PENGARUH LATIHAN BENCH PRESS DAN BERAT BADAN TERHADAP HASIL TOLAK PELURU GAYA O’BRIEN PADA PESERTA DIDIK PUTRA KELAS II SMK NEGERI 1 WANAREJA KABUPATEN CILACAP TAHUN PELAJARAN 2006/2007.

(1)

O’BRIEN PADA PESERTA DIDIK PUTRA KELAS II

SMK NEGERI 1 WANAREJA KABUPATEN

CILACAP TAHUN PELAJARAN 2006/2007

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

Oleh Muhlisin NIM 6301505005

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM PENDIDIKAN OLAHRAGA


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 22 Februari 2007


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

1.

Laailaahaillallah

2.

Muhammadurrasuulullah

PERSEMBAHAN:

1.

Untuk almamater PPs UNNES

2.

Untuk keluarga tercinta


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul ”Pengaruh Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien pada Peserta Didik Kelas II SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2006/2007” ini dapat penulis selesaikan. Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan rendah hati dan tulus ikhlas penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan apapun bentuknya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Rektor Universitas Negeri Semarang, Direktur, Asisten Direktur, Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga yang telah memberikan kesempatan yang luas kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

Terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Dumadi selaku pembimbing I, dan Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Terima kasih kepada Bapak Kepala SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap yang telah memberikan izin penelitian.

Selanjutnya penulis sampaikan terima kasih kepada pengajar di PPs UNNES, atas bekal ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan yang telah diberikan serta kepada seluruh karyawan di lingkungan PPs UNNES yang telah


(6)

vi

membantu dalam menyelesaikan administrasi sehingga dapat memperlancar penyelesaian penulisan tesis.

Kepada teman-teman satu angkatan senasib dan seperjuangan, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama ini serta atas dukungannya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak pengelola fitness center ” Singapore ” Majenang Kabupaten Cilacap yang telah menyediakan sarana dan prasarana selama penelitian ini berlangsung.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap, khususnya bapak Basro’i, S.Pd. dan Drs. Kasno selaku guru Pendidikan Jasmani, dan para peserta didik yang telah menjadi sampel dalam penelitian ini.

Kepada teman-temanku di kost ” Afdhol ” dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada anak dan istriku yang selalu memberi motivasi hingga selesainya penulisan tesis ini.

Semoga amal baik dari berbagai pihak yang telah penulis sebutkan di atas, Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Amin.

Semarang, 22 Februari 2007


(7)

vii SARI

Muhlisin. 2007. Pengaruh Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien pada Peserta Didik Kelas II SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2006/2007. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Prof. Dr. Dumadi, dan Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd.

Kata Kunci: Latihan Bench Press, Berat Badan, Tolak Peluru Gaya O’Brien. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh antara latihan bench press sudut 45° dan latihan bench press sudut 135° terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien, 2) perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien, 3) interaksi antara latihan bench press dan berat badan terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas II putra SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2006/2007 berjumlah 193 orang, sedangkan jumlah sampel 40 orang diambil berdasarkan hasil tes tinggi dan berat badan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah disain faktorial 2 x 2. Instrumen yang digunakan adalah: 1) instrumen untuk tes tinggi badan, 2) instrumen untuk tes berat badan, 3) instrumen untuk latihan bench press sudut 45°, 4) instrumen untuk latihan bench press sudut 135°, dan 5) instrumen untuk tes kemampuan tolak peluru.

Hasil pengujian hipotesis penelitian menggunakan Analisis Varians (Anava) dua jalan dengan taraf signifikansi 95% (α = 0,05). Diperoleh hasil: hipotesis pertama menunjukkan harga F hitung sebesar 30,43 lebih besar dari F tabel α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 30,43 > Ft = 4,11). Kesimpulannya terdapat pengaruh yang berbeda antara latihan bench press sudut 45° dan latihan bench press sudut 135°. Hipotesis kedua menunjukkan harga F hitung sebesar 59,71 lebih besar dari F tabel α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 59,71 > Ft = 4,11). Kesimpulannya terdapat pengaruh yang berbeda antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien. Hipotesis ketiga menunjukkan harga F hitung sebesar 4,01 lebih kecil dari F tabel

α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 4,01 > Ft = 4,11). Kesimpulannya Tidak terdapat interaksi antara latihan bench press dan berat badan terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi guru Pendidikan Jasmani dan pelatih yang berminat untuk mengembangkan tolak peluru, apabila menyusun program latihan hendaknya latihan bench press sudut 135° dimasukkan sebagai alternatif latihan, karena latihan bench press sudut 135° memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan latihan bench press sudut 45° terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien, dan memperhatikan faktor berat badan, karena dalam penelitian ini terbukti bahwa berat badan normal gemuk memberi pengaruh yang


(8)

viii

lebih baik dibandingkan dengan berat badan normal kurus terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.


(9)

ix ABSTRACT

Muhlisin. 2007. The Effect of Bench Press Exercise and Body Weight to the O’Brien Style Student Shot Put Performance. Theses. Semarang Postgraduate Studies of Semarang State University. Supervisor: Prof. Dr. Dumadi, and Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd.

Key word: Bench Press Exercise, Body Weight, O’Brien Style Shot Put.

The aims of this research was to investigate: 1) the difference of bench press exercise effect between 45° and 135° benches to the O’Brien Style Performance, 2) the difference between body weight thin normal and fat normal to the O’Brien Style Performance, 3) the interaction between the bench press exercise and the body weight to the O’Brien Style Performance.

The research population were 193 male students in grade 2 of SMK Negeri 1 Wanareja, Cilacap during the academic year 2006/2007. There were 40 male students as the sample by using high and body weight test.

The factorial 2x2 design was used in this research. Five instruments were used in this research, i.e,: 1) body high test, 2) body weight test, 3) 45° angle of bench press instrumen, 4) 135° angle of bench press instrumen, 5) shot put performance test.

The result of the research hypothesis test was analysis using two ways Analysis of Variance (ANOVA) with significance degree 95% (α = 0,05), the result i.e,: the first hypotesis test show the value of count is 30,43 higher than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 30,43 > Ft = 4,11). The summary: there is different effect bench press exercise effect between 45° and 135° benches the result of O’Brien style shot put. The second hypotesis test show the value of count is 59,71 higher than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 59,71 > Ft = 4,11). The summary: there is different effect between body weight thin normal and fat normal the result of O’Brien style shot put. The third hypotesis test show the value of count is 4,01 lower than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 4,01 > Ft = 4,11). The summary: there is no effect interaction between bench press exercise and body weight the result of O’Brien style shot put.

Hopefully this research result will be usefull to physical education teacher and coaches who intent to develop shot put, if they want to create exercise program, bench press exercise with 135° bench in the alternative exercise, because bench press exercise with 135° bench proven gives better effect comparing with bench press exercise with 45° bench toward the result O’Brien style shot put and should give interest in the body weight, because in this research proven than body weight fat normal gives better effect comparing with body weight thin normal toward the result O’Brien style shot put.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... 11

1.4 Rumusan Masalah ... 13

1.5 Tujuan Penelitian ... 13

1.6 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 LANDASAN TEORI..……….……...….. 15

2.1.1 Pengertian Atletik ………...….. 15

2.1.2 Tolak Peluru ... 16

2.1.3 Tolak Peluru Gaya O’Brien ... 17

2.1.4 Pengertian Latihan Bench Press ………... 29


(11)

xi

2.1.6 Perkembangan Fisik Adolesensi ... 57

2.2 Kerangka Teori ………...……... 59

2.2.1 Kerangka Teori Relasi Latihan Bench Press dengan Tolak Peluru ... 59

2.2.2 Kerangka Relasi Teori Berat Badan dengan Tolak Peluru ... 64

2.2.3 Kerangka Teori Relasi Interaksi Antara Latihan Bench Press dan Berat Badan Terhadap Hasil Tolak Peluru ... 67

2.3 Rumusan Hipotesis.………... 71

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subyek Penelitian ...………... 73

3.1.1 Populasi Penelitian ... 73

3.1.2 Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel …….... 73

3.2 Rancangan Penelitian ………….……….... 75

3.3 Validitas Rancangan Penelitian ... 77

3.4 Rancangan Instrumen Penelitian ……….... 80

3.5 Waktu Dan Tempat Penelitian ….………... 80

3.6 Petugas Latihan ...………... 81

3.7 Teknik Penjaringan Data ..………... 81

3.8 Teknik Analisis Data ... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 86

4.2 Pengujian Persyaratan Analisis ... 89

4.3 Pengujian Hipotesis ... 91

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 94


(12)

xii BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ... 99

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN ... 104


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Hasil Tolak Peluru POPDA Kabupaten Cilacap dan Jateng 2006 ... 3 2. Ukuran Intensitas untuk Latihan Power... 34 3. Ukuran Intensitas Berdasarkan Sistem Energi yang Digunakan dalam

Kegiatan Tertentu ...………. 34 4. Ukuran Intensitas Berdasarkan Denyut Jantung terhadap Beban Latihan .. 35 5. Tingkat Intensitas Latihan ... 6. Kelebihan dan Kekurangan Bench Press Sudut 45° dan 135° …………. 63 7. Pengelompokkan Sampel Eksperimen ………... 75 8. Disain Faktorial 2 x 2 ……… 76 9. Deskripsi Data Hasil Penelitian ………...…. 86 10. Deskripsi Hasil Uji Normalitas Sampel pada Taraf Signifikansi

α = 0,05 ………. 90

11. Deskripsi Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi pada Taraf

Signifikansi α = 0,05 ... 91 12. Deskripsi Hasil Uji Anava Dua Jalan pada Taraf Signifikansi


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sikap Persiapan Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………….. 19

2. Sikap Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ……….. 21

3. Sikap Badan Menolakkan Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien .... 22

4. Sikap Melepas Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ... 23

5. Sikap Gerakan Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………. 24

6. Rangkaian Gerakan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………... 24

7. Persentase Pembebanan Latihan Sesuai Kebutuhan ... 42

8. Jumlah Ulangan Latihan Sesuai Kebutuhan ... 44

9. Latihan Bench Press ………. 51

10. Latihan Bench Press Sudut 45° ……….. 52

11. Latihan Bench Press Sudut 135° ……… 53

12. Otot-otot Pectoralis ………..……….. 54

13. Otot-otot Deltoid, Trapezius, Latissimus Dorsi, dan Tricep ………. 55

14. Kurva Normal Standar ……….... 56

15. Latihan-latihan Khusus yang Sangat Penting dalam Nomor Tolak Peluru ………... 60

16. Latihan-latihan Untuk Power Otot-otot Lengan, bahu, dan Dada …….……….... 61 17. Grafik yang Menunjukkan Bahwa “Terdapat Interaksi


(15)

xv

antara Latihan Bench Press (A) dan Berat Badan (B)

terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien” ... 70 18. Grafik yang Menunjukkan Bahwa “Tidak Terdapat Interaksi

antara Latihan Bench Press (A) dan Berat Badan (B)

terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien” ... 71 19. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kriteria Berat Badan Normal Gemuk ... 178 20. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kriteria Berat Badan Normal Kurus ... 178 21. Pelaksanaan Program Latihan Bench Press sudut 135° dan 45° ... 179 22. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kelompok Sampel Berat Badan Normal Gemuk ...………... 179 23. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kelompok Sampel Berat Badan Normal Kurus ...………. 180 24. Pelaksanaan Pengambilan Data Hasil Tolak Peluru Gaya


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Peserta Didik Kelas II Putra dan Hasil

Pengukuran Tinggi dan Berat Badan ... 104

2. Daftar Urutan Peserta Didik Kelas II Putra Berdasarkan Kategori ... 108

3. Daftar Nama Peserta Didik Kategori Normal Kurus ... 113

4. Daftar Nama Peserta Didik Kategori Normal Gemuk ... 115

5. Urutan Peserta Didik Kategori Normal Kurus ... 116

6. Urutan Peserta Didik Kategori Normal Gemuk ...………. 118

7. Kelompok Sampel Kategori Normal Gemuk Setelah di Lakukan Acak ...………... 119

8. Kelompok Sampel Kategori Normal Kurus Setelah di Lakukan Acak ...………... 120

9. Pembagian Kelompok Latihan Bench Press dengan Pedoman a b b a ……… 121

10. Data Hasil Tes Tolak Peluru Gaya O’Brien ……….. 122

11. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Gemuk Dan Latihan Bench Press Sudut 135° Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ………... 123

12. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Gemuk Dan Latihan Bench Press Sudut 45° Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ………... 124


(17)

xvii

13. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Kurus Dan Latihan Bench Press Sudut 135°

Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ……… 125

14. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Kurus Dan Latihan Bench Press Sudut 45° Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ……… 126

15. Perhitungan Homogenitas Varians Populasi Dengan Menggunakan Uji Bartlett ... 127

16. Perhitungan Data Hasil Penelitian Dengan Analisis Varians (ANAVA) Dua Jalan Pada Taraf Signifikansi α = 0,05 ... 128

17. Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien ditambah Latihan Bench Press Sudut 135° Kriteria Berat Badan Normal Gemuk dan Normal Kurus ... 134

18. Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien ditambah Latihan Bench Press Sudut 135° Kriteria Berat Badan Normal Gemuk dan Normal Kurus ... 144

19. Instrumen untuk Perlakuan Latihan Bench Press Sudut 135° ……… 154

20. Instrumen untuk Perlakuan Latihan Bench Press Sudut 45° ……….. 156

21. Instrumen Tes untuk Mengukur Berat Badan ... 158

22. Instrumen Tes untuk Mengukur Tinggi Badan ... 159

23. Instrumen Tes untuk Mengukur Kemampuan Tolak Peluru ... 160

24. Program Latihan ... 163


(18)

xviii

26. Surat Izin Penelitian ... 166

27. Sertifikasi Kalibrasi Timbangan Badan dan Tinggi Badan ... 167

28. Sertifikasi Kalibrasi Massa (Peluru) ... 170

29. Sertifikasi Kalibrasi Stop Watch ... 172

30. Sertifikasi Kalibrasi Roll Meter ... 174

31. Nilai Kritis L untuk Uji Lilliefors ... 176

32. Nilai Persentil untuk Distribusi F ... 177

33. Dokumentasi Rangkaian Pelaksanaan Penelitian Pengaruh Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brein pada Peserta Didik Putra Kelas II SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2006/2007 ... 178


(19)

1

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran, dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani. Intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, peranan Pendidikan Jasmani adalah sangat penting, yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan olahraga yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat. Pendidikan Jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap-mental-spiritual-sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan yang seimbang. Dengan Pendidikan Jasmani peserta didik akan memperoleh berbagai ungkapan yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani,


(20)

kebiasaan hidup sehat, dan memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap gerak manusia.

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani guru diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dan olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) serta pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik, mental, intelektual, emosional, dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pembelajaran (Depdiknas. 2003:5-6). Salah satu tujuan Pendidikan Jasmani adalah meningkatkan keterampilan gerak dasar dalam berbagai cabang olahraga. Pendidikan Jasmani dalam pelaksanaannya dibedakan ke dalam 2 program, yaitu: 1) program kurikuler, yang lebih menekankan pada perbaikan gerak dasar dan pengenalan keterampilan dasar cabang-cabang olahraga, 2) program ekstrakurikuler, diperuntukkan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan bakat dan kegemarannya dalam cabang olahraga.

Tolak peluru merupakan salah satu nomor lempar dalam atletik yang diajarkan dalam program kurikuler dan dikembangkan untuk program ekstrakurikuler mulai dari tingkat SLTP sampai SMU/SMK. Dari hasil pembinaan para atlet tolak peluru tingkat pelajar yang telah dilakukan sampai saat ini baik melalui program ekstrakurikuler maupun pembinaan atlet usia dini, khususnya di Kabupaten Cilacap ternyata belum sesuai dengan yang


(21)

diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang dicapai atlet-atlet Kabupaten Cilacap bila dibandingkan dengan hasil POPDA Jateng, ternyata prestasinya masih jauh dibanding atlet dari daerah lain. Ketertinggalan atlet-atlet tersebut di nomor tolak peluru dapat digambarkan dengan melihat hasil tolak peluru pada POPDA 2006 (lihat tabel 1).

Tabel 1. Hasil Tolak Peluru POPDA Kabupaten Cilacap dan Jateng 2006

(Sumber: Laporan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) 2006. Binmudora Depdiknas Kabupaten Cilacap dan Laporan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) Jawa Tengah XII 2006. Koni Propinsi Jawa Tengah).

Gambaran yang dihasilkan oleh atlet tingkat pelajar dari Kabupaten Cilacap pada nomor tolak peluru yang belum mampu bersaing dengan atlet

No. Nama Kabupaten L/P Prestasi Juara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Dika Shodikun Gilas Saga Sri Lestari Yuliana R Almayanti Arif Wibowo Suranto Angga Haris Ikewati Puji Astuti Ayu Pramiswari Cilacap Cilacap Cilacap Cilacap Cilacap Cilacap Karanganyar Sukoharjo Semarang Pekalongan Kendal Semarang L L L P P P L L L P P P 8,55 meter 8,52 meter 8,24 meter 7,05 meter 6,38 meter 6,27 meter 12,33 meter 11,72 meter 11,67 meter 9,45 meter 8,81 meter 8,47 meter I II III I II III I II III I II III


(22)

dari daerah lain tersebut, tentu perlu dicermati oleh semua pihak yang terkait dalam pembinaan olahraga di Kabupaten Cilacap untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. Menurut H.P, Suharno (1985:2-3) ada banyak unsur penentu prestasi olahraga diantaranya adalah: 1) Keterampilan dan teknik-teknik yang diperlukan, dikembangkan, dikuasai dan dimantapkan atau diotomatisasikan, 2) Kemampuan-kemampuan yang didasarkan pengaturan gerak badan, 3) Tingkah laku yang memadai untuk situasi sportif tertentu, misalnya: perubahan kompetitif, atau kondisi latihan, ketegangan, kekalahan, dan sebagainya, 4) Pengembangan strategi-strategi atau taktik, 5) Kualitas tingkah laku afektif, kognitif, dan sosial. Pendapat yang lain menyatakan bahwa faktor-faktor penentu pencapaian prestasi maksimal adalah faktor endogen, yang terdiri dari: 1) Kesehatan fisik dan mental yang baik, 2) Bentuk tubuh, proporsi tubuh selaras dengan macam cabang olahraga yang diikutinya, 3) Kondisi fisik dan kemampuan fisik yang meliputi kekuatan,daya tahan kecepatan, kelincahan, kelentukan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan, power, reaksi, dan stamina, 4) Penguasaan teknik yang sempurna, 5) Menguasai masalah-masalah taktik, pola-pola, sistem-sistem, dan tipe-tipe permainan, 6) Memiliki aspek kejiwaan dan kepribadian yang baik, 7) Memiliki kematangan juara. Bentuk tubuh seseorang merupakan wujud dari perpaduan antara tinggi badan, berat badan, serta berbagai ukuran anthropometrik lainnya yang ada pada diri seseorang. Variasi dari ukuran-ukuran bagian tubuh akan membentuk kecenderungan tipe bentuk tubuh.


(23)

Pencapaian prestasi yang baik di suatu cabang olahraga ada hubungannya dengan tipe tubuh. Tipe tubuh tertentu cenderung cocok untuk mencapai prestasi di cabang olahraga tertentu. Hal ini disebabkan karena tipe tubuh tertentu mempunyai sifat kemampuan tertentu, sedangkan setiap cabang olahraga juga mempunyai sifat tertentu yang memerlukan sifat kemampuan tertentu pula agar bisa menguasai dengan baik. Tipe tubuh yang mendekati tipe mesomorph baik untuk mencapai prestasi pada cabang olahraga berat seperti tolak peluru, tipe tubuh yang mendekati tipe ectomorph baik untuk lari marathon, tipe tubuh yang berada antara tipe mesomorph dan endomorph baik untuk renang jarak jauh, dan sebagainya (Sugiyanto dan Sudjarwo. 1991:109-110).

Dari beberapa faktor penentu prestasi tersebut, faktor fisik merupakan salah satu faktor penting dan mutlak untuk dikembangkan secara optimal pada diri setiap atlet, termasuk atlet tolak peluru. Karena tanpa kondisi fisik yang prima sulit bagi atlet untuk berprestasi secara maksimal.

Dalam pengembangan kondisi fisik atlet tolak peluru belum banyak pilihan metode latihan yang digunakan, khususnya dalam pengembangan power yang diperlukan. Pelatih di daerah dalam penyusunan program latihannya pada umumnya masih didasarkan pada pengalaman semata pada saat menjadi atlet, belum sampai pada tahapan mencari tahu informasi apa yang tepat untuk metode latihan yang sesuai dengan kondisi atletnya. Selain itu pembinaan olahraga prestasi di daerah terkesan berjalan sangat lamban bahkan cenderung tak berkembang, karena belum diterapkan pengembangan


(24)

olahraga melalui pendekatan ilmiah. Hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang ada di Depdiknas daerah, yang pada umumnya masih sangat kurang.

Program olahraga ekstrakurikuler di sekolah bagi peserta didik pada umumya belum menunjukkan suatu program yang diatur secara rapi dan terpisah. Penyebabnya mungkin adalah karena kurang didukungnya sarana dan prasarana yang memadai dan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu program latihan yang dibuat oleh guru Pendidikan Jasmani belum seluruhnya mengacu pada informasi ilmiah. Dengan melihat kenyataan tersebut, jelas akan terus mengalami kesulitan untuk menghasilkan calon atlet yang potensial bila tidak segera dicarikan jalan keluarnya, terutama yang terkait dengan pembinaan kondisi atlet.

Power adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Dalam hal ini dinyatakan bahwa daya otot (power) = kekuatan (force) X kecepatan (velocity). Seperti dalam lompat tinggi, tolak peluru serta gerak lain yang bersifat eksplusif (Sajoto, M. 1995:8-9). Tenaga ledak otot (muscular power) adalah kualitas yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk menghasilkan kerja fisik secara eksplosif. Penggunaan tenaga oleh otot atau sekelompok otot secara eksplosif berlangsung dalam kondisi dinamis. Ii terjadi pada melemparkan benda, pemindahan tempat atau sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya. Intensitas konyraksi otot tergantung kepada pengerahan sebanyak mungkin ”motor unit” serta kepada volume otot.


(25)

Dengan kata lain: kekuatan yang lebih besar memungkinkan terjadinya kerja lebih banyak dalam setiap satuan waktu. Kecuali itu produksi kerja otot secara eksplosif menambahkan satu unsur baru, yaitu hubungan antara otot dengan sistem saraf, maka penentu-penentu tenaga-ledak otot (muscular power) adalah kekuatan otot dan kecepatan rangsang saraf serta kecepatan kontraksi otot (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:34).

Dalam kelompok olahraga yang berciri power kita masukkan nomor atau cabang olahraga yang menuntut kemampuan menimbulkan akselerasi besar pada suatu massa, kerapkali melawan gaya tarik bumi (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:94). Dalam kelompok olahraga power ini sekali lagi dinyatakan meliputi nomor atau cabang olahraga yang memerlukan kapasitas mengakselerasi serta memasukkan kecepatan dalam suatu lintasan yang sepanjang mungkin, kepada berbagai macam benda. Walaupun teknik mengakselerasi benda tersebut berbeda-beda dalam nomor-nomor lempar (terbagi dalam akselerasi linear pada tolak peluru dan lempar lembing, serta akselerasi melingkar atau sentrifugal pada lempar cakram dan lontar martil), harus tetap diingat bahwa semua jenis tersebut menuntut kapasitas meluncurkan benda secepat mungkin ke dalam suatu parabola yang paling menguntungkan. Kegiatan yang memerlukan power juga meliputi nomor dimana massa yang terkena itu adalah badan olahragawan itu sendiri. Maka prestasi yang bagus berkaitan dengan kapasitas untuk meluncurkan badan atlet melalui gerakan-gerakan yang efisien ke dalam jalan (trajectory) yang sebesar mungkin. Perlu ditekankan bahwa kelompok


(26)

olahraga yang memerlukan power ini tidak merangsang kapasitas anaerobik (karena tanpa hutang oksigen) atau kapasitas aerobik, karena sistem transportasi baru terpakai dalam mengembalikan hutang pada akhir kegiatan. Sebenarnya ”bahan bakar” yang diperlukan dalam olahraga kelompok ini telah ada di otot sehingga tidak memerlukan pelibatan sistem penyaluran energi lain (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:95).

Dengan melihat karakter komponen kondisi fisik yang diperlukan seorang petolak peluru adalah power otot tersebut, maka dalam pemilihan metode latihan tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu metode latihan yang dapat mengembangkan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama.

Menurut Sajoto, M (1993:10) dinyatakan bahwa perpaduan atau kombinasi antara kekuatan dan kecepatan yang disebut sebagai power adalah faktor utama dalam pelaksanaan segala macam keterampilan gerak berbagai macam keterampilan olahraga. Walaupun power terdiri dari komponen kekuatan dan kecepatan, pendekatan yang paling baik untuk meningkatkan power tersebut adalah dengan meningkatkan kekuatan otot. Program latihan peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah program latihan dengan memakai beban atau “Weight Training Program” (Sajoto, M. 1995:30). Program latihan berbeban dalam beberapa hal hendaknya bersifat khusus. Misalnya pengembangan kekuatan adalah khusus bukan hanya bagi kelompok otot tertentu yang dilatih, tetapi juga terhadap pola gerakan yang dihasilkannya. Dengan kata lain latihan berbeban adalah juga latihan


(27)

keterampilan motorik khusus. Ini berarti bahwa latihan peningkatan kekuatan hendaknya melibatkan gerakan yang langsung menuju nomor-nomor gerakan cabang olahraga yang bersangkutan (Sajoto, M. 1995:32-33).

Dari berbagai masalah-masalah yang dihadapi dalam pembinaan prestasi olahraga, yang antara lain adalah masih terbatasnya bentuk-bentuk latihan yang digunakan pelatih, maka tampaknya perlu diupayakan untuk mencari alternatif bentuk latihan yang lebih efektif dan efisien. Untuk mengembangkan power otot lengan bagi seorang atlet tolak peluru dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan latihan beban. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: 1) pengaruh latihan beban, ada dua taraf, yaitu latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135°, 2) pengaruh berat badan, ada dua taraf, yaitu: berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk, 3) interaksi antara latihan beban bench press dan berat badan terhadap hasil belajar tolak peluru gaya O’Brien.

1.2Identifikasi Masalah

Latar belakang penelitian menunjukkan adanya permasalahan dalam usaha meningkatkan prestasi tolak peluru. Permasalahan yang cukup jelas adalah bahwa untuk meningkatkan prestasi tolak peluru, persiapan kondisi fisik secara umum harus mendapat prioritas utama. Dalam menyusun program latihan peningkatan kondisi fisik, salah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas semua keterampilan gerak adalah power. Untuk


(28)

meningkatkan power, dalam penelitian ini ada dua program latihan beban yang dipakai, pertama adalah program latihan bench press sudut 45° dan bench press sudut 135°. Kedua program latihan di atas diberikan kepada subyek yang mempunyai berat badan normal kurus dan kepada subyek yang mempunyai berat badan normal gemuk.

Dari hal-hal yang telah disebut di atas, timbul pertanyaan-pertanyaan yang merupakan permasalahan dari upaya untuk meningkatkan prestasi tolak peluru, yaitu :

a. Apakah latihan untuk meningkatkan power otot berpengaruh terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien

b. Bagaimanakah bentuk latihan yang tepat untuk meningkatkan power otot c. Latihan apakah yang tepat untuk meningkatkan power otot lengan d. Apakah penggunaan latihan yang berbeda menyebabkan perbedaan hasil e. Apakah power lengan dapat mempengaruhi prestasi tolak peluru

f. Apakah latihan beban dengan menggunakan badan sendiri sebagai beban dapat meningkatkan power otot lengan

g. Apakah latihan beban dengan menggunakan beban dari luar dapat meningkatkan power otot lengan

h. Apakah latihan beban bench press sudut 135° dapat meningkatkan power otot lengan

i. Apakah latihan beban bench press memberi pengaruh terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien


(29)

j. Apakah latihan beban bench press sudut 135° memberi pengaruh terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

k. Apakah latihan beban bench press sudut 45° memberi pengaruh yang berbeda terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

l. Apakah berat badan mempengaruhi hasil tolak peluru

m. Apakah berat badan normal gemuk memberi pengaruh yang berbeda dibanding dengan berat badan normal kurus terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

n. Apakah terdapat interaksi antara latihan beban dan berat badan terhadap hasil tolak peluru

o. Bagaimanakah cara melatih koordinasi saat melakukan keseluruhan gerakan dalam tolak peluru

p. Bagaimanakah cara menjaga keseimbangan badan setelah melakukan gerakan menolakkan peluru .

q. Apakah ada perubahan hasil variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat menurut tarafnya terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

1.3Pembatasan Masalah

Kegiatan olahraga memiliki cakupan atau ruang lingkup yang luas bidangnya ditinjau dari berbagai faktor yang mendukung serta bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan dalam prosesnya. Penelitian ini mengambil masalah yang berada dalam ruang lingkup olahraga prestasi, yang dapat dilakukan di sekolah-sekolah, di perkumpulan-perkumpulan olahraga atau di pusat-pusat


(30)

latihan. Dalam penelitian ini, perhatian lebih diarahkan pada masalah pengelolaan proses peningkatan prestasi olahraga, dengan mengambil materi peningkatan kondisi fisik. Khususnya terhadap proses peningkatan kemampuan power otot bagian atas, yang meliputi otot-otot bahu, lengan, dan dada.

Power, sebagaimana telah dikemukakan di depan adalah merupakan bagian penting bagi pelaksanaan segala macam keterampilan gerak berbagai cabang olahraga, lebih-lebih bagi olahraga prestasi, yang antara lain tolak peluru. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam penulisan ini, perlu diberi batasan, sehingga ruang lingkup penelitian ini menjadi cukup jelas dan terkontrol. Pembatasan masalah yang dimaksud meliputi:

1.3.1 Metode latihan untuk pengembangan power otot lengan, bahu, dan dada dibatasi pada latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135°.

1.3.2 Berat badan, yang terdiri dari berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk, sebagai variabel atribut.

1.3.3 Prestasi tolak peluru sebagai variabel terikat.

Berdasarkan pembatasan tersebut di atas, berarti terdapat dua variabel bebas, yaitu latihan power dengan menggunakan latihan beban dan berat badan, serta satu variabel yang lain yaitu variabel terikat, ialah prestasi tolak peluru gaya O’Brien.


(31)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dicari pemecahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.4.1 Adakah perbedaan pengaruh antara latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135° terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien ?

1.4.2 Adakah perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien ? 1.4.3 Adakah interaksi antara latihan beban dan berat badan terhadap

prestasi tolak peluru gaya O’Brien ?

1.5Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui:

1.5 1 Perbedaan pengaruh latihan beban antara latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135° terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien.

1.5.2 Perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien.

1.5.3 Interaksi antara latihan beban dan berat badan terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien.


(32)

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berguna bagi para guru Pendidikan Jasmani, pembina dan pelatih atletik khususnya nomor tolak peluru dalam menyusun program latihan untuk menyiapkan atletnya menghadapi suatu kompetisi olahraga. Hasil penelitian ini merupakan salah satu dari beberapa komponen kondisi fisik dalam tolak peluru yang perlu dipadukan dengan aspek-aspek lain dalam penyusunan program latihan, yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi tolak peluru secaramaksimal.


(33)

15

2.1 Landasan Teori

2.

1.1 Pengertian Atletik

Atletik merupakan cabang olahraga yang terdiri dari empat nomor, yaitu: jalan, lari, lempar, dan lompat. Istilah atletik berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu athlon yang berarti berlomba atau bertanding. Kalau kita mengatakan lomba atletik, pengertiannya adalah meliputi perlombaan jalan cepat, lari, lempar, dan lompat yang dalam bahasa Inggris digunakan istilah track and field atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah: perlombaan yang dilakukan di atas lintasan (track) dan di lapangan (field) (Syaifuddin, Aip. 1992:2).

Atletik adalah induk dari semua olahraga, berisikan latihan fisik yang lengkap menyeluruh dan mampu memberikan kepuasan kepada manusia atas terpenuhinya dorongan nalurinya untuk bergerak, namun tetap mematuhi suatu disiplin dan aturan main. Atletik adalah aktivitas jasmani atau latihan fisik, berisikan gerak-gerak alamiah/wajar seperti jalan, lari, lompat, dan lempar. Dengan berbagai cara, atletik telah dilakukan sejak awal sejarah manusia (Ballesteros, J.M. 1979:1). Atletik adalah salah satu cabang olahraga


(34)

yang tertua, yang telah dilakukan oleh manusia sejak zaman purba sampai dewasa ini. Bahkan boleh dikatakan sejak adanya manusia dimuka bumi ini atletik sudah ada, karena gerakan-gerakannya yang terdapat dalam cabang olahraga atletik, seperti berjalan, berlari, melompat, dan melempar adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia di dalam kehidupannya sehari-hari (Syaifuddin, Aip.1992:1).

2.1.2 Tolak Peluru

Salah satu nomor yang dilombakan dalam nomor lempar adalah tolak peluru. Tolak Peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak atau mendorong suatu alat yang bundar dengan berat tertentu yang terbuat dari logam (peluru) yang dilakukan dari bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya (Syaifuddin, Aip. 1992:144). Tolak peluru adalah gerakan menolakkan peluru dengan menggunakan satu lengan, dimana teknik gerakannya terdiri dari lima bagian, yaitu: 1) persiapan awalan, 2) awalan, 3) tolakan, 4) lepasnya peluru, dan 5) gerak lanjutan atau memelihara keseimbangan (Basuki, Sunaryo. 1979:130). Khusus untuk teknik dasar persiapan awalan dan awalan dibedakan dalam dua gaya, yaitu: gaya Ortodoks atau gaya menyamping dan gaya O’Brien atau gaya membelakang (Basuki, Sunaryo. 1979:132).


(35)

2.1.3 Tolak Peluru Gaya O’Brien

Dalam penelitian ini gaya yang digunakan subyek pada saat melakukan tes kemampuan tolak peluru adalah gaya O’Brien. Thompson, Peter J.L. (1993:33-34) mengatakan ada dua azas praktek/pelaksanaan yang digunakan khusus dalam lari, lompat, dan lempar dimana atlet berkepentingan untuk menciptakan kekuatan optimal dan kecepatan (power): 1) gunakan semua persendian yang dapat digunakan, 2) gunakan setiap sendi secara berurutan. Kekuatan/gaya dari tiap persendian harus dikombinasikan untuk menghasilkan efek/pengaruh yang maksimal. Hal ini yang terbaik dilakukan bila semua sendi yang dapat digunakan, ini akan membantu memperoleh kecepatan tinggi atau percepatan dari suatu gerakan. Pada tolak peluru, lutut, pinggang, bahu, siku, pergelangan tangan, dan sendi jari-jari tangan, semua harus digunakan untuk menggunakan kekuatan paling besar pada peluru. Bila beberapa persendian digunakan dalam melakukan suatu skill, maka urutan penggunaan dan ketepatan waktunya adalah penting. Azas ini menunjukkan pada kita kapan sendi itu digunakan. Gerakan itu dimulai dengan bekerjanya grup-grup otot besar dan terus bergerak secara progresif melalui otot-otot kecil, jadi dari otot-otot besar menuju otot-otot-otot-otot kecil. Pola gerak ini menghasilkan kekuatan optimal dan gerakan mengalir terus menerus. Gerakan mengalir terus menerus ini menghasilkan suatu pengumpulan


(36)

kekuatan. Kekuatan ini digerakkan oleh satu bagian badan terbentuk oleh kekuatan dari sendi-sendi berikutnya. Dalam tolak peluru yang tepat, gerakan pinggul dimulai pada saat pelurusan tungkai memperlambatnya. Gerakan bahu dimulai pada saat putaran pinggang memperlambat dan seterusnya. Kecepatan lepasnya alat/peluru tergantung pada kecepatan bagian terakhir badan pada saat lepas. Urutan (gerakan) yang benar dan ketepatan waktu memungkinkan si atlet/pelontar mencapai kecepatan maksimal lepasnya peluru.

Secara lebih rinci teknik dasar tolak peluru gaya O’Brien dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Persiapan Awalan

Atlet memasuki lingkaran bagian belakang. Peluru dibawa dengan tangan kiri, tangan kanan masih bebas.

1) Mengatur posisi kaki: kaki kanan ditempatkan di muka batas belakang lingkaran, kaki kiri diletakkan di samping kiri selebar badan segaris dengan arah lemparan.

2) Peluru dipegang dengan tangan kanan dengan pegangan yang serasi.

3) Tangan yang memegang peluru mengatur letak peluru: peluru diletakkan pada batas leher dengan pundak, dibawah telinga; ketiak membuka lengan terentang segaris dengan pundak. 4) Lengan kiri di muka dada sedikit ditekuk.


(37)

5) Kaki kanan sedikit ditekuk dan berat badan berada pada kaki kanan.

6) Badan membungkuk dan sedikit condong ke depan, pandangan mata ditujukan kira-kira empat meter di depannya.

7) Mengadakan pemusatan pikiran. Jika dirasa bersifat psikologis untuk menenangkan dan merasa apakah kaki kanan telah memperoleh posisi yang kokoh (Basuki, Sunaryo 1979:133). (Lihat gambar 1).

Gambar 1: Sikap Persiapan Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

b. Awalan

1) Setelah ayunan kaki kiri yang merupakan persiapan awalan dirasa sudah cukup, kaki kanan ditekuk lebih rendah.

2) Kaki kiri dari posisi di belakang sewaktu melakukan ayunan persiapan, diayun ke samping kiri ke arah lemparan dan secepatnya mendarat di belakang balok.


(38)

3) Bersama dengan ayunan kaki kiri, kaki kanan menolak ke arah lemparan dan mendarat di pertengahan lingkaran. Sewaktu mendarat kaki ditekuk lebih rendah, berat badan seluruhnya berada pada kaki kanan ini. Pemindahan kaki kanan ini dilakukan dengan meluncur (glinding), tidak dengan melompat. Mendaratkan kaki kanan ini segera diikuti dengan mendaratkan kaki kiri yang semula diayun lebih dulu. Diperlukan kecepatan yang tinggi untuk meluncurkan kaki kanan dan mendaratkan kaki kiri agar dapat memberikan daya eksplosif yang tinggi pula. Sewaktu kaki kanan mendarat berat badan dalam keadaan makin condong ke samping kanan. Bahu kanan lebih rendah dari bahu kiri. Lengan kiri masih pada sikap seperti semula. Pegangan peluru jangan sampai bergeser pada waktu melakukan gerakan meluncur ke arah lemparan. Posisi ini adalah posisi siap melakukan tolak peluru (Basuki, Sunaryo. 1979:134). (Lihat gambar 2 halaman 21).

Pada fase awalan ini, otot yang berfungsi adalah: 1) quadriceps group, diantaranya adalah rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus intermedius, 2) tibialis posterior, penomeus longus, penomius brevis, 3) gastrocnemius, soleus, tibialis anterior. 4). erector spinae (Beachle, Thomas R. 2002:8-9).


(39)

Gambar 2: Sikap Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

c. Tolakan pada Peluru

Dari sikap menolakkan peluru itu, tanpa saat berhenti harus segera diikuti dengan gerakan menolakkan peluru.

1). Tolakan kaki kanan dimulai, sampai kaki teregang lurus, panggul didorong ke atas depan disertai badan diputar ke kiri, dilanjutkan dengan dorongan atau tolakan pada peluru, mulai dari gerakan bahu dan lengan, dan yang terakhir dorongan jari-jari. Kaki kiri ikut membantu tolakan kaki kanan.

2). Lengan kiri digerakkan untuk membantu memutar badan. 3). Pandangan mata diarahkan pada lemparan.

4). Jalannya dorongan pada peluru harus lurus satu garis. Sudut lemparan kurang lebih 40° peluru (Basuki, Sunaryo. 1979:134). (Lihat gambar 3 halaman 22).


(40)

Gambar 3: Sikap Badan Menolakkan Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

Pada fase menolakkan peluru ini, otot yang berfungsi adalah: deltoid, trapezius, latissimus dorsi dan pectoralis. (Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

d. Lepasnya Peluru

Gerakan tolak peluru telah selesai dilakukan, dengan badan yang condong ke depan, menghabiskan daya dorong dari belakang. Saat terakhir dari lepasnya peluru disertai dengan tolakan jari-jari tangan (Basuki, Sunaryo. 1979:135). (Lihat gambar 4 halaman 23).


(41)

Gambar 4: Sikap Melepas Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

Pada fase menolakkan peluru ini, otot yang berfungsi adalah: bracioradialis dan flexor of the wrist and fingers (Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

e. Gerak Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan

Pada saat lepasnya peluru, badan dalam keadaan condong kedepan dan berada di luar lingkaran. Agar tidak jatuh keluar lingkaran, maka segera diikuti dengan kaki kanan dilangkahkan ke depan sampai ujung kaki menyentuh balok tolak. Bersamaan dengan mendaratnya kaki kanan, kaki kiri ditarik ke belakang, demikian pula lengan kiri, untuk memelihara keseimbangan (Basuki, Sunaryo. 1979:136). (Lihat gambar 5 halaman 24). Pada fase gerak lanjutan atau memelihara keseimbangan ini, otot yang berfungsi adalah: 1) quadriceps group, diantaranya adalah rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis,


(42)

dan vastus intermedius, 2) tibialis posterior, penomeus longus, penomius brevis, 3) gastrocnemius, soleus, tibialis anterior. 4). erector spinae (Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

Gambar 5: Sikap Gerakan Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Basuki, Sunaryo. 1979. Atletik I. PT ”PERTJA OFFSET”. Jakarta:132).

Urutan gerak tolak peluru gaya O’Brien seperti terlihat pada gambar 6.

Gambar 6: Rangkaian Gerakan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Basuki, Sunaryo. 1979. Atletik I. PT ”PERTJA OFFSET”. Jakarta:133).


(43)

Pada saat jatuh dan yuri memberi tanda bahwa tolakan sah, atlet meninggalkan lingkaran melalui bagian belakang. Jika keluarnya lingkaran dengan melompat sebelum tolakan dinyatakan atau tidak melalui lingkaran bagian belakang, tolakan dinyatakan gagal (Basuki, Sunaryo. 1979:136). Hasil pengukuran yang diperoleh dari tolakan yang dilakukan adalah merupakan prestasi tolak peluru. Pada Peraturan Perlombaan Atletik (PASI. 1992:228-229) disebutkan bahwa pengukuran setiap tolakan-peluru harus dilakukan segera, diukur dari bekas jatuhnya peluru terdekat ke sisi dalam garis lingkaran-tolak dengan alat pita (baja/fiber) pengukur yang ditarik dari bekas jatuhnya peluru menuju ke titik pusat lingkaran-tolak. Di sebutkan pula bahwa suatu tolakan peluru yang sah, peluru harus jatuh utuh di dalam sektor tolak peluru.

Tolak peluru memerlukan banyak latihan agar dapat mengembangkan gaya teknik yang sesuai. Perbedaan gaya yang ada menimbulkan banyak perdebatan, karena tiap atlet merasa bahwa gaya atau teknik yang digunakannya adalah yang paling baik dan benar memenuhi prinsip-prinsip biomekanis yang diperlukan untuk menghasilkan prestasi maksimum. Power merupakan komponen gerak otot yang sangat penting untuk melakukan satuan aktivitas gerak dalam setiap cabang olahraga berat. Power otot akan menentukan seberapa keras seseorang atlet melakukan pukulan, seberapa jauh mereka melakukan lemparan


(44)

atau tolakan, seberapa tinggi mereka melompat, seberapa cepat mereka berlari dalam sprint maupun berlari cepat dengan mengubah arah dan lain-lain.

Seperti telah dikemukakan pada bab pertama, bahwa rumus yang menyatakan besarnya power, oleh para ahli fisiologi dan ilmu gerak adalah: power = Force (strength) x Velocity (speed), atau power = kekuatan x kecepatan. Power menghasilkan momentum, dan momentum merupakan power apabila kontak terjadi. Jadi power memiliki banyak kegunaan dalam aktivitas gerak berbagai macam cabang olahraga. Dalam melaksanakan aktivitas olahraga, seseorang akan menggerakkan suatu obyek dengan melempar, memukul, menyepak, dan menendang, atau menggerakkan badan sendiri sebagai obyek, seperti dalam berlari, berenang, dan melompat. Gerak suatu obyek ini akan dicapai dengan baik apabila penerapan kekuatan maksimal dilakukan dalam waktu yang sependek-pendeknya.

Karena power terdiri dua komponen yaitu, komponen kekuatan dan kecepatan, maka power otot dapat ditingkatkan dengan pendekatan yang dilaksanakan dengan meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau dengan meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan, atau dengan meningkatkan keduanya yaitu baik kekuatan maupun kecepatan. Dikemukakan pula bahwa dalam berbagai kegiatan olahraga berat dibedakan dua


(45)

macam pelaksanaan power otot, yang keduanya bertumpu atas beberapa besar kemampuan kombinasi komponen kekuatan dan kecepatan kontraksi otot-otot tungkai dan pinggul masing-masing, yaitu power asiklik (acyclic power) seperti dalam melempar, menolak, dan melontar pada nomor-nomor olahraga atletik, elemen-elemen gerak dalam senam, anggar, loncat indah, dan semua cabang olahraga yang memerlukan lompatan-lompatan, yaitu dalam permainan bolavoli, bola basket, bulu tangkis, tenis lapangan, dan lainnya. Kemudian power lain yaitu yang bersifat siklik (cyclic power) ialah power otot yang diperlukan dalam cabang atletik nomor sprint, berenang, dan balap sepeda. Peningkatan power asiklik dan siklik secara benar dan teratur perlu diberikan bagi para peserta didik di sekolah-sekolah dalam proses belajar gerak, terutama berbagai macam gerak olahraga sesuai dengan yang tercantum pada kurikulum. Hal ini perlu dilaksanakan supaya para peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari dan meningkatkan keterampilan gerakannya.

Salah satu cara untuk meningkatkan power otot adalah dengan menggunakan latihan beban atau weight training. Latihan beban apabila dilaksanakan dengan benar, akan dapat memperkembangkan kecepatan, power, kekuatan, dan daya tahan yang merupakan faktor-faktor penting bagi setiap atlet (Harsono. 1988:186). Latihan power dalam weight training tidak boleh hanya


(46)

menekankan pada beban, tetapi harus pula pada kecepatan mengangkat, mendorong, atau menarik beban. Akan tetapi juga tidak boleh terlalu ringan, sehingga otot tidak merasakan rangsangan beban. Bebannya juga tidak boleh terlalu berat sehingga transfer optimal dari strength ke power tidak terjadi. Jadi bebannya adalah sedemikian rupa sehingga masih memungkinkan atlet untuk mengangkat beban dengan cepat (Harsono. 1988:200).

Latihan beban bench press dibedakan menjadi 3 posisi: 1) bench press sudut 45°, 2) bench press sudut 90°, dan 3) bench press sudut 135° (Baechle, Thomas R. 2003:177). Dalam penelitian ini bentuk latihan yang digunakan adalah bench press, yang terdiri dari dua taraf, yaitu: 1) latihan bench press sudut 45°, dan 2) latihan bench press sudut 135°. Alasan menggunakan latihan bench press sudut 45° dan bench press sudut 135° adalah adanya perbedaan sudut yang hampir berlawanan. Dalam penelitian ini para peserta didik kelas II SMK Negeri 1 Wanareja, Kabupaten Cilacap sebagai sampel diwajibkan untuk mengikuti program latihan bench press dan tes kemampuan tolak peluru setelah program latihan beban selesai. Dengan tujuan agar dapat diketahui pengaruh mana diantara kedua macam program latihan beban, yaitu program latihan bench press sudut 45° atau program latihan bench press sudut 135° yang lebih baik hasilnya, terhadap


(47)

peningkatan prestasi tolak peluru, setelah menjalankan latihan beban terhadap otot-otot bahu dan lengan.

2.1.4 Pengertian Latihan Bench Press

a. Latihan

Banyak pengertian arti dari istilah latihan. Para ahli di bidang olahraga yang telah menyampaikan pengertian tentang latihan. Dalam olahraga “latihan” atau “training” dapat di artikan sebagai: “suatu proses penyesuaian tubuh terhadap tuntutan kerja yang lebih berat dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi pertandingan dan meningkatkan keterampilan, skill atlet untuk nomor-nomor tertentu atau cabang olahraga tertentu” (Basuki, Sunaryo. 1979:13). Latihan adalah merupakan aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, Tudor O. 1986:4).

Pendapat yang lain menyatakan bahwa latihan adalah proses penyempurnaan fisik dan mental atlet secara sistematis untuk mencapai mutu maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, dan berulang-ulang waktunya (H.P, Suharno. 1985:7). Seorang pelatih atau atlet dalam mengerjakan latihan harus berpegang teguh kepada prinsip-prinsip


(48)

latihan. Hal ini sangat penting demi tercapainya tujuan latihan baik bagi pelatih maupun atlet. Selanjutnya dikatakan bahwa latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai olahragawan atau olahragawati tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi (Nossek, Joseph. 1982:13). Nossek, Joseph (1982:12) yang memodifikasi istilah latihan menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip yang bersifat paedagogis. Proses ini yang direncanakan dan sistematis, meningkatkan kesiapan untuk tampil dari seorang olahragawan atau olahragawati.

Prestasi olahraga sekarang ini menjadi ciri khusus tujuan utama serta merupakan tolok ukur keberhasilan pembinaan olahraga. Untuk mencapai prestasi olahraga yang baik diperlukan sistem pembinaan olahraga yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam pembinaaan prestasi olahraga, latihan yang merupakan proses persiapan bagi para atlet menuju ke arah tingkat keterampilan yang paling tinggi perlu direncanakan secara matang.

Agar tugas pokok latihan tersebut mencapai sasaran yang dikehendaki, ada faktor-faktor latihan dasar yang dipadukan dalam suatu program latihan secara keseluruhan. Faktor-faktor latihan tersebut meliputi latihan fisik, teknik, taktik, dan psikis yang


(49)

dilakukan secara teoritik maupun praktik. Faktor-faktor latihan tersebut berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya, dan agar persiapan menuju prestasi puncak dapat dicapai dengan tepat, latihan fisik dan teknik yang lebih kompleks perlu mendapat prioritas yang harus didahulukan dibanding faktor-faktor lainnya.

Latihan yang modern harus secara hati-hati direncanakan. Sebuah rencana latihan mencakup semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran latihan. Ada rencana jenis jangka pendek, jangka menengah, dan rencana jangka panjang. Rencana-rencana latihan demikian disusun khusus untuk satu sesi latihan mingguan, bulanan, tahunan, dan jangka waktu yang lebih panjang.

b. Intensitas Latihan

Setiap kegiatan fisik yang ditampilkan atlet, akan mengarah kepada suatu perubahan anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaannya. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah ulangan atau volume, beban dan kecepatan atau intensitas, serta frekuensi penampilan atau densitas. Bila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, dia harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen dan latihan tersebut di atas. Semua komponen itu harus dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai dengan ciri-ciri fungsional dan ciri-ciri kejiwaan


(50)

pertandingannya. Jadi pelatih sepanjang program latihannya harus menentukan tujuan latihan secara pasti. Komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam usaha untuk mencapai tujuan penampilan yang telah direncanakan. Sebagai aturan yang sudah umum, olahraga yang membutuhkan kecepatan dan daya eksplosif, penekannya terletak pada intensitasnya, sedangkan daya tahan terletak pada volumenya. Akhirnya bagi cabang olahraga yang banyak menunjukkan atau menuntut keterampilan yang tinggi, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat diutamakan. Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitas kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi pada intensitasnya. Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsang syaraf yang dilakukan dalam latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat di antara ulangannya. Elemen yang tidak kalah pentingnya adalah tekanan kejiwaan sewaktu latihan. Jadi intensitas tidak semata-mata diukur dari usaha yang dilakukan otot saja, tetapi juga pengeluaran tenaga pada syaraf selama melakukan latihan atau pertandingan (Bompa, Tudor O. 1983:79). Sangat penting sekali untuk mengetahui komponen kejiwaan selama latihan. Dengan demikian dapat diterima bahwa cabang olahraga yang hanya menurut tingkat usaha


(51)

fisik yang rendah (menembak, panahan, catur) juga memiliki komponen intensitas.

Tingkat intensitas dapat diukur sesuai dengan jenis latihannya. Untuk latihan yang melibatkan kecepatan, diukur dalam meter perdetik tentang rata-rata gerakan yang dilakukan untuk setiap menitnya. Intensitas kegiatan yang dilakukan untuk melawan tahanan, dapat diukur dalam kg atau kgm (1 kg diangkat setinggi 1 m melawan gaya berat), sedang untuk olahraga beregu, irama permainan dapat membantu mengukur intensitasnya. Intensitas latihan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari kekhususan cabang olahraga yang bersangkutan. Oleh karena tingkatan variasi intensitas semua cabang olahraga atau pertandingan, disarankan untuk memberlakukan dan mempergunakan tingkatan intensitas latihan yang berbeda. Ada beberapa cara untuk mengukur besarnya rangsangan terhadap kekuatan dan intensitasnya. Sebagai contoh, latihan melawan tahanan atau bentuk latihan yang akan mengembangkan kecepatannya, adalah dengan melalui prosentase dari intensitas maksimalnya, dimana 100% merupakan intensitas tertinggi (Bompa, Tudor O. 1983:79).

Ukuran intensitas dalam latihan olahraga dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:


(52)

1. Ukuran intensitas untuk latihan power dengan penambahan, menurut (Harre, D. 1982:32). (Lihat tabel 2).

2. Ukuran intensitas berdasarkan atas sistem energi yang dipakai dalam kegiatan tertentu. Klasifikasi ini (berdasarkan petunjuk dari Farfel, 1960, Astrand dan Saltin, 1961, Margaria dkk, 1963, dan Mathews dan Fox, 1971) seperti yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:80) yang lebih tepat untuk cabang olahraga yang siklik seperti pada tabel 3.

Tabel 2. Ukuran Intensitas untuk Latihan Power

Nomor Intensitas Persentasi Penampilan Maksimal Intensitas 1 2 3 4 5 6

30 – 50 % 50 – 70 % 70 – 80 % 80 – 90 % 90 – 100% 100 – 105 %

Rendah Sedang Menengah Sub Maksimal Maksimal Super Maksimal (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training.

Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:80).

Tabel 3. Ukuran Intensitas Berdasarkan Sistem Energi yang Digunakan dalam Kegiatan Tertentu

No. Daerah Waktu Kerja Tingkat Intensitas Sistem Energi Ergogenesis % An Aerobik Aerobik 1 2 3 4 5 1-15 dt 15-60 dt 1-6 mn 6-30 mn lebih 30 mn

bts kemamp. maksimal sub maksimal menengah rendah ATP-PC ATP-PC&LA LA&Aerobik Aerobik Aerobik

100-95 0 - 5 90-80 10 - 20 70-(40-30) 30- (60 -70) (40-30)-10 (60-70) - 90 5 95 (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque


(53)

3. Ukuran intensitas berdasarkan reaksi denyut jantung terhadap beban latihan (menurut Nikiforov, 1974) yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:83) seperti yang ditunjukkan tabel 4.

Tabel 4. Ukuran Intensitas Berdasarkan Denyut Jantung terhadap Beban Latihan

Daerah Jenis Intensitas Denyut Jantung/Menit 1

2 3 4

Rendah Menengah

Tinggi Maksimal

120 – 150 150 – 170 170 – 185 lebih 185

(Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:83).

Selama berlatih si atlet dipaksa untuk merasakan berbagai tingkatan intensitas. Organisme menyesuaikan fungsi fisiologinya untuk memenuhi tuntutan latihan. Berdasarkan atas perubahan fisiologis ini khususnya denyut jantung (Heart Rate), pelatih harus mendeteksi serta memantau intensitas program latihannya. Untuk mengembangkan kemampuan biomotorik, intensitas rangsangan harus mencapai atau melebihi ambang rangsang (trheshold) dimana pengaruh latihan secara nyata berada (Bompa, Tudor O. 1983:83).

Selanjutnya dikemukakan bahwa intensitas latihan dicirikan dengan kualitas permainan (Nossek, Joseph. 1982:27). Intensitas latihan dapat ditunjukkan dengan 1) angka persen dari prestasi terbaik (%), 2) berat yang diangkat dalam satu usaha (Kp), 3) meter


(54)

per detik (m/dt), 4) langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, eksplosif, optimal).

Sedangkan tingkat intensitas latihan adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Tingkat Intensitas Latihan

Angka % Prestasi terbaik

Kualitas Intensitas Denyut Nadi Per Menit 30 – 50 %

50 – 60 % 60 – 75 % 75 – 85 % 85 – 100 %

Rendah Mudah Sedang Sub Maksimal Maksimal

130 – 140 140 – 150 150 – 165 165 – 180 180 ke atas

(Sumber: Nossek, Joseph. 1982. General Theory of Training. Lagos. Pan African Ltd:27)

Dijelaskan bahwa seseorang boleh saja meningkatkan intensitas latihan dengan cara: 1) meningkatkan kecepatan dalam jarak tertentu atau meningkatkan berat beban matinya, 2) meningkatkan rasio antara intensitas mutlak dan intensitas nisbi, sehingga intensitas absolutnya dapat dipakai, 3) mempersingkat istirahat interval di antara masing-masing pengulangan atau set, 4) menigkatkan densitas latihan, dan 5) meningkatkan jumlah pertandingan (Bompa, Tudor O. 1983:85).

Dalam penelitian ini intensitas latihan yang digunakan adalah intensitas maksimal mengacu pembagian tingkat intensitas oleh Harre, D (1982:32).


(55)

c. Penambahan Beban Latihan

Program latihan peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah progra latihan memakai beban. Beban yang digunakan dapat berupa berat badan sendiri, latihan bersama teman, bola karet, tali elastis, dumbel, barbel, latihan menahan/menentang alat tertentu, dan menentang alat permanen seperti dalam latihan isometrik (Bompa, Tudor O. 1983:275). Ahli fisiologi olahraga yang lain menyatakan bahwa peningkatan kekuatan terbukti positif sangat menguntungkan bagi penampilan bermain berbagai cabang olahraga, serta latihan berbeban adalah latihan metode yang paling tepat guna meningkatkan kekuatan otot (O’Shea, P.J. 1976:1).

Para pelatih olahraga prestasi dari semua cabang olahraga yang mengutamakan keterampilan gerak sebagai sasaran mencapai prestasi tinggi, hendaknya bukan hanya melaksanakan program latihan yang sudah ada, tetapi harus mengembangkan dan mencari metode-metode baru yang lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan power otot para atletnya, dalam mempersiapkan kondisi fisik umum maupun kondisi fisik khusus masing-masing cabang olahraga yang bersangkutan. Agar program latihan beban dapat dicapai dengan benar dan teratur secara ilmiah, maka ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam pelaksanaannya. Dapat dikemukakan bahwa latihan berbeban mempunyai dua dasar fisiologis yang dapat meningkatkan kekuatan


(56)

secara maksimum. Pertama, bahwa semua program latihan harus berdasarkan SAID, yaitu: Spesific Adaptation Impose Demands. Prinsip tersebut menyatakan bahwa latihan bersifat khusus sesuai dengan sasaran yang akan dicapai. Maksudnya adalah apabila akan meningkatkan power, maka program latihan harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang memenuhi syarat-syarat sesuai untuk meningkatkan power (O’Shea, P.J. 1976:1-2).

Dengan berprinsip pada SAID tersebut diharapkan agar pengaruh latihan dapat dirasakan hasilnya secara maksimum. Oleh karena itu maka besar beban latihan yang diberikan harus dapat diberikan oleh tubuh. Kedua, bahwa latihan haruslah diberikan dengan prinsip beban berlebih (overload). Prinsip ini akan menjamin agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Apabila tidak diberikan secara bertahap, maka komponen kekuatan tidak akan dapat mencapai tahap potensi sesuai fungsi kekuatan secara maksimal.

Dikemukakan secara lebih rinci oleh Harsono (1988:187-195) bahwa prinsip-prinsip latihan beban yang harus dipenuhi, agar program latihan menjamin tambahnya power tahap demi tahap, serta mengurangi resiko cedera pada serabut otot. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Latihan beban harus didahului dengan pemanasan secara menyuluruh. Bentuk-bentuk latihan pemanasan adalah lari di


(57)

tempat atau lari keliling, loncat-loncat, squat thrust, push ups, pull ups, bungkuk dan tegakkan badan, putar-putar tubuh dan sebagainya.

2. Prinsip overload harus diterapkan, oleh karena perkembangan otot hanyalah mungkin apabila otot tersebut dibebani dengan tahanan yang kian bertambah berat.

3. Sebagai patokan dianjurkan untuk melakukan tidak lebih dari 12 dan tidak kurang dari 8 RM (Repetisi Maksimal) unuk setiap bentuk latihan (exercise). Artinya, pada permulaan latihan tentukanlah suatu beban yang cukup berat sehingga 8 repetisi merupakan jumlah yang maksimal dapat kita lakukan untuk mengangkat beban tersebut. Perlu diperhatikan bahwa kedelapan ulangan angkatan tersebut haruslah dilakukan tanpa ketegangan yang berarti.

4. Agar hasil perkembangan otot efektif, setiap bentuk latihan dilakukan dalam 3 set, dengan istirahat diantara setiap set sekitar 3-5 menit.

5. Setiap mengangkat, mendorong atau menarik beban haruslah dilaksanakan dengan teknik yang benar. Bila dengan suatu bentuk latihan kita bermaksud untuk melatih suatu gumpalan otot tertentu, maka latihannya juga harus ditekankan dan dikonsentrasikan pada otot tersebut, dan keterlibatan otot-otot lain sejauh mungkin dihindari, sehingga otot-otot-otot-otot tersebut benar-benar mengeluarkan usaha maksimalnya.

6. Repetisi sedikit dengan beban berat akan menghasilkan adaptasi terhadap strenght, artinya akan membentuk kekuatan, sedang repetisi banyak dengan beban ringan akan menghasilkan perkembangan dalam kecepatan dan daya tahan.

7. Setiap bentuk latihan haruslah dilakukan dalam ruang gerak (range of motion) yang seluas-lasnya, yatu dari ekstensi sampai kontraksi penuh. Kalau ruang geraknya tidak maksimal, maka otot tidak akan terlatih secara maksimal. Pada waktu melakukan ekstensi (gerak eksentrik), lakukan sampai batas atau sedikit melebihi batas gerak sendi, sehingga otot-otot agak tertarik sedikit. Dengan demikian fleksibilitas juga akan terlatih. Kebiasaan berlatih dengan melakukan gerakan-gerakan dalam ruang gerak yang sempit dan terbatas akan menghasilkan pemendekan otot yang permanen.

8. Agar perkembangan otot tidak berat sebelah, latihlah agonis dan antagonisnya. Misal, pada umumnya atlet tidak seimbang kekuatan otot lengannya. Umumnya otot bisep lebih berkembang daripada antagonisnya, yaitu otot tricepnya.

9. Selama latihan pengaturan pernapasan haruslah diperhatikan, Pengaturan napas sebaiknya adalah ekshalasi (keluarkan napas) pada waktu melakukan bagian yang terberat dari latihan tersebut, dan inhalasi (tarik napas) pada waktu melakukan bagian yang


(58)

teringan (relaksasi) dari latihan. Pada waktu melakukan press misalnya, keluarkan napas pada waktu mengangkat beban ke atas kepala, dan tarik napas pada waktu menurunkan kembali. 10.Setelah melakukan suatu bentuk latihan, atlet harus berada

dalam keadaan lelah otot lokal yang berlangsung hanya sementara saja. Sedang pada waktu menyelesaikan keseluruhan latihan isotonik (suatu rangkaian bentuk-bentuk latihan), dia harus merasa agak lelah dalam otot keseluruhan (general muskular fatique). Lelah lokal harus sudah hilang dalam waktu satu atau dua jam. Kalau ternyata lelah ini masih terasa setelah jangka waktu cukup lama, maka hal ini menandakan bahwa latihan mungkin terlalu berat dan melelahkan.

11.Latihan beban sebaiknya dilakukan tiga kali seminggu, misalnya hari Senin, Rabu, dan Jumat dan diselingi dengan waktu istirahat satu hari di antara setiap hari latihan untuk memberikan kesempatan bagi otot untuk berkembang dan mengadaptasi diri pada waktu hari istirahat tersebut.

12.Latihan beban harus diawasi oleh seorang pelatih yang mengerti betul masalah latihan beban. Hal ini penting agar petunjuk-petunjuk dan pengawasan dapat diberikan dengan teliti. Selain itu pengawasan yang teliti akan menghindarkan dari kemungkinan-kemungkinan sedera.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip latihan beban tersebut kemudian perlu disusun suatu program latihan yang sistematis, agar latihan dapat meningkatkan kekuatan secara efektif. Permasalahan yang menjadi dasar latihan beban yang sistematis antara lain adalah jumlah berat beban, jumlah ulangan (repetisi) dan jumlah rangkaian dari suatu masa latihan per hari, serta beberapa kali setiap minggu latihan dilakukan. Para ahli dalam mengembangkan dan mencari program latihan yang efektif biasanya melakukan berbagai manipulasi terhadap keempat masalah pokok tersebut, ditambah dengan waktu pemulihan atau waktu istirahat antara satu angkaian berikutnya.


(59)

Dikemukakan bahwa jumlah beban awal, jumlah ulangan, jumlah rangkaian, dan jumlah latihan setiap minggu terutama untuk menentukan beban awal tidak ada rumus yang pasti (O’Shea, P.J. 1976:36). Cara yang paling baik untuk menetapka berat beban adalah dengan berdasarkan kemampuan masing-masing. Untuk menentukan jumlah ulangan dalam setiap rangkaian dan berapa rangkaian latihan dilakukan, dikemukakan bahwa dengan beban yang relatif ringan maka dapat dilakukan antara 6-12 ulangan, tetapi apabila memakai beban 90% dari beban maksimum, maka ulangan cukup 1-3, sedang untuk beban medium yang kira-kira 70-80 persen beban maksimum, maka dapat dilakukan ulangan 5-6 kali. Sedang jumlah rangkaian yang disarankan antara 2-6 rangkaian untuk latihan tiap jenis otot yang terlatih.

Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk menetapkan berat beban latihan, tergantung cabang olahraga dan kebutuhan komponen apa yang ditingkatkan. Untuk itu berat beban latihan dibagi dalam beberapa kategori terdiri dari: 1) super maksimal, yaitu beban yang beratnya antara 100 sampai dengan 175 persen dari maksimum, 2) maksimal, yaitu beban yang beratnya antara 90 sampai dengan 100 persen dari maksimum, 3) besar, yaitu beban yang beratnya antara 60 sampai dengan 90 persen dari maksimum, 4) medium, yaitu beban yang beratnya antara 30 sampai dengan 60 persen dari maksimum, 5) rendah, yaitu beban yang beratnya di bawah 30


(60)

persen dari maksimum. Membahas tentang jumlah ulangan, terdapat kaitan dengan masalah irama atau kecepatan melakukan angkatan waktu latihan (Bompa, Tudor O. 1983:278-279). Dikemukakan bahwa makin berat beban, makin sedikit jumlah ulangan dan makin pelan pelaksanaan angkatanya. Gambar 7 menunjukkan persentase pembebanan latihan.

Gambar 7. Persentase Pembebanan Latihan Sesuai Kebutuhan (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:277).

Jadi apabila latihan ditujukan untuk meningkatkan kekuatan maksimum (90-100 persen), maka jumlah ulangan antara 1-3 kali dan dilaksanakan secara perlahan-lahan. Untuk latihan dengan tujuan meningkatkan power (30-80 persen) dari beban maksimum, jumlah ulangan 5-10 kali dan dilaksanakan secara dinamik. Apabila


(61)

akan meningkatkan daya tahan otot, seseorang dapat melakukan sejumlah ulangan sampai kelelahan sangat terasa (kira-kira sampai 250 kali atau lebih) dan dilakukan dengan irama pelan atau sedang. Apabila untuk tujuan daya tahan dalam gerak berulang dalam waktu tertentu atau cyclic (seperti dalam sprint, berenang dan bersepeda), maka jumlah ulangan mendekati batas kelelahan yang cukup terasa. Tentang banyaknya rangkaian setiap latihan, tergantung pada faktor intensitas dan potensi kemampuan latihan. Disarankan agar jumlah rangkaian berkisar antara 3-0 set dalam satu latihan (Bompa, Tudor O. 1983:279). (Lihat gambar 8 halaman 44).

Ahli lain berpendapat bahwa untuk menetapkan beban berat awal dalam memulai suatu latihan adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing (Fox, E. L. 1988:155). Namun kenyataannya di lapangan cara ini ternyata banyak memakan waktu. Maka ia mengemukakan dua cara yang cukup praktis dalam menentukan beban awal dimulainya suatu program latihan beban, terutama bagi mereka yang belum pernah menjalani program latihan beban. Cara pertama adalah apabila seseorang telah diketahui berat badannya, maka untuk latihan clean dan press serta arm curls berat beban awal yang setaraf dengan 10 Repetition Maximum (10-RM), sebesar 1/3 berat badan ditambah 10 Lb (4540 g).


(62)

Gambar 8. Jumlah Ulangan Latihan Beban Sesuai Kebutuhan (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:278).

Untuk latihan-latihan bench press, squat dan leg press, berat beban awal yang setaraf dengan 10-RM, diperkirakan ½ berat badan ditambah 10 Lb (4540 g). Cara kedua adalah, apabila berat maksimal yang dapat diangkat seseorang tersebut sebanyak satu kali telah diketahui, maka berat beban dalam latihan-latihan standing press, arm curls, dan squat kira-kira sekitar 40% berat maksimal. Dalam menentukan berat beban awal, dapat juga dengan berdasarkan persentase berat badan dan menyesuaikan bagian otot mana yang akan dilatih, yaitu: 1) untuk latihan kekuatan otot betis, beban awal yang diberikan: 50-100% berat badan, 2) untuk latihan kekuatan otot punggung, beban awal yang diberikan: 40-60% berat badan, 3) untuk latihan kekuatan otot perut, beban awal yang


(63)

diberikan: 0-20% berat badan, 4) untuk latihan kekuatan otot bahu, lengan, dan dada beban awal yang diberikan: 50-100% berat badan (Sajoto, M. 1995:34).

Tentang jumlah ulangan dan rangkaian, berikutnya dijelaskan bahwa dalam tingkat awal suatu latihan hendaknya diberikan dengan jumlah ulangan banyak, beban ringan. Misalnya dengan ulangan 10 kali dalam satu rangkaian, yang kemudian berat beban bertambah, jumlah ulangan menjadi enam kali dan banyaknya rangkaian menjadi tiga rangkaian (Fox, E. L. 1988:154). Terhadap masalah jumlah berat beban awal, ulangan dan rangkaian tersebut, para ahli kesehatan olahraga mengemukakan pendapatnya antara lain, bahwa para pemula pada latihan minggu pertama sebaiknya berat beban cukup ringan dengan dengan jumlah ulangan 8-12 kali, dan jumlah rangkaian sebanyak tiga (Jackson, S.A dan Ross, M.R. 1986:74). Apabila secara teknis melakukannya sudah benar, maka program berikutnya dapat dilaksanakan sebagai berikut, misal kalau jumlah berat beban 65-75%, dari 1-RM, jumlah ulangan dilakukan sebanyak tiga rangkaian.

Mengenai masalah adanya variasi jumlah ulangan, terjadi pula dalam menentukan masa istirahat antara satu rangkaian ke rangkaian berikutnya. Antara lain dikemukakan bila latihan lebih dari satu rangkaian, maka masa istrirahat antar rangkaian adalah 1-2 menit (O’Shea, P.J. 1976:35). Pendapat lain menyatakan bahwa interval


(64)

waktu istirahat antar rangkaian tergantung tipe latihan kekuatan, irama, dan lama pelaksanaan serta jenis otot yang terlibat (Bompa, Tudor O. 1983:279). Ozolin seperti yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:29) menyatakan agar dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan maksimum, maka interval waktu antar rangkaian adalah 2-5 menit. Dan apabila latihan dilakukan secara habis-habisan (all out), maka disarankan agar waktu interval adalah 5-10 menit.

Berikutnya walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit berapa lama waktu istirahat waktu antar rangkaian, namun secara implisit dalam menyampaikan contoh program latihan isotonik, menyebutkan bahwa interval waktu istirahat antar rangkaian adalah 5-10 menit (Fox, E. L. 1988:155). Hal ini dimungkinkan karena kelompok otot yang dilatih cukup banyak sehingga otot-otot yang berperan sebagai agonis maupun antagonis serta stabilisator akan saling bekerja secara serentak, yang akan menimbulkan kelelahan yang cukup berat apabila waktu istirahat antar rangkaian lebih singkat. Selanjutnya tentang beberapa rangkaian dalam suatu latihan yang menyebabkan hasilnya cukup efektif, ternyata hampir tidak ada perbedaan pendapat yang berarti dan pada umumnya disepakati bahwa latihan dengan tiga rangkaian akan menghasilkan kenaikan kekuatan secara efektif. Demikian pula terhadap masalah banyaknya latihan setiap minggu, para ahli sepakat bahwa latihan tiga kali seminggu dengan selang waktu satu hari misalnya Senin, Rabu,


(65)

Jumat, dan seterusnya, akan mengakibatkan jaringan-jaringan otot telah pulih kembali (recovery) dari rasa lelah serta bertambah kuat karena secara fisiologis otot-otot telah beradaptasi terhadap beban latihan yang dilakukannya, dibanding dengan latihan yang lebih banyak dari itu.

Pada suatu saat pada keadaan tertentu, otot tidak lagi bertambah kekuatannya, apabila kepadanya diberikan tekanan yang tidak menyebabkan rangsang yang cukup beratnya, yaitu beban yang lebih berat lagi. Dalam kondisi seperti ini, sesuai dengan prinsip overload, otot perlu memperoleh beban baru yang lebih berat sebagai rangsangan yang cukup mampu memberi tekanan kontraksi lebih kuat. Karena secara fisiologis beban yang ringan tidak lagi dapat memberikan rangsang terhadap enzim otot untuk berkontraksi maksimal yang ditimbulkan adanya rangsang dari beban lebih besar daripada normal.

Untuk menentukan kapan tambahan berat beban latihan diberikan, tidak terdapat rumus secara pasti yang merupakan suatu standar. Menurut Sajoto, M. (1995:71) menyebutkan bahwa dalam menyusun program latihan beban hendaknya pemberian tambahan beban dilakukan setiap minggu. Tentang berapa jumlah beban yang harus ditambahkan setiap minggu, pada waktu mulai suatu latihan baru, dikemukakan bahwa jumlah tambahan berat beban maksimum untuk bench press dan power clean adalah lima pon, sedang untuk


(66)

squat adalah sepuluh pon (O’Shea, P.J. 1976:36). Dengan alasan untuk mencegah terjadinya cedera dan timbulnya rasa frustasi serta untuk menjamin kenaikan beban yang cukup sensitif secara progresif, dikemukakan bahwa tambahan beban baru hendaknya tidak lebih dari lima persen dari berat beban sebelumnya (Sajoto, M. 1995:71).

Suatu program latihan perlu dievaluasi dan untuk dapat memberikan evaluasi yang diharapkan bisa menunjukkan hasil kemajuan yang berarti dari suatu program latihan yang telah dilaksanakan, diperlukan batas waktu. Dalam hal ini, dengan nmengemukakan kecepatan tambahnya kenaikan kekuatan, menyatakan bahwa waktu lima minggu latihan merupakan batas waktu minimal yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk melakukan evaluasi suatu program latihan (O’Shea, P.J. 1976:74). Selanjutnya, ahli lain yang membicarakan masalah frekuensi dan lama latihan beban, mengemukakan bahwa hasil latihan kekuatan yang dicapai secara signifikan oleh seseorang, yaitu apabila dia telah menjalani program latihan selama enam minggu atau lebih (Fox, E. L. 1988:152). Sedang pendapat lain menyatakan bahwa tes untuk mengevaluasi hasil latihan kekuatan dapat dilaksanakan setelah antara 4-6 minggu dari suatu masa latihan mikro (Bompa, Tudor O. 1983:52).


(67)

Dengan memperhatikan berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli, tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan program latihan beban seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya penambahan beban suatu program latihan kekuatan, adalah usaha meningkatkan intesitas latihan dengan melakukan manipulasi salah satu atau lebih dari faktor-faktor permasalahan, yaitu misal berat beban, frekuensi rangkaian dan faktor lainnya yang terkait. Sebagai contoh seorang pelatih boleh saja dalam menyusun program latihan beban bagi para atletnya tetap berpegang pada prinsip latihan secara overload dan progresif. Mereka meningkatkan intensitas latihan setiap minggunya hanya dengan menambah berat beban saja, sedang faktor-faktor lainnya seperti jumlah ulangan, jumlah rangkaian dan lainya tetap seperti semula. Prinsip-prinsip yang perlu ditaati dalam latihan meningkatkan power otot: 1) power otot dikembangkan melalui pembebanan-lebih otot secara eksplosif, 2) intensitas latihan; sebanding dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu 1/5 – 4/5 kekuatan maksimal, dan 3) lamanya latihan; kontraksi berlangsung dalam waktu yang sesingkat mungkin (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:34-35).


(68)

d. Latihan Bench Press

Latihan bench press adalah merupakan salah satu bentuk latihan dengan menggunakan beban. Latihan ini berfungsi untuk mengembangkan power otot-otot tubuh bagian atas, yaitu otot bahu, lengan, dan dada dengan menggunakan beban eksternal ialah barbel. Latihan bench press dilakukan dengan cara memberikan beban pada tubuh berupa barbel, untuk peningkatan kekuatan, power, dan daya tahan otot. Hasil yang diperoleh dari latihan dengan menggunakan beban adalah kemampuan otot menjadi lebih baik daripada sebelum latihan dilakukan. Tujuan latihan bench press dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan power otot-otot tubuh bagian atas, yaitu: deltoid, upper pectoralis mayor, trapezius, latissimus dorsi, dan triceps, yang semuanya berfungsi untuk menggerakkan lengan dalam menolakkan peluru (lihat gambar 12 dan 13 halaman 54 dan 55). Cara melakukan latihan bench press adalah sebagai berikut: 1) Beban di dada dengan kedua tangan memegang tangkai (bar) barbel selebar bahu, 2) Sikap kedua kaki segaris dan terbuka kira-kira selebar bahu, 3) Mendorong barbel ke atas sampai lengan lurus, kemudian menurunkan kembali barbel di dada. (Lihat gambar 9 halaman 51).


(69)

e. Latihan Bench Press Sudut 45°

Latihan ini dilakukan dengan sudut 45° pada sebuah bangku yang miring ke arah atas (kepala posisi miring ke arah atas). Penentuan sudut 135° diambil dari posisi bangku. Barbel diletakkan di atas dada dengan kedua tangan memegang tangkai (bar) barbel selebar bahu, sikap kedua kaki segaris dan terbuka kira-kira selebar bahu, kemudian kedua tangan mendorong barbel ke atas sampai tangan lurus, dan terakhir adalah menurunkan kembali barbel di dada. (lihat gambar 10 halaman 52).

Gambar 9: Latihan Bench Press (Sumber: Baechle, Thomas R. 2003. Latihan Beban. Terjemahan Razi Siregar. Jakarta. PT Raja Grafindo:177)


(70)

Gambar 10. Latihan Bench Press Sudut 45° (Sumber: Baechle, Thomas R. 2003. Latihan Beban. Terjemahan Razi Siregar. Jakarta. PT Raja Grafindo:177)

f. Latihan Bench Press Sudut 135°

Latihan ini dilakukan dengan sudut 135° pada sebuah bangku yang miring ke arah bawah (kepala posisi miring ke arah bawah). Penentuan sudut 135° diambil dari posisi bangku. Barbel diletakkan di atas dada dengan kedua tangan memegang tangkai (bar) barbel selebar bahu, sikap kedua kaki segaris dan terbuka kira-kira selebar bahu, kemudian kedua tangan mendorong barbel ke atas sampai tangan lurus, dan terakhir adalah menurunkan kembali barbel di dada (lihat gambar 11 halaman 53) .


(71)

Gambar 11. Latihan Bench Press Sudut 135° (Sumber: Baechle, Thomas R.2003.Latihan beban.Terjemahan Razi Siregar.Jakarta. PT Raja Grafindo:177)

2.1.5 Pengertian Berat Badan

Untuk mencapai prestasi dalam olahraga, diperlukan usaha upaya yang harus diperhitungkan dengan suatu pembinaan melalui suatu pembibitan yang dilakukan dengan baik. Sajoto, M (1995:2-3) menyatakan bahwa struktur dan postur tubuh, termasuk ukuran tinggi dan panjang tubuh, ukuran besar, lebar, dan berat badan serta bentuk tubuh merupakan salah satu faktor penentu pencapaian prestasi dalam olahraga. Berat badan adalah konsep yang diberikan pada ukuran dari jumlah massa tubuh (misalnya, tulang, otot, lemak, jaringan, dll.) yang dibawa oleh kita kemanapun. Semakin banyak jumlah massa dalam tubuh akan semakin berat (Mahendra, Agus. 2003:2).


(1)

(2)

(3)

178

Lampiran 33

Gambar 15. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien Kriteria Berat Badan Normal Gemuk.

Gambar 16. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien Kriteria Berat Badan Normal Kurus.


(4)

Lanjutan Lampiran 33

Gambar 17. Pelaksanaan Program Latihan Bench Press Sudut 135° dan Sudut 45°.

Gambar 18. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien Kelompok Sampel Berat Badan Normal Gemuk.


(5)

180

Lanjutan lampiran 33

Gambar 19. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien Kelompok Sampel Berat Badan Normal Kurus.


(6)

RIWAYAT HIDUP

MUHLISIN, lahir di Grobogan – Jawa Tengah pada 8 Agustus 1973, merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari ayah Daman dan ibu Satiyem.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan tahun 1986 di Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Riyadlatul-Mubtadiin Panunggalan – Grobogan. Menyelesaikan pendidikan sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1990 di Madrasah Tsanawiyyah (MTs) Miftahul-Huda Panunggalan – Grobogan. Menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Nahdlatul-Ulama Panunggalan – Grobogan dan lulus tahun 1993. Melanjutkan studi di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Semarang pada tahun 1993 jurusan Pendidikan Olah Raga dan lulus pada tahun 1998.

Mulai mengajar sebagai guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan pada tahun 1997 di SMA “Widya-Wiyata”, dan SMEA “Gedong-Songo” Manyaran – Semarang Barat. Tahun 1998 mengajar sebagai guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di SMA “Kesatrian I“ Kali Banteng – Semarang Barat. Tahun 1999 mengajar sebagai guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di SMA Negeri 1 Kedungreja – Cilacap. Dari tahun 2000 sampai sekarang mengajar sebagai guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di SMK Negeri 1 Wanareja - Kab. Cilacap.

Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2005 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dan terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2006 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25