Kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan di apotek berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di kota Yogyakarta periode Juli - September 2012.
1
KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK BERBINTANG SATU DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN, TEGALREJO, DAN UMBULHARJO DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE JULI - SEPTEMBER 2012
Novita Sari 088114049 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
INTISARI
Pertumbuhan apotek di Kota Yogyakarta yang semakin meningkat serta pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan mengharapkan pelayanan apotek yang memuaskan. Sehingga, apotek di Kota Yogyakarta harus selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengukur seberapa besar kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak apotek berbintang satu di Yogyakarta. Karena, secara logika, apotek dengan label bintang satu tidak dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan apotek. Maka, peneliti ingin menguji apakah apotek berbintang satu dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau tidak. Penelitian ini dilakukan di 5 apotek berbintang satu di kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta periode Juli – September 2012.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada sejumlah pelanggan di 5 apotek berbintang satu di kota Yogyakarta. Hasil penelitian dengan analisis uji Chi-square menyatakan bahwa ada perbedaan tidak bermakna antara kepuasan pelanggan di lima apotek berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan di apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta.
Kata kunci : kepuasan pelanggan, kualitas pelayanan, tenaga farmasi, apotek berbintang satu, kota Yogyakarta.
(2)
2 ABSTRACT
The growth of pharmacies in Yogyakarta city is increasing, so the selective and knowledgeable customers expect comforting services from
pharmacies. So that’s why pharmacies in Yogyakarta have to always increase
their services quality. This research need to be done to measure how big is
customers’ satisfactory towards services given from one-star pharmacies in Yogyakarta. Because, logically, pharmacies rated in one-star are not be able give comfort services to pharmacies’ customers. So this research wants to test whether one-star rated pharamcies could give comfort services or not. This research was done in 5 one-star rated phramacies in district of Gondokusuman, Tegalrejo, and Umbulharjo in city of Yogyakarta in period of July – September 2012.
Type of this research is an observational research which use cross sectional planning. This research was done by distributed quesioner to some of customers in 5 one-star rated pharamacies in Yogyakarta. The result of Chi-square testing’s research shows there is no significant distinction between
customers’ saticfactory in 5 one-star rated pharmacies in district of Gondokusuman, Tegalrejo, and Umbulharjo in city of Yogyakarta in period of July – September 2012. From this research can be concluded there is a
correlation between services quality with customers’ satisfactory in one-star rated pharmacies in the city of Yogyakarta.
Keywords: customers’ satisfaction, service quality, pharmacy staff, one star pharmacy, the city of Yogyakarta.
(3)
KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK BERBINTANG SATU DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN, TEGALREJO, DAN UMBULHARJO DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE JULI - SEPTEMBER 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh: Novita Sari NIM : 088114049
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK BERBINTANG SATU DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN, TEGALREJO, DAN UMBULHARJO DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE JULI - SEPTEMBER 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh: Novita Sari NIM : 088114049
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
iii
CUSTOMER’S SATISFACTION TOWARD THE SERVICE QUALITY OF
ONE STAR PHARMACIES IN GONDOKUSUMAN, TEGALREJO, AND UMBULHARJO DISTRICTOF YOGYAKARTA
PERIOD JULY – SEPTEMBER 2012
SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement To Obtain Sarjana Farmasi (S. Farm)
In Faculty of Pharmacy
By: Novita Sari NIM : 088114049
FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2013
(6)
(7)
(8)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku tercinta
Kakakku dan adikku tersayang
Kekasihku tersayang
Teman-teman seperjuangan
(9)
(10)
viii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat, rahmatNya yang tidak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Di Apotek Berbintang Satu Di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Di Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, arahan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, dukungan, waktu, semangat, saran, kritik dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Drs. Djaman G. Manik, Apt., selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, dukungan, waktu, semangat, saran, kritik dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
4. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku dosen penguji atas waktu, bimbingan, dan saran yang telah diberikan.
5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt., selaku dosen penguji atas waktu, bimbingan, dan saran yang telah diberikan.
6. Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis.
7. Para Apoteker Pengelola Apotek di apotek berbintang satu yang telah berkenan dan mengijinkan untuk dilakukan penelitian.
(11)
ix
8. Seluruh pelanggan di apotek berbintang satu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi responden.
9. Mama dan Papa atas doa, kasih sayang, cinta, nasihat, semangat, kesabaran dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
10. Kakakku, Cahya Arie Nugroho, serta adikku, Raffa Aldi Nugroho atas semangat, kasih sayang, dan doa yang diberikan kepada penulis.
11. Kekasihku, Aditya Whisnu, atas kasih sayang, semangat, dukungan, serta doa yang diberikan kepada penulis.
12. Seluruh dosen dan staff Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
13. Semua teman serta pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dari awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikdan saran yang membangun agar skripsi ini menjadilebih baik lagi. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 20 Desember 2013
(12)
(13)
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
PRAKATA ... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A.Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 4
2. Keaslian Penelitian... 4
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
(14)
xii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A.Apotek... 7
B. Apotek Berbintang Satu ... 8
C.Pelanggan ... 9
1. Pengertian ... 9
2. Kepuasan Pelanggan ... 10
3. Teori Kepuasan Pelanggan ... 11
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan... 13
5. Harapan Pelanggan ... 13
6. Loyalitas Pelanggan ... 14
D.Jasa ... 15
1. Pengertian ... 15
2. Kualitas Jasa... 16
3. Dimensi Kualitas Jasa ... 17
4. Pengukuran Kualitas Jasa ... 19
5. Model Kualitas Jasa ... 20
E. Diagram Kartesius ... 25
F. Landasan Teori ... 26
G.Hipotesis ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel Penelitian... 29
C.Definisi Operasional ... 29
D.Tempat Penelitian ... 30
(15)
xiii
1. Subyek Penelitian... 31
2. Besar Sampel ... 31
3. Teknik Sampling ... 32
F. Instrumen Penelitian ... 32
G.Tata Cara Penelitian ... 33
1. Penyusunan Instrumen Penelitian ... 33
2. Uji Validitas ... 34
3. Uji Reliabilitas ... 35
4. Perizinan ... 36
5. Pengambilan Data ... 36
6. Pengolahan Data ... 37
H.Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ... 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A.Karakteristik Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Godokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta pada Periode Juli – September 2012 ... 42
B. Karakteristik Pelanggan Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Godokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta pada Periode Juli – September 2012 ... 42
1. Jenis Kelamin ... 42
2. Usia ... 43
3. Tingkat Pendidikan ... 44
4. Jenis Obat yang Dibeli ... 45
5. Jumlah Kunjungan Pelanggan Apotek ... 46 C.Hasil Perbandingan Antara Kenyataan dan Harapan Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo
(16)
xiv
di Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Dimensi
Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness ... 47
D.Analisis Kepuasan Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Berdasarkan Diagram Kartesius ... 56
E. Hasil Uji Chi Kuadrat (X2) Lima Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta Periode Juli – September 2012 ... 76
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
A.KESIMPULAN ... 78
B. SARAN ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN ... 82
(17)
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (IKP) ... 20
Tabel II. Interval Gap, Klasifikasi Gap, dan Tingkat Kepuasan Pelanggan ... 38
Tabel III. Jumlah Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di
Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin... 43
Tabel IV. Jumlah Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di
Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Usia ... 44
Tabel V. Jumlah Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di
Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45
Tabel VI. Jumlah Pelanggan Berdasarkan Jenis Obat yang Dibeli di 5
Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli -September 2012 ... 46
Tabel VII. Jumlah Pelanggan Berdasarkan Frekuensi Kunjungan di 5 Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli -September 2012 ... 47 Tabel VIII. Analisis Gap dan Kualitas Pelayanan Dimensi Reliability
pada Pelanggan Apotek A, B, C, D, dan E Periode Juli - September 2012 ... 48
(18)
xvi
Tabel IX. Analisis Gap dan Kualitas Pelayanan Dimensi Assurance
pada Pelanggan Apotek A, B, C, D, dan E Periode Juli - September 2012 ... 50
Tabel X. Analisis Gap dan Kualitas Pelayanan Dimensi Tangible
pada Pelanggan Apotek A, B, C, D, dan E Periode Juli - September 2012 ... 51
Tabel XI. Analisis Gap dan Kualitas Pelayanan Dimensi Empathy
pada Pelanggan Apotek A, B, C, D, dan E Periode Juli - September 2012 ... 53
Tabel XII. Analisis Gap dan Kualitas Pelayanan Dimensi
Responsiveness pada Pelanggan Apotek A, B, C, D, dan E Periode Juli - September 2012 ... 55
Tabel XIII. Skor Kenyataan dan Harapan Semua Dimensi pada
Pelanggan Apotek A Periode Juli - September 2012 ... 57
Tabel XIV. Skor Kenyataan dan Harapan Semua Dimensi pada
Pelanggan Apotek B Periode Juli - September 2012 ... 61
Tabel XV. Skor Kenyataan dan Harapan Semua Dimensi pada
Pelanggan Apotek C Periode Juli - September 2012 ... 65
Tabel XVI. Skor Kenyataan dan Harapan Semua Dimensi pada
Pelanggan Apotek D Periode Juli - September 2012 ... 69
Tabel XVII. Skor Kenyataan dan Harapan Semua Dimensi pada
Pelanggan Apotek E Periode Juli - September 2012 ... 73
Tabel XVIII. Uji Chi Kuadrat pada Lima Dimensi Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 ... 77
(19)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model Kualitas Jasa ... 21
Gambar 2. Diagram Kartesius ... 25 Gambar 3. Kepuasan Pelanggan pada Dimensi Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness di Apotek A Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Dalam Diagram Kartesius ... 58
Gambar 4. Kepuasan Pelanggan pada Dimensi Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness di Apotek B Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Dalam Diagram Kartesius ... 62
Gambar 5. Kepuasan Pelanggan pada Dimensi Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness di Apotek C Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Dalam Diagram Kartesius ... 66
Gambar 6. Kepuasan Pelanggan pada Dimensi Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness di Apotek D Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Dalam Diagram Kartesius ... 70 Gambar 7. Kepuasan Pelanggan pada Dimensi Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness di Apotek E Yogyakarta Periode Juli – September 2012 Dalam Diagram Kartesius ... 74
(20)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 82
Lampiran 2. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 94
Lampiran 3. Alamat Apotek Berbintang Satu di Kota Yogyakarta ... 96
Lampiran 4. Pernyataan Pelanggan Apotek... 97
(21)
xix INTISARI
Pertumbuhan apotek di Kota Yogyakarta yang semakin meningkat serta pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan mengharapkan pelayanan apotek yang memuaskan. Sehingga, apotek di Kota Yogyakarta harus selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengukur seberapa besar kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak apotek berbintang satu di Yogyakarta. Karena, secara logika, apotek dengan label bintang satu tidak dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan apotek. Maka, peneliti ingin menguji apakah apotek berbintang satu dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau tidak. Penelitian ini dilakukan di 5 apotek berbintang satu di kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta periode Juli – September 2012.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada sejumlah pelanggan di 5 apotek berbintang satu di kota Yogyakarta. Hasil penelitian dengan analisis uji Chi-square menyatakan bahwa ada perbedaan tidak bermakna antara kepuasan pelanggan di lima apotek berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan di apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta.
Kata kunci : kepuasan pelanggan, kualitas pelayanan, tenaga farmasi, apotek berbintang satu, kota Yogyakarta.
(22)
xx ABSTRACT
The growth of pharmacies in Yogyakarta city is increasing, so the selective and knowledgeable customers expect comforting services from
pharmacies. So that’s why pharmacies in Yogyakarta have to always increase
their services quality. This research need to be done to measure how big is
customers’ satisfactory towards services given from one-star pharmacies in
Yogyakarta. Because, logically, pharmacies rated in one-star are not be able give
comfort services to pharmacies’ customers. So this research wants to test whether
one-star rated pharamcies could give comfort services or not. This research was done in 5 one-star rated phramacies in district of Gondokusuman, Tegalrejo, and Umbulharjo in city of Yogyakarta in period of July – September 2012.
Type of this research is an observational research which use cross sectional planning. This research was done by distributed quesioner to some of customers in 5 one-star rated pharamacies in Yogyakarta. The result of
Chi-square testing’s research shows there is no significant distinction between
customers’ saticfactory in 5 one-star rated pharmacies in district of
Gondokusuman, Tegalrejo, and Umbulharjo in city of Yogyakarta in period of July – September 2012. From this research can be concluded there is a
correlation between services quality with customers’ satisfactory in one-star rated
pharmacies in the city of Yogyakarta.
Keywords: customers’ satisfaction, service quality, pharmacy staff, one star pharmacy, the city of Yogyakarta.
(23)
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pertumbuhan apotek di Kota Yogyakarta yang semakin meningkat serta
pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan mengharapkan pelayanan
apotek yang memuaskan. Sehingga, apotek di Kota Yogyakarta harus selalu
meningkatkan kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, perlu dikaji apakah kualitas
pelayanan di apotek yang diberikan oleh tenaga kefarmasian selama ini sudah
sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau belum. Kualitas
pelayanan di apotek terkait dengan aspek reliability, assurance, tangible,
empathy, dan responsiveness.
Pada tahun 2011, Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Yogyakarta
melakukan survei labelisasi terhadap 123 apotek di Kota Yogyakarta dalam
bentuk bintang satu, dua, tiga, dan empat yang didasarkan ada tidaknya apoteker
di apotek dan kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan apoteker di apotek.
Penelitian ini dilakukan di apotek berbintang satu. Penelitian untuk
survei kepuasan pelanggan dilakukan di apotek berbintang satu, dua, dan tiga
dengan peneliti yang berbeda, sedangkan pada penelitian ini, peneliti
mendapatkan bagian untuk melakukan penelitian di apotek berbitang satu.
Kemudian, diperoleh 5 apotek sebagai tempat penelitian di Kecamatan
(24)
berdasarkan banyaknya jumlah apotek di tiga kecamatan tersebut. Tempat
penelitian dilakukan di 5 apotek berdasarkan kesediaan apotek sebagai tempat
dilakukan penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak apotek berbintang satu
di Yogyakarta. Karena, secara logika, apotek dengan label bintang satu tidak
dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan apotek. Maka,
peneliti ingin menguji apakah apotek berbintang satu dapat memberikan
pelayanan yang memuaskan pelanggan atau tidak.
Menurut Kotler (2002), kepuasan adalah perasaan senang atau
kekecewaan seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kesan orang
tersebut terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya.
Pelanggan merupakan individu yang ingin dipenuhi kebutuhannya.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, tuntutan manusia akan
kebutuhannya pun semakin berkembang. Dewasa ini, pelanggan tidak hanya
sekedar membeli sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi mereka lebih
memperhatikan masalah kualitas, salah satunya adalah kualitas pelayanan.
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan
merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih
efisien, dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan kinerjanya
(25)
yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang
tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pelanggan dalam
menilai suatu pelayanan di apotek, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, kemudahan
dalam menghubungi apoteker, tingkat keahlian tenaga kefarmasian, kualitas
pelayanan, serta fasilitas yang dimiliki oleh apotek dalam memberikan
pelayanan.Berdasarkan faktor-faktor tersebut, pelanggan sendiri yang akan
menilai tingkat kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa yang
diberikan, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi
pelayanan.
Cara yang dapat digunakan untuk mencapai kepuasan pelanggan salah
satu diantaranya melalui peningkatan kinerja apotek dan kualitas pelayanan.
Berbagai aspek di apotek harus ditingkatkan untuk memenuhi kepuasan
pelanggan yang secara langsung akan mempengaruhi loyalitas pelanggan.
Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dilihat dari dimensi service
quality (servqual) pada dimensi reliability, assurance, tangible, empathy, dan
responsiveness untuk mengetahui kualitas pelayanan yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan di apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta. Hasil
penelitian ini selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dan
pelayanan apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta yang berorientasi pada
(26)
1. Perumusan Masalah
a. Seperti apakah karakteristik demografi apotek dan pelanggan di apotek
berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di
Kota Yogyakarta periode Juli – September 2012?
b. Seperti apa tingkat kepuasan pelanggan dengan kualitas pelayanan di apotek
berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di
Kota Yogyakarta periode Juli – September 2012?
c. Apakah ada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan kualitas pelayanan di
apotek berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan
Umbulharjo di Kota Yogyakarta periode Juli – September 2012?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis mengenai survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas
pelayanan di apotek berbintang satu yang pernah dilakukan adalah penelitian yang berjudul “Hubungan antara Harapan dengan Kepuasan Pengguna Jasa Layanan 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Juni – Juli 2004” oleh Chatarina Dhian Novitasari (2006). Chatarina Dhian Novitasari (2006) meneliti tentang hubungan
antara harapan dengan kepuasan pengguna jasa layanan 11 apotek yang di
Yogyakarta yang dilakukan dengan teknik cluster sampling. Teknik sampling
daerah (cluster sampling) digunakan untuk menentukan sampel apabila obyek
yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk suatu negara,
propinsi atau kabupaten. Sedangkan, penelitian yang akan dilakukan kali ini
(27)
penarikan sampling dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai pada
jumlah (kuota) yang diinginkan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, pada
penelitian ini, peneliti menggambarkan kepuasan pelanggan terhadap kualitas
pelayanan di apotek Kota Yogyakarta yang diukur dari dimensi mutu kualitas
pelayanan meliputi reliability (reliabilitas), responsiveness (ketanggapan),
assurance (jaminan dan kepastian), emphaty (empati), dan tangible (berwujud).
Penelitian lain dilakukan oleh Yenni Christina (2010) dengan penelitian yang berjudul “Perbandingan Harapan dan Kenyataan terhadap Kualitas Pelayanan untuk Menggambarkan Kepuasan Konsumen dengan Resep Obat di
Apotek Kimia Farma Area Manajer Bisnis Yogyakarta Periode Desember 2009 – Januari 2010”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada konsumen dengan resep obat serta membandingkan antara
harapan dan kenyataan konsumen dengan resep obat di Apotek Kimia Farma Area
Manajer Bisnis Yogyakarta. Sedangkan, pada penelitian ini peneliti akan
mengukur kepuasan pelanggan terhadap kualitas dari keseluruhan pelayanan yang
diberikan di apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta menggunakan teknik
quota sampling.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dalam evaluasi
metode kualitas pelayanan di apotek yang berorientasi pada kepuasan
(28)
b. Manfaat praktis
Bagi pihak IAI dan pemerintah kota, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun kebijakan dalam penetapan
atau pelabelan bintang terkait dengan kualitas pelayanan apotek.
Bagi pihak apotek, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan apotek.
B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kualitas pelayanan yang telah
diberikan oleh tenaga kefarmasian di apotek berbintang satu di Kota
Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi apotek dan pelanggan apotek
berbintang satu di Kota Yogyakarta.
b. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan aspek reliability,
assurance, tangible, empathy, dan responsiveness di apotek berbintang satu
di Kota Yogyakarta.
c. Mengidentifikasi hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan
(29)
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.Apotek
Berdasarkan ketentuan umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah
RI Nomor 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apotek menjadi salah satu sarana
pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat.
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009, pekerjaan
kefarmasian juga dilakukan di apotek meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, peran apoteker
yang menyandang gelar sarjana farmasi, telah lulus pendidikan profesi dan telah
mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di
(30)
Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 pasal 23 ayat 3 disebutkan bahwa
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki
izin dari pemerintah. Apoteker yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
apotek atau instalasi farmasi rumah sakit harus memiliki surat izin yang diberikan
kepada apoteker yaitu Surat Izin Praktik Apoteker yang disingkat SIPA.
B. Apotek Berbintang Satu
Di kota Yogyakarta terdapat 123 apotek. Dari hasil labelisasi yang
dilakukan pada tahun 2011, diketahui ada sebanyak 31 apotek dengan kategori
cukup yang ditandai dengan bintang satu (*), apotek dengan kategori lebih dari
cukup (**) tercatat sebanyak 40 unit,apotek dengan kategori baik (***) sebanyak
28 unit, dan apotek dengan kategori sangat baik (****) sebanyak 22 unit.
Labelisasi dilakukan dengan tujuan untuk memantau penyelenggaraan apotek
sehingga bisa menjamin mutu, keamanan, dan keselamatan masyarakat yang
menjadi pelanggan. Labelisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta tersebut dilakukan berdasarkan penilaian pada sejumlah kategori,
yaitu aspek legal meliputi surat izin apotek, akta badan usaha, dan izin gangguan.
Selain itu, juga dilakukan penilaian terhadap aspek legalitas apoteker pengelola
apotek, legalitas apoteker pendamping, dan legalitas tenaga teknis kefarmasian
(Setyowati, 2012).
Labelisasi apotek di Yogyakarta merupakan langkah pertama di
Indonesia. Beberapa aspek yang dinilai adalah legalitas, sarana prasarana,
(31)
Dari semua aspek tersebut akan diperoleh nilai kumulatif tiap-tiap apotek. Nilai
kumulatif inilah yang menggambarkan mutu tiap apotek yang dikategorikan
dalam bintang. Satu bintang berarti bermutu cukup, dua bintang bermutu cukup
baik, tiga bintang bermutu baik, dan empat bintang bermutu sangat baik (Dikbud,
2010).
C. Pelanggan 1. Pengertian
Pelanggan adalah setiap orang atau organisasi yang berpotensi
mengkonsumsi produk atau jasa sesuai kebutuhan dan keinginannya. Prinsipnya,
setiap orang yang memiliki kebutuhan dan keinginan terhadap suatu produk atau
jasa (Majid, 2009).
Menurut Timothy (1999) (cit., Sari, 2008), pelanggan adalah orang yang
menjadi tujuan dari pekerjaan kita sehingga harus diperlakukan dengan hati-hati
dan penuh pertimbangan, karena tanpa dirinya kita tidak akan berjalan terus,
berkembang dan menjadi maju/sukses. Jadi, pelanggan tidak tergantung pada
pekerjaan kita melainkan kita yang tergantung pada pelanggan.
Pelanggan tidak peduli terhadap segala permasalahan yang terjadi di
dalam suatu perusahaan. Yang mereka pikirkan adalah kebutuhan mereka harus
terpenuhi. Pelanggan adalah penyampai berita terbaik apabila mereka puas dengan
(32)
2. Kepuasan Pelanggan
Pada umumnya, pelanggan selalu berharap agar produk atau jasa atau
pelayanan yang dibeli akan menimbulkan rasa puas. Kepuasan tetap menjadi
keinginan utama pelanggan. Pelanggan akan berusaha mengambil resiko sekecil
mungkin terhadap apa yang mereka beli, sehingga apabila timbul rasa tidak puas
atau kecewa tidak akan terlalu besar.
Kepuasan menurut kamus psikologi (Chaplin, 1993) diartikan sebagai :
a. Suatu keadaan kesenangan atau kesejahteraan, disebabkan oleh karena telah
mencapai suatu tujuan atau sasaran.
b. Suatu perasaan yang menyertai seseorang setelah ia memuaskan rasa lapar atau
suatu motif.
Menurut Kotler (2002), kepuasan adalah perasaan senang atau
kekecewaan seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau
kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.
Kepuasan seseorang setelah melakukan pembelian tergantung pada kesesuaian
antara persepsi dari produk yang dibeli dengan kinerja atau harapan dari
pembelian produk tersebut. Apabila persepsi orang tersebut dapat terpenuhi atau
melebihi harapannya, maka orang tersebut cenderung akan datang kembali dan
menggunakan penyedia tersebut lagi. Tetapi, sebaliknya, jika persepsi seseorang
tidak dapat terpenuhi, maka orang tersebut akan kecewa.
Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, kualitas
produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi
(33)
pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi kualitas jasa,
yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap
(responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) (Rangkuti, 2002).
Menurut Kotler (2002), ada suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu dengan cara survei kepuasan pelanggan.
Penelitian menunjukkan bahwa para pelanggan tidak puas dengan satu dari setiap
empat pembelian, kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas akan mengeluh.
Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berganti pemasok
daripada mengajukan keluhan. Karenanya, perusahaan-perusahaan tidak dapat
menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan.
Perusahaan-perusahaan yang responsive memperoleh ukuran kepuasan pelanggan
secara langsung dengan melakukan survei berkala. Melalui survei, perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari
pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap pelanggannya.
3. Teori Kepuasan Pelanggan
Terdapat beberapa konsep mengenai teori kepuasan pelanggan, yaitu:
1) Attribution theory yang menyatakan bahwa ada tiga penyebab yang
menetukan keberhasilan atau kegagalan suatu hasil (outcome), sehingga
dapat ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak
memuaskan. Penyebabnya adalah:
(34)
Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen?
b. Locus of causality
Apakah penyebabnya berhubungan dengan pelanggan (external
attribution) atau dengan pemasar (internal attribution)? Internal
attribution seringkali berkaitan dengan kemampuan dan usaha yang
dilakukan pemasar. Sedangkan, external attribution dihubungkan
dengan berbagai faktor seperti tingkat kesulitan suatu tugas dan faktor
keberuntungan.
c. Controllability
Apakah penyebab tersebut berada dalam kendali kemauannya sendiri
ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi?
2) The Expectancy Disconfirmation Model
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variabel kognitif, yakni
harapan prapembelian (prepurchase expectations), yaitu keyakinan kinerja
yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan disconfirmation, yaitu
perbedaan antara harapan prapembelian dengan persepsi purna beli
(postpurchase expectations).
Penilaian kepuasan atau ketidakpuasan berdasarkan model expectancy
disconfirmation ada tiga jenis, yaitu positive disconfirmation (bila kinerja
melebihi yang diharapkan), simple disconfirmation (bila keduanya sama),
negative disconfirmation (bila kinerja lebih buruk daripada yang diharapakan),
(35)
4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan, antara lain:
a. Usia
Pelanggan yang lebih tua cenderung memiliki pendidikan yang rendah,
sehingga mudah puas.
b. Tingkat pendidikan
Pelanggan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diasosiakan
dengan kepuasan yang rendah karena cenderung mempunyai tuntutan yang
lebih tinggi.
c. Kepercayaan diri
Seseorang yang lebih percaya diri dalam mengambil suatu keputusan
akan cenderung memiliki kepuasan yang besar. Orang yang lebih puas
terhadap kehidupan seacara penuh juga mempunyai kecenderungan lebih tinggi
tingkat kepuasan produknya (Loudon dan Bitta, 1993).
5. Harapan Pelanggan
Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan
kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan
harapannya sebagai standar atau acuan. Harapan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya (Zeithaml dalam
Tjiptono, 1997). Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa
lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan
(36)
Harapan pelanggan mengenai suatu produk pada umumnya meliputi:
a. Ciri khas dan tampilan produk atau pelayanan, yaitu dugaan terhadap ciri khas
dan tampilan produk sesuai dengan manfaat yang diperoleh secara langsung
dari produk tersebut.
b. Biaya dan usaha yang dikeluarkan sebelum memperoleh manfaat langsung dari
produk atau pelayanan tersebut.
c. Manfaat sosial atau keuntungan-keuntungan bagi pelanggan setelah melakukan
pembelian, yaitu dugaan terhadap pengaruh yang dianggap penting setelah
pembelian (Hunt, dalam Loudon dan Bitta, 1993).
6. Loyalitas Pelanggan
Loyalitas secara harafiah diartikan kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang
terhadap suatu objek (Mardalis, 2005). Mowen dan Minor (1998) (Cit., Mardalis,
2005) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi dimana pelanggan mempunyai
sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut,
dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi loyalitas
di atas berdasarkan pada pendekatan, yaitu sikap dan perilaku. Pendekatan
perilaku, perlu dibedakan antara loyalitas dan perilaku beli ulang. Perilaku beli
ulang dapat diartikan sebagai perilaku pelanggan yang hanya membeli suatu
produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaan dan pemilikan
di dalamnya. Sebaliknya loyalitas mengandung aspek kesukaan pelanggan pada
(37)
pelanggan senantiasa merupakan penyebab utama timbulnya loyalitas (Mardalis,
2005).
D. Jasa 1. Pengertian
Majid (2009) menyatakan bahwa jasa sangat berhubungan dengan upaya
atau tindakan untuk memenuhi kebutuhan orang atau organisasi. Sedangkan,
menurut Kotler (1997), jasa merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan.
Menurut Berry (cit., Majid, 2009), menyebutkan bahwa jasa memiliki
empat karakteristik utama, yaitu:
a. Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, atau dicium
sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia
menikmatinya sendiri.
b. Tidak terpisahkan (Inseparability)
Jasa tidak terpisahkan berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari
penyedianya, baik penyedia itu berupa manusia atau mesin. Barang fisik
diproduksi, kemudian disimpan, selanjutnya dijual, dan baru nantinya dikonsumsi.
Sebaliknya, jasa dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara
(38)
c. Keanekaragaman (Variability)
Keanekaragaman jasa berarti bahwa mutu jasa tergantung kepada siapa
yang menyediakan jasa, di samping waktu, tempat, dan bagaimana disediakan.
d. Tidak tahan lama (Perishability)
Jasa tidak lama berarti bahwa jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau
dipakai kemudian.
2. Kualitas jasa
Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
konsumen. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan konsumen (Tjiptono, 2004).
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu
expected service dan perceived service (Parasuraman, dkk, 1985). Apabila jasa
yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,
maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima
melampaui harapan konsumen, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas
yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik
tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
(39)
Service quality merupakan gambaran atas seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan (perceived service) dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang
seharusnya mereka terima (expected service). Ketidaksesuaian antara kenyataan
dan harapan akan menimbulkan kesenjangan (gap) yang merupakan persepsi
pelanggan terhadap kualitas pelayanan, persepsi pelanggan ini selanjutnya akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan (consumer satisfaction) (Kotler, 1997).
Analisis gap dilakukan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi
antara pelayanan yang diharapkan pelanggan dengan kenyataan yang diterima
oleh pelanggan dari pelayanan yang telah diberikan. Nilai gap negatif
menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria kurang baik sehingga perlu
ditingkatkan. Idealnya, nilai gap antara kenyataan dan harapan adalah nol. Dalam
kondisi demikian, harapan pelanggan terhadap kriteria yang sama. Apabila, nilai
gap positif, maka hal itu menunjukkan bahwa kenyataan pelanggan terhadap
kenyataan suatu kriteria pelayanan melebihi harapannya terhadap kriteria yang
sama. Semakin besar nilai negatif suatu gap pada suatu kriteria pelayanan, maka
semakin besar pula prioritas peningkatan kualitas suatu pelayanan dari kriteria
tersebut (Djunaidi, dkk, 2006).
3. Dimensi kualitas jasa
Service quality dapat diukur melalui dimensi-dimensi berikut ini:
a. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
(40)
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
b. Assurance (jaminan dan kepastian), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen, antara lain
komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),
kompeten (competence), dan sopan santun (courtesy).
c. Tangible (berwujud), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistennya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan di lingkungan sekitarnya
merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal
ini meliputi fasilitas fisik, seperti gedung, gudang dan lain-lain, perlengkapan
dan peralatan yang digunakan (reknologi) serta penampilan pegawainya.
d. Empathy (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelangan dengan berupaya
memahami keinginan mereka. Hal ini mengharapkan bahwa suatu perusahaan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan.
e. Responsiveness (ketanggapan), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,
(41)
menciptakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan (Parasuraman
dkk, 1998).
4. Pengukuran kualitas jasa
Model service quality ini juga dikenal dengan istilah Gap Analysis
Model yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan
pada ancangan diskonformasi (Oliver, 1997).
Skor service quality untuk setiap pasang pertanyaan bagi masing-masing
pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut ini (Tjiptono, 2005):
Untuk menganalisis kualitas akan jasa pelayanan yang telah diberikan
dapat digunakan rumus:
di mana:
Tki = tingkat kesesuaian responden Xi = skor penilaian kinerja perusahaan Yi = skor penilaian kepentingan pelanggan
Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara skor kinerja atau
pelayanan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian ini yang akan
menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan (Supranto, 2001).
Aritonang (2005) menyebutkan bahwa Customer Satisfaction Index atau
yang disingkat dengan CSI digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan
Skor service quality = Skor kenyataan – Skor harapan
(42)
konsumen pengunjung secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan
dari atribut-atribut produk/jasa. Menurut Oktaviani dan Suryana (2006), nilai CSI
diatas 50% dapat dikatakan bahwa pengunjung merasa puas, sebaliknya apabila
nilai CSI dibawah 50% pengunjung belum dikatakan puas.
Tabel I. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (IKP)
Nilai CSI Kriteria CSI
0,81 – 1,00 Sangat Puas
0,66 – 0,80 Puas
0,51 – 0,65 Cukup Puas
0,35 – 0,50 Kurang Puas
0,00 – 0,34 Tidak Puas
(Oktaviani dan Suryana, 2006).
5. Model Kualitas Jasa
Visualisasi tentang Konsep Model Kualitas Jasa (Conceptual Model of
(43)
Gambar 1. Model Kualitas Jasa (Zeithaml, 2000)
Garis putus-putus yang memisahkan dua fenomena utama yang terdiri
dari bagian atas merupakan fenomena yang berkaitan dengan pelanggan dan
bagian bawah mengacu pada fenomena pada perusahaan atau penyedia jasa.Selain
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan pribadi pelanggan, dan
komunikasi dari mulut ke mulut, jasa yang diharapkan (expected service) juga
dipengaruhi oleh akivitas komunikasi pemasaran perusahaan.
Menurut Kotler (1997), service quality merupakan gambaran atas
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan (perceived service) dengan harapan
Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lalu Harapan konsumen terhadap pelayanan Persepsi konsumen terhadap pelayanan Cara pelayanan Komunikasi perusahaan dengan konsumen Desain pelayanan dan standar pelayanan
Persepsi perusahaan atas harapan konsumen
Gap 1
Gap 5
Gap 3
Gap 4
Gap 2 KONSUMEN
(44)
pelanggan atas pelayanan yang seharusnya mereka terima (expected service).
Ketidaksesuaian perceived service dan expected serviceakan menimbulkan
kesenjangan (gap) yang merupakan persepsi pelanggan terhadap kualitas
pelayanan, persepsi pelanggan ini selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan
pelanggan.
Analisis gap dilakukan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi
antara pelayanan yang diharapkan pelanggan dengan kenyataan yang diterima
oleh pelanggan dari pelayanan yang telah diberikan oleh petugas apotek. Nilai gap
negatif menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria kurang baik sehingga perlu
ditingkatkan. Idealnya, nilai gap antara kenyataan dan harapan adalah nol. Bila
nilai gap positif, ini menunjukkan bahwa kenyataan suatu kriteria pelayanan
melebihi harapan pelanggan terhadap kriteria yang sama (Djunaidi, Setiawan,
Haryanto, 2006).
a. Gap 1
Gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen (knowledge
gap).Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan harapan pelanggan
terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya
antara lain adalah informasi yng didapatkan dari riset pasar dan analisis permntaan
kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai harapan
pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, buruknya atau tidak adanya aliran
informasi ke atas dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen, dan terlalu
banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang
(45)
contoh, pengelola jasa catering yang mungkin saja mengira bahwa pelanggannya
lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran dan kuantitas porsi masakan
yang dihidangkan, padahal mereka justru mementingkan variasi menu yang
disajikan (Tjiptono, 2005).
b. Gap 2
Gap ini berarti spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi
manajemen terhadap harapan pelanggan. Penyebabnya anatara lain adalah tidak
adanya standar kerja yang jelas, kesalahan perencanaan, manajemen perencanaan
yang buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam perusahaan, kurangnya
dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa,
kekurangan sumber daya, dan situasi permintaan berlebihan. Contohnya,
manajemen sebuah apotek meminta para stafnya agar melayani pasien dengan
cepat tanpa memperinci standar waktu pelayanan yang dikategorikan cepat
(Tjiptono, 2005).
c. Gap 3
Gap antara spesifikasi kualitas layanan dengan layanan yang
diberikan.Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja
dalam memberikan dan menyampaikan layanan. Penyebabnya antara lain kurang
terlatihnya karyawan, beban kerja yang berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat
dipenuhi karyawan karena terlalu tinggi dan realistis. Misalnya, para perawat di
rumah sakit diwajibkan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan
pasien, tetapi di saat bersamaan mereka juga harus melayani setiap pasien dengan
(46)
d. Gap 4
Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas
komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada
konsumen. Penyebabnya antara lain perusahaan gagal memenuhi spesifikasi yang
ditetapkannya padahal komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut,
kecenderungan melakukan “over promise, under deliver”. Jika perusahaan
memberikan janji yang berlebihan, maka resikonya adalah harapan pelanggan bisa
membumbung tinggi dan sulit terpenuhi. Contohnya, wisatawan akan sangat
kecewa apabila mereka mendapati bahwa objek wisata yang dikunjungiternyata
tidak sebagus yang digambarkan di brosur atau website yang mereka lihat
(Tjiptono, 2005).
e. Gap 5
Gap antara harapan pelanggan dengan layanan yang diterima atau
dirasakan.Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti
kualitas yang buruk dan masalah kualitas, komunikasi dari mulut ke mulut yang
negatif, dampak negatif terhadap citra perusahaan, dan kehilangan konsumen.Gap
ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan berdasarkan kriteria
yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa yang
bersangkutan. Sebagai contoh, seorang dokter mungkin ingin selalu mengunjungi
pasiennya demi menunjukkan perhatiannya, namun itu bisa dipersepsikan keliru
oleh pasien dan diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa ada masalah serius
(47)
E. Diagram Kartesius
Diagram Kartesius merupakan suatu bagan yang dibagi atas empat
bagian yang dibatasi oleh dua garis berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y),
dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan atau
kepuasan pelanggan atas seluruh faktor atau atribut dan Y merupakan rata-rata
dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan (Supranto, 2001).
Gambar 2. Diagram Kartesius (Supranto, 2001) Keterangan:
1. Kuadran I (Prioritas utama)
Kuadran ini menunjukkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi
kepuasan pelanggan dan termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting
bagi pelanggan. Akan tetapi, pihak perusahaan belum melaksanakannya sesuai
dengan keinginan pelanggan, sehingga menimbulkan kekecewaan/rasa tidak puas
(Supranto, 2001).
Kuadran I Kuadran II
Kuadran III Kuadran IV
Harapan
Kenyataan X
Y
Prioritas Utama Pertahankan Prestasi
(48)
2. Kuadran II (Pertahankan prestasi)
Kuadran ini menunjukkan faktor-faktor yang dianggap penting oleh
pelanggan telah dilaksanakan dengan baik dan dapat memuaskan pelanggan, maka
kewajiban dari pihak perusahaan adalah mempertahankan kinerjanya (Supranto,
2001).
3. Kuadran III (Prioritas rendah)
Variabel-variabel dalam kuadran ini tidak perlu dipersoalkan walaupun
tidak memuaskan pelanggan karena pelanggan tidak menganggap penting
(Sudharto, 2007).
4. Kuadran IV (Berlebihan)
Kuadran ini menunjukkan faktor-faktor yang dianggap kurang penting
oleh pelanggan, tetapi telah dijalankan dengan sangat baik oleh pihak perusahaan.
Hal ini dianggap berlebihan (Supranto, 2001).
F. Landasan Teori
Kepuasan pelanggan apotek dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang
diberikan oleh petugas apotek. Kualitas pelayanan dikatakan memuaskan apabila
pelayanan yang diberikan mampu memenuhi keinginan pelanggan dan dapat
memberikan kenyamanan bagi pelanggan apotek.
Di Kota Yogyakarta terdapat apotek berbintang satu, dua, tiga, dan
empat, dengan pengertian dan harapan bahwa semakin tinggi label bintang yang
diberikan, maka kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik dan pelanggan
(49)
pelayanan yang diberikan di setiap apotek belum pasti sama. Oleh karena itu,
perlu diukur tingkat kepuasan pelanggan di apotek untuk mengetahui kualitas
pelayanan yang diberikan sehingga dapat ditentukan tingkat kepuasan pelanggan
apotek.
Kualitas pelayanan perlu ditingkatkan dan dipertahankan demi kepuasan
pelanggan serta mempertahankan kepercayaan dan kesetiaan pelanggan sehingga
dapat terjalin hubungan yang baik antara pelanggan dan tenaga kefarmasian.
G. Hipotesis
H0= Ada perbedaan bermakna antara kepuasan pelanggan di lima apotek
berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota
Yogyakarta Periode Juli - September 2012.
H1 = Ada perbedaan tidak bermakna antara kepuasan pelanggan di lima apotek
berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota
(50)
28 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian observasional ini dilakukan
dengan survei yaitu penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen
penelitian. Dalam pelaksanaan survei, kondisi penelitian tidak dimanipulasi oleh
peneliti (Prasetyo dan Jannah, 2005). Penelitian observasional ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif yang memusatkan perhatian pada hal yang lebih
nyata yang dapat diukur dengan angka atau istilah quantifiable, berupaya
memahami hal yang diteliti dengan melakukan pengukuran dalam bentuk,
misalnya frekuensi dan intensitas variabel. Penelitian kuantitatif dilakukan bila
penelitian ini untuk membuktikan sesuatu, yaitu menunjukkan keberadaan sebuah
variabel, hubungan antara variabel dan membuktikan sebuah teori (Basuki, 2006).
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional untuk
mempelajari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan
melakukan pengukuran pada saat yang sama.Saat yang sama artinya tiap subyek
hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat
observasi (Praktiknya, 2001).
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner
(51)
Yogyakarta untuk melihat kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan apotek
berbintang satu.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan di
apotek berbintang satu di kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan
Umbulharjo di kota Yogyakarta.
2. Variabel tergantung (dependent) dalam penelitian ini adalah kepuasan
pelanggan meliputi puas, cukup puas, kurang puas, dan tidak puas di apotek
berbintang satu di kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di
kota Yogyakarta.
C. Definisi Operasional
a. Pelanggan adalah orang-orang yang membeli obat, menebus resep obat, atau
menggunakan jasa yang datang ke apotek berbintang satu di kota Yogyakarta
minimal dua kali dalam periode Juli – September 2012.
b. Kepuasan pelanggan adalah pelanggan merasa puas karena harapan terhadap
produk atau jasa yang diterima dari apotek berbintang satu di Kota Yogyakarta
terpenuhi.
c. Harapan pelanggan adalah keinginan pelanggan akan produk atau jasa yang
diterima dari apotek berbintang satu di kota Yogyakarta.
d. Loyalitas adalah kesetiaan pelanggan yaitu kunjungan pelanggan yang lebih
(52)
e. Jasa adalah pelayanan terkait reliability, assurance, tangible, empathy,dan
responsiveness yang diberikan oleh petugas dan tenaga kefarmasian di 5
apotek berbintang satu di kota Yogyakarta.
f. Kualitas pelayanan yang akan diteliti adalah kualitas pelayanan yang terkait
dengan aspek reliability (keandalan), assurance (jaminan kepastian), tangible
(keberwujudan), empathy (kepedulian terhadap pelanggan), dan responsiveness
(ketanggapan).
g. Apotek yang diteliti adalah apotek berbintang satu di kota Yogyakarta yang
bersedia dilakukan penelitian.
h. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas apoteker dan tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian.
D. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah 5 apotek berbintang satu, yaitu 3 apotek
berbintang satu di Kecamatan Gondokusuman, 1 apotek berbintang satu di
Kecamatan Tegalrejo, dan 1 apotek berbintang satu di Kecamatan Umbulharjo
(53)
E. Subyek Penelitian
1. Subyek penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pelanggan yang membeli
obat dan menggunakan jasa pelayanan di apotek berbintang satu di kota
Yogyakarta yang bersedia mengisi kuesioner dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pelanggan baik laki-laki
maupun perempuan yang berusia 17 tahun ke atas, bersedia mengisi kuesioner,
dapat memahami dan mengisi kuesioner, berkunjung ke apotek minimal dua kali,
mampu membaca dan menulis serta bukan petugas apotek. Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini adalah pelanggan baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak bersedia menjadi responden, yang berumur di bawah 17 tahun, dan
pengisian kuesioner yang tidak lengkap.
Ada 19 apotek berbintang satu yang didatangi oleh peneliti yang akan
dijadikan sebagai tempat penelitian. Tetapi, dari 19 apotek tersebut hanya 7
apotek berbintang satu yang bersedia untuk dilakukan penelitian. Selanjutnya, dari
7 apotek berbintang satu tersebut, 2 apotek di antaranya dijadikan sebagai tempat
validasi dan 5 apotek lainnya sebagai tempat penelitian.
2. Besar sampel
Pada penelitian ini pengunjung apotek tidak mempunyai jumlah populasi
yang pasti. Bailey menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan
(54)
penelitian ini besar sampel ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 30 responden
untuk masing-masing apotek berbintang satu. Banyaknya apotek berbintang satu
yang akan diteliti adalah sebanyak 5 apotek. Sehingga, banyaknya responden
untuk 5 apotek adalah sebanyak 150 responden. Sedangkan, apotek yang
dijadikan sebagai tempat validasi adalah 2 apotek dengan jumlah masing – masing responden sebanyak 30 responden. Sehingga, jumlah responden untuk apotek
tempat dilakukan validasi adalah 60 responden.
3. Teknik sampling
Responden penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik quota
sampling. Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai quota yang diinginkan (Sugiyono,
2004). Teknik sampling ini dilakukan dengan cara menetapkan berapa besar
jumlah sampel yang diperlukan kemudian jumlah itulah yang dijadikan dasar
untuk mengambil unit sampel yang diperlukan. Anggota populasi mana pun yang
akan diambil tidak menjadi soal, yang penting jumlah quota yang sudah
ditetapkan dapat dipenuhi (Notoatmodjo, 2005).
F. Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang
terdiri atas 5 aspek utama, yakni kehandalan (reliability), jaminan kepastian
(assurance), keberwujudan (tangible), kepedulian terhadap konsumen (emphaty),
(55)
pernyataan-pernyataan yang mewakili setiap aspeknya. Kuesioner menggunakan
empat alternatif jawaban, yaitu: puas, cukup puas, kurang puas, dan tidak puas
terhadap kualitas pelayanan dari apotek berbintang satu di kota Yogyakarta.
Adapun pertanyaan untuk setiap dimensi, yaitu:
Reliability (keandalan) yang ditunjukkan pada pertanyaan nomor 1, 2, dan 3. Assurance (jaminan) yang ditunjukkan pada pertanyaan nomor 4, 5, dan 6. Tangible (keberwujudan) yang ditunjukkan pada pertanyaan nomor 7, 8, 9, 10,
dan 11.
Empathy (kepedulian) yang ditunjukkan pada pertanyaan nomor 12, 13, dan 14.
Responsiveness (ketanggapan) yang ditunjukkan pada pertanyaan nomor 15, 16, dan 17.
G. Tata Cara Penelitian
1. Penyusunan instrumen penelitian
Kuesioner yang disusun terdiri dari dua bagian, yaitu bagian mengenai
karakteristik demografi pelanggan apotek dan bagian mengenai kepuasan
pelanggan dan harapan pelanggan. Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang meliputi 5 aspek, yaitu reliability (keandalan), assurance (jaminan), tangible
(56)
2. Uji validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibuat
layak digunakan untuk mengukur atau tidak. Uji validitas juga melihat sejauh
mana kuesioner yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan. Uji validitas yang
dilakukan, antara lain:
a. Metode Delphi
Metode Delphi merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh
pendapat atau opini dari ahli mengenai kuesioner yang akan digunakan sebagai
instrumen penelitian. Caranya dengan menganalisis kuesioner. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan kuesioner yang layak digunakan sebagai alat ukur penelitian
(Marimin, 2004).
b. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan meminta kesediaan kepada
responden yang bukan berasal dari Fakultas Farmasi untuk membaca instrumen
penelitian (kuesioner). Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa kuesioner
yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian dapat dipahami oleh responden
(Sari, 1993). Dalam penelitian ini, uji pemahaman bahasa dilakukan di antara
teman – teman dan keluarga peneliti.
c. Uji validitas menggunakan metode analisis Pearson Product Moment
Uji validitas dilakukan di dua apotek berbintang satu di Kecamatan
Gondokusuman dan Umbulharjo Yogyakarta menggunakan responden
masing-masing 30 responden, sehingga jumlah seluruh responden sebanyak 60 orang.
(57)
diharapkan agar dapat menggambarkan kondisi di apotek berbintang satu yang
akan menjadi tempat penelitian. Selain itu, di Kecamatan Gondokusuman dan
Umbulharjo, jumlah apotek yang bersedia menjadi tempat penelitian lebih banyak
dibandingkan apotek di kecamatan lain.
Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menghitung korelasi antara
kenyataan dan harapan pada masing-masing pertanyaan. Uji validitas dilakukan
dengan metode analisis Pearson Product Moment pada tingkat kepercayaan 95%
yang menunjukkan validitas hubungan antar butir pernyataan. Uji validitas isi
menyatakan 17 pernyataan memenuhi syarat karena indeks validitas melebihi >
0.3. Setiap butir pernyataan dinyatakan valid jika koefisien korelasi (r) bernilai
>0.3 (Hasan, 2002).
3. Uji reliabilitas
Menurut Notoatmodjo (2002), reliabilitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan,
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
berulang-ulang. Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pernyataan dalam
kuesioner. Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
metode analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien alpha cronbach.
Menurut Azwar (2003), suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai alpha > 0.60.
Pada penelitian ini, diperoleh nilai koefisien alpha cronbach kenyataan sebesar
0.866 dan harapan sebesar 0.830, berarti kuesioner penelitian ini reliabel karena
(58)
4. Perizinan
Untuk melakukan penelitian, pertama-tama harus meminta izin dari
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dengan membawa surat pengantar dari Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dilampiri dengan proposal
penelitian. Perizinan juga dilakukan dengan mengajukan surat pengantar dari
Dinas Perizinan dengan nomor surat ijin 070/1757 dan proposal penelitian ke
seluruh apotek berbintang satu di kota Yogyakarta.
5. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan dengan cara meminta kesediaan dari
pelanggan apotek berbintang satu yang memenuhi kriteria inklusi di kota
Yogyakarta untuk mengisi kuesioner dengan memilih jawaban yang telah
disediakan. Informasi yang diberikan oleh responden harus dirahasiakan dan
menjaga pribadi responden merupakan salah satu tanggung jawab peneliti.
Dalam pengambilan data, peneliti harus menyampaikan tujuan dari
penelitian kepada subjek dengan jelas dan memberikan alasan spesifik mengapa
informasi tersebut dibutuhkan untuk kepentingan penelitian. Peneliti tidak boleh
memaksa kepada orang untuk merespon survei dan responden yang tidak mau
(59)
6. Pengolahan data
a. Manajemen data
Pengolahan data dilakukan dengan memeriksa hasil jawaban kuesioner
dan melakukan perhitungan jawaban hasil kuesioner yang telah diisi oleh
responden. Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan skor angka (puas = 4;
cukup puas = 3; kurang puas = 2; tidak puas = 1) dari setiap pertanyaan pada
kuesioner berdasarkan variabel dan dikelompokkan berdasarkan aspeknya
masing-masing.
b. Analisis data
1) Pengelompokan usia pelanggan apotek
Dalam pengelompokkan usia, diperlukan interval kelas yang dihitung
menggunakan rumus:
Dimana:
Nilai maksimum : skor 4 (Puas)
Nilai minimum : skor 1 (Tidak Puas)
Nilai interval kelas (K) dapat dihitung dengan rumus Sturges:
K merupakan jumlah kelas dan n merupakan jumlah data (Sugiyono, 2004).
(60)
2) Analisis gap
Analisis ini digunakan untuk membandingkan mean antara kenyataan
yang diterima pelanggan dan harapan pelanggan dari dimensi reliability,
assurance, tangible, empathy, dan responsiveness.
Kepuasan yang paling tinggi terjadi ketika kenyataan melampaui
harapan, yaitu apabila skor pelayanan yang diberikan maksimal (4) sedangkan
harapan minimal (1) dan didapatkan nilai kepuasan sebesar 4 – 1 = 3. Sebaliknya, kepuasan paling rendah terjadi ketika skor pelayanan yang diberikan jauh dibawah
harapan, yaitu apabila pelayanan yang diberikan minimal (1) sedangkan harapan
maksimal (4) sehingga didapatkan nilai kepuasan sebesar 1 – 4 = -3. Rentang kepuasan -3 sampai dengan 3 sehingga didapatkan interval kepuasan yang dapat
dihitung menggunakan rumus:
Interval = (skor tertinggi – skor terendah) / jumlah kelompok = (3 – (-3)) / 4
= 1,5
(Mulyono, 1991)
Dari perhitungan interval didapatkan klasifikasi gap (kesenjangan)
sebagai berikut:
Tabel II. Interval Gap, Klasifikasi Gap, dan Tingkat Kepuasan Pelanggan
Interval Gap Klasifikasi Gap Tingkat Kepuasan
-3 s/d -1,5 Sangat Negatif Sangat kurang puas banding harapan
-1,5 s/d 0 Negatif Kurang puas banding harapan
0 s/d 1,5 Positif Lebih puas banding harapan
1,5 s/d 3 Sangat Positif Sangat lebih banding harapan
(61)
3) Uji Chi-square
Uji Chi Square (X2) dapat digunakan untuk menghitung semua jenis data
baik terdistribusi normal maupun tidak normal, untuk data berskala nominal, tidak
berpasangan, dan variabel bersifat kategorik. Uji Chi Square (X2) dalam
penelitian ini digunakan untuk mengkategorikan tingkat kepuasan pelanggan
meliputi puas, cukup puas, kurang puas, dan tidak puas dalam setiap dimensi
kualitas pelayanan yang meliputi reliability, assurance, tangible, empathy dan
responsiveness dengan menjumlahkan skor tingkat kepuasan dari setiap dimensi.
Penjumlahan skor tingkat kepuasan terdiri dari skor kenyataan dan harapan
kemudian dihitung dengan mengkuadratkan selisih skor antara kenyataan dan
harapan kemudian membagi dengan skor harapan. Kemudian, nilai yang sudah
diperoleh dari seluruh kategori dalam setiap dimensi dijumlahkan sehingga
dihasilkan nilai X2 hitung yang dibandingkan dengan X2 tabel dengan taraf
kepercayaan 95% menggunakan tabel 0.05 sesuai derajat bebas.
Apabila nilai X2 hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel, maka H0 diterima
dan H1 ditolak. Dan sebaliknya, jika nilai X2 hitung lebih besar daripada nilai X2
tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Rumus dasar Chi Kuadrat adalah seperti berikut:
X2= ∑ –
Dimana: X2 = Chi Kuadrat
Fo = Frekuensi yang diobservasi
(62)
4) Diagram kartesius
Diagram kartesius dikerjakan dengan memasukkan data hasil
perhitungan kenyataan dan harapan pelanggan dari kuesioner, kemudian
dilakukan penggambaran diagram kartesius. Diagram tersebut dibagi menjadi
empat kuadran. Pada diagram kartesius, sumbu X menunjukkan kenyataan yang
dirasakan oleh pelanggan, sedangkan sumbu Y menunjukkan harapan pelanggan.
Dari diagram kartesius dapat diketahui prioritas pelayanan yang harus
dipertahankan, prioritas utama yang belum dilakukan sesuai keinginan pelanggan,
prioritas rendah yang kurang berpengaruh bagi pelanggan dan kinerja berlebihan
yang kurang penting tetapi sangat memuaskan pelanggan.
Jika terletak di kuadran I berarti kenyataan rendah sedangkan harapan
tinggi, sehingga direkomendasikan mendapatkan prioritas utama untuk
ditingkatkan. Kuadran II berarti kenyataan sesuai dengan harapan, sehingga
direkomendasikan untuk mempertahankan prestasi. Kuadran III berarti kenyataan
rendah dengan harapan yang rendah, sehingga direkomendasikan untuk
melakukan perbaikan, tetapi dengan prioritas rendah karena pelanggan tidak
menganggap penting. Kuadran IV berarti kenyataan sangat tinggi dan harapan
biasa sehingga dianggap berlebihan dan direkomendasikan untuk dikurangi.
Dengan demikian, apotek berbintang satu dapat menentukan prioritas pelayanan
mana yang harus ditingkatkan dan dikurangi untuk memenuhi kepuasan
(63)
H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
Tidak adanya data pasti berapa banyak pelanggan apotek setiap harinya
mengakibatkan ketidakpastian mengenai proporsional jumlah sampel dengan
(64)
42 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Karakteristik Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta pada Periode Juli – September 2012
Apotek berbintang satu yang dilakukan penelitian berjumlah lima apotek
dan berada di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo
Yogyakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas apotek, resep yang
masuk ke apotek berbintang satu rata – rata yaitu 10 - 30 resep per hari. Jumlah APA di apotek berbintang satu rata – rata 1 orang, APING sebanyak 1 orang, dan karyawan rata – rata sebanyak 1 - 2 orang. Apotek berbintang satu yang diteliti rata – rata terletak di tepi jalan raya yang ramai lalu lalang kendaraan bermotor. Di sekitar wilayah berdirinya lima apotek berbintang satu ini terdapat pula
beberapa apotek lain, rumah sakit, laboratorium klinik, rumah makan, serta
banyak pertokoan.
B.Karakteristik Pelanggan Apotek Berbintang Satu di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo di Kota Yogyakarta pada Periode Juli – September 2012
1. Jenis kelamin
Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki terbanyak pada Apotek
A (63,33 %) dan perempuan pada Apotek D (53,33%). Sedangkan, pada apotek
yang lain, jumlah responden laki-laki berkisar antara 46,67% - 56,67% dan
(65)
Tabel III. Jumlah Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu
Di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Usia
Pada penelitian di Apotek A, B, C, D, dan E, jumlah data yang digunakan
masing-masing untuk ke lima apotek adalah 30 responden sehingga diperoleh
jumlah kelas (K) adalah 6.
Responden yang termuda di Apotek A, B, C, D, dan E masing-masing
berusia 17,18, 17, 18, dan 18 tahun dan tertua di masing-masing apotek berusia
57,55, 60, 62, dan 67 tahun sehingga masing-masing apotek diperoleh nilai
interval kelas yaitu 7, 7, 8, 8, dan 9.
Jumlah responden terbesar di Apotek A, B, C, D, dan E masing-masing
berada pada rentang usia 17-23 tahun yaitu sebesar (66,67%), rentang usia 25-31
tahun (40%), rentang usia 25-32 tahun (30%), rentang usia 18-25 tahun dan 26-33
tahun (30%), rentang usia 18-26 tahun dan 27-35 tahun (33,33%). Rangkuman
hasil ini disajikan dalam tabel IV sebagai berikut:
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 19 63,33 17 56,67 16 53,33 14 15 50
Perempuan 11 36,67 13 43,33 14 46,67 16 15 50
Total 30 100 30 100 30 100 30 30 100
46,67 53,33 100 Jenis kelamin
Apotek A Apotek B Apotek C Apotek D Apotek E
(66)
Tabel IV. Jumlah Pelanggan di 5 Apotek Berbintang Satu
di Kecamatan Gondokusuman, Tegalrejo, dan Umbulharjo Kota Yogyakarta Periode Juli - September 2012 Berdasarkan Usia
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini adalah dari SD, SMP,
SMA, Diploma sampai Sarjana. Hanya sedikit jumlah responden yang berkunjung
ke apotek berbintang satu dengan tingkat pendidikan SD pada Apotek B dan
Apotek D yaitu 0%, SMP pada Apotek A sebanyak 3,33%, SMA pada Apotek D
sebanyak 40%, Diploma pada Apotek A da Apotek C masing-masing sebanyak
6,67%, dan Sarjana pada Apotek A dan Apotek C masing-masing sebanyak
3,33%. Sedangkan, jumlah terbesar responden dengan tingkat pendidikan SD
pada Apotek E (10%), SMP pada Apotek D (16,67%), SMA pada Apotek A
(83,33%), Diploma pada Apotek D (20%) dan Sarjana pada Apotek D
(23,33%).Hasil ini disajikan dalam tabel V sebagai berikut: Rentang Usia Responden (tahun) Jumlah Persentase (%) Rentang Usia Responden (tahun) Jumlah Presentase (%) Rentang Usia Responden (tahun) Jumlah Presentase (%) Rentang Usia Responden (tahun) JumlahPresentase (%) Rentang Usia Responden (tahun) Jumlah Presentase (%)
17 – 23 20 66,67 18 – 24 7 23,33 17 – 24 7 23,33 18 – 25 9 30 18 – 26 10 33,33
24 – 30 3 10 25 - 31 12 40 25 – 32 9 30 26 – 33 9 30 27 – 35 10 33,33
31 – 37 1 3,33 32 – 38 5 16,67 33 – 40 5 16,67 34 – 41 5 16,67 36 – 44 5 16,67
38 – 44 4 13,33 39 – 45 3 10 41 – 48 5 16,67 42 – 49 3 10 45 – 53 3 10
45 – 51 1 3,33 46 – 52 1 3,33 49 – 56 3 10 50 – 57 1 3,33 54 – 62 1 3,33
52 – 58 1 3,33 53 – 59 2 6,67 57 – 64 1 3,33 58 – 65 3 10 63 – 71 1 3,33
Total 30 100 Total 30 100 Total 30 100 Total 30 100 Total 30 100
(1)
(2)
Lampiran 3. Alamat Apotek Berbintang Satu di Kota Yogyakarta
Apotek berbintang satu di kota Yogyakarta yang diteliti adalah sebanyak 5 apotek,
yaitu:
1. Apotek A Jl. Magelang Yogyakarta
2. Apotek B Jl. Munggur Yogyakarta
3. Apotek C Jl. Cik Di Tiro Yogyakarta
4. Apotek D Jl. Gondosuli Yogyakarta
(3)
Lampiran 4. Pernyataan Pelanggan Apotek
Dari kuesioner penelitian yang telah diisi oleh responden, terdapat pernyataan pelanggan apotek mengenai apotek yang telah didatangi:
Pernyataan 8: Responden merasa kurang puas dengan kebersihan kamar mandi dan WC yang ada di apotek karena kamar mandi dan WC yang ada di apotek kotor dan bau.
Pernyataan 9: Responden merasa kurang puas terhadap tempat parkir yang ada di apotek karena petugas parkir yang kurang sopan dan tempat parkir yang kurang luas. Selain itu, ada pula responden yang mengharapkan parkir kendaraan gratis atau tanpa dipungut biaya parkir.
Pernyataan 10: Responden merasa cukup puas dengan kenyamanan ruang tunggu yang ada di apotek, tetapi responden juga menyatakan bahwa ruang tunggu sedapat mungkin dibuat lebih nyaman. Selain itu, ada rsponden yang merasa kurang puas karena ruang tunggu yang sempit.
Pernyataan 11: Responden merasa kurang puas dengan tata ruang (lay out) di apotek karena merasa tidak memiliki nilai seni. Selain itu, ada responden yang sudah cukup puas dengan tata ruang di apotek, tetapi mengharapkan tata ruang apotek yang dibuat lebh menarik.
Pernyataan 12: Responden merasa cukup puas dengan perhatian apoteker dalam penyampaian informasi tentang obat yang dibeli di apotek, tetapi responden juga menyatakan bahwa kadang-kadang apoteker apabila ditanya oleh responden, menjawab dengan kurang sopan.
(4)
Lampiran 5. Hasil Uji Chi Square
Penghitungan jumlah pelanggan berdasarkan tingkat kepuasan:
Tingkat Kepuasan A B C D E Total
Puas 6 3 10 13 1 33
Cukup Puas 24 27 20 16 24 111
Kurang Puas 0 0 0 1 5 6
Tidak Puas 0 0 0 0 0 0
Total 30 30 30 30 30 150
Penghitungan frekuensi harapan/frekuensi ekspektasi (Fe):
(5)
Tingkat Kepuasan A B C D E Total
Puas 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 33
Cukup Puas 22,2 22,2 22,2 22,2 22,2 111 Kurang Puas 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 6
Tidak Puas 0 0 0 0 0 0
Total 30 30 30 30 30 150
Derajat bebas (db) = (kolom – 1) (baris – 1) = (5 – 1) (4 – 1) = 12
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Novita Sari, dilahirkan di Parakan, Temanggung pada tanggal 20 November 1989. Penulis adalah anak ke dua dari pasangan Bapak Budi Sutrisno dan Ibu Atik Nurhayati. Pendidikan awal di Taman Kanak-kanak Remaja Parakan (1994-1995), dilanjutkan di Sekolah Dasar Remaja Parakan (1996-2002). Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Remaja Parakan (2002-2005) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Temanggung (2005-2008). Setelah lulus SMA penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.