Pengaruh pembinaan agama islam terhadap tingkat rasa percaya diri warga binaan wanita pada rumah tahanan negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur

(1)

WANITA PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS II A

PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh:

HOIRUNNISA

NIM: 1112052000009

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

Hoirunnisa, 1112052000009, Pengaruh Pembinaan Agama Islam Terhadap Tingkat Rasa Percaya Diri Warga Binaan Wanita Pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur, di bawah Bimbingan Dra. Rini Laili Prihatini. M. Si.

Rumah Tahanan Negara atau yang sering disebut Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia. Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 14 ayat (1), sangat jelas mengatur hak-hak seorang warga binaan atau narapidana selama menghuni di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara yaitu, salah satunya adalah melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, dan mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.

Salah satu kegiatan yang berada di Rutan adalah pembinaan keagamaan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta, menyadarkan warga binaan akan kesalahannya agar tidak mengulangi kesalahannya kembali, dan membangun kepercayaan diri warga binaan untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembinaan agama Islam terhadap tingkat rasa percaya diri, dan untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi rasa percaya diri dari pembinaan keagamaan Islam warga binaan pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis survei, untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sampel dalam penelitian ini berjumlah 70 warga binaan dengan menggunakan teknik probability sampling. Analisis data menggunakan uji regresi linier sederhana, uji regresi linear berganda, uji koefision korelasi dan determinasi, uji F-test dan uji T-test.

Hasil penelitian ini menemukan: (1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel pembinaan agama Islam dan variabel rasa percaya diri warga binaan wanita di Rutan Pondok Bambu ,dengan F-test nilai siginifikansinya

sebesar (0,000b) atau kurang dari 0,05. (2) Faktor dominan yang mempengaruhi

pembinaan agama Islam terhadap rasa percaya diri adalah dukungan keluarga dan

lingkungan dengan nilai Thitung > Ttabel yaitu 3,054>1,994. Aspek afektif dengan

nilai Thitung > Ttabel yaitu 2,148>1,994. Aspek psikomotorik dengan nilai Thitung >

Ttabel yaitu 2,042>1,994.

Kata Kunci: Pembinaan Agama Islam, Rasa Percaya Diri, Warga Binaan Wanita.


(6)

ــــــــــــــ

ﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲ ﻢﺴ

ــــــــــــــ

Assalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat yang Allah berikan kepada kita semua, terlebih-lebih nikmat Iman dan Islam. Karena dengan nikmat-nikmat itulah kita masih bisa beraktifitas sampai saat ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita baginda nabi Muhammad SAW. Yang karena kemuliaannyalah kita berharap syafaatnya di hari kiamat. Disamping itu shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan pula kepada keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Tidak ada sesuatu yang paling membahagiakan bagi penulis melainkan telah terselesaiakannya skripsi dengan judul “Pengaruh Pembinaan Agama Islam Terhadap Tingkat Rasa Percaya Diri Warga Binaan Wanita Pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur” ini. Bukan perjuangan yang mudah untuk menyelesaikan semua ini, akan tetapi buah kesabaran dan ketekunanlah yang mewujudkannya. Walaupun demikian penulis sadar, bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak tidak mungkin skripsi ini terselesaiakan dengan baik.

Oleh karenanya, tidak ada hal lain yang lebih utama melainkan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terutama kedua orang tua penulis Alm. Bapak (Wandi) dan Ibu (Holilah) atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan dan ketulusan dalam mendampingi penulis. Serta adik-adikku (Nur


(7)

berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini diantaranya kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Raudhonah, MA. selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,serta Dr. Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam sekaligus dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.

5. Seluruh Civitas Kementerian Hukum dan HAM Jakarta Timur yang telah

membantu dan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini.

6. Seluruh Civitas Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur yang selalu

senantiasa membantu dan mempermudah penulis dalam penelitian di


(8)

7. Teman-teman seperjuangan BPI 2012 yang selalu memberikan semangat, saran dan masukan kepada penulis. Terimaksih untuk kebersamaannya selama ini dalam menggapai impian sebagai penyuluh professional. Apa yang terjadi selama 4 tahun perkuliahan akan selalu menjadi pengalaman yang tak kan pernah terlupakan.

8. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan datu per satu tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan terimakasih.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran dan kesuksesan kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya, dan bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Wassalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 10 November 2016 Hoirunnisa


(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

1. Batasan Masalah ... 10

2. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1. Tujuan Penelitian ... 11

2. Manfaat Penelitian ... 11

D. Tinjauan Pustaka ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 19

A. Pembinaan Agama ... 19

1. Pengertian Pembinaan ... 19

2. Pengertian Agama ... 20


(10)

5. Aspek-aspek Pembinaan Agama ... 26

6. Metode Pembinaan Agama ... 28

7. Materi Pembinaan Agama ... 35

8. Media Pembinaan Agama ... 44

B. Rasa Percaya Diri ... 45

1. Pengertian Rasa Percaya Diri ... 45

2. Ciri-ciri Perilaku Rasa Percaya Diri ... 46

3. Upaya Meningkatkan Rasa Percaya Diri ... 48

4. Faktor yang Mempengaruhi Rasa Percaya Diri ... 49

5. Aspek-aspek Rasa Percaya Diri ... 49

C. Narapidana ... 52

1. Pengertian Narapidana ... 52

2. Jenis Sanksi Pidana ... 53

3. Tahap Pembinaan Narapidana ... 54

4. Hak dan Kewajiban Narapidana ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 56

1. Pendekatan Penelitian ... 56

2. Jenis Penelitian ... 56

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

1. Tempat Penelitian ... 57

2. Waktu Penelitian ... 57


(11)

1. Populasi ... 60

2. Sampel ... 60

E. Variabel Penelitian ... 61

F. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ... 63

G. Teknik Pengumpulan Data ... 70

1. Observasi ... 70

2. Kuesioner ... 70

3. Dokumentasi ... 71

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 71

1. Uji Validitas ... 72

2. Uji Reliabilitas ... 73

I. Teknik Analisis Data ... 74

1. Uji Regresi Linear Sederhana ... 75

2. Uji Regresi Linear Berganda ... 76

3. Uji Koefisien Korelasi ... 77

4. Uji Koefisien Determinasi ... 78

5. Uji F-test (Simultan) ... 79

6. Uji T-test (Parsial) ... 79

J. Hipotesis Penelitian ... 80


(12)

1. Sejarah Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 81

2. Visi dan Misi Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 81

3. Struktur Organisasi Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 82

4. Sarana dan Prasarana Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 84

5. Daftar Penghuni Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 86

6. Jenis Pembinaan Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur ... 87

B. Temuan dan Hasil Analisis Data ... 89

1. Klasifikasi Responden ... 89

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 91

3. Analisis Data ... 116

a. Uji Regresi Linear Sederhana ... 116

1. Koefisien Regresi Linear Sederhana ... 117

2. Koefisien Determinasi ... 118

b. Uji Regresi Linear Berganda ... 119

1. Koefisien Regresi Linear Berganda ... 119

2. Koefisien Korelasi ... 121

3. Koefisien Determinasi ... 123


(13)

2. Uji Koefisien Regresi Simultan (Uji F)... 130

BAB V PENUTUP ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran ... 134


(14)

Tabel 1. Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian ... 63

Tabel 2. Skala Likert ... 71

Tabel 3. Hasil Output Uji Reliabilitas Variabel X (Pembinaan Agama Islam) ... 73

Tabel 4. Hasil Output Uji Reliabilitas Variabel Y (Rasa Percaya Diri) ... 74

Tabel 5. Interval Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 77

Tabel 6. Jumlah Pegawai Rutan Pondok Bambu Kelas II A Jakarta Timur ... 83

Tabel 7. Daftar Isi Penghuni Rutan Pondok Bambu Kelas II A Jakarta Timur ... 86

Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Kasus ... 89

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 89

Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 90

Tabel 11. Kognitif ... 91

Tabel 12. Afektif ... 95

Tabel 13. Psikomotorik ... 97

Tabel 14. Dukungan keluarga dan lingkungan ... 99

Tabel 15. Tekat kuat ... 101


(15)

Tabel 18. Inisiatif ... 105

Tabel 19. Mandiri ... 107

Tabel 20. Belajar dari kegagalan... 108

Tabel 21. Tidak mudah menyerah... 110

Tabel 22. Bersikap objektif ... 111

Tabel 23. Dapat menempatkan diri sesuai situasi ... 113

Tabel 24. Hasil Rata-rata dari Setiap Indikator Variabel X ... 114

Tabel 25. Hasil Rata-rata dari Setiap Indikator Variabel Y ... 115

Tabel 26. Koefisien Regresi Linear Sederhana ... 117

Tabel 27. Koefisien Determinasi ... 118

Tabel 28. Koefisien Regresi Linear Berganda ... 120

Tabel 29. Koefisien Korelasi ... 122

Tabel 30. Korelasi Variabel X dan Y ... 122

Tabel 31. Koefisien Determinasi ... 124

Tabel 32. Hasil Persamaan Regresi... 126

Tabel 33. Hasil Uji Koefisien Parsial (Uji T) ... 126

Tabel 34. Analisis Hasil Uji T ... 129

Tabel 35. Hasil Output Uji Koefisien Simultan ... 131


(16)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk individu yang memiliki pribadi atau jiwa

sendiri.1 Asal kata individu berarti “tidak dapat dibagi-bagi”. Makhluk individual

berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi (in-dividere). Manusia merupakan makhluk individual tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, tetapi juga dalam arti bahwa setiap orang itu merupakan pribadi yang khas menurut

corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan sendiri.2 Pada intinya

dikatakan makhluk individu karena untuk membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya.

Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya,

yaitu makanan, minuman dan lain-lain.3 Selain itu, manusia juga membutuhkan

agama sebagai nutrisi hati, pengarah dan landasan untuk pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia. Nilai-nilai keagamaan memainkan peranan dalam masyarakat selama nilai- nilai tersebut dikenal dan diyakini oleh

1

Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 118

2

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), h. 24

3

Ibid., h. 26


(17)

setiap anggota masyarakat.4 Maka dari itu nilai-nilai keagamaan menjadi penting bagi semua manusia sebagai landasan hidup.

Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Menurut Zakiyah Daradjat ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:

a) Memberikan bimbingan dalam hidup.

b) Menolong dalam menghadapi kesukaran.

c) Menentramkan batin.5

Agama memberikan patokan dan tuntunan berupa perintah dan larangan kepada manusia dalam aktualisasi kehidupan. Suatu hal yang berhubungan dengan agama menjadi penting, karena agama berperan dalam pembentukan tingkah laku dan pengarahan penggunaan akal untuk perbaikan hidup manusia dan kaitannya disini adalah keagamaan Islam. Islam adalah agama samawi terakhir yang berfungsi sebagai rahmat dan nikmat bagi manusia seluruhnya, maka Allah SWT

mewahyukan agama Islam dalam nilai kesempurnaan tertinggi.6

Realitanya jalan yang ditunjukkan agama tidak seluruhnya diikuti oleh manusia, bahkan sebagian besar mengingkarinya. Pengingkarannya terhadap agama ini tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah saja, tetapi terjadi pula pada zaman modern ini. Proses modernisasi telah membawa perubahan pola hidup manusia. Terutama dalam cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam

4

Nottingham Elizabeth K, Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 44

5

Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 56

6

Ibid., h. 57


(18)

kehidupan sehari-hari yang pada gilirannya perubahan tersebut akan membawa dampak positif dan negatif. Iqbal Hasan mengatakan bahwa: “salah satu ciri kehidupan masyarakat modern dewasa ini adalah kegoyahan norma-norma, termasuk norma-norma yang kita pergunakan dalam menilai problema manusia sebagai anggota masyarakat”. Kondisi yang demikian merupakan faktor yang dapat mengganggu keseimbangan jiwa bagi mereka yang tidak kuat mental agamanya. Pada tingkat permulaan mungkin berupa ketegangan (stress), frustasi,

dan sampai melakukan tindak kejahatan.7 Sehubungan dengan itu, maka

disinilah seorang pembina keagamaan Islam sangat dibutuhkan, tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk umat, sebagai sarana Dakwah Islam.

Dakwah Islam adalah suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana. Dakwah Islam adalah usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan, serta pengamalan terhadap ajakan agama sebagai

pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan.8 Ruang

geraknya pun begitu luas, tidak sebatas di kalangan umat yang bebas di dunia luar saja, namun juga di kalangan umat yang sulit untuk melihat dunia luar.

Salah satu individu atau kelompok yang sangat membutuhkan Dakwah Islam adalah narapidana atau warga binaan, karena mereka merupakan kelompok yang rentan akan kehilangan rasa percaya dirinya setelah memasuki Lapas atau Rutan.

7

Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 82

8

M Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 6


(19)

Selain mereka kehilangan rasa kepercayaan diri, mereka juga harus menanggung sanksi hukum yang berat dan harus siap menanggung sanksi moral ketika mereka keluar nanti. Perasaan bersalah membuatnya selalu berfikir “saya tidak berguna

lagi”.9 Perasaan tersebut mengakibatkan timbulnya rasa pesimis dan kurangnya

percaya diri warga binaan.

Banyaknya orang yang melakukan tindak kejahatan yang menyebabkan menurunnya kepercayaan diri terlihat dari meningkatnya jumlah kriminalitas di

Indonesia. Data registrasi Polri mengungkapkan bahwa kejadian kejahatan di Indonesia

selama periode tahun 2012-2014 cenderung berfluktuasi. Jumlah kejadian kejahatan atau

crime total dari sekitar 341.000 kasus pada tahun 2012 meningkat menjadi sekitar

342.000 kasus pada tahun 2013. Namun, pada tahun 2014 menurun menjadi sekitar 325.000 kasus. Hal ini sejalan dengan resiko penduduk terkena kejahatan (crime rate) selama periode Tahun 2012-2014 yang juga berfluktuasi. Jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 134 orang pada tahun 2012, 140 orang pada tahun 2013, dan 131 orang pada tahun 2014.10 Terlihat pula dari jumlah narapidana di Indonesia yang berada di Lapas dan

Rutan selama periode tahun 2012-2014. Jumlah tahanan pada tahun 2012 sekitar 108.807, meningkat menjadi 135.826 pada tahun 2013, dan pada tahun 2014 bulan

9

Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 196

10

Statistik Kriminal 2015, Sub Direktorat Statistik Politik dan Keamanan,

http://bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Statistik_Kriminal_2015.pdf, diakses pada tanggal 9 Maret 2016


(20)

Agustus menjadi sekitar 88.662. Jumlah Tahanan Negara diberbagai wilayah

mengalami peningkatan jumlah narapidana (napi).11

Sedangkan data statistik Narapidana wanita di Indonesia pada tahun 2014 berjumlah 2,768, meningkat pada tahun 2015 yaitu berjumlah 3,241 dan pada tahun 2016 meningkat kembali dengan jumlah 3,602. Dari hasil tersebut membuat Saya tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu Rumah Tahanan Negara khusus wanita

yaitu di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur. Jumlah hunian di Rumah Tahanan

Pondok Bambu melebihi kapasitas yaitu 619 orang menjadi 1011 orang pada tahun 2014-2015.

Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa ada kenaikan kriminalitas yang terjadi. Keadaan seperti ini sangat dibutuhkan seseorang untuk memberikan motivasi kepada para warga binaan, agar terbangun optimis dan rasa percaya pada diri mereka setelah kembali ke masyarakat. Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu yang ada dihadapannya dengan tenang. Percaya diri merupakan keyakinan yang kuat dalam diri yang berupa perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan. Sosok pribadi yang percaya diri cenderung bisa melawan tantangan hidup yang melintang dalam bentuk apa pun dengan berbuat sesuatu yang bijak dan profesional. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, akan tetapi hal itu sulit dirasakan

11

Problem Lapas, Over Kapasitas atau Sistem, Koran SINDO,

http://nasional.sindonews.com/read/1010872/149/problem-lapas-over-kapasitas-atau-sistem-1433899611, diakses pada tanggal 10 Juni 2015


(21)

dan tidak bisa melawan berbagai halangan-halangan apabila individu tersebut memiliki mental percaya diri yang rendah. Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan suatu usaha memperjuangkan keinginannya, tetapi juga

ketidak-mampuan dalam menikmati hidup.12 Oleh karena itu kepercayaan diri menjadi

penting dimiliki setiap orang karena dengan jiwa yang percaya diri akan mempermudah kita dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Orang yang melakukan aktivitas apa pun dalam kehidupannya tentu saja membutuhkan sikap percaya diri agar sesuatu yang diperoleh bisa lebih optimal. Percaya diri seolah-olah menjadi kunci tersendiri bagi kesuksesan seseorang dalam melakukan sesuatu. Setiap orang memiliki kapasitas untuk mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu melakukan yang terbaik untuk kehidupan. Ketika orang tampil tidak percaya diri di hadapan orang lain, maka dia akan merasakan betapa dirinya merasa berat dan terganggu ketika melakukan aktivitas, hasil yang dicapai akan berbeda, sehingga getar yang dirasakan orang lain pun akan berbeda. Dijelaskan oleh Alex Sobur, bahwa ketika perasaan takut dan cemas menjadi dominan dan menguasai diri maka

seseorang tidak mampu tampil dengan yakin dan tidak bisa berbuat apa-apa.13

Perasaan seperti itu pula yang sering dirasakan oleh Narapidana atau Warga Binaan, sehingga diperlukan usaha-usaha pembinaan agar Warga Binaan lebih percaya diri dan mampu beraktualisasi diri didalam keluarga dan masyarakat.

12

Syaifullah Ach, Tips Bisa Percaya Diri, (Jogjakarta: Gara Ilmu, 2010), h. 49

13

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), h. 499


(22)

Salah satu pembinaan yang terdapat di Lapas dan Rutan adalah pembinaan Agama Islam. Pembinaan Agama Islam merupakan pembinaan yang dibutuhkan oleh warga binaan, karena dengan mendapatkan pembinaan Agama Islam para warga binaan dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, menyadari semua kesalahannya dan mencoba menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Agama bisa membantu mengarahkan Warga Binaan, bagaimana membentuk rasa percaya diri akan kehidupan selanjutnya. Disinilah pembinaan Agama Islam begitu diperlukan bagi para Warga Binaan, agar mereka kuat dan tidak lari dari tantangan hidup. Salah satu yang membuat orang lari dari tantangan adalah lemahnya kepercayaan, dan ketika seseorang mengalami kepercayaan diri yang rendah dia cenderung canggung bila berhadapan dengan orang lain dan lebih

sensitif terhadap apapun, hingga menyebabkan kemunduran terhadap dirinya.14

Masalah yang dialami narapidana sangatlah kompleks sehingga diperlukan pembinaan dari berbagai aspek secara intensif. Warga Binaan diharapkan bisa lebih baik, mengalami kelahiran kembali secara mental dan spiritual dan akan melepaskan segala cara berpikir, kebiasaan dan gaya hidup yang lama. Beragam masalah psikologi dirasakan narapidana, baik mereka yang baru, maupun yang lama. Mantan Narapidana atau Warga Binaan sering kesulitan kembali ke tengah masyarakat. Sebagian masyarakat menolak kedatangan para mantan Warga Binaan di tengah-tengah mereka. Sikap penolakan ini membuat mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi dan menyebabkan rasa kepercayaan diri yang

14

Ubaedy Baca Dirimu Temukan Takdirmu, (Jakarta: Gravindo Khazanah Ilmu, 2007), h. 122


(23)

menurun.15 Maka diperlukan pembinaan agama agar tumbuh rasa percaya diri Warga Binaan untuk bersosialisasi kepada keluarga dan masyarakat.

Dengan demikian pembinaan Agama Islam sangat penting untuk diterapkan sebagai basis penguatan moralitas individu setiap manusia baik dalam pendidikan formal maupun non-formal, terlebih pada menggaris bawahi esensi dari diterapkannya hukuman bagi masyarakat yang melanggar peraturan perundang-undangan untuk mengurangi angka kriminalitas di Indonesia. Sebagai bentuk pengajaran keagamaan di Lapas dan Rutan, karena walaupun Warga Binaan adalah pelanggar hukum, mereka tetap mendapatkan haknya seperti yang ada di UU No.12 Tahun 1995-Pemasyarakatan Pasal (14) pada point (a), (b), dan (c) yaitu:

Warga Binaan berhak :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya,

b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani,

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.16

Salah satu hak Warga Binaan adalah mendapatkan perawatan rohani atau pembinaan keagamaan. Oleh karena itu dibutuhkan pembinaan agama kepada Warga Binaan agar dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu Rutan yang berada di Jakarta Timur yang mempunyai program pembinaan agama Islam adalah Rutan Pondok Bambu. Jumlah warga binaan di Rutan Pondok Bambu pada tahun 2014 adalah 1011 orang. Semua warga binaan di Rutan

15

Puji Astuti, Pembinaan Shalat Terhadap Nara Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008), h. 37

16

Undang-Undang Pemasyarakatan, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014), h. 9


(24)

Pondok Bambu berjenis kelamin wanita, maka dari itu masalah-masalah batin yang mereka hadapi kadang lebih berat, dibanding dengan sanksi hukum yang

harus mereka tanggung. Sebutan “Narapidana” sulit terhapus dalam hati mereka.

Mereka itu umumnya secara mental dan psikologis tidak siap menghadapi realitas di dalam penjara. Dalam batinnya, mereka sangat menyesali perbuatan

dosa dan kesalahannya.17 Untuk itu dibutuhkan pembinaan pada mereka yang

lebih intens, agar mereka bisa lebih terarah, bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya, dan bisa membangun rasa percaya pada diri mereka. Dengan pembinaan agama tersebut, diharapkan para warga binaan sadar akan perbuatannya, bertobat sehingga kembali pada jalan yang benar dan percaya diri dalam menjalani kehidupan pasca penjara.

Penelitian ini menarik untuk diteliti karena untuk mengukur tingkat pengaruh pembinaan Agama Islam yang telah diberikan oleh pembimbing Agama yang berada di Rutan terhadap tingkat rasa percaya diri Warga Binaan. Seringkali pembimbing Agama hanya memberikan pembinaan Agama tanpa mengetahui apakah dapat menimbulkan hasil yang positif kepada Warga Binaan, dalam hal ini adalah menimbulkan sikap rasa percaya diri untuk aktualisasi diri pada keluarga dan masyarakat. Ada beberapa hal yang mendorong mengapa wanita yang diteliti dalam hal ini, bahwa yang menarik perhatian peneliti adalah kenyataan yang tak dapat dipungkiri yaitu terdapat perbedaan antara wanita dan kaum laki-laki yang nyata adalah secara bentuk fisik maupun dalam hal

17

Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 196


(25)

psikisnya. Wanita cenderung lebih lembut perasannya yang mengakibatkan mudah mengalami penurunan kepercayaan diri.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur. Rumah Tahanan Negara ini memiliki peranan yang sama seperti lembaga–lembaga pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara lainnya yang ada di Indonesia, yang berkaitan dengan pembinaan Agama Islam bagi Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara. Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pembinaan Agama Islam terhadap Tingkat Rasa Percaya Diri Warga Binaan Wanita pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Batasan dari penelitian ini adalah:

a. Pembinaan agama yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada

aspek-aspek mengikuti pembinaan Agama Islam menurut teori Mangundharjana dan Harsono yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan dukungan keluarga dan masyarakat.

b. Rasa percaya diri disini dibatasi pada aspek-aspek kepercayaan diri

menurut teori Thursan Hakim yaitu tekat kuat, memberanikan diri, berfikir positif, inisiatif, mandiri, belajar dari kegagalan, tidak mudah menyerah, bersikap objektif, menempatkan diri sesuai situasi.


(26)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh pembinaan Agama Islam terhadap tingkat rasa

percaya diri Warga Binaan pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur ?

b. Apa faktor dominan yang mempengaruhi rasa percaya diri dari

pembinaan Agama Islam bagi Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui pengaruh pembinaan Agama Islam terhadap tingkat

rasa percaya diri Warga Binaan pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur.

b. Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi rasa percaya diri

dari pembinaan Agama Islam Warga Binaan pada Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk pengembangan kurikulum Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berkaitan dengan mata kuliah Psikologi.


(27)

b. Sebagai referensi tempat untuk pelaksanaan mata kuliah Praktikum Profesi Mikro Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

c. Untuk lembaga dapat dijadikan bahan evaluasi pembimbing Agama

dalam pelaksanaan bimbingan agama Islam pada warga binaan Rutan Pondok Bambu.

d. Untuk lembaga dapat mengetahui pengaruh Warga Binaan terhadap

ringkat rasa percaya diri setelah mengikuti pembinaan Agama Islam. D. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sebelumnya mengadakan penelitian lebih lanjut kemudian menyusun menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mencari informasi serta mengumpulkan terlebih dahulu terhadap objek penelitian untuk dijadikan sebuah karya ilmiah. Maksud dari mencari dan mengumpulkan informasi ini adalah untuk mengetahui apakah objek yang penulis teliti ini sebelumnya sudah ada yang melaksanakan penelitian dalam suatu karya ilmiah.

Tinjauan pustaka yang penulis telusuri yaitu:

1. Novalian Kesumasari dengan judul penelitian “Pengaruh Pembinaan

Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA, Tangerang)”. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survey. Hasil dari penelitian yang


(28)

dilakukan Novalian Kesumasari bahwa pembinaan kerohanian berpengaruh positif terhadap kesadaran beragama narapidana. Kelebihan penelitian ini adalah pembahasannya terfokus pada kegiatan kesadaran beragama narapidana yang memang rutin dilaksanakan oleh Lembaga pemasyarakatan sebagai upaya untuk mengembalikan dan menumbuh kembangkan aspek keagamaan dalam diri narapidana agar kelak dapat memiliki kepercayaan diri dan dapat diterima kembali di dalam masyarakat. Kekurangan penelitian ini belum dijelaskan tahapan-tahapan secara runtut mengenai proses pembinaan rohani terhadap narapidana.

2. Handi Supriandi dengan judul penelitian “Pembinaan Agama Islam Sebagai

Upaya Pengurangan Terjadinya Pengulangan Tindak Pidana Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cianjur”. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. Jenis penelitian ini deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa pembinaan agama Islam di Lapas Kelas IIB Cianjur dengan berbasis pesantren Terpadu At-Taubah, dengan bentuk ceramah, diskusi, pendekatan pribadi dengan materi Baca Tulis Al-Qur’an, Praktek Ibadah, Aqidah, Syariah, Akhlak, Qira’at dan Istighosah. Materi yang disampaikan adalah nilai-nilai ajaran Islam yang materinya disesuaikan dengan kebutuhan napi. Kegiatan pembinaan agama Islam menunjukkan bahwa pembinaan agama Islam di Lapas Kelas IIB Cianjur sudah baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan antusias para narapidana dalam pembinaan serta perilaku


(29)

yang ditunjukkan dalam kesehariannya di dalam Lapas. Kelebihan dari penelitian ini adalah menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan waktu penelitian selama 4 bulan dengan salah satu subjek penelitiannya adalah napi, dimana diperlukan pendekatan mendalam untuk dapat menggali informasi mengenai napi tersebut. Kekurangan penelitian ini adalah jumlah personel pembina agama Islam yaitu 36 yang kurang sebanding dengan jumlah tahanan yaitu 747, yang akan mengakibatkan kurang efektifnya pembinaan agama di Lapas Cianjur.

3. Sudin dengan judul penelitian “Pengaruh Bimbingan Rohani Islam

Terhadap Keberagamaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Indramayu”. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggunakan penghitungan statistic yaitu scoring dan rangking. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bimbingan rohani yang dilakukan di Lapas Kelas IIB Indramayu berpengaruh terhadap keberagamaan narapidana dengan tingkat pengaruh yang tinggi. Kelebihan penelitian ini adalah peneliti menjelaskan secara lengkap tahapan pembinaan agama dari awal sampai akhir sehingga mempermudah melakukan penelitian. Kekurangan dalam penelitian ini adalah meneliti mengenai pengaruh bimbingan rohani Islam terhadap tingkat keberagamaan dengan jadwal pembinaan agama dari hari Senin hingga Sabtu yang terdiri dari kegiatan ceramah, baca tulis Al-Qur’an, Khotmil Qur’an dan Praktek Ibadah. Dengan demikian secara tidak langsung


(30)

dapat disimpulkan bahwa pembinaan agama sangat berpengaruh terhadap tingkat keberagamaan tanpa harus dilakukan penelitian karena melihat dari intensitas kegiatan pembinaan agama di Lapas Kelas IIB Indramayu.

4. Amalia Kusuma Putri dengan judul penelitian “Pengaruh Dukungan Sosial

dan Prestasi Belajar Terhadap Kepercayaan Diri Remaja”. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007. Kelebihan dari penelitian ini adalah kajian kuantitatifnya yang maksimal serta cukup banyak menjelaskan teori-teori dari variabel. Kekurangan penelitian ini adalah dari segi judul belum tergambar jelas keterangan pada subjek penelitiannya, sehingga tidak diketahui langsung siapa remaja yang dimaksud dalam penelitian ini. Penelitian dalam skripsi ini berfokus pada dukungan sosial dan prestasi belajar terhadap kepercayaan diri remaja.

5. Elsa Humaydi Sa’roni dengan judul penelitian “Pengaruh Bimbingan

Agama Terhadap Kepercayaan Diri Anak Yatim Piatu Yayasan Daarul Fattah Assalafi Sukmajaya Depok”. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Tahun 2015. Kekurangan penelitian ini adalah hanya menggunakan analisis regresi linier sederhana tanpa menggunakan analisis regresi linear berganda. Kelebihan penelitian ini adalah yang menjadi respondennya yaitu anak-anak, dimana anak-anak memiliki tingkat kepercayaan diri yang belum stabil. Hasil penelitian ini menemukan bahwa bimbingan agama hanya memberikan kontribusi pengaruh sebesar 2,3% terhadap kepercayaan diri, sedangkan sisanya 97,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.


(31)

Dari semua tinjauan pustaka di atas penelitian yang akan di laksanakan memiliki perbedaan sebagai berikut:

a. Lokasi penelitian skripsi ini yaitu di Rumah Tahanan Negara Wanita Kelas

IIA Pondok Bambu Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini berbeda dengan tinjauan pustaka di atas.

b. Teknik analisis data penelitian skripsi ini yaitu menggunakan uji regresi

linear berganda, sedangkan tinjauan pustaka di atas menggunakan uji regresi sederhana.

c. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu rasa percaya diri

dengan responden para warga binaan yang berada di Rutan, sedangkan tinjauan pustaka di atas menggunakan variabel dependen kepercayaan diri dengan responden anak yatim piatu di Yayasan dan ada yang menggunakan responden warga binaan di Lapas dengan variabel dependen kesadaran beragama.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab yaitu:


(32)

BAB I PENDAHULUAN

Isi dari bab ini mebahas hal-hal yang menyangkut latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan tentang pembinaan agama yang mencakup pengertian pembinaan, pengertian agama, pengertian pembinaan agama, tujuan pembinaan agama, aspek-aspek pembinaan agama, metode pembinaan agama, dan materi pembinaan agama. Selanjutnya tentang rasa percaya diri yang mencangkup pengertian rasa percaya diri, ciri-ciri prilaku rasa percaya diri, upaya dalam meningkatkan rasa percaya diri, faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri dan aspek-aspek percaya diri. Kemudian tentang narapidana yang mencakup pengertian narapidana, jenis sanksi pidana, tahap pembinaan narapidana, hak dan kewajiban narapidana.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai pendekatan dan jenis penelitian, tempat

dan waktu penelitian, sumber data, populasi dan sampel, variabel penelitian, hipotesis penelitian, definisi operasional dan indikator variabel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, instrument pengumpulan data, uji validitas, uji reliabilitas.


(33)

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA

a. Gambaran umum Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok

Bambu Jakarta Timur. Bab ini berisi tentang sejarah Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur, visi misi Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur, struktur organisasi Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur, sarana dan prasarana Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur, keadaan warga binaan wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur, dan jenis pembinaan warga binaan wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Jakarta Timur.

b. Temuan dan Analisis Data tentang pembinaan agama Islam

dengan rasa percaya diri warga binaan wanita. Bab ini juga menguraikan tentang data-data hasil penelitian, hasil angket, klasifikasi responden, deskripsi hasil penelitian, dan analisis data. BAB V PENUTUP

Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian yang menjawab rumusan masalah di Bab I dan saran-saran serta rekomendasi yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(34)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pembinaan Agama

1. Pengertian Pembinaan

Kata pembinaan berasal dari bahasa Arab “bina” artinya bangunan. Setelah dibakukan kedalam bahasa Indonesia, jika diberi awalan “pe-“ dan akhiran “an” menjadi pembinaan yang mempunyai arti pembaruan, penyempurnaan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya

guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil

yang lebih baik.2 Melalui pembinaan manusia dapat berubah menjadi lebih

baik dalam kehidupan sehari-hari.

Pembinaan secara terminologi adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus untuk mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam

1 Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani pada Dharma

Wanita, (Jakarta: Penerbit DEPAG, 1984), h. 8

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 152

19


(35)

sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,

maupun kehidupan sosial masyarakat.3

Pengertian pembinaan hampir sama dengan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain kearah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang. Penyuluhan juga dapat disebut sebagai suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan

kemanfaatan sosial.4 Jadi menurut penulis pengertian pembinaan adalah suatu

bentuk dan proses seseorang untuk menjadi manusia yang lebih baik dan dapat mengaktualisasikan dirinya di dalam keluarga dan masyarakat.

Fungsi pokok pembinaan mencakup tiga hal yaitu:

a. Penyampaian informasi dan pengetahuan.

b. Perubahan dan pengembangan sikap.

c. Latihan dan pengembangan kecakapan serta keterampilan.5

Dengan demikian pembinaan merupakan hal penting untuk setiap manusia agar berubah menjadi manusia yang lebih baik dari segi sikap, tingkah laku dan sebagainya.

2. Pengertian Agama

Menurut masyarakat Indonesia kata agama dikenal dengan kata “din” bahasa Arab dan kata “religi” dalam bahasa Latin. Adapun kata “agama”

3 Proyek peneranga Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada

Dharma Wanita, (Jakarta: DEPAG, 1984), h. 8

4

M. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 18

5 A. Mangundharjana, Pengembangan : Arti Dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius,

1995), h. 14


(36)

terdiri dari “a” yang berarti tidak dan “gama” yang artinya pergi. Jadi agama

mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun-temurun.6

Secara istilah agama adalah mempercayai adanya yang Maha Mengetahui, Menguasai, Menciptakan dan Mengawasi alam semesta dan yang telah

menganugerahkan kepada manusia suatu watak rohani.7

Pengertian Agama menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Al-Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan

yang terkadang biasa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).

b. Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan

yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia bersifat suci dan supernatural, dan bersifat berada dengan sendirinya dan

mempunyai kekuasaan absolut yang disebut Tuhan.8

c. Menurut Zakiah Darajat, agama adalah kebutuhan jiwa atau psikis

manusia yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan

hidup, kelakuan dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.9

Sedangkan Arif Budiman melihat agama dalam dua kategori yakni:

a. Agama sebagai keimanan (doktrin), dimana orang percaya terhadap

kehidupan kekal dikemudian hari, lalu orang mengabdikan dirinya untuk kepercayaan tersebut.

6 Harun Nasution, ed, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1994), h. 9

7 M. Razak, Dinul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 60

8

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), cet. Ke-3, h. 13.

9 Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,

1982), Cet. Ke-3, h. 52.


(37)

b. Agama yang mempengaruhi perilaku manusia. Oleh karena itu

agama identik dengan kebudayaan.10

Sedangkan Agama menurut M. Arifin dibagi menjadi dua aspek, yaitu:

a. Aspek subyektif (pribadi manusia)

Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin, yang mengatur dan menggerakkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya.

b. Aspek obyektif (doktriner)

Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Berdasarkan aspek ini agama juga dapat diartikan peraturan yang bersifat Ilahi (dari Tuhan) yang menuntun orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan

hidup di dunia dan memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat.11

Pada penelitian ini saya memfokuskan kepada pembinaan Agama Islam. Agama Islam adalah agama yang bersifat universal dan menjadi rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil’alamin). Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga memberikan tuntutan bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya, dan bagaimana kedudukan manusia

itu ditengah-tengah alam semesta.12

10

Arif Budiman, Agama Demokrasi Dan Keadilan, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 20.

11 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT

Golden Terayon Press, 1994), h. 1

12 Kaelany. HD, Islam Agama Universal, (Jakarta: Midada Rahmah Press, 2006), h. 37


(38)

Dengan demikian agama merupakan pedoman dan tuntunan hidup bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.

3. Pengertian Pembinaan Agama

Menurut Syamsudin Abin Makmun, Pembinaan Agama Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terarah, demi tercapainya pribadi yang lebih berkompeten dan berwawasan luas, yang senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, demi tercapainya keselamatan dunia dan

akhirat.13

Pembinaan agama menurut M. Arifin adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkaran hidupnya agar ia mampu mengatasi sendiri masalahnya karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha

Esa sehingga pada dirinya timbul cahaya harapan kebahagiaan hidup.14

Sedangkan pembinaan agama menurut Sidi Gazalba adalah mengarahkan, memberi pandangan, sikap dan tata cara hidup itu pada Islam untuk suatu ketika nanti dalam tahap-tahap pembangunan selanjutnya sampai pada:

a. Sikap dan pandangan hidup taqwa.

b. Tingkah laku dan Akhlak Islam.

c. Perbuatan berdasarkan amal sholeh.15

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan Pembinaan Agama Islam yaitu kegiatan rutin keagamaan Islam yang

13 Syamsudin Abin. Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran

Modul, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 40

14 H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama,

(Jakarta: Bulan Bintang: 1985), h. 97

15 Sidi Gazalba, Masjid Pusat Pembinaan Umat, (Jakarta: Pustaka, 1971), h. 168


(39)

dilakukan seseorang dengan didampingi pembimbing untuk memperdalam ilmu agama Islam dalam kurun waktu tertentu.

4. Tujuan Pembinaan Agama

Kegiatan pembinaan pada dasarnya dilaksanakan untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dari orang-orang yang mengikuti pembinaan. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah dapat berupa bertambahnya pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan perubahan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sasaran pembinaan dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipe tingkah laku yang diinginkan, antara lain:

a. Aspek kognitif, adalah kemampuan intelektual siswa dalam berfikir,

mengetahui dan memecahkan masalah. Sasaran pembinaan pada aspek ini adalah untuk melatih seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan berfikir.

b. Aspek afektif, mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan

operasiasi siswa. Sasaran pembinaan dalam aspek ini adalah untuk melatih seseorang memiliki sikap tertentu.

c. Aspek psikomotorik, kemampuan yang menyangkut kegiatan otot

dan fisik. Sasarannya adalah agar orang tersebut memiliki

keterampilan fisik tertentu.16

Sebagaimana dikutip oleh Abdul Mujid, tujuan pembinaan keagamaan antara lain adalah:

a. Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam.

b. Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebaikan.

16

Deni Arisandi, Aspek Kecerdasan Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, Artikel diakses

pada tanggal 29 Januari 2012 dari

http://arisandi.com/aspek-kecerdesan-kognitif-afektif-dan-psikomotorik.com


(40)

c. Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya.

d. Mengembangkan wawasan relasional dan lingkungan sebagaimana

yang dicita-citakan dalam Islam dengan melatih kebiasaan dengan baik.17

Menurut Armai Arief yang mengutip pendapat Mohammad Al Toumy Al Syaibani tentang pembinaan keagamaan mencakup tiga hal yaitu:

a. Tujuan individual

Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam mewujudkan perubahan yang dicapai pada tingkah laku dan aktifitasnya.

b. Tujuan sosial

Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum.

c. Tujuan professional

Tujuan ini berkaitan dengan pembinaan dan pengajaran sebagai

sebuah ilmu.18

Dalam konteks kehidupan beragama, pembinaan keagamaan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan memelihara norma agama secara terus-menerus agar perilaku hidup manusia senantiasa berada pada tatanan. Namun secara garis besar, arah atau tujuan dari pembinaan keagamaan adalah meliputi dua hal, yaitu:

a. Tujuan yang berorientasi pada kehidupan akhirat, yaitu membentuk

seorang hamba yang bertakwa kepada Allah SWT.

17 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 82

18 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Press, 2002), h.25


(41)

b. Tujuan yang berorientasi pada kehidupan dunia, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan tantang kehidupan agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi

orang lain.19

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan Agama Islam mempunyai tujuan yang positif untuk membentuk dan merubah pribadi seseorang menjadi lebih baik selama menjalani kehidupan sehari-hari.

5. Aspek-Aspek Pembinaan Agama

Dalam membina Narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan Narapidana. Ada empat komponen penting dalam membina Narapidana yaitu :

a. Diri sendiri, yaitu Narapidana itu sendiri.

b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat.

c. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling

Narapidana pada saat masih di luar lembaga pemasyarakatan, bisa masyarakat biasa, pemuka agama, atau pejabat setempat.

d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas

Agama, petugas sosial, petugas lembaga pemasyarakatan, hakim dan

lain sebagainya.20

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diperlukan komponen-komponen dalam membina Narapidana, seperti keluarga, masyarakat, petugas dan Warga Binaan itu sendiri, karena dukungan dari luar sangat berpengaruh

19

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 26

20

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 51


(42)

bagi Warga Binaan selain dari dirinya sendiri untuk tercapainya suatu perubahan menjadi manusia yang lebih baik.

Sedangkan menurut Syamsudin Abin Makmun, aspek-aspek mengikuti pembinaan Agama Islam adalah sebagai berikut:

a. Aspek Frekuensi kegiatan, yaitu seberapa sering kegiatan dilakukan

dalam periode waktu tertentu.

b. Aspek Motivasi, mempunyai peranan penting dalam melakukan

sesuatu, oleh karena itu motivasi juga menjadi aspek dari intensitas mengikuti. Apabila ada motivasi kuat untuk meraih tujuan tertentu dan kondisi yang sesuai pun berkembang. Orang akan mencurahkan kesungguhannya untuk mempelajari metode-metode yang kuat untuk meraih tujuan tersebut. Motivasi dan nilai- nilai individu akan mempengaruhi perhatian dan persepsinya. Kenyataan ini pun telah ditunjukan Al-Qur’an pada banyak tempat, ketika menerangkan keimanan dapat membuat kaum mukminin siap dan penuh perhatian untuk menyimak ayat-ayat Al-Qur’an yang akan diturunkan. Mereka memahaminya dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang akurat. Sebaliknya ayat-ayat yang sama tidak memberikan pengaruh yang sama kepada orang-orang musyrik. Motivasi adalah suatu kekuatan (power), tenaga (forces), daya (energy), atau suatu keadaan yang kompleks (a complex state), dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu untuk bergerak kearah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak. Motivasi muncul dari dalam individu itu sendiri dan juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan.


(43)

c. Aspek Perhatian, adalah keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang dikerahkan dalam pemusatannya kepada sesuatu, baik yang ada di dalam maupun yang ada di luar diri individu. Melalui perhatian seseorang lebih mudah menerima sesuatu, dan sebaliknya tanpa adanya perhatian, tiap asumsi-asumsi yang masuk, baik dari dalam diri maupun dari luar akan sulit diterima.

d. Aspek spirit of change yaitu semangat untuk berubah. Pribadi yang

memiliki semangat, sangat sadar bahwa tidak akan ada satu makhluk pun di muka bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali dirinya sendiri. Betapapun hebatnya seseorang untuk memberikan motivasi, hal itu hanyalah kesia-siaan belaka bila pada diri orang tersebut tidak ada keinginan untuk dimotivasi.

e. Aspek Efek, yaitu suatu perubahan hasil, atau konsekuensi langsung

yang disebabkan oleh suatu tindakan. Efek juga berarti resiko, ada positif dan negatif. Sesuatu yang diterima setelah melakukan suatu hal.21

Aspek-aspek tersebut penting untuk dimiliki oleh Warga Binaan agar pembinaan Agama yang disampaikan Pembina dapat tersampaikan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan diadakannya pembinaan Agama Islam. 6. Metode Pembinaan Agama

Metode atau metodik berasal dari kata Yunani, yaitu “meta” yang berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Metodik berarti cara yang harus

21 Syamsudin Abin. Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran

Modul, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 45


(44)

ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti suatu cara kerja

yang sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan.22

Dalam Bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah “thariqah” yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu

pekerjaan.23 Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai cara yang

ditempuh agar hal yang akan disampaikan dapat diterima atau difahami dengan baik, mudah dan efisien sehingga dapat mewujudkan tujuan tertentu. Berbagai cara ditempuh oleh seorang pembina dalam menyampaikan pembinaan keagamaan. Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka perlu dipilih cara yang tepat dalam menyampaikan materi pembinaan.

Menurut H.M. Arifin, metode yang dapat digunakan dalam pembinaan berupa kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, antara lain sebagai berikut:

a. Wawancara

Salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup beragama pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.

b. Metode group guidance (bimbingan secara kelompok)

Bimbingan kelompok adalah cara pengungkapan jiwa/batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok, seperti ceramah, diskusi,

seminar, simposium, atau dinamika kelompok (group dinamics).24

22

Zakiah Daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 10

23

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 23

24

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 109


(45)

Dalam proses pembinaan kelompok ini pembina hendaknya mengarahkan minat dan perhatian warga binaan kepada hidup kebersamaan dan saling tolong-menolong dalam memecahkan permasalahan yang menyangkut kepentingan mereka bersama. Pembinaan agama juga hendaknya mengendalikan dan mengamati setiap klien atau warga binaan mengenai keaktifan dalam kegiatan kelompok.

c. Metode non-directif (cara yang tidak mengarah)

Metode ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Metode client centered, yaitu pengungkapan tekanan batin yang

dirasakan menjadi penghambat mereka dalam belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu dua pertanyaan terarah. Selanjutnya mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala uneg-uneg (tekanan batin) yang disadari

sebagai hambatan jiwanya.25 Pembina bersikap memperhatikan,

mendengarkan serta mencatat point-point penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan.

2. Metode educatif, yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan

yang menghambat perkembangan belajar dengan menggali sampai tuntas perasaan yang menyebabkan hambatan dan ketegangan, dengan cara client centered, yang diperdalam dengan permintaan/pertanyaan yang motivatif dan persuasif (meyakinkan) untuk mengingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai ke akar-akarnya. Pada

25

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 111


(46)

akhirnya, pembina memberikan petunjuk-petunjuk tentang usaha apa sajakah yang baik dengan cara yang tidak bernada imperatif (wajib). Akan tetapi hanya berupa anjuran-anjuran yang tidak

mengikat.26

3. Metode psikoanalitis (penganalisaan jiwa)

Menganalisa gejala-gejala tingkah laku, baik melalui mimpi (kondisi tidak sadar), ataupun melalui tingkah laku yang serba salah, dengan menitikberatkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan salah itu terjadi berulang. Dengan demikian, maka akhirnya akan diketahui bahwa masalah pribadi mereka akan terungkap dan selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang

memberatkan, dan sebagainya.27

Oleh karena itu nilai-nilai iman dan taqwa harus dibangkitkan dalam pribadi warga binaan, sehingga terbentuklah dalam pribadinya sikap tawakkal dan optimisme dalam menempuh kehidupan baru.

4. Metode direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada mereka untuk berusaha mengatasi kesulitan (problem) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan ialah dengan memberikan secara langsung

jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan.28

26

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 112

27

Ibid., h. 113

28

Ibid., h. 114


(47)

Sedangkan Hamdani Bakran Adz-Dzaky menyatakan bahwa tujuan pembinaan Agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan

kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).

2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah

laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lngkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.

3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga

muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.

4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu, sehingga

muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.

5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu

individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya

pada berbagai aspek kehidupan.29

29

Hamdani Bakran. Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru, 2006), h. 221


(48)

Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lapas dan Rutan adalah sebagai berikut:

1. Metode pembinaan berdasarkan situasi

Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir Narapidana untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah (bottom down approach).

2. Metode pembinaan perorangan (Individual Treatment)

Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan.

3. Metode pembinaan kelompok (Classical Treatment)

Dalam pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.

Adapun metode tersebut adalah sebagai berikut:30

1) Metode Ceramah

Metode Ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh petugas pembina keagamaan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun pembina dari luar Lembaga Pemasyaraktan. Pembina keagamaan menerangkan atau menjelaskan apa yang akan disampaikan

dengan lisan di depan Narapidana wanita.31 Metode ceramah merupakan

metode yang sudah lama dipakai dalam proses pembelajaran. Metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab.

30

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 342

31

Ibid., h. 344


(49)

2) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang ditempuh biasanya pembina keagamaan mengajukan pertanyaan kepada narapidana tentang materi yang telah diajarkan. Pembina keagamaan mengharapkan jawaban yang diberikan narapidana wanita terhadap fakta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya bukan hanya sebatas dari pembina keagamaan dan narapidana wanita menjawab, akan tetapi pertanyaan ini biasa muncul dari narapidana kemudian pembina keagamaan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh narapidana tersebut. Ada kalanya jawaban itu juga bisa berasal dari narapidana yang lain dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut.

3) Metode demonstrasi atau peragaan

Metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses pembentukan tertentu kepada narapidana wanita. Pada metode demonstrasi, titik tekannya adalah memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya pembina keagamaan memperagakan terlebih dahulu, kemudian narapidana wanita

mengikutinya.32

4) Metode diskusi

Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara

32

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 350


(50)

terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota narapidana wanita ikut terlibat. Di antara prinsip-prinsip diskusi antara lain: adanya ketua dan anggota, topik yang diangkat jelas dan menarik, narapidana wanita saling memberi dan menerima serta suasana berjalan tanpa tekanan.

5) Metode pemberian tugas

Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian narapidana wanita diminta untuk meringkas kembali di dalam blok sel masing-masing. Pemberian tugas ini biasanya juga digunakan juga dalam penugasan untuk shalat sunah. Metode ini diterapkan agar narapidana wanita dapat

bertanggung jawab.33

Dengan demikian dari penjelasan diatas bahwa dalam penelitian ini menggunakan metode perorangan yang terdiri dari individu tersebut dan metode kelompok yang terdiri dari wawancara, tanya jawab, demonstrasi atau perorangan, diskusi, dan pemberian tugas.

7. Materi Pembinaan Agama

Materi yang dipakai dalam pembinaan agama Islam adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

a. Aqidah

Aqidah menurut bahasa berasal dari kata aqada, ya’qidu, aqdan atau aqidatan yang artinya mengikatkan. Bentuk jama’ dari aqidah adalah aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata I’tiqad yang berarti kepercayaan. Sedangkan aqidah secara

33

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 363


(51)

etimologis berarti ikatan atau sangkutan. Secara praktis, aqidah berarti

kepercayaan, keyakinan, atau iman.34

Aqidah menurut Zuhairi adalah bersifat I’tikad batin, berfungsi mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta,

mengatur, dan meniadakan ala mini.35 Aqidah dalam Islam adalah

bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman kepada:

1. Iman kepada Allah

Kata “iman” berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan percaya berarti pengakuan terhadap adanya sesuatu yang bersifat ghaib, atau sesuatu itu benar. Iman kepada Alah berarti menyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tempat mengabdi, menghambakan diri, serta mengadu (tauhid al-ibadah), dan Allah sebagai satu-satunya pembuat peraturan yang sempurna (tauhid al-tasyri).

2. Iman kepada Malaikat-Nya

Iman kepada malaikat adalah meyakini malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari nur (cahaya) dan bahwa malaikat adalah makhluk yang paling taat dan tidak sekalipun berbuat maksiat.

3. Iman kepada Kitab-KitabNya

Pengertian kepada kitab-kitab Allah adalah meyakini bahwa kitab Allah itu benar datang dari Allah SWT kepada para nabi atau

34

E. Hassan Saleh, Study Islam Diperguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan Wawasan, (Jakarta: ISTN, 2000), h. 55

35

Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 50


(52)

rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur’an, dengan membaca dan memahami isi Al-Qur’an, maka manusia akan merasa dekat dengan Allah dan tenang dalam menghadapi segala hal.

4. Iman kepada Rasul-RasulNya

Iman kepada Rasul adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu dari-Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar menjadi pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

5. Iman kepada Hari Akhir

Hari akhir adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menetapkan hari akhir sebagai tanda akhir dari kehidupan di dunia dan awal dari kehidupan di akhirat. Karena itu, manusia janganlah lengah, lupa diri ataupun terpesona dengan kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sementara.

6. Iman kepada Qadha dan Qadhar

Iman kepada Qadha dan Qadhar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan segala

sesuatu bagi semua makhluk hidup.36

Dengan demikian dapat simpulkan bahwa aqidah merupakan keimanan seseorang baik dalam sikap, ucapan maupun tindakannya.

36

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60


(53)

b. Syari’ah

Secara bahasa syari’ah adalah jalan (ke sumber mata air) yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Sedangkan menurut istilah makna syari’ah adalah sistem norma (kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan

hidupnya.37 Syari’ah terdiri dari beberapa aspek yaitu:

1. Ibadah

Ibadah (dalam arti sempit) seperti, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji bila mampu. Ibadah tersebut hukumnya wajib. Ibadah secara umum memiliki arti mengikuti segala hal yang di cintai Allah dan di ridhoi-Nya, baik perkataan maupun perbuatan lahir dan batin.

2. Muamalah

Kata muamalah berasal dari fiil madhi amala yang berarti bergaul dengannya, berurusan (dagang). Sedangkan muamalah adalah ketetapan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungannya (alam sekitar)nya. Muamalah berarti aturan-aturan (hukum) Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan lingkungan sekitarnya.Kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia, maka dalam muamalah ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi, politik,

sosial, hukum, dan kebudayaan.38

37

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 134

38

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992), h. 1


(54)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa syari’ah merupakan hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia lainnya.

c. Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), ‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).39

Terdapat beberapa pengertian akhlak menurut para ahli, yaitu:

1. Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah sifat yang tertanam

dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

2. Menurut Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam

(Pembela Islam) karena kepiawaianya dalam membela Islam dari berbagai faham yang dianggap menyesatkan, Ia mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan

mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.40

3. Menurut Zuhairi, akhlak adalah suatu amalan yang bersifat

pelengkap penyempurna bagi kedua amal yaitu akidah dan

39 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1

40

Ibid., h. 2


(55)

syari’ah dan mengajarkan tentang cara pergaulan hidup

manusia.41

Dengan demikian, akhlak merupakan sifat jiwa yang berhubungan dengan niat baik dan buruk yang berada didalam jiwa manusia tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan sehingga melahirkan suatu perbuatan yang tanpa disengaja dan tanpa dibuat-buat. Maka dari itu dalam pembinaan agama Islam sangat perlu diadakan pembinaan akhlak, dimana akan mengarahkan manusia kea rah tujuan hidup yang bahagia dunia dan akhirat.

Macam-macam akhlak menurut Mohammad Ardani yaitu, sebagai berikut:

a. Akhlak Al-Karimah

Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.

2. Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri

41

Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 60


(56)

dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.

b. Akhlak Al-Mazmumah

Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara

menjauhinya.42

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1. Berbohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi

yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

42

Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 49


(57)

2. Takabur atau sombong ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3. Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang

diperoleh orang lain.

4. Bakhil atau kikir ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari

apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.43

d. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) melalui dzikir Asmaul Husna Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar bahasa latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-’ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi dapat didefinisikan suatu gejala psikofisiologis yang menimbukan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah

laku tertentu.44

Pengertian EQ istilah kecerdasan emosi (EQ) baru dikenal secara luas pada pertengahan tahun 1990 dengan diterbitnya buku Daniel Goleman : Emotional Intelligence. Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik. Sedangkan pengertian SQ (Spiritual Quotient) menurut Danah Zohar adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kitayang berhubungan

43

Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 56

44

Irfan Mashuri, Konsep Emotional Spiritual Quetiont (ESQ) dalam Membentuk Karakter Religius Peserta Didik (Studi Pemikiran Ary Ginanjar Agustian), (Sktipsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2014), h. 36


(58)

dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar. Selama ini, yang namanya “kecerdasan” senantiasa dikonotasikan dengan “kecerdasan intelektual” saja atau yang lazim dikenal sebagai IQ. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya, yaitu: Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ), dalam istilah Ary Ginanjar dinamakan ESQ (Emotional Spiritual Quotient). ESQ menurut Ary Ginanjar ialah pengsinergian antara rasionalis dunia (EQ dan IQ) dengan akhirat (SQ), manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dapat diibaratkan seperti sebuah bentuk segitiga saling berhubungan antara tiap-tiap sudut

tersebut.45

Salah satu pendekatan antara manusia dengan Tuhan adalah dengan berdzikir atau mengingat Allah. Pada penelitian ini, salah satu materi yang dipakai adalah materi bimbingan spiritual melalui dzikir asmaul husna. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang-ulang mengingat Allah (Dzikrullah) merupakan salah satu anjuran yang sangat ditekankan dalam Islam dan merupakan bentuk karya nyata dari penghambaan kita kepada Allah SWT. Salah satu dzikir yang dapat dilakukan adalah dzikir Asmaul Husna, yang artinya mengingat Allah, menyanjung-Nya dengan menyebut keindahan nama-namaNya (Asmaul

Husna) dengan lisan dan hati.46

45

Irfan Mashuri, Konsep Emotional Spiritual Quetiont (ESQ) dalam Membentuk Karakter Religius Peserta Didik (Studi Pemikiran Ary Ginanjar Agustian), (Sktipsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2014), h. 41

46

Ismatun Khasanan, Pengaruh Melakukan Dzikir Asmaul Husna Terhadap Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional Anak Panti Asuhan Darussalam Mranggen Demak, (Skripsi: UIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2015), h. 23


(59)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa materi yang digunakan untuk pembinaan agama Islam dalam penelitian ini adalah materi aqidah, syari’ah, akhlak dan dzikir asmaul husna.

8. Media Pembinaan Agama

Totok Mardikanto menyatakan bahwa media merupakan alat atau saluran komunikasi yang dapat dimanfaatkan sumber atau pegirim untuk menyalurkan atau mengumpulkan pesan-pesannya. Dengan kata lain, media, alat atau saluran komunikasi dapat dimanfaatkan oleh individu dan kelompok yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan pembinaan. Totok

Mardikanto mengartikan media dalam beragam pengertian, yaitu:47

a. Saluran atau media sebagai alat pembawa pesan.

b. Saluran yang dilalui oleh alat pembawa pesan.

c. Media atau wahana yang memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui

jalan atau saluran yang harus dilaluinya.

d. Media atau wahana yang dapat dijadikan sarana untuk berkomunikasi,

seperti pertemuan, pertunjukkan dan lain-lain.

Pembinaan merupakan proses penyebaran informasi dimana memerlukan adanya media pendukung untuk melancarkan seluruh kegiatan pembinaan. Menurut Yenti Wira, berdasarkan fungsinya media pembinaan dibagi menjadi tiga, antara lain:

a. Media cetak, merupakan media yang biasanya menggunakan pesan-pesan

visual yang terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto, dan tata warna, seperti leaftlet, selebaran, poster, dan lain-lain.

47

Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan – Acuan bagi Akademisi, Praktisi, dan Peminat Komunikasi Pembangunan, (Surakarta: UNS Press, 2010), h. 127


(60)

b. Media elektronik, merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar yang penyampaiannya melalui alat bantu elektronika, seperti televisi, radio, film, kaset, DVD dan lain-lain.

c. Media luar ruang, merupakan media yang menyampaikan pesannya di

luar ruangan, bisa melalui media cetak maupun elektronik seperti papan reklame, spanduk, pameran, televisi layar lebar dan lain-lain.

Dengan demikian, media yang digunakan untuk pembinaan agama Islam dalam penelitian ini adalah media cetak, elektronik dan media luar ruang. B. Rasa Percaya Diri

1. Pengertian Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya

merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya.48

Berikut ini beberapa definisi percaya diri dari para ahli, yaitu:

a. Menurut Thantaway percaya diri adalah kondisi mental atau

psikologi diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan suatu tindakan.

b. Menurut W.H Miskelll percaya diri adalah kepercayaan akan

kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang

dimiliki serta, serta dapat memanfaatkan secara tepat.49

c. Rasa percaya diri adalah sebuah bentuk keyakinan kuat pada jiwa,

kesepahaman dengan jiwa, dan kemampuan menguasai jiwa.50

48

Thursan Hakim, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, (Jakarta: Puspa Swara, 2002), h. 6

49

Pradita. Sarastika, Buku Pintar Tampil Percaya Diri, (Yogyakarta: ARASKA, 2014), h. 40


(61)

d. Percaya diri adalah keyakinan yang menggerakkan, arah hidup yang

benar, dan prinsip-prinsip yang dipegang teguh.51

e. Menurut Hakim, percaya diri secara sederhana dapat dikatakan

sebagai suatu keyakikan sesorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membantunya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri adalah sikap seseorang yang menunjukkan bahwa dirinya tahu, mau, dan mampu dalam melakukan sesuatu. Sehingga dapat melakukan berbagai hal untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.

2. Ciri-Ciri Perilaku Rasa Percaya Diri

Setiap pribadi harus memiliki rasa percaya diri, karena setiap manusia sama derajatnya menurut Allah, sebagaimana firman Allah SWT :

َنﯾِﻧِﻣ ْؤُﻣ ْمُﺗْﻧُﻛ ْنِإ َن ْوَﻠْﻋَ ْﻷا ُمُﺗْﻧَأ َو اوُﻧَزْﺣَﺗ َﻻ َو اوُﻧِﮭَﺗ َﻻ َو

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 139)52

Sedangkan menurut Thursan Hakim terdapat beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai berikut:

a. Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

50

Yusuf Uqshari, Percaya Diri Pasti, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 14 51

Abdullah Muni, Super Teacher: Sosok Guru yang dihormati, disegani dan dicintai, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2010), h. 188

52

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2012), h. 68


(62)

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul dalam berbagai situasi.

d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi.

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya.

f. Memiliki kecerdasan yang cukup.

g. Tingkat pendidikan formal yang cukup.

h. Memiliki keahlian atau keterampilan yang dapat menunjang

kehidupannya.

i. Dapat bersosialisasi dengan baik.

j. Memiliki latarbelakang pendidikan keluarga yang baik.

k. Memiliki pengalaman hidup dalam menghadapi berbagai cobaan

hidup.

l. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah.53

Fatimah mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah sebagai berikut:

a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak

membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima

oleh orang lain atau kelompok.

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani

menjadi diri sendiri.

d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).

53

Thursan Hakim, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, (Jakarta: Puspa Swara, 2002), h. 7


(63)

e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain).

f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang

lain dan situasi di luar dirinya.

g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga

ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif

dirinya dan situasi yang terjadi.54

Pada intinya orang yang percaya diri mempunyai keyakinan yang kuat dan fikiran yang positif dalam menjalani kehidupan dan mampu mengambil resko-resiko yang harus dihadapinya.

3. Upaya Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Meningkatkan kepercayaan diri harus didukung oleh diri sendiri, karena hanya individu yang bersangkutanlah yang mampu mengatasi rasa kurang percaya diri yang dialaminya. Menurut Thursan Hakim, cara-cara untuk dapat meningkatkan rasa percaya diri adalah sebagai berikut:

a. Membangkitkan kemauan yang keras.

b. Membiasakan untuk memberanikan diri.

c. Berpikir positif dan menyingkirkan pikiran negatif.

d. Membiasakan untuk selalu berinisiatif.

e. Selalu bersikap mandiri.

f. Selalu belajar dari kegagalan.

54

Fatimah Enung, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h. 149


(1)

22 Islam mengajarkan pantang menyerah dalam menghadapi masalah 23 Tidak mudah menyerah untuk memperbaiki kesalahan

24 Tidak mudah menyerah dengan keadaan saat ini

25 Manusia yang tidak mudah menyerah akan mendapatkan hasil yang maksimal

Bersikap objektif

26 Menjadi manusia yang lebih baik merupakan keinginan setiap manusia

27 Menyadari semua kesalahan yang telah diperbuat Dapat menempatkan diri sesuai situasi

28 Manusia dapat menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi 29 Menceritakan keluh kesah dengan keluarga membuat hati tenang 30 Menceritakan keluh kesah dengan warga binaan lain membuat hati

tenang

Demikian jawaban ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa paksaan dari pihak manapun.

Jakarta, 08 September 2016

Ket:

Tanda *: kuesioner Skripsi Ahmad Yusuf Afifurrahman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2015.


(2)

DOKUMENTASI KEGIATAN PEMBINAAN AGAMA ISLAM

RUTAN KELAS II A PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR

Kegiatan Pembinaan Agama Islam oleh Pembimbing Agama Islam di Masjid Rutan Pondok Bambu

Warga Binaan mengisi kuesioner setelah mendapatkan pembinaan Agama Islam


(3)

Kegiatan Pembinaan Agama Islam oleh Pembimbing Agama Islam di Masjid Rutan Pondok Bambu

Kegiatan Pembinaan Agama Islam oleh Pembimbing Agama Islam di Masjid Rutan Pondok Bambu


(4)

Kegiatan Pembinaan Agama Islam oleh Pembimbing Agama Islam di Masjid Rutan Pondok Bambu

Kegiatan Pembinaan Agama Islam oleh Pembimbing Agama Islam di Masjid Rutan Pondok Bambu


(5)

Foto bersama Petugas Rutan dan salah satu Pembimbing Agama Islam


(6)

FOTO SIDANG SKRIPSI