tesis risprapti prasetyowati S831208072

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan petunjuk serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pengembangan Modul IPA SMP Berbasis Inkuiri Terbimbing pada Materi Tekanan”.

Penulisan tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan, arahan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2. Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains.

4. Dra. Suparmi, M.A., Ph.D, selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr. Sarwanto, M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah mengarahkan dan memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini. 6. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D., dan Sukarmin, M.Si., Ph.D, selaku penelaah

yang telah menelaah dan memberikan saran untuk perbaikan modul. 7. Segenap staf SMP N 2 Ngrampal yang telah membantu penulis

memperoleh informasi dalam penulisan tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan dalam penulisan tesis ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya, akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Aamiin.

Surakarta, 2014 Penulis


(6)

Dan Allah tidak menj gembira bagi keme kemenanganmu itu ha (QS. Ali Imran:126)

Allah akan meninggi orang yang diberi ilmu

Segala puji bagi Allah Quran) dan Dia tidak yang lurus, untuk me memberi berita gembi amal saleh, bahwa me

(QS: Al Kahfi ayat

1-vi MOTTO

enjadikan pemberian bala bantuan itu melainka menanganmu, dan agar tentram hatimu ka u hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa, lagi Ma

)

ggikan orang-orang yang beriman diantara ka lmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al Muj

llah yang telah menurunkan kepada hamba-Ny dak mengadakan kebengkokan di dalamnya; seba

memperingatkan siksaan yang sangat pedih dar mbira kepada orang-orang yang beriman, yan mereka akan mendapat pembalasan yang baik,

t 1-2)

nkan sebagai kabar u karenanya. Dan i Maha Bijaksana.

kamu dan Mujadilah:11)

Nya Al Kitab (Al-sebagai bimbingan dari sisi Allah dan yang mengerjakan k,


(7)

vii

PERSEMBAHAN

1. Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah yang telah diberikan, serta junjungan besar kita nabi Muhammad SAW.

2. Bapak dan Ibunda tercinta yang selalu mengarahkan, memberikan semangat, do’a dan kasih sayang.

4. Teman-teman Mahasiswa Pendidikan Sains Minat Fisika 2012

3. Kakakku Mas Hery, Mbak Sari, Mbak Rita, keponakanku ,rhab dan ,stahal.


(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 12

G. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 14

1. Teori Belajar ... 14

2. Hakikat Pembelajaran... 29

3. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... 30

4. Bahan Ajar... 40

5. Media Pembelajaran ... 42 Halaman


(9)

ix

6. Modul ... 46

7. IPA... 53

8. Prestasi Belajar ... 55

9. Materi Tekanan... 58

B. Penelitian yang Relevan... 68

C. Kerangka Berpikir... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Model Pengembangan ... 74

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 74

C. Prosedur Pengembangan ... 74

D. Subjek Penelitian ... 95

E. Jenis Data ... 96

F. Instrumen Pengumpulan Data... 97

G. Teknik Analisis Data... 98

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian dan Pengembangan ... 106

B. Pembahasan Hasil Penelitian dan Pengembangan ... 154

C. Temuan Lapangan... 176

D. Keterbatasan Penelitian... 176

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 178

B. Implikasi... 182

C. Saran ... 182

DAFTAR PUSTAKA ... 185

LAMPIRAN ... 192


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Benda Cair Berada pada Keadaan Keseimbangan ... 59

Gambar 2.2 Dongkrak Hidrolik ... 61

Gambar 2.3 Bejana Berhubungan ... 62

Gambar 2.4 Gaya Eksternal yang Bekerja pada Suatu Bagian Cairan ... 64

Gambar 2.5 Benda Tenggelam Sepenuhnya ... 65

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Tekanan dengan Ketinggian... 67

Gambar 2.7 Barometer Logam... 67

Gambar 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development ... 75

Gambar 4.1 Hasil Validasi Modul Draf 1 oleh Dosen ... 114

Gambar 4.2 Hasil Validasi Modul Draf 1 oleh Guru ... 115

Gambar 4.3 Hasil Validasi Modul Draf 1 oleh Teman Sejawat ... 116

Gambar 4.4 Revisi Modul Saran 1... 119

Gambar 4.5 Revisi Modul Saran 2... 120

Gambar 4.6 Revisi Modul Saran 3... 121

Gambar 4.7 Revisi Modul Saran 4... 122

Gambar 4.8 Revisi Modul Saran 5... 123

Gambar 4.9 Revisi Modul Saran 6... 125

Gambar 4.10 Revisi Modul Saran 7... 126

Gambar 4.11 Hasil Respon Siswa terhadap Keterbacaan Modul ... 128 Gambar 4.12 Grafik Peningkatan Prosentase Jumlah Siswa Menjawab Betul 132

Halaman


(11)

xi

Gambar 4.13 Tingkat Keterpahaman Materi ... 134

Gambar 4.14 Prosentase Siswa Menjawab Betul Soal Kegiatan Inkuiri ... 135

Gambar 4.15 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Pretest Postest ... 137

Gambar 4.16 Histogram Kenaikan Skor Pretest dan Postest ... 141

Gambar 4.17 Histogram Distribusi Tingkat Kecapaian Hasil Belajar ... 142

Gambar 4.18 Histrogram Distribusi Frekuensi Penilaian Psikomotorik... 144

Gambar 4.19 Histrogram Distribusi Frekuensi Penilaian Afektif... 148


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skenario Pembelajaran Inkuiri... 34

Tabel 2.2 Fase dalam Menerapkan Pembelajaran Inkuiri ... 35

Tabel 2.3 Tahapan Hasil Pengembangan dalam Menerapkan Inkuiri ... 36

Tabel 3.1 Tingkat Validitas Soal Tes Akhir Modul ... 91

Tabel 3.2 Indeks Kesukaran Soal Tes Akhir Modul ... 93

Tabel 3.3 Daya Pembeda Soal Tes Akhir Modul... 95

Tabel 3.4 Desain Penelitian ... 95

Tabel 3.5 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif ... 100

Tabel 3.6 Kriteria Skor Rata-rata menjadi Nilai dengan Kriteria ... 105

Tabel 4.1 Hasil Analisis Angket Pengungkap Kebutuhan Siswa ... 107

Tabel 4.2 Hasil Analisis Angket Pengungkap Kebutuhan Guru... 108

Tabel 4.3 Hasil Validasi Draf 1 oleh Dosen ... 114

Tabel 4.4 Hasil Validasi Draf 1 oleh Guru ... 115

Tabel 4.5 Hasil Validasi Draf 1 oleh Teman Sejawat ... 116

Tabel 4.6 Saran dan Revisi Tahap 1 ... 118

Tabel 4.7 Hasil Respon Siswa terhadap Keterbacaan Modul ... 128

Tabel 4.8 Distribusi Analisis Jawaban Siswa ... 132

Tabel 4.9 Prosentase Siswa Menjawab Betul Soal Kegiatan Inkuiri ... 135

Tabel 4.10 Analisis Jawaban Soal Pengembangan ... 136

Tabel 4.11 Distribusi Butir Soal Pengembangan ... 136

Tabel 4.12 Hasil Analisis Data Pretest dan Postest ... 137 Halaman


(13)

xiii

Tabel 4.13 Analisis Hasil Belajar Pretest dan Postest ... 139

Tabel 4.14 Hasil Data Gain dan Ngain... 140

Tabel 4.15 Peningkatan Hasil Belajar Pretest Postest... 141

Tabel 4.16 Analisis Gain Ternormalisasi... 142

Tabel 4.17 Deskripsi Data Hasil Penilaian Psikomotorik... 143

Tabel 4.18 Distribusi Penilaian Psikomotorik ... 144

Tabel 4.19 Deskripsi Data Hasil Penilaian Afektif ... 147

Tabel 4.20 Distribusi Penilaian Afektif ... 148

Tabel 4.21 Hasil Respon Siswa... 151

Tabel 4.22 Hasil Respon Guru ... 153


(14)

xiv LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Kebutuhan Siswa ... 192

Lampiran 2 Analisis Kebutuhan Guru ... 196

Lampiran 3 Daya Serap Siswa pada Materi Tekanan Tahun 2012/2013... 201

Lampiran 4 Hasil Validasi Silabus... 202

Lampiran 5 Hasil Validasi RPP ... 209

Lampiran 6. Hasil Validasi Kisi-Kisi Soal Tes Prestasi Belajar ... 223

Lampiran 7. Hasil Validasi Modul ... 230

Lampiran 8. Hasil Respon Siswa terhadap Keterbacaaan Modul ... 287

Lampiran 9. Angket Respon Siswa... 292

Lampiran 10. Angket Respon Guru IPA... 301

Lampiran 11. Analisis Hasil Tryout Soal Tes Prestasi Belajar ... 306

Lampiran 12. Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar... 307

Lampiran 13. Soal Tes Prestasi Belajar ... 308

Lampiran 14. Hasil Pretest... 318

Lampiran 15. Hasil Postest ... 320

Lampiran 16. Analisis Hasil Pretest dan Postest... 322

Lampiran 17. Analisis Hasil Tes Soal Kegiatan Inkuiri ... 325

Lampiran 18. Analisis Hasil Tes Soal Pengembangan ... 327

Lampiran 19. Nilai Gain dan Ngain... 329

Lampiran 20. Output Analisis Nilai Menggunakan SPSS 18 ... 330

Lampiran 21. Kisi Kisi Soal Tes Pretest dan Postest ... 334 Halaman


(15)

xv

Lampiran 22. Soal Tes Pretest dan Postest ... 335

Lampiran 23. Penilaian Afektif... 342

Lampiran 24. Penilaian Psikomotorik... 354

Lampiran 25. Silabus ... 366

Lampiran 26. RPP ... 375

Lampiran 27. Dokumentasi Penelitian... 452

Lampiran 28. Surat Keterangan Penelitian ... 455


(16)

xvi

Risprapti Prasetyowati, 2014. Pengembangan Modul IPA SMP Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi Tekanan. TESIS. Pembimbing I: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D., Pembimbing II: Dr. Sarwanto, M.Si. Program Studi Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) prosedur pengembangan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan; (2) kelayakan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan; (3) efektivitas modul IPA berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan di SMP N 2 Ngrampal terhadap hasil belajar.

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang mengacu pada model Thiagarajan. Penilaian modul dilaksanakan 6 tahap yaitu validasi ahli materi dan kegrafikan, validasi guru, validasi sejawat, uji coba kecil dilaksanakan pada 8 siswa, uji coba diperluas dilaksanakan 31 siswa SMP N 2 Ngrampal dan penyebaran modul pada guru IPA SMP. Data hasil penelitian berupa nilai validasi modul oleh ahli, guru dan sejawat, respon keterbacaan siswa, nilai tes prestasi, respon siswa, dan respon guru.

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan: (1) prosedur pengembangan modul IPA berbasis inkuiri terbimbing menggunakan model 4-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan mencakup define, design, develop dan disseminate; dengan modifikasi pada tahap disseminate dilakukan dengan cara sosialisasi modul melalui pendistribusian dengan jumlah terbatas kepada guru; (2) modul IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan yang dikembangkan memiliki kelayakan dengan kategori sangat baik yang mencakup aspek isi, bahasa, penyajian, kegrafikan dan kesesuaian dengan inkuiri. Hasil validasi yaitu validasi ahli rata-rata 3,42 nilai terendah pada aspek kegrafikan ada beberapa kontent yang perlu direvisi yang dipandang kurang menarik, validasi guru rata-rata 3,52 nilai terendah pada aspek penyajian perlu penambahan pada glosarium, validasi sejawat rata-rata 3,48 dalam penyajian kurang adanya petunjuk dalam mengerjakan soal, uji coba skala kecil rata-rata 3,45 nilai terendah pada aspek bahasa, ada beberapa kalimat belum jelas dan kurang dipahami, uji coba skala besar rata-rata 3,56 nilai terendah pada aspek bahasa, pada awal pembelajaran siswa masih asing dengan istilah yang belum pernah diketahui tetapi setelah pembelajaran berlangsung dan membaca petunjuk yang jelas, maka siswa mulai memahami sehingga proses pembelajaran berjalan lancar dan respon guru SMP rata-rata 3,50 materi tersusun sistematis, runtut sehingga mudah dipahami, tampilannya menarik dengan gambar memperjelas konsep; (3) modul produk pengembangan efektif untuk menaikkan rerata hasil belajar ditinjau dari skor rata-rata pretest 50,66 dan postest 71,90 serta ketuntasan belajar mencapai 77%.

Kata kunci : modul, IPA, SMP, inkuiri terbimbing, tekanan


(17)

xvii

Risprapti Prasetyowati, 2014. The Development Of Guided Inquiry-Based Science Modules Junior High On Material Pressure. Thesis : Lecturer I Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Lecturer II: Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si., Master Study Program Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret Surakarta University.

ABSTRACT

The aims of the research are to analyze : (1) procedure development of modules guided inquiry-based science learning at the junior high pressure material; (2) Determine the feasibility of modules guided inquiry-based science learning at the junior high pressure material; (3) the effectiveness of guided inquiry-based science module to the material pressure in SMP N 2 Ngrampal on learning outcomes.

This study is a research and development that refers to the model Thiagarajan. Assessment of the module conducted through 6 stages: validation of lesson expert and design, validation by teacher, validation of peer review, Small trials consisted of 8 students, larger trials consisted of 31 students of SMP N 2 Ngrampal, and deployment of module on junior science teacher. Research data in the form of score validation of modules by experts, teachers and peers, students legibility response, achievement test scores, student response, and teacher responses.

Based on the results of data analysis concluded: (1) procedure development guided inquiry-based science modules using the model 4-D advanced by Thiagarajan encompass define, design, develop and disseminate; with modifications to the stage disseminate done by way of socialization module through distribution with limited number of teachers. (2) modules guided inquiry-based science learning at the junior high pressure material that was developed have eligibility with the very good category which includes aspects of the content, language, presentation, design, and compatibility with inquiry. The results of the validation that is the validation of expert averaged 3.42 the lowest value on aspects design there is some content that needs to be revised are considered less interesting,validation of teachers averaged 3.52, the lowest value on aspects presentation need to additions to the glossary, validation of peer review average of 3.48, in the presentation of a lack of clue in working on, small-scale trials an average of 3.45, the lowest value on aspects language there are a few sentences unclear and poorly understood, large-scale trials averaged 3.56, the lowest value on aspects language in early the learning students are not familiar with the term that has never been known but after the learning take place and read the clue clear, then students begin to understand so that the learning process goes smoothly, and junior high school teacher responses on average 3.50; systematic coherently material is made systematic, cascading so it is easy to understand, looks interesting with image clarify the concept; (3) module product development effective to increase the average learning outcomes in terms of the average pretest score of 50.66 and posttest 71,90 and learning completeness achieve 77%.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan merupakan keberhasilan totalitas layanan manajemen pendidikan dalam menghantarkan peserta didik memiliki nilai-nilai yang bermakna bagi kehidupan. Mutu pendidikan masih merupakan impian dan harapan bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah berupaya meningkatkan perbaikan mutu pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Upaya perbaikan mutu meliputi konteks pembaruan pendidikan diantaranya pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode pembelajaran. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan harkat martabat manusia Indonesia, Sehingga pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Salah satu upaya perbaikan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan pembaharuan kurikulum. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, dan mampu mengakomodasi keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Saat ini pemerintah sedang menerapkan kurikulum dengan mengembangkan kurikulum 2013 yang mengacu pembelajaran dengan proses saintifik dan pembentukan watak peserta didik yang beriman dan berakhlak mulia.

Terbentuknya manusia-manusia unggul dapat tercapai jika memiliki keterampilan dan kemampuan dasar dalam hidupnya meliputi keterampilan membaca, menulis, berhitung, belajar sepanjang hidup, memecahkan masalah,commit to user


(19)

mengambil keputusan, mampu beradaptasi, dapat memotivasi diri dan mampu menyusun pertimbangan dari berbagai alternatif pemecahan masalah. Penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas ini merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.

Media pembelajaran mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan faktor-faktor pendidikan yang lain, tetapi terkadang kurang diperhatikan guru. Padahal dengan pemilihan media yang tepat, merupakan kunci keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses komunikasi yang diwujudkan melalui kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan, keahlian, keterampilan, ide, pengalaman dan sebagainya. Informasi dapat dikemas dalam satu kesatuan yaitu bahan ajar. Bahan ajar merupakan seperangkat materi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik mempelajari suatu kompetensi secara runtun dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai kompetensi secara utuh dan terpadu.

Keterbatasan bahan ajar IPA menjadi salah satu penghambat pelaksanaan pembelajaran. Pada penelitian ini mencoba mengembangkan bahan ajar yang berupa modul IPA. Modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi pendidik. Jika pendidik mempunyai fungsi menjelaskan sesuatu,


(20)

maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya (Andi Prastowo, 2012 : 104), sehingga modul merupakan salah satu media pembelajaran yang memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Dengan adanya modul, siswa lebih dapat belajar terarah di rumah walaupun tidak ada guru. Modul yang disertai dengan gambar dan contoh dalam kehidupan sehari-hari diharapkan akan lebih menambah motivasi siswa untuk belajar.

Pemilihan metode yang tepat dalam pengembangan modul menjadi salah satu hal yang penting. Pemilihan metode yang salah hanya akan membuat IPA menjadi sulit dan membosankan bagi para siswa. Pada pengembangan ini akan menggunakan pendekatan inkuiri. Inkuiri berasal dari kata to inquire yang artinya ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi dan melakukan penyelidikan. Sehingga inkuiri dapat diartikan sebagai salah satu cara belajar yang bersifat mencari pemecahan permasalahan dengan cara kritis, analisis dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan. Pendekatan inkuiri dilaksanakan dengan bimbingan guru dan prosesnya guru memberikan bimbingan atau petunjuk yang cukup kepada siswa. Petunjuk itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya membimbing untuk memperoleh konsep. Pada kegiatan pembelajaran siswa dilibatkan secara aktif dalam proses mencari tahu untuk mampu menginterpretasikan informasi, membedakan antara asumsi yang benar dan yang salah serta memandang suatu kebenaran dan hubungannya dengan berbagai situasi. Jadi siswa tidak hanya


(21)

memiliki informasi tetapi lebih jauh lagi, siswa menempatkan diri sebagai sainstis yang melakukan penelitian, berpikir dan merasakan lingkungan penelitian (Abdul Kodir, 2011: 182).

Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa hakekat IPA adalah

sebagai produk (“a body of knowledge”), sikap (“a way of thinking”), dan proses

(“a way of investigating”).Saintis mempelajari gejala melalui proses dan sikap ilmiah tertentu. Proses itu dilakukan melalui pengamatan dan eksperimen. Sedangkan sikap ilmiah terbentuk melalui proses yang dapat berupa sikap objektif dan jujur pada waktu mengumpulkan data. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah maka saintis memperoleh penemuan-penemuan yang dapat berupa fakta atau teori dan penemuan itulah yang disebut sebagai produk. Sehingga dapat disimpulkan dalam pembelajaran IPA untuk meneliti masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan eksperimen, menganalisis data pengamatan, serta menarik simpulan. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hakekat IPA tersebut tercermin pada langkah-langkah inkuiri yang akan dijadikan metode pembelajaran dalam penelitian ini.

Strategi pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya, rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekitarnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan


(22)

untuk mengenal segala sesuatu melalui indera pengecapan, pendengaran, penglihatan dan indera-indera lainnya, hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus-menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna ketika didasari oleh keingintahuan. Tujuan utama pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pembelajaran yang berorientasi pada siswa.

Modul IPA berbasis inkuiri terbimbing dikembangkan dengan maksud untuk menumbuhkan kemampuan bekerja ilmiah, bersikap ilmiah dan dapat mengkomunikasikan sebagai komponen penting dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dengan metode inkuiri bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan berpikir. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu. Kenyataan yang selama ini terjadi di sekolah bahwa dalam proses pembelajaran tidak melalui inkuiri ilmiah melainkan didominasi oleh kegiatan transfer informasi dan bersifat hafalan, sehingga hasil belajar IPA di SMP menjadi rendah dan tidak bermakna.

Pembelajaran inkuiri menitikberatkan pada aktivitas dan pemberian pengalaman belajar secara langsung pada siswa. Pembelajaran berbasis inkuiri ini akan membawa dampak belajar perkembangan mental positif siswa, sebab melalui pembelajaran inkuiri, siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan


(23)

menemukan sendiri yang dibutuhkan terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak. Setiap siswa harus menggunakan segenap kemampuannya dan bertindak sebagai ilmuwan yang melakukan eksperimen dan mampu melakukan proses mental berinkuiri yang digambarkan dengan terapan-terapan yang dilaluinya.

Siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran inkuiri sehingga memperoleh kesempatan untuk menanyakan, menjelaskan, merancang dan menguji hipotesis yang dilakukan dapat melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis dan dapat merumuskan sendiri penemuannya. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran inkuiri diperlukan guru yang memiliki kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik yang dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran IPA berbasis inkuiri. Selain itu bahan ajar juga penting sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran inkuiri sehingga diperlukan pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis inkuiri.

Materi yang akan disampaikan dalam modul pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing adalah konsep tekanan. Materi ini tergolong mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun proses fisisnya harus dipelajari secara lebih mendasar dan mendetail. Materi tekanan merupakan bahan ajar IPA kelas VIII yang konsepnya abstrak dan komplek contohnya peristiwa benda terapung, melayang dan tenggelam dalam zat cair maka dalam pembelajaran menggunakan metode inkuiri. Pada materi tekanan ini diharapan materi tersebut dapat dikuasai siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar.


(24)

Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran IPA, sehingga perlu adanya fasilitas dan media pembelajaran menarik yang meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP N 2 Ngrampal, diketahui bahwa kebutuhan bahan ajar menjadi faktor utama yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. Selama ini bahan ajar yang digunakan guru dan siswa hanya buku paket yang dipinjam dari sekolah dan LKS yang hanya menguraikan sejumlah materi yang harus dikuasai siswa. Buku tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena tidak dapat membuat siswa tertarik untuk mempelajari, sehingga materi yang seharusnya dapat dikuasai siswa hanya sebagian yang dapat diserap. Hal ini menyebabkan prestasi belajar siswa rendah.

Hasil observasi di SMP N 2 Ngrampal Kabupaten Sragen menunjukkan belum adanya bahan ajar yang dapat mengembangkan keterampilan siswa secara menyeluruh dan terintegrasi. Pemahaman siswa tentang konsep menjadi tidak maksimal, sehingga menyebabkan kemampuan berpikir siswa rendah, pengetahuan yang dimilikinya kurang mendalam dan berakibat pada hasil belajar rendah.

SMP N 2 Ngrampal Kabupaten Sragen merupakan Sekolah Standar Nasional, siswa dituntut untuk belajar lebih baik dari siswa-siswa di sekolah reguler. Agar siswa dapat menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan, maka siswa perlu memiliki sikap kemandirian belajar yang tinggi. Namun kenyataannya belum banyak dimiliki oleh siswa dan guru. Diantaranya yaitu dalam proses pembelajaran masih sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan


(25)

ketika pelajaran, saat siswa diberi topik untuk melaksanakan diskusi masih banyak siswa yang pasif mengajukan atau menjawab pertanyaan. Ditinjau dari segi guru, masih banyak guru mendominasi dalam proses pembelajaran, buku ajar yang digunakan adalah buku paket sekolah dan LKS yang penggunaannya tidak maksimal, guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran.

Hasil observasi tentang permasalahan dalam proses pembelajaran mempengaruhi prestasi belajar siswa. Data hasil ulangan harian untuk mata pelajaran IPA kelas VIII menunjukkan hasil yang masih rendah. Hal ini tampak dari tingkat pencapaian ketuntasan materi pada KKM IPA yaitu 75, rata-rata perkelas siswa yang tuntas kurang dari 60%.

Bahan ajar berupa modul dibutuhkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan menguasai konsep secara menyeluruh. Modul sangat berpotensi menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas, karena modul dirancang untuk belajar secara mandiri oleh peserta pembelajaran, modul dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar sendiri. sehingga peserta didik dapat belajar sendiri tanpa kehadiran pengajar secara langsung.

Abdul Kodir (2011) modul merupakan sarana pembelajaran yan berisi materi, metode, batasan batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar latihan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri. Dalam pengembangan modul ini yang dikembangkan adalah modul berbasis inkuiri terbimbing yaitu modul yang dalam kegiatan intinya mengikuti


(26)

langkah pada sintaks inkuiri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menemukan konsep melalui serangkaian kegiatan belajar. Selain itu juga mengarahkan siswa berpikir menemukan konsep yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengembangan modul IPA berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan di SMP N 2 Ngrampal. Diharapkan modul nantinya dapat membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

B. Identifikasi masalah

Latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Upaya perbaikan mutu pendidikan meliputi konteks pembaruan pendidikan diantaranya pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode pembelajaran.

2. Belajar IPA masih dianggap sulit, membosankan dan tidak menyenangkan bagi para siswa.

3. Banyak siswa yang pasif dan sedikit yang mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran. Sehingga pembelajaran IPA masih banyak terpusat pada guru.

4. Keterbatasan bahan ajar IPA menjadi salah satu penghambat pelaksanaan pembelajaran.

5. Masih jarang ditemukan modul yang menjadikan inkuiri sebagai basis pengembangan.


(27)

6. Sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya, rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekitarnya yang tercermin pada langkah-langkah inkuiri.

7. Untuk menghadapi kurikulum 2013 yang akan diterapkan, SMP N 2 Ngrampal membutuhkan bahan ajar yang memiliki karakteristik yang mencakup proses saintifik yang salah satunya tercermin pada metode inkuiri sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan bahan ajar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat diketahui bahwa masalah dalam penelitian ini sangat luas. Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan dibatasi pada:

1. Pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis inkuiri terbimbing kelas VIII jenjang SMP pada materi tekanan.

2. Modul pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing hanya dikembangkan dalam pokok bahasan tekanan.

3. Pada tahap penyebaran dilakukan dengan cara sosialisasi modul melalui pendistribusian dengan jumlah terbatas kepada guru.


(28)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka di dapat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur pengembangan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan ?

2. Bagaimana kelayakan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan?

3. Bagaimana efektivitas modul IPA berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan di SMP N 2 Ngrampal terhadap hasil belajar?

E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis prosedur pengembangan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan.

2. Menganalisis kelayakan modul pembelajaran IPA SMP berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan.

3. Menganalisis efektivitas modul IPA berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan di SMP N 2 Ngrampal terhadap hasil belajar.


(29)

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang akan dikembangkan memiliki spesifikasi sebagai berikut: 1. Produk berupa modul IPA berbasis inkuiri terbimbing pada materi tekanan

untuk SMP/MTs Kelas VIII.

2. Produk yang disusun merupakan modul berbasis inkuiri terbimbing dengan karakteristik self instructional yang memiliki kelengkapan bahan ajar mandiri berupa :

a. Halaman Judul.

b. Petunjuk penggunaan modul. c. Rumusan tujuan pembelajaran.

d. Materi pembelajaran yang berisi pengetahuan, keterampilan, sikap yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik.

e. Prosedur atau kegiatan pembelajaran yang harus diikuti oleh pengguna untuk mempelajari modul berdasarkan kemampuan inkuiri ( identifikasi masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, analisis data dan generalisasi).

f. Kilas balik yang membahas tentang contoh penyelesaian soal.

g. Tes pengetahuan yang berfungsi mengukur kemampuan siswa dalam menguasai pembelajaran dalam modul.

h. Suplemen konsep yang memuat ringkasan materi untuk memantapkan pemahaman materi pelajaran yang telah ditemukan dalam kegiatan belajar.

i. Kunci jawaban dari soal dan latihan. commit to user


(30)

j. Glosarium yang berisi pengertian terhadap istilah-istilah sulit.

3. Penjabaran materi dan petunjuk di dalam modul dapat merangsang siswa untuk mau menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan ilmiah yang ada. 4. Modul berbentuk media cetak.

G. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Menambah pengalaman siswa dalam mempelajari IPA.

2. Menambah ketersediaan modul IPA berbasis inkuiri pada materi tekanan 3. Memotivasi guru untuk mengikuti pengembangan bahan ajar IPA.


(31)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Teori Belajar

a. Teori Belajar Burner

1) Pemikiran Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner

Jerome Bruner mengembangkan empat tema pendidikan (Jeri, 2014), tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan dapat menolong siswa untuk melihat fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Bruner menyatakan bahwa kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.

Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak. Tema keempat adalah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pengembangan berfikir.commit to user


(32)

Penelitian yang sering dilakukan Bruner meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut (Asri Budiningsih, 2008: 40-41) :

a) Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsa

b) ngan.

c) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistik.

d) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang sesuatu yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.

e) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

f) Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.

g) Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi


(33)

2) Konsep Belajar penemuan Menurut Jerome Bruner

Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome Bruner ada tiga tahap yang ditempuh oleh siswa (Muhibbin Syah, 2006:10), yaitu: (1) tahap informasi (tahap penerimaan materi), (2) tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan (3) tahap evaluasi (tahap penilaian materi). Dan konsep ini merupakan konsep belajar yang menentang konsep belajar aliran behavioristik. Dari ketiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut adalah saling berkaitan.

a) Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah dimiliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan yang telah diketahui sebelumnya.

b) Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.

c) Tahap evaluasi

Kemampuan pengetahuan yang diperoleh dinilai dan ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Proses belajar ketiga tahapan ini selalu terdapat permasalahan yaitu banyaknya informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap tahapan tidak selalu sama. Hal ini


(34)

antara lain juga tergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. Konsep ini juga menjelaskan bahwa prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal peserta didik yang terjadi selama pengalaman belajar diberikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran harus bersifat penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumnya.

Konsep pembelajaran penemuan secara sadar mengembangkan proses belajar siswa yang mengarah kepada aspek jiwa dan aspek raga. Sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yaitu serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotorik atau menurut Ki Hajar Dewantara adalah menyangkut cipta, rasa dan karsa.

3) Proses Belajar Menurut Jerome Bruner

Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut “free discovery learning”. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum untuk memahami konsep kejujuran, misalnya siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret


(35)

tentang kejujuran. Contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan

kata “kejujuran”.

Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap (Muhibbin Syah, 2006:10). Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi yaitu untuk mengetahui hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Proses belajar penemuan menurut Burner yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Teori belajar Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning.

4) Proses Mengajar Menurut Jerome Bruner

Bruner mengemukakan perlunya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil, karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.


(36)

Sedangkan teori pembelajaran itu bersifat prespektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tujuan utama teori pembelajaran itu sendiri adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan cara-cara mengajarkan penjumlahan.

Guru mengajar menurut proses penemuan, tidak menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk final tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar, prosedurnya sebagai berikut (Ahmadi, 2005: 22-23):

a) Stimulus : kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berfikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

b) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan belajar kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).

c) Data Collection (pengumpulan data) : memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.

d) Data Processing (pengolahan data) : mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.


(37)

e) Verifikasi : mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya hipotesis yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.

f) Generalisasi : mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Selain itu Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya (Nasution, 2000 : 15) sebagai berikut :

a) Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”, yaitu menyajikan bahan -bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.

b) Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

c) Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.

d) Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprogram, yang

menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang respon murid.


(38)

Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap pembelajaran yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu : Enaktif, Ikonik dan Simbolik (Budiningsih, 2008 : 40-41).

a) Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitar, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

b) Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan. c) Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau

gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti Bruner tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

5) Peran Guru dalam Teori Jerome Bruner

Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dinyatakan sebagai berikut:


(39)

a) Merencanakan pelajaran demikian sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

b) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbul masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.

c) Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara-cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.


(40)

d) Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya rnemberikan saran-saran yang diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan secara maksimal sehingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.

e) Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti diketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.

Pènilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essai.

Peran guru menurut Bruner, guru biasa menjadi tutor, fasilitator, motivator dan evaluator. Pada belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.


(41)

6) Peran Teman dan Siswa

Peran teman dan siswa dianggap penting, sebagaimana diketahui bahwa teori Bruner ini lebih menekankan agar siswa dalam proses belajar-mengajarnya lebih berperan aktif, dan siswa diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Oleh karena itu dalam belajar guru perlu mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu (Slameto, 2003:12).

Peran teman dalam proses belajar “Discovery Learning” cukup diperlukan, mereka bisa saling bertukar informasi dari yang mereka pelajari dan temukan sendiri, selain itu teori ini bisa disajikan dalam bentuk diskusi kelas, demonstrasi, kegiatan laboratorium, kertas kerja siswa, dan evaluasi-evaluasi (Ahmadi, 2005:78).

7) Kelebihan dan Kelemahan Teori Jerome Bruner

Kelebihan dari Teori Belajar Penemuan (Free Dicovery Learning) adalah : (1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji kebermaknaan belajar. (2) Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat. (3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima. (4) Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa daripada disajikan dalam bentuk jadi. (5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar. (6) Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.


(42)

Kelemahan dari Teori Belajar Penemuan (Free Discovery Learning) adalah: (1) Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya kurang efektif. (2) Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari (Ahmadi, 2005:79).

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, segala sesuatu yang dilalui dalam kehidupan selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Teori kontruktivisme, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat


(43)

pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri. Dari uraian tersebut, makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya. Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru (Trianto,2007:13).

c. Teori Belajar Piaget

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:

1) Skemata

Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang


(44)

kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2) Asimilasi

Asimilasi adalah proses kognitif seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

3) Akomodasi

Pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema


(45)

baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

4) Keseimbangan

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

d. Teori Belajar Vygotsky

Karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.

Teori Vygotsky terdapat dua implikasi utama dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa


(46)

semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri (Trianto, 2007:27).

Uraian teori belajar diatas yang sejalan dengan penelitian dan pengembangan ini adalah toeri belajar Burner dan Piaget, bahwa penekanan teori tersebut pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator atau moderator. Hal itu tercermin dalam langkah-langkah inkuiri yang digunakan sebagai basis metode pembelajaran pada modul yang akan dikembangkan.

2. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu system atau proses membelajarkan subjek didik atau pembelajaran yang dirancang atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, jika pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, berarti pembelajaran terdiri dari atas sejumlah komponen yang terorganisir antara tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya jika pembelajaran dipandang sebagai proses maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar (Najib Sulhan, 2010 :7).

Proses pembelajaran dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semesteran, dan penyusunan persiapan mengajar antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh


(47)

pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya (Najib Sulhan, 2010:7).

3. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing a. Pembelajaran inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa inggris ‘inquiry’ yang artinya pertanyaan atau penyelidikan. Dalam pendekatan ini siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan bebas memilih atau mengatur objek belajarnya, bebas berkreasi melakukan penyelidikan sendiri, kemudian menarik kesimpulan dari permasalahan yang ada namun jika diperlukan bisa berdiskusi dengan guru untuk memahami permasalahan. Petersen (2006 : 21) mengatakan bahwa menyajikan sebuah penelitian berbasis model pembelajaran, siswa membangun pengetahuan sendiri, siswa bebas memilih materi pembelajaran selama investigasi pada habitat halaman sekolah, dan kontak dengan teman sebaya selama penyelidikan, mendiskusikan temuan-temuan dan memanfaatkan sumber-sumber belajar untuk mempertinggi pembelajaran.

Pendekatan inkuiri berangkat dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek belajar yang mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan demikian siswa lebih banyak melakuan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. Tentang inkuiri ini Dahlan dalam Sujarwo (2002 : 130)


(48)

menyebutkan inkuiri adalah stategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) yang lebih banya pengembangan kemampuan siswa untuk menentukan dan mereflesikan sifat kehidupan sosial. Inkuiri memberikan perhatian dalam membantu siswa menyelidiki teka-teki secara bebas yang dilakukan secara teratur. Siswa mencari jawab mengapa suatu peristiwa terjadi, mengumpulkan data dan mengolah data dan memecahkan persoalan secara logis.

b. Proses Inkuiri Terbimbing

Kindsvatter, dkk dalam Paul Suparno (2007:68) pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam dua bentuk pendekatan yakni inkuiri terbuka dan inkuiri terbimbing (terarah). Sedangkan Margono dalam Sujarwo (2002 : 17) mengatakan dengan memperhatikan besar kecilnya informasi dari guru kepada siswa, inkuiri dibedakan menjadi inkuiri terpimpin, inkuiri bebas dan inkuiri bebas yang dimodifikasi.

Pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan inkuiri yang dilaksanakan dengan bimbingan guru. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Prosesnya guru memberikan bimbingan atau petunjuk yang cukup kepada siswa. Petunjuk itu berupa pertanyaan-pertanyaaan yang sifatnya membimbing. Artinya siswa dihadapkan pada permasalahan yang belum diketahui jawabannya. Untuk mendapatkan jawaban, siswa melakukan penyelidikan, analisis dan percobaan. Dengan demikian metode ini menitikberatkan pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa sendiri. Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, membantu siswa jika diperlukan.


(49)

Inkuiri terbimbing terdiri dari : (a) pernyataan masalah atau persoalan. Masalah untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai pertanyaan atau pertanyaan biasa; (b) hipotesis, siswa diminta menyusun hipotesis atau jawaban sementara dari permasalahan yang dimunculkan; (c) pengumpulan data, siswa diminta melakukan kegiatan yang telah dirancang guru, mengamati dan mencatat yang terjadi; (d) analisa data, siswa diminta menganalisa data yang terkumpul; (e) kesimpulan, siswa membuat kesimpulan dengan bimbingan guru.

Penggunaan model inkuiri terbimbing dalam pengembangan modul ini, disebabkan peserta didik merupakan siswa SMP sehingga dalam proses pembelajaran masih memerlukan bimbingan dari guru sebagai fasilitator. Gulo (2002) menyatakan bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data dan membuat kesimpulan.

c. Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Gulo (2002) menyatakan bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengajukan permasalahan

Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.


(50)

2) Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3) Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik atau grafik.

4) Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji

hipotesis adalah pemikiran ‘benar’ atau ‘salah’. Setelah memperoleh

kesimpulan dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukan.

5) Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa. Lima langkah pada inkuiri ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian. Berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru mempersiapkan skenario pembelajaran


(51)

sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar. Skenario pembelajaran inkuiri menurut Gulo (2002: 88-89) dapat dilihat pada Tabel 2.1 Skenario Pembelajaran Inkuiri.

Tabel 2.1 Skenario Pembelajaran Inkuiri Kegiatan siswa Sintak aliran

kegiatan

Kegiatan guru Keterangan 2.1 mendengarkan,

mempertanyakan, mengusulkan

Pengantar singkat tentang konten dan prosedur

2.1 memberikan penjelasan singkat dan penyeluruh tentang konten dan prosedur kerja

menentukan batas waktu

3.1 masuk ke dalam kelompok

Membentuk kelompok

3.1 mengorganisasi fasilitas dan kelompok

Menjajaki cara pembentukan kelompok 4.1 merumuskan,

mengklasifikasikan tujuan

4.2 urutan tugas

Klasifikasi tugas

4.1 mengamati, membantu,

mengarahkan 5.1 membaca,

bertanya, mengamati, membuat catatan, meneliti,mengorganisa si data

Kerja individual

5.1 menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan

5. saling membantu antar siswa

6.1 analisi data, kesimpulan individual

Laporan pada kelompok

6.1 menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan

saling membantu antar siswa

7.1 sharing penemuan, kritik mengambil catatan, kesimpulan pendahuluan

Diskusi kelompok

7.1 menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan

saling membantu antar siswa

8.1 menulis laporan kelompok antarsiswa

Laporan kelompok

Memberi bantuan Saling membantu 9.1 Menanggapi dan

bertanya

Diskusi kelas Memantau,membant u, mengelola kelas

Memimpin diskusi 10. Tanya jawab, catat Rangkuman Sintesis

menyimpulkan

Memimpin diskusi 11. Memberi saran Tindakan

lanjut

Menentukan tindak lanjut berdasarkan hasil diskusi

Memimpin diskusi commit to user


(52)

Pada penelitian pengembangan modul berbasis inkuiri ini, tahapan inkuiri yang dikembangkan mengadopsi dari tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (2012 : 328) disajikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Fase dalam Menerapkan Pembelajaran Inkuiri

Fase Proses Pembelajaran

Fase : 1

Mengidentifikasi

pertanyaan dan

merumuskan masalah

Siswa mengidentifikasi satu pertanyaan yang akan coba dijawab oleh siswa

Fase : 2

Membuat hipotesis

Siswa membuat hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan

Fase : 3 Mengumpulkan data

Siswa melakukan penyelidikan dalam rangka mengumpulkan data terkait

Fase : 4 menganalisis data Siswa menganalisis data yang diperoleh dari eksperimen

Fase : 5

Menilai hipotesis dan membuat generalisasi

Guru memandu diskusi tentang hasil dan sejauh mana hasil hasil itu mendukung hipotesis. Juga murid melakukan generalisasi terhadap hasil berdasarkan asesmen terhadap hipotesis

Dari tahapan yang dikemukan oleh oleh Eggen dan Kauchak (2012 : 328) maka pada penelitian ini mengadopsi tiap tahapan yang akan digunakan dalam pengembangan modul berbasis inkuiri. Adapun tahapan inkuiri hasil pengembangan disajikan pada tabel 2.3.


(53)

Tabel 2.3 Tahapan Hasil Pengembangan dalam Menerapkan Pembelajaran Inkuiri

Fase Modul Siswa

Fase : 1

Mengidentifikasi Masalah

Berupa fenomena atau peristiwa yang berkaitan dengan materi yang akan diselidiki

Siswa mengamati dan mengidentifikasi masalah yang ada pada fenomena atau peristiwa yang berkaitan dengan materi yang akan diselidiki

Fase : 2 Merumuskan masalah

Berisi rumusan masalah yang diperoleh dari identifikasi

Siswa membuat rumusan masalah yang diperoleh dari identifikasi masalah yang terkait dengan masalah yang akan diselidiki Fase : 3

Membuat hipotesis

Berisi hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang akan diselidiki

Siswa membuat hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan

Fase : 4

Mengumpulkan data

Berupa kegiatan penyelidikan (LKS) yang akan dilakukan oleh siswa untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk dianalisis

Siswa melakukan penyelidikan dalam rangka mengumpulkan data terkait dengan hipotesis dan menyusun serta menampilkannya supaya data itu bisa dianalisa

Fase : 5

Menganalisis data

Berupa pertanyaan-pertanyaan panduan untuk membantu menganalisis data yang diperoleh dari hasil penyelidikan

Siswa menganalisis data yang diperoleh dari eksperimen

Fase : 6

Menilai hipotesis dan membuat generalisasi

Berupa kesimpulan dari masalah yang telah diselidiki sampai menemukan sebuah konsep materi

Siswa melakukan generalisasi terhadap hasil berdasarkan asesmen terhadap hipotesis


(54)

d. Pembelajaran dengan metode inkuiri Suchman

Richard Suchman mengembangkan suatu pembelajaran inkuiri yang telah dimodifikasi, hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model inkuiri menunjukkan bahwa keterampilan inkuir siswa meningkat dan motivasi belajar juga meningkat.

Trianto (2007: 139) menyatakan Suchman bahwa berkeyakinan siswa akan menyadari tentang proses penyelidikan dan mereka dapat diajarkan tentang prosedur ilmiah secara langsung. Selanjutnya, Suchman berpendapat tentang pentingnya membawa siswa pada sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif. Joyce (2009) menyatakan bahwa teori Suchman dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya.

2) Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi tersebut.

3) Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut. 4) Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan

jawabannya “ya” atau “tidak”.

5) Membuat kesimpulan dari data data yang diperoleh.

Menurut Joyce (2009: 206) inkuiri memiliki lima tahap yaitu Tahap pertama adalah mengonfrontasikan siswa dengan situasi yang membingungkan. Tahap kedua dan ketiga adalah pelaksanaan pengumpulan data dengan memverikasi dan menguji coba. Pada tahap kedua, siswa mengajukan serangkaian pertanyaan yang


(55)

dimungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak dan pada tahap ketiga, baru mereka mulai melaksanakan serangkaian uji coba pada situasi permasalahan. Pada tahap keempat siswa mengolah informasi yang mereka dapatkan selama pengumpulan data dan mencoba menjelaskan ketidaksesuaian atau perbedaan perbedaan. Akhirnya pada tahap kelima, siswa menganalisis strategi strategi pemecahan masalah yang telah mereka gunakan selama penelitian.

Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman menggunakan pertanyaan pertanyaan yang diajukan pada siswa sebagai alternatif untuk prosedur pengumpulan data. Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Trianto (2007:139) mempunyai dua kelebihan yaitu

1) Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan cepat, dan dengan pelatihan mereka akan terampil melakukan inkuiri.

2) Lebih efektif dalam semua bidang di dalam kurikulum.

Suasana kelas yang nyaman merupakan hal yang penting dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaan-pertanyaan harus berasal dari siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Kerja sama guru dengan siswa, siswa dengan siswa diperlukan juga adanya dorongan secara aktif dari guru dan temen. Dua atau lebih siswa yang bekerja sama dalam berpikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika dibanding bila siswa bekerja sendiri.


(56)

Pembelajaran inkuiri Suchman, peran guru memonitor pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses inkuiri, tidak sama dengan permintaan tebakan. Hal ini memelukan dua aturan penting yaitu

1) Pertanyaan harus dapat dijawab ‘ya’ dan ‘tidak’ dan harus diucapkan dengan

suatu cara siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan.

2) Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru memberikan jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk menentukan jawabannya sendiri.

Perbedaan utama antara inkuiri Suchman dengan inkuiri umum adalah pada proses pengumpulan data. Suchman mengembangkan suatu metode penemuan baru yang menuntun siswa mengumpulkan data melalui bertanya.

e. Prinsip prinsip pembelajaran inkuiri

Pembelajaran inkuiri dapat berjalan lancar sesuai tujuan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu : (1) pernyataan masalah atau pernyataan. Masalah untuk masing masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai pertanyaan atau pernyataan biasa dan jelas dapat dimengerti siswa. Pertanyaan bersifat open ended. Pertanyaan harus mengarah ke pengembangan pengetahuan; (2) prinsip atau konsep yang diajarkan. Prinsip prinsip atau konsep konsep yang harus ditemukan oleh siswa melalui kegiatan harus ditulis dengan jelas dan tepat; (3) alat dan bahan. Alat alat dan bahan bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa untuk memulai kegiatan belajar; (4) diskusi pengarahan. Diskusi pengarahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa


(57)

(kelas) untuk didiskusikan sebelum siswa melakukan kegiatan inkuiri; (5) LKS dapat disiapkan untuk menbantu siswa dalam proses inkuiri, sehingga proses dapat berjalan lancar dan efisien; (6) proses berfikir kritis dan ilmiah. Proses berfikir kritis dan ilmiah harus ditulis atau dijelaskan untuk ditunjukkan kepada guru lain guna memperlihatkan proses mental siswa yang diharapkan selama kegiatan berlangsung; (7) pengambilan kesimpulan perlu diperhatikan logis atau tidak. Siswa perlu dibantu untuk dapat mengambil kesimpulan bagi mereka sendiri.

f. Kelebihan dan kelemahan inkuiri

Pendekatan inkuiri mempunyai beberapa kelebihan antara lain : siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik, membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri, memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, situasi proses belajar menjadi lebih merangsang minat siswa. Sedangkan kelemahan inkuiri yaitu ada kemungkinan hanya siswa pandai yang terlibat secara aktif dalam pengembangan prinsip umum dan siswa yang kurang pandai hanya diam menunggu siswa lain menyatakan prinsip umum, relatif memerlukan waktu yang lebih banyak, tidak mungkin siswa diberi kesempatan sepenuhnya untuk membuktikan secara bebas semua yang dipermasalahkan.

4. Bahan ajar

Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematik baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang


(58)

memungkinkan siswa untuk belajar (Abdul Kodir, 2011: 219). Bahan ajar juga dapat diartikan sebagai seperangkat materi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan, dan keterampilan yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses yang terkait dengan pokok bahasa tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Bahan ajar berfungsi sebagai: (1) pedoman bagi pengajar yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa; (2) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan seluruh aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasai; (3) alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. Dengan demikian fungsi bahan ajar sangat akan terkait dengan kemampuan guru dalam membuat keputusan yang terkait dengan perencanaan (planning) aktivitas-aktivitas pembelajaran, mengimplementasikan dan penilaian (assessing).

Tujuan dari bahan ajar adalah (1) membentuk siswa dalam mempelajari sesuatu; (2) menyediakan berbagai pilihan bahan ajar; (3) memudahkan guru dalam proses pembelajaran; (4) agar pembelajaran menjadi menarik. Sedangkan peranan bahan ajar adalah (1) mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan


(59)

ajar yang disajikan; (2) menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi, sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik; (3) menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap; (4) menyajikan metode metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi peserta didik; (5) menjadi penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis (Sunendar, 2008: 172).

Ragam bentuk bahan ajar yaitu (1) bahan ajar visual, yaitu bahan ajar yang penggunaannya dengan indra penglihatan. Terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, gambar, dan non cetak (non printed), seperti model maket; (2) bahan ajar audio, yaitu bahan ajar yang penggunaanya menggunakan indra pendengaran, yaitu ditangkap dalam bentuk suara. Contohnya seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio; (3) bahan ajar audio visual, yaitu bahan ajar yang dapat ditangkap dengan indra pendengaran dan indra penglihatan. Contohnya seperti video compact disk, film; (4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia.

5. Media Pembelajaran

Soeparno (1998:2) menyatakan bahwa media merupakan suatu alat yang

dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan pesan atau informasi’. Media

sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Hal itu disebabkan materi yang sulit dipahami dan dicerna siswa, terutama pada mata pelajaran IPA yang abstrak dan kompleks.


(60)

Setiap materi pelajaran yang tidak memerlukan media, Tetapi dilain pihak ada materi pelajaran yang memerlukan media seperti globe, molimut, grafik, gambar, video dan sebagainya. Tujuan utama penggunaan media adalah agar pesan dikomunikasikan dan dapat diserap semaksimal mungkin oleh siswa sebagai penerima informasi.

Metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Kedudukan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi sebagai satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.

Manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa menurut Sudjana (2005:2) antara lain; (1) lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata mata komunikasi verbal melalui penuturan kata kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga; (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,mendemontrasikan dan lain-lain. Wayan Santyasa (2007 : 6), tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran dapat diursikan antara lain landasan filosofis, psikologis, teknologis dan empiris. Adanya suatu pandangan bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi


(61)

dehumanisasi. Dengan kata lain siswa dihargai harkat kemanuasiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi.

Kompleks dan uniknya proses belajar, maka perlu diperhatikan ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu dalam pemilihan media, disamping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif sehingga perlu : (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan objek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran yang akan di ajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.

Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber belajar. Jadi teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasikan dan mengelola pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan dalam bentuk kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah disusun dalam fungsi disain atau seleksi dan dalam pemanfaatan serta dikombinasikan sehingga menjadi sistem pembelajaran yang


(62)

lengkap. Komponen-komponen ini termasuk pesan, orang, bahan, media, peralatan, teknik dan latar.

Edgar Dale dalam Soeparno (1998:5) membuat jenjang jenjang besar kecilnya kemungkinan terserapnya suatu informasi melewati berbagai pengalaman. Jenjang jenjang tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut, pada gambar dibawah terlihat bahwa informasi yang diperoleh melalui berbagai pengalaaman itu semakin ke atas semakin abstrak, dan semakin ke bawah semakin konkret. Informasi yang paling abstrak adalah informasi informasi yang diperoleh melalui lambang verbal, sedangkan informasi konkret adalah informasi yang diperoleh melalui pengalaman langsung.

Pada hakikatnya semua media dapat dipakai pada semua tingkatan berdasarkan materi yang disesuiakan dengan tingkatan masing-masing. Klasifikasi media dapat dibedakan yaitu (1) media pandang seperti papan tuli, papan tali, flanel, wall chart, modul, kartu, gambar dan lain lain. (2) media dengar seperti radio, rekaman, PH dan lain lain; (3) media pandang dengar seperti slide suara, TV,VTR dan lain lain.

Memilih media pembelajaran yang tepat guru harus memahami sasaran siswa dan sifat materi ajar. Karena tidak ada satu media yang cocok untuk semua bidang materi ajar maka guru harus selalu belajar mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi yang dapat membantu guru dalam mempersiapkan pembelajaran serta dapat menggunakan secara tepat, sehingga siswa tertantang belajar dengan berfikir kreatif. Dilihat dari segi perkembangan teknologi menurut Seels dan Glasgow dalam (Azhar Arsyad, 2006) media dikelompokkan menjadi, media


(63)

tradisional dan media teknologi mutakhir. Media teknologi mutakhir meliputi : media berbasis telekomunikasi dan media berbasis mikroprosesor (Computer-assisted intrugtion, Permainan komputer, Sistem tutor intelijen, Interaktif, Hypermedia, Compact).

6. Modul

a. Pengertian Modul

Modul sebagai salah satu bentuk bahan ajar berupa bahan cetakan. Modul pembelajaran biasanya digunakan dalam pembelajaran jarak jauh. Ada beberapa pengertian tentang modul antara lain : modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, latihan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri (Abdul Khodir, 2011 : 219).

Modul juga dapat diartikan sebagai alat pembelajaran yang disusun sesuai dengan kebutuhan belajar pada mata pelajaran tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu. Sebuah kompetensi atau sub kompetensi yang dikemas dalam satu modul secara utuh (self contained), mampu membelajarkan diri sendiri atau dapat digunakan untuk belajar secara mandiri. Penggunaan modul tidak bergantung pada media lain, memberikan kesempatan peserta didik untuk berlatih dan memberikan rangkuman, memberi kesempatan melakukan tes sendiri dan mengakomodasi kesulitan siswa dengan memberikan tindak lanjut dan umpan balik.


(64)

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul tersebut.

Modul menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi dua yaitu (1) modul sederhana yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas 3 sampai 5 halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran selama 1 sampai 2 jam; (2) modul kompleks yaitu bahan pembelajaran uang terdiri atas 40 sampai 60 halaman untuk 20 sampai 30 jam pelajaran. Modul kompleks ini dapat dilengkapi bahan audio, video atau film, kegiatan percobaan, praktikum (Hermawan, 2012 : 8).

Menurut tujuan penyusunannya modul dibedakan menjadi dua jenis yaitu (1) modul inti adalah modul yang disusun dari kurikulum dasar, yang merupakan tuntutan dari pendidikan dasar umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara Indonesia. Modul pengajaran ini merupakan hasil penyusunan dari unit-unit program yang disusun menurut tingkat (kelas) dan bidang studi. Adapun unit-unit program itu sendiri diperoleh dari hasil penjabaran kurikulum dasar. Sedangkan kurikulum dasar disusun guna memberikan pendidikan dasar umum untuk sekolah dasar dan menengah; (2) modul pengayaan adalah modul hasil penyususnan unit-unit program program pengayaan yang berasal dari program pengayaan yang bersifat memperluas dan memperdalam program pendidikan dasar yang bersifat


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id