempat kerja dan kondisi kerja serta liburan. Perusahaan memberikan kompensasi finansial kepada karyawan dengan tujuan untuk mempertahankan karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan sehingga karyawan juga menjadi lebih termotivasi dalam pekerjaannya.

Berdasarkan teori motivasi Herzberg (dalam Schultz dan Schultz, 2010), Herzberg menyatakan terdapat dua faktor yang harus diperhatikan. Pertama adalah faktor pemotivasi atau Motivator Factor dan faktor hygiene atau Hygiene Factor. Faktor yang dinilai menimbulkan motivasi adalah faktor pemotivasi. Sedangkan faktor higiene berfungsi sebagai pemenuhan keinginan dasar pekerja namun tidak sebagai pemotivasi. Menurut Herzberg, dalam hal upah berbentuk uang atau kompensasi finansial Herzberg mengakui bahwa uang atau gaji atau penghasilan merupakan faktor yang cukup kompleks. Uang di satu sisi dapat menjadi sebuah faktor pemotivasi, ketika uang dimaknai sebagai sebuah bentuk prestasi dan pengakuan.

Menurut Herzberg (dalam Schultz dan Schultz, 2010), tingkatan gaji yang diterima seorang karyawan diartikan sebagai urutan strata dalam organisasi. Gaji yang tinggi dimaknai dengan posisi yang tinggi, begitu


(32)

juga sebaliknya. Namun, gaji itu sendiri hanya akan menjadi faktor pemotivasi untuk jangka pendek. Untuk jangka panjang, gaji menjadi relatif. Dalam jangka panjang, yang menerima gaji besar pun akan merasa menerima gaji yang sedikit. Di sisi lain, Herzberg juga menyatakan bahwa gaji juga menjadi faktor higiene bagi sebagian orang yang lain. Terutama bagi karyawan di level bawah, gaji atau upah yang mereka terima hanya sekedar menjadi faktor yang membuat mereka tidak terdemotivasi saja. Namun, gaji atau upah, belum bisa menjadi faktor yang memotivasi. Dengan pertimbangan tersebut, akhirnya disimpulkan oleh Herzberg bahwa uang atau gaji atau penghasilan atau upah lebih condong masuk ke dalam faktor hygiene.

Kompensasi finansial memiliki manfaat untuk meningkatkan kepuasan kerja karena pemberian kompensasi dari perusahaan dinilai mampu memenuhi kebutuhan dan sesuai harapan karyawannya sehingga pemberian kompensasi finansial tersebut disikapi positif oleh karyawan serta meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan tersebut. Di sisi lain, pemberian kompensasi finansial yang dinilai tidak mampu memenuhi kebutuhan dan tidak sesuai harapan karyawannya akan disikapi negatif oleh karyawannya sehingga kepuasan kerja karyawan tersebut menurun (Yuwono dan Khajar, 2005).

Penelitian ini berfokus pada kompensasi finansial. Kompensasi finansial yang diterima oleh karyawan PT Yekatria Farma meliputi gaji pokok, insentif, tunjangan dalam bentuk tunjangan keluarga, tunjangan


(33)

fungsional, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan kesehatan. Menurut Simamora (1997) kompensasi finansial berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial yang diterima oleh individu melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi.

Milkovich dan Newman (2002) mendefinisikan kompensasi finansial sebagai seluruh pendapatan finansial, fasilitas dan tunjangan yang diterima oleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kerja. Pemberian kompensasi finansial dianggap lebih penting dibandingkan pemberian kompensasi non-finansial. Hal tersebut dikarenakan manusia cenderung terlebih dahulu ingin memenuhi kebutuhan mendasar yang bersifat material. Di sisi lain, kompensasi non-finansial hanya dianggap sebagai pelengkap di dalam perusahaan karena pada dasarnya motivasi karyawan dalam bekerja untuk memperoleh imbalan dalam bentuk uang yang berguna untuk memenuhi kebutuhan mendasar atau kebutuhan material karyawan (Usmara, 2003). Setelah kebutuhan material terpenuhi, manusia melanjutkan dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak lagi bersifat material. Pernyataan senada juga diungkapkan Ananti (2005) dalam penelitiannya terhadap 377 karyawan. Ananti (2005) menyatakan bahwa kompensasi non-finansial dinilai sebagai penunjang kompensasi finansial. Oleh karena itu, pemberian kompensasi finansial dianggap lebih penting daripada pemberian kompensasi non-finansial sejauh kebutuhan material karyawan belum terpenuhi (Sarwoto, 2000).


(34)

Panggabean (2004) berpendapat bahwa kompensasi finansial merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja karena kompensasi finansial pada dasarnya sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan berdampak terhadap kesetiaan karyawan dalam suatu organisasi. Menururut Handoko (2000) kompensasi finansial menjadi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi finansial mencerminkan ukuran nilai karya karyawan sendiri, keluarga dan masyarakat. Bagi perusahaan, kompensasi finansial sangat penting untuk diperhatikan karena hal tersebut mencerminkan upaya perusahaan untuk meningkatkan kedisiplinan kerja dan mempertahankan sumber daya manusia atau dengan kata lain agar pegawai mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada perusahaan. Handoko (2000) menambahkan bahwa pemberian kompensasi finansial merupakan salah satu tugas yang paling kompleks dan merupakan aspek yang paling berarti baik bagi karyawan maupun perusahaan. Kompensasi finansial harus mempunyai dasar yang logis, rasional dan dapat dipertahankan karena menyangkut sikap karyawan terhadap kompensasi finansial yang diterima.

Handoko (2000) menyatakan bahwa jika kompensasi finansial diberikan secara benar maka karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Apabila karyawan memandang kompensasi finansial yang diterimanya tidak memenuhi harapan dan kebutuhan maka akan berakibat pada turunnya prestasi, motivasi, dan kepuasan kerja secara drastis. Pendapat tersebut didukung


(35)

oleh hasil penelitian yang dilakukan Patnaik dan Padhi (2012) yaitu, sikap akan kewajaran upah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.

Menurut Munandar (2001) kompensasi finansial yang wajar harus sesuai dengan usaha yang telah diberikan karyawan terhadap perusahaan. Hal tersebut dikarenakan besarnya kompensasi finansial yang diterima karyawan dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap kompensasi finansial, yaitu apakah kompensasi finansial disikapi secara positif atau negatif. Sikap sendiri merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek yang berupa perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik, sikap diformulasikan sebagai derajat positif atau negatif terhadap suatu objek psikologis (Thustone, Likert, dan Osgood dalam Azwar, 2005). Menurut Allport dalam Allen, Guy, dan Edgley (1980) sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Secord dan Backman (1964) juga mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.


(36)

Sikap dipengaruhi oleh faktor fisiologis, pengalaman langsung terhadap objek sikap, kerangka berpikir, dan komunikasi sosial (Walgito, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap tersebut mengakibatkan sikap seseorang terhadap objek yang sama dapat berbeda-beda. Oleh karena itu, sikap karyawan terhadap pemberian kompensasi finansial juga dapat berbeda-beda. Apabila karyawan mempunyai sikap positif terhadap kompensasi finansial dari perusahaan yaitu bila kompensasi finansial dianggap adil, dapat memenuhi kebutuhan, dan sesuai harapan maka karyawan akan lebih merasa puas dalam bekerja sehingga motivasi dan produktifitas atau kinerja karyawan akan meningkat. Sebaliknya, apabila karyawan mempunyai sikap negatif terhadap kompensasi finansial dari perusahaan yaitu bila kompensasi finansial dianggap tidak adil, tidak dapat memenuhi kebutuhan, dan tidak sesuai harapan maka karyawan akan tidak merasa puas dalam bekerja sehingga motivasi dan produktifitas atau kinerja karyawan akan menurun.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap Kepala HRD PT. Yekatria Farma, didapatkan informasi bahwa kebijakan pemberian kompensasi finansial yang diberikan perusahaan kepada karyawan telah disesuaikan dengan undang-undang ketenagakerjaan dan standar yang berlaku dalam perusahaan. Standar kebijakan tersebut membahas mengenai penghasilan atau pendapatan pegawai yang diberikan oleh PT. Yekatria Farma. Pemberian kompensasi finansial pada karyawan PT. Yekatria Farma dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan atau balas


(37)

jasa pada karyawan atas hasil kerjanya dalam mencapai tujuan perusahan. Bersamaan dengan penjelasan tersebut terdapat harapan akan adanya hubungan timbal balik antara perusahaan dengan karyawan, apabila pemberian kompensasi finansial sudah dilakukan sebaik mungkin dengan menyesuaikan kondisi ekonomi dan kebijakan-kebijakan yang sesuai, maka ada harapan terhadap peningkatan kepuasan kerja karyawan di perusahaan yang diikuti dengan keuntungan perusahaan dapat meningkat, memperoleh kepuasan dari pelanggan dan mitra bisnisnya (komunikasi pribadi, HS, 11 April 2015).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho dan Kunartinah (2012) pada 108 pegawai negeri sipil (PNS) di Pekalongan, bahwa kompensasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan meskipun dengan mediasi motivasi kerja. Nugroho dan Kunartinah menunjukkan bahwa komponen kompensasi yang disikapi positif akan meningkatkan kepuasan kerja. Sedangkan kompensasi yang disikapi negatif maka akan menyebabkan ketidakpuasan kerja. Dalam penelitian Castro dan Martins (2010) pada subjek 690 karyawan menunjukkan bahwa imbalan finansial merupakan dimensi yang secara tidak langsung mempengaruhi kepuasan kerja. Dalam penelitian Neog dan Barua (2014) pada subjek 100 karyawan otomotif diketahui bahwa gaji merupakan faktor terpenting dan berada pada peringkat pertama dalam pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan jika dibandingkan dengan faktor-faktor


(38)

yang lain. Selain itu, sikap karyawan terhadap kompensasi dinilai sebagai faktor utama untuk memuaskan karyawan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Parvin dan Kabir (2011) pada subjek 100 karyawan farmasi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dinilai penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain jenis pekerjaan, upah atau kompesasi, kondisi kerja, tingkat keadilan, keamanan kerja, hubungan dengan rekan kerja, dan hubungan dengan atasan. Hal tersebut berarti bahwa upah atau kompensasi berada di peringkat 2 dalam pengaruhnya terhadap kepuasan kerja. Meskipun kompensasi menduduki peringkat kedua dalam penelitian tersebut namun Parvin dan Kabir (2011) menilai bahwa kompensasi merupakan kunci utama dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Parvin dan Kabir (2011) menambahkan bahwa pada dasarnya uang merupakan motivator yang baik bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya dan hampir semua karyawan bekerja untuk memperoleh uang, karyawan membutuhkan uang, upah dan kompensasi yang baik merupakan kunci utama dalam memuaskan karyawan. Perusahaan dapat meningkatkan upah dan kompensasi karyawan untuk memotivasi karyawan untuk meningkatkan performa karena upah atau kompensasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja sehingga secara serta merta juga akan meningkatkan kualitas pelayanan dan performa perusahaan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya hanya mengukur kompensasi secara umum, sedangkan kompensasi sendiri terdiri


(39)

dari kompensasi finansial dan kompensasi non-finansial. Selain itu pemberian kompensasi finansial dinilai lebih penting daripada kompensasi non-finansial karena kompensasi finansial dapat memenuhi kebutuhan materi karyawan yang bersifat primer, sedangkan kompensasi non-finansial dinilai sebagai pelengkap (Usmara, 2003).

Di sisi lain, banyak penelitian kompensasi sebelumnya menyandingkan variabel kompensasi dengan persepsi sebagai pengukurannya. Sedangkan berdasarkan penelitian multipel regresi yang dilakukan Ajzen (2005) tentang Planned Behavior Theory, hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut sikap memiliki sumbangan paling besar bagi intensi perilaku. Sisanya dipengaruhi oleh atribut norma subjektif dan atribut persepsi atas kendali perilaku. Pada penelitian Ajzen (2005) lainnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut sikap memiliki korelasi paling tinggi dan paling kuat dengan intensi perilaku. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menguji antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan produksi PT. Yekatria Farma.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan produksi PT. Yekatria Farma?”


(40)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan produksi di PT. Yekatria Farma.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai kompensasi finansial dan kepuasan kerja karyawan.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi karyawan di PT. Yekatria Farma

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan pengetahuan bagi karyawan mengenai tingkat kepuasan kerja yang dirasakan.

2. Bagi PT. Yekatria Farma

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PT. Yekatria Farma sebagai informasi mengenai sikap karyawan terhadap kompensasi finansial dan kepuasan kerja karyawan.


(41)

17 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sikap Terhadap Kompensasi Finansial 1. Definisi Sikap

Menurut Azwar (2005) sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau issue. Notoatmojo (1997) mendefinisikan sikap sebagai reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Pernyataan senada juga diungkapkan Mar’at (1982)mengartikan sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Menurut Thurstone dalam Wawan dan Dewi (2011) sikap merupakan derajat positif atau negatif terhadap suatu objek psikologi. Thurstone menambahkan bahwa yang dimaksud dengan objek psikologi, antara lain simbol, prase, slogan, orang, institusi, gagasan, atau ide. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Renis Likert (dalam Azwar 2005) yang mengartikan sikap sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihan (unfavorable) pada objek sikap.


(42)

Secara lebih spesifik Gerungan (1966) menjelaskan sikap sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap sesuatu hal. Gerungan menambahkan bahwa sikap terdiri dari sikap pandangan, sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan bertindak. Myers (1983) mengartikan sikap sebagai predisposisi terhadap suatu objek, termasuk kepercayaan, perasaan dan kecenderungan perilaku. Baron dan Byrne (1984) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan perasaan, kepercayaan, dan kecenderungan perilaku terhadap objek sikap, antara lain orang, ide, gagasan, kelompok, dan lain-lain. Pendapat serupa juga dinyatakan Purwanto (dalam Wawan dan Dewi 2011) yang menjelaskan sikap sebagai pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek. Walgito (2003) juga mendefinisikan sikap sebagai organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon memihak atau mendukung (favorable) maupun tidak memihak atau tidak mendukung (unfavorable) yang terdiri dari organisasi kepercayaan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada


(43)

orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku terhadap objek sikap, antara lain simbol, prase, slogan, issue, objek, orang, kelompok, institusi, gagasan, atau ide, dan lain-lain.

2. Definisi Kompensasi Finansial

Menurut Simamora (1997) kompensasi finansial merupakan imbalan-imbalan finansial yang diterima oleh individu melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi. Milkovich dan Newman (2002) mendefinisikan kompensasi finansial sebagai seluruh pendapatan finansial, fasilitas dan tunjangan yang diterima oleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kerja. Simamora (2004), mengatakan kompensasi finansial adalah imbalan finansial yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi. Hal senada juga dinyatakan oleh Hariandja (2002) kompensasi finansial adalah balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang atau moneter, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan.

Menurut Milkovich dan Newman (2002), kompensasi finansial merupakan keseluruhan bentuk kembalian finansial, pelayanan nyata, dan tunjangan karyawan yang diterima sebagai bagian dari hubungan pekerjaan. Menurut Byars dan Rue (1994), kompensasi finansial merupakan semua imbalan ekstrinsik yang berupa kembalian finansial


(44)

secara langsung maupun tidak langsung yang diterima karyawan dalam pertukaran dengan kerjanya. Bernardin dan Russell (1998) juga mengemukakan pendapat yang sama tentang kompensasi finansial yaitu seluruh bentuk kembalian-kembalian finansial dan keuntungan-keuntungan yang nyata yang diterima karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Menurut Rivai (2005), kompensasi finansial merupakan segala sesuatu dalam bentuk bayaran atau imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan.

Menurut Handoko (2000) kompensasi finansial adalah segala sesuatu yang berbentuk pembayaran yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Menurut Dessler (1997), kompensasi finansial adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari perkerjaan mereka tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para tokoh, dapat disimpulkan bahwa kompensasi finansial merupakan seluruh balas jasa berupa pendapatan finansial, fasilitas dan tunjangan yang diterima oleh karyawan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi.

3. Sikap Terhadap Pemberian Kompensasi Finansial

Sikap didefinisikan sebagai reaksi atau respon memihak atau mendukung (favorable) maupun tidak memihak atau tidak mendukung


(45)

(unfavorable) yang terdiri dari organisasi kepercayaan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku terhadap objek sikap, antara lain simbol, prase, slogan, issue, objek, orang, kelompok, institusi, gagasan, atau ide, dan lain-lain.

Kompensasi finansial didefinisikan sebagai seluruh balas jasa berupa pendapatan finansial, fasilitas dan tunjangan yang diterima oleh karyawan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi.

Sikap terhadap pemberian kompensasi finansial merupakan reaksi atau respon memihak atau mendukung (favorable) maupun tidak memihak atau tidak mendukung (unfavorable) yang terdiri dari keyakinan, perasaan, dan kecenderungan perilaku terhadap kompensasi finansial.

4. Aspek Sikap

Menurut Walgito (2003), terdapat tiga aspek yang membentuk sikap. Ketiga aspek aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, antara lain:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif merupakan representasi dari kepercayaan, pendapat, pengetahuan, pandangan, dan keyakinan individu, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana sikap seseorang terhadap


(46)

objek sikap. Kepercayaan, pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tersebut muncul karena pengalaman yang telah terpolakan di dalam pikiran individu. Hal-hal tersebut juga membentuk gagasan atau ide tentang karakter-karakter objek.

b. Aspek Afektif

Secara umum, aspek afektif berisi perasaan atau kesan individu dalam menginterpretasikan atau menafsirkan objek sikap sehingga objek sikap tersebut dimaknai. Aspek afektif merupakan perasaan yang melibatkan emosional subjektif dari terhadap objek sikap. Dengan kata lain, aspek afektif adalah aspek yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang, perasaan memihak atau tidak memihak, mendukung atau tidak mendukung, positif atau negatif terhadap objek sikap.

c. Aspek Konatif

Aspek konatif menunjukkan perilaku dan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri individu dengan objek sikap. Aspek konatif tidak hanya terdiri dari perilaku yang terlihat secara langsung, namun dapat juga berupa pernyataan secara verbal atau perkataan yang merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap objek sikap.


(47)

5. Aspek Sikap Terhadap Pemberian Kompensasi Finansial

Berdasarkan aspek sikap menurut Walgito (2003) yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa aspek sikap terhadap pemberian kompensasi finansial yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Aspek kognitif

Aspek kognitif merupakan representasi dari kepercayaan, pengetahuan, pendapat, pandangan, dan keyakinan individu terhadap objek sikap. Aspek kognitif terhadap pemberian kompensasi finansial meliputi pemikiran-pemikiran dan penilaian karyawan terhadap kompensasi finansial yang diterima dari perusahaan, antara lain gaji, insentif, tunjangan keluarga, tunjangan fungsional, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan kesehatan. b. Aspek afektif

Aspek afektif merupakan perasaan atau aspek emosional individu terhadap objek sikap, yaitu kompensasi finansial. Dengan kata lain, aspek afektif adalah aspek yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang, perasaan memihak atau tidak memihak, mendukung atau tidak mendukung, positif atau negatif terhadap kompensasi finansial yang diterima dari perusahaan, antara lain gaji, insentif, tunjangan keluarga, tunjangan fungsional, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan kesehatan.


(48)

c. Aspek konatif

Aspek kognitif merupakan tendensi atau kecenderungan individu untuk bereaksi terhadap objek sikap, yaitu kompensasi finansial. Dengan kata lain, aspek konatif menunjukkan yang mana perilaku atau kecenderungan berperilaku karyawan terhadap kompensasi finansial yang diterimanya, antara lain gaji, insentif, tunjangan keluarga, tunjangan fungsional, tunjangan hari raya (THR), tunjangan kesehatan, dan tunjangan pensiun. Aspek konatif meliputi kecenderungan untuk berperilaku negatif atau positif yang dilakukan karyawan berkaitan dengan kompensasi finansial yang diberikan oleh perusahaan.

6. Bentuk Kompensasi Finansial

Menurut Simamora (2004), kompensasi finansial memiliki dua jenis, antara lain:

a. Kompensasi Finansial Langsung (Direct Financial Compensation) Kompensasi finansial langsung merupakan bayaran (pay) atau imbalan yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, dan intensif.

1. Upah, diartikan sebagai harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan


(49)

kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan.

2. Gaji, merupakan balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi.

3. Bonus, merupakan pembayaran satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji pokok karyawan.

4. Insentif

Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangakan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi.

b. Kompensasi Finansial Tidak Langsung (Indirect Financial Compensation)

Kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, merupakan kompensasi finansial yang diberikan


(50)

berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan karyawan meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung, seperti program perlindungan seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi tenaga kerja, program pensiun, dan bayaran di luar jam bekerja meliputi liburan hari besar, cuti tahunan, serta cuti hamil.

1. Program Asuransi, merupakan jaminan atau pertanggungan kepada karyawan dan keluarga mereka apabila terjadi suatu resiko finansial atas diri mereka sesuai dengan jumlah polis yang disepakati. Jaminan ini diberikan oleh perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi, meliputi asuransi kesehatan dan asuransi jiwa.

2. Program pensiun, merupakan pembayaran dana pensiun yang diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai pengargaan kepada karyawan atau jasa-jasanya selama bekerja. Program ini bukanlah sesuatu yang diharuskan oleh pemerintah sehingga hanya perusahaan swasta bertaraf nasional maupun internasional saja yang biasanya menggunakan program ini selain instansi pemerintah yang memang diwajibkan memberikan dana pensiun kepada pegawai tetapnya.

3. Bayaran saat tidak masuk kerja, merupakan pembayaran langsung berupa uang yang diberikan kepada karyawan di luar


(51)

jam kerja. Bayaran saat tidak masuk kerja meliputi bayaran saat istirahat selama jam kerja, cuti sakit, cuti dan liburan, bebas dari kehadiran, serta asuransi pengangguran.

7. Bentuk Kompensasi Finansial di PT Yekatria Farma

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala HRD PT. Yekatria Farma dan Yakkum (2013), beberapa bentuk kompensasi finansial yang diberikan perusahaan kepada karyawan bidang produksi, yaitu:

a. Gaji Pokok

Gaji pokok merupakan jumlah minimal yang dibayarkan kepada karyawan PT Yekatria Farma sesuai dengan pangkat, goongan dan ruang gaji berdasarkan masa kerjanya.

b. Insentif

Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan produksi PT Yekatria Farma karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan oleh PT Yekatria Farma.

c. Tunjangan Keluarga

Tunjangan keluarga merupakan jumlah yang dibayarkan kepada karyawan PT Yekatria Farma yang memiliki keluarga, yaitu isteri dan anak sebanyak maksimal 2 orang dengan syarat:


(52)

1. Suami atau isteri dan 2 (dua) anak berumur maksimum 25 tahun, belum menikah, belum bekerja dan belum berpenghasilan sendiri.

2. Suami-isteri yang bekerja di PT Yekatria Farma, diperhitungkan hanya salah satu yang mendapatkan tunjangan keluarga yaitu suami atau isteri sebagai karyawan PT Yekatria Farma yang memperoleh gaji lebih tinggi.

d. Tunjangan Fungsional

Tunjangan fungsional merupakan jumlah yang dibayarkan kepada karyawan PT Yekatria Farma yang masih atau sedang berfungsi yang berstatus tenaga medik, para medik, dan non medik, sesuai dengan fungsi/formasi/pekerjaan yang sedang dipangkunya. e. THR (Tunjangan Hari Raya)

Tunjangan Hari Raya diberikan kepada karyawan setiap tahun sebagai balas jasa perusahaan.

f. Tunjangan Kesehatan

Biaya kesehatan yang ditanggung perusahaan untuk karyawan, istri, dan anak maksimum 2 orang dengan usia di bawah usia 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja atau belum memiliki penghasilan pribadi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa bentuk kompensasi finansial yang diberikan PT Yekatria Farma kepada karyawan, antara lain gaji, insentif, tunjangan keluarga,


(53)

tunjangan fungsional, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan kesehatan.

8. Dampak Kompensasi Finansial

Menurut Kadarisman (2012) kompensasi finansial merupakan suatu aset bilamana kompensasi finansial menyebabkan karyawan mencurahkan upaya terbaiknya dan tetap berada di pekerjaannya. Program kompensasi finansial memiliki kompetensi, memiliki potensi untuk memengaruhi perilaku kerja karyawan, dan memacu karyawan supaya lebih produktif. Selain itu, kompensasi finansial juga dapat meningkatkan kinerja karyawan, produktivitas yang melonjak, dan turn over karyawan yang minim terjadi.

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Sikap tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang melatar belakangi munculnya sikap. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tiap individu mempunyai interpretasi yang berbeda-beda mengenai objek sikap yang sama. Menurut Walgito (2003), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan bagaimana sikap seseorang. Berkaitan dengan ini ialah faktor umur dan kesehatan. Pada umumnya orang muda sikapnya lebih radikal daripada sikap


(54)

orang yang telah tua, sedangkan pada orang dewasa sikapnya lebih moderat. Dengan demikian masalh umur akan berpengaruh pada sikap seseorang. Orang yang sering sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang tidak sering sakit.

b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap

Bagaimana sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut. Misal orang yang mengalami peperangan yang sangat mengerikan, akan mempunyai sikap yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami peperangan terhadap objek sikap peperangan. Orang akan mempunyai sikap yang negatif terhadap peperangan atas dasar pengalamannya.

c. Faktor kerangka acuan atau kerangka berpikir

Kerangka acuan merupakan faktor yang penting dalam sikap seseorang karena kerangka acuan ini akan berperan terhadap objek sikap. Bila kerangka acuan tidak seseuai dengan objek sikap maka orang akan mempunyai sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. Missal terhadap masalah hubungan seksual sebelum perkawinan.

d. Faktor komunikasi sosial

Faktor komunikasi sosial sangat jelas menjadi determinan sikap seseorang. Komunikasi social yang berujud informasi dari


(55)

seseorang kepada orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang ada pada diri orang yang bersangkutan.

10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Finansial

Menurut Rivai (2005), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan upah dan kompensasi finansial adalah: a. Faktor Internal

1) Ukuran

Besarnya perusahaan akan mempengaruhi besarnya kompensasi yang diberikan kepada karyawan. semakin besar perusahaan akan semakin besar pula tingkat upah dan kompensasi yang dibayarkan pada karyawan.

2) Umur perusahaan

Umur perusahaan akan mempengaruhi tingkat kompensasi. Perusahaan baru cenderung memberikan kompensasi yang lebih besar dari pada perusahaan yang lama.

3) Anggaran tenaga kerja

Anggaran tenaga kerja identik dengan jumlah uang yang tersedia untuk kompensasi karyawan tahunan. Kompensasi dipengaruhi oleh anggaran tenaga kerja. Apabila anggaran tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan besar maka kompensasi yang dibayarkan kepada karyawan juga besar.


(56)

4) Pembuat keputusan kompensasi

Keputusan seberapa banyak kompensasi yang harus dibayar, sistem apa yang dipakai, manfaat apa yang ditawarkan dipengaruhi oleh siapa yang membuat kepututsan kompensasi. b. Faktor Eksternal

1) Pasar tenaga kerja

Tingkat persaingan tenaga kerja akan menentukan batas terendah atau floor tingkat pembayaran karyawan. Apabila jumlah pencari kerja lebih banyak dari lowongan pekerjaan yang tersedia maka batas pembayaran terendah karyawan akan menjadi rendah demikian pula sebalikya apabila jumlah pencari kerja lebih sedikit dari pada lowongan pekerjaan yang tersedia maka batas pembayaran terendah karyawan akan menjadi lebih tinggi.

2) Kondisi ekonomi

Kondisi ekonomi industri terutama derajat persaingan perusahaan akan mempengaruhi kesanggupan perusahaan untuk membayar kompensasi yang lebih tinggi. Semakin kompetitif tingkat persaingannya, semakin rendah tingkat kesanggupan perusahaan untuk membayar kompensasi lebih tinggi.

3) Peraturan pemerintah

Pemerintah secara langsung mempengaruhi tingkat kompensasi melalui pengendalian upah dan petunjuk yang melarang


(57)

peningkatan dalam kompensasi untuk para pekerja tertentu pada waktu tertentu, dan hukum yang menetapkan tingkat tarif upah minimum, gaji, pengaturan jam kerja, dan mencegah diskriminasi.

4) Serikat pekerja

Serikat kerja mempengaruhi tingkat kompensasi. Apabila perusahaan berada di dalam suatu area di mana serikat kerjanya kuat, kebijakan kompensasinya akan terpengaruhi.

B. Kepuasan Kerja

1. Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Spector (2008) kepuasan kerja merupakan variabel sikap yang menunjukkan bagaimana individu merasakan pekerjaan mereka secara keseluruhan serta berbagai aspek dalam pekerjaannya. Robbins (1998) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaan. Menurut Wijono (2013), secara umum kepuasan kerja merupakan suatu perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas dan pekerjaan atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja. Dalam penelitiannya Parvin dan Kabir (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan di dalam individu terhadap pekerjaannya. Dalam penelitian Castro dan Martins (2010) kepuasan


(58)

kerja merupakan sikap atau perasaan individu terhadap pekerjaannya, baik secara positif atau negatif.

Menurut Locke (dalam Spector 1976) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Menurut Waluyo (2013) kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial di luar kerja. Tiffin dan McCormick (1979) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai cerminan dari sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerja sama antar pemimpin dan sesama karyawan. Menurut Howell dan Robert (1986), kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan. Pernyataan senada juga dinyatakan oleh Riggio (2007), kepuasan kerja merupakan perasaan positif dan negatif terhadap suatu pekerjaan. Menurut Spector (1996) kepuasan kerja merupakan sikap yang merefleksikan perasaan individu terhadap aspek-aspek pekerjaan mereka.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum individu yang ditunjukkan dengan sikap suka atau tidak suka terhadap karakteristik pekerjaan, aspek pekerjaan, situasi pekerjaan, kerja sama antar pemimpin dan sesama karyawan.


(59)

2. Aspek Kepuasan Kerja

Menurut Spector (2008) terdapat dua pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, pendekatan global atau global approach dan pendekatan facet atau facet approach. Pendekatan global mengukur kepuasan kerja sebagai kesatuan dengan cara melihat perasaan karyawan terhadap pekerjaan. Robbins (1993) menambahkan bahwa bentuk pendekatan global tidak lebih dari pertanyaan “apakah anda puas dengan pekerjaan anda?”. Kemudian responden memberikan jawaban

berupa memilih rentang angka antara 1 sampai 5 sebagai representasi

“Sangat Puas” di angka 5 dan “Sangat Tidak Puas” di angka 1.

Sedangkan pendekatan facet mengukur kepuasan kerja secara lebih detail dengan cara melihat aspek-aspek dalam pekerjaan, seperti aspek jenis pekerjaan, aspek pemberian reward (upah), aspek kondisi kerja yang mendukung, dan aspek rekan kerja.

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan facet karena pendekatan facet dikatakan dapat menggambarkan kepuasan kerja secara lengkap. Sedangkan masing-masing individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda dalam setiap aspek pekerjaannya (Spector, 2008). Menurut Robbins (1998) aspek kepuasan kerja terdiri dari:

a. Aspek jenis pekerjaan

Karyawan cenderung memilih pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan


(60)

mereka. Karyawan juga cenderung memilih pekerjaan yang mampu menawarkan berbagai macam tugas, kebebasan dan mampu memberikan feedback berdasarkan hasil pekerjaan mereka. Pada kondisi kerja yang menantang, kebanyakan karyawan akan merasa senang dan puas.

b. Aspek pemberian reward (upah)

Karyawan menginginkan sistem pembayaran dan kebijaksanaan pengupahan yang menurut mereka adil, jelas, dan sesuai dengan harapan mereka. Uang memiliki arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan diketahui bahwa individu yang menerima penghasilan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan. Sejauh mana penghasilan yang diterima dapat dirasakan adil dan sesuai harapan merupakan poin penting. Jika gaji disikapi secara positif berdasarkan tuntutan kerja, tingkat pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan terdapat kepuasan kerja.

c. Aspek kondisi kerja yang mendukung

Karyawan sangat peduli dengan keadaan lingkungan kerja agar mereka merasa nyaman dan dapat bekerja dengan baik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa karyawan memilih lingkungan fisik


(61)

yang tidak berbahaya atau nyaman, seperti temperatur, cahaya, keramaian dan faktor lingkungan lainnya.

d. Aspek rekan kerja

Bagi sebagain besar karyawan, bekerja juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, sehingga tidaklah mengherankan jika rekan kerja yang bersahabat dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan kerja seorang karyawan. Perilaku atasan juga menjadi salah satu penentu kepuasan kerja. Penelitian menemukan bahwa kepuasan kerja karyawan akan meningkat jika mempunyai atasan yang pengertian dan bersahabat, memberikan pujian atas hasil kerja yang baik, dan mau mendengarkan pendapat bawahannyam serta menunjukkan perhatian kepada mereka.

Berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja yang telah diuraikan, penelitian ini berfokus pada tiga aspek yang membentuk kepuasan kerja, yaitu aspek jenis pekerjaan, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja. Menurut Riggio (2008) pendekatan facet dalam mengukur kepuasan kerja dapat dikembangkan sesuai kebutuhan penelitian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendesain atau menentukan aspek-aspek yang akan digunakan dalam penelitian. Riggio (2008) menambahkan bahwa peneliti dapat juga melakukan split atau penggabungan dari beberapa aspek menjadi satu aspek maupun


(62)

collabs atau pemecahan satu aspek menjadi beberapa aspek sesuai kebutuhan penelitian. Menurut Riggio (2008) pengembangan skala kepuasan kerja dengan pendekatan facet wajar dilakukan karena latar belakang, tujuan, kebutuhan dan relevansi di setiap penelitian berbeda-beda.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan aspek upah (reward) dalam penelitian ini dengan tujuan menghindari overlap atau tumpang tindih antara skala sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan skala kepuasan kerja.

3. Dampak Kepuasan Kerja

Menurut Waluyo (2013) terdapat beberapa dampak dari kepuasan kerja, antara lain:

a. Produktivitas

Produktivitas merupakan salah satu dampak yang paling dominan dari kepuasan kerja. Waluyo mencatat kepuasan kerja yang tinggi mampu meningkatkan produktivitas jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran atau reward yang diterima dari pekerjaannya dirasa adil dan wajar serta diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul

b. Ketidakhadiran dan Keluar Tenaga Kerja (turnover)

Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Namun ketidakhadiran


(63)

dan berhenti bekerja terbukti dapat diminimalisir dengan cara meningkatkan kepuasan kerja pada tenaga kerja. Menurut penelitian Mobley, Horner, dan Hollingworth (dalam Lobburi 2012) ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa tingkat kepuasan kerja tinggi berkorelasi meminimalisir pemikiran-pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan, meminimalkan perilaku mengeluh, meminimalkan perilaku membangkang, dan meningkatkan rasa tanggung jawab pada tenaga kerja.

c. Kesehatan

Kesehatan merupakan temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh Waluyo (2013) tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja. Jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan. Waluyo (2013) juga menjelaskan bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental serta kepuasan tersendiri yang merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan saling berkesinambungan peningkatan dari yang satu dapat memengaruhi yang lain, begitu pun sebaliknya jika terjadi penurunan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Waluyo (2013), antara lain:


(64)

a. Ciri-ciri intrinsik pekerjaan

Ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja dapat berbentuk keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.

b. Gaji penghasilan, kompensasi dan imbalan

Uang memiliki arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan diketahui bahwa individu yang menerima penghasilan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan. Sejauh mana penghasilan yang diterima dapat dirasakan adil dan sesuai harapan merupakan poin penting. Jika gaji disikapi secara positif berdasarkan tuntutan kerja, tingkat pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan terdapat kepuasan kerja.

c. Penyeliaan atau supervisi

Mengadaptasi pendapat dari Locke, Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Locke menemukan dua jenis dari hubungan atasan bawahan, antara lain hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja untuk memuaskan


(65)

nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

d. Rekan-rekan sejawat yang menunjang

Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul jika terjadi hubungan yang harmonis dengan tenaga kerja yang lain di dalam kelompok kerja yang mana pekerja harus bekerja sebagai satu tim.

C. Karyawan PT Yekatria Farma a. Definisi Karyawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karyawan merupakan orang yg bekerja pad suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji atau upah. Undang-Undang Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dalam pasal 1 dikatakan bahwa karyawan adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya kepada pengusaha yang mengerjakan di mana hasil karyanya itu sesuai dengan profesi atau pekerjaan atas dasar keahlian sebagai mata pencariannya. Menurut Hasibuan (2000), karyawan adalah orang penjual jasa (pikiran atau tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu.


(66)

b. Karyawan PT Yekatria Farma

PT Yekatria Farma merupakan unit kerja Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) yang berperan dalam memproduksi obat-obat esensial. Dalam melaksanakan tugasnya, PT Yekatria Farma telah menyerap tenaga kerja sebanyak 95 sumber daya manusia sebagai karyawan di bidang produksi guna memaksimalkan perannya sebagai unit kerja di bidang farmasi (Yakkum, 2013). Jumlah tersebut merupakan keseluruhan karyawan produksi yang secara langsung bertanggung jawab dalam pembuatan obat di dalam factory (komunikasi pribadi, HS, 19 September 2014).

Karyawan PT Yekatria Farma diharuskan ulet, bekerja secara efektif, efisisen dan bekerjasama erat supaya produk jadi dapat tersedia pada saat yang tepat sehingga kebutuhan pelanggan terpenuhi pada saatnya. Oleh karena itu dibutukan sumber daya manusia yang memiliki motivasi tinggi, kemampuan berkomunikasi yang tinggi, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Di samping itu, perusahaan akan menciptakan suasana kerja yang nyaman, persatuan dan kesatuan kerja dari pimpinan sampai karyawan dilandasi kehidupan spiritualitas Kristiani yang mantap (Yakkum, 1996).


(67)

D. Dinamika Hubungan Sikap terhadap Pemberian Kompensasi Finansial dan Kepuasan Kerja pada Karyawan Produksi PT. Yekatria Farma

PT. Yekatria Farma merupakan salah satu unit kerja Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) yang bergerak dalam produksi obat-obat esensial. Obat-obat hasil produksi PT. Yekatria Farma didistribusikan ke unit-unit kerja Yakkum lainnya, seperti rumah sakit, panti penyandang cacat, rumah bersalin, dan lain sebagainya. Oleh karena banyak permintaan dari rumah sakit di luar Yakkum, maka PT. Yekatria Farma berusaha memenuhi permintaan tersebut dengan cara memperluas pendistribusian ke banyak rumah sakit di luar Yakkum. Dalam melaksanakan perannya, PT. Yekatria Farma memiliki 95 karyawan di bidang produksi guna memaksimalkan perannya sebagai produsen obat esensial.

Keseluruhan karyawan PT. Yekatria Farma di bidang produksi merupakan karyawan yang berstatus tetap di perusahaan dengan masa kerja di atas satu tahun, dan memiliki tingkat pendidikan minimal SMU. PT. Yekatria Farma mengharuskan karyawannya memiliki karakteristik ulet, bekerja secara efektif, efisien dan bekerjasama erat supaya produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik serta selalu mampu memenuhi permintaan konsumen tepat waktu. Agar karakteristik karyawan tersebut terpenuhi, PT. Yekatria Farma memberikan perhatian kepada karyawan berupa memberi kesempatan karyawan untuk berkembang,


(68)

menghargai karyawan sebagai manusia bukan sebagai mesin, dan memenuhi kebutuan-kebutuhan karyawan dengan memberikan kompensasi.

Kompensasi merupakan balas jasa yang diterima karyawan atas pekerjaan yang telah mereka lakukan (Werther dan Davis, 1982). Kompensasi mencakup balas jasa, baik secara finansial berupa uang dan non-finansial berupa penghargaan (Samsudin, 2006). Milkovich dan Newman (2002) mengatakan pemberian kompensasi finansial dianggap lebih penting dibandingkan pemberian kompensasi non finansial. Hal tersebut dikarenakan manusia cenderung terlebih dahulu ingin memenuhi kebutuhan dasar yang bersifat material atau yang bersifat primer, seperti makan, sandang, dan pangan. Setelah kebutuhan material atau primer terpenuhi, manusia melanjutkan dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak lagi bersifat material atau non fisik. Di sisi lain, kompensasi non finansial dinilai hanya sebagai pelengkap. Oleh karena itu, pemberian kompensasi finansial dianggap lebih penting daripada pemberian kompensasi non finansial sejauh kebutuhan material karyawan belum terpenuhi (Sarwoto, 2000).

Menurut Simamora (2004), kompensasi finansial berhubungan dengan imbalan finansial yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi. Kompensasi finansial dapat berupa upah, gaji, insentif, bonus, tunjangan dan fasilitas. Karyawan yang juga manusia mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang bersifat material maupun non material yang harus dipenuhi agar dapat hidup


(69)

secara layak. Akan tetapi manusia lebih cenderung mengedepankan memenuhi kebutuhan material atau fisik daripada kebutuhan non material atau non fisik. Kebutuhan material karyawan diharapkan dapat terpenuhi melalui kompensasi finansial yang diterima dari bekerja. Di sisi lain, kompensasi finansial yang dipersepsi positif dan sekiranya memenuhi kebutuhan karyawan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Hariandja, 2002).

Menurut Munandar (2001) kompensasi finansial yang wajar harus sesuai dengan usaha yang telah diberikan karyawan terhadap perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya motivasi utama manusia bekerja adalah untuk memperoleh imbalan atau kompensasi finansial berupa uang guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Jika dengan kompensasi finansial yang telah diterima karyawan dari bekerja dirasa dapat memenuhi kebutuhan dan sesuai harapan maka pemberian kompensasi finansial akan disikapi secara positif. Di sisi lain, jika dengan kompensasi finansial yang telah diterima karyawan dari bekerja dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak sesuai harapan maka pemberian kompensasi finansial akan disikapi secara negatif. Artinya, besarnya kompensasi finansial yang diterima karyawan dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap kompensasi finansial.

Menurut Thurstone (dalam Azwar 2005) sikap merupakan derajat positif atau negatif terhadap suatu objek psikologi, antara lain simbol, prase, slogan, orang, institusi, gagasan, atau ide. Baron dan Byrne (1984)


(70)

mendefinisikan sikap sebagai kumpulan perasaan, kepercayaan, dan kecenderungan perilaku terhadap objek sikap, antara lain orang, ide, gagasan, kelompok, dan lain-lain. Pendapat serupa juga dinyatakan Purwanto (dalam Wawan dan Dewi 2011) yang menjelaskan sikap sebagai pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek. Walgito (2003) mendefinisikan sikap sebagai organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya. Sikap dipengaruhi oleh faktor fisiologis, pengalaman langsung terhadap objek sikap, kerangka acuan atau kerangka berpikir, dan komunikasi sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap tersebut mengakibatkan sikap seseorang terhadap objek yang sama dapat berbeda-beda. Oleh karena itu, sikap karyawan terhadap pemberian kompensasi finansial juga dapat berbeda-beda. Apabila karyawan mempunyai sikap positif terhadap kompensasi finansial dari perusahaan yaitu bila kompensasi dianggap adil atau sesuai harapan maka karyawan akan lebih merasa puas dalam bekerja, dengan kata lain kepuasan kerja yang baik.

Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya, senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2005). Menurut Moekijat (1995), kepuasan kerja adalah hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari cara karyawan


(71)

memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individuil(As’ad,2002). Setiap individu akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan apabila semakin sedikit aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan aspek yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Kepuasan kerja yang rendah ataupun tinggi mempunyai dampak yang besar bagi perusahaan.


(72)

E. Kerangka Berpikir

PT Yekatria Farma memberikan kompensasi finansial kepada karyawan produksi

Senang terhadap pekerjaan, puas terhadap

lingkungan kerja, relasi yang baik dengan rekan kerja dan pimpinan Kecewa terhadap pekerjaan, tidak nyaman terhadap lingkungan kerja, banyak konflik dengan rekan kerja dan pimpinan Yakin terhadap pemberian kompensasi finansial telah sesuai prosedur, merasa senang dengan tunjangan yang diterima Ragu terhadap pemberian kompensasi finansial telah sesuai prosedur, merasa kecewa dengan tunjangan yang diterima Sikap positif terhadap pemberian kompensasi finansial Sikap negatif terhadap pemberian kompensasi finansial Kepuasan kerja tinggi Kepuasan kerja rendah


(73)

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoretis yang telah dikemukakan, hipotesis yang diajukan peneliti adalah terdapat hubungan positif antara sikap terhadap pemberian kompensasi finansial dan kepuasan kerja pada karyawan produksi PT. Yekatria Farma. Semakin positif sikap karyawan terhadap kompensasi finansial maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja. Sebaliknya, semakin negatif sikap karyawan terhadap kompensasi finansial maka semakin rendah tingkat kepuasan kerja.


(1)

128

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KepuasanKerja .110 95 .007 .980 95 .162


(2)

129


(3)

130


(4)

131

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

KepuasanKerja * SikapKompensasi

Between Groups

(Combined) 12837.139 58 221.330 5.889 .000 Linearity 10025.276 1 10025.276 266.746 .000 Deviation from

Linearity

2811.863 57 49.331 1.313 .193

Within Groups 1353.008 36 37.584

Total 14190.147 94


(5)

132

Nonparametric Correlations

Correlations KepuasanKerja SikapKompensas i

Spearman's rho KepuasanKerja Correlation Coefficient 1.000 .812**

Sig. (1-tailed) . .000

N 95 95

SikapKompensasi Correlation Coefficient .812** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 95 95

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


(6)

133

T-Test

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

KepuasanKerja 95 93.3053 12.28654 1.26057

One-Sample Test

Test Value = 75

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

KepuasanKerja 14.521 94 .000 18.30526 15.8024 20.8082